• Tidak ada hasil yang ditemukan

ImplikaturSindiran Pembenaran

IMPLIKATUR KONVENSIONAL

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1.9 ImplikaturSindiran Pembenaran

Penulis menemukan kembali kritikan dengan jenis yang berbeda. Jenis kritikan dengan cara menyindir yang ditemukan oleh penulish adalah implikatur sindiran pembenaran. Dalam kurun waktu satu tahun yakni tahun 2011 jenis sindiran ini hanya ditemukan satu buah saja.

Pembenaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:100) ialah proses; perbuatan; cara membearkan. Oleh karena itu implikatur sindiran pembenaran mempunyai ciri khas yakni mengkritik dengan cara membenarkan perilaku atau aktivitas yang secara kasat mata, walaupun perilaku atau aktivitas tersebut adalah perbuatan yang melanggar.

Gambar 4.28Ada upaya pelemahan KPK oleh DPR setelah beberapa anggota Komisi III diperkarakan terkait kasus korupsi.(5 Februari)

Menyindir dalam kartun editorial kali ini menggunakan pembenaran sebagai situasi yang diangkat untuk menyampaikan kritik. Pembenaran yang

dimaksud yakni tuturan yang berupa kalimat pernyataan. Pernyataan tersebut di dalamnya mengandung konteks dibenarkan atau diamini oleh tokoh lain menggunakan pernyataan yang juga mengandung konteks tertentu.

Karikaturis berusaha mengarahkan kritikan dengan cara menyindir kepada para elite politik, khususnya yang mengabdi di DPR. Dapat dilihat dari gambar pada kartun yang menunjukan dengan tegas siapa sasaran dari kritik.

Kartun editorial di atas memiliki konteks. Konteksnya terdapat pada berita-berita di bawah ini, antara lain pemberitaan di KOMPAS(2/2) yang menceritakan tentang serangan balik DPR terhadap KPK yang terlihat dari sikap komisi III DPR yang menolak kehadiran Bibit S Rianto dan Candra Hamxah dalam rapat kerja, dengan alasan keduanya masih berstatus tersangka. Sebelumya Bibit S Rianto dan Candra Hamzah berstatus tersangka atas kasus yang sarat akan rekayasa, namun keduanya diwacanakan akan deponnering oleh Jaksa Agung sehingga mereka tidak lagi menjadi tersangka. Masih dalam KOMPAS (2/2) indikasi serangan balik oleh DPR ini berpijak pada putusan KPK yang menahan 19 politisi terkait kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda S Goeltom.KOMPAS (1/2) sikap komisi III DPR yang menolak pimpinan KPK dapat dilihat sebagai upaya pelemahan KPK sebagai aksi balasan atas penahanan 19 anggota DPR.

Masyarakat dengan mudah berasumsi bahwa DPR ingin melemahkan KPK. Tidak masuk akal jika DPR menghalangi pimpinan dalam raker komisi III dengan alasan status tersangka. Masyarakat melihat ini sebagai aksi balas dendam DPR atas beberapa putusan KPK terhadap anggotanya.

Karikaturis menggambarkan detail kartun editorial menyindir dengan pembenaran terhadap perilaku secara gamblang. Mulai dari Oom Pasikom yang duduk membaca koran bertuliskan “KPK x DPR” sambil berkata “Ada yang

bilang berpolitik itu… Harus seperti tikus… Mengendus-endus dulu… Baru menggigit!”. Berdiri di samping Oom Pasikom anak kecil yang digambarakan tengah membayangkan bagaimana sosok tikus tersebut. Pada akhirnya ia berbicara kepada Oom Pasikom seperti berikut “Benar Pak! Namanya juga Politikus!”. Menafsirkan maksud dari karikaturis tidak semudah membaca tuturan dan teks yang terdapat dalam gambar. Perlu melihat dari aspek pragmatik untuk dapat masuk lebih dalam, sehingga tidak sekedar makna harafiah saja yang dipahami, namun juga maksud yang tersirat di dalam gambar berdasarkan konteks yang terjadi.

Lokusi dari kartun editorial di atas ialah “Ada yang bilang berpolitik itu… Harus seperti tikus… Mengendus-endus dulu… Baru menggigit!” dan “Benar Pak! Namanya juga Politikus!”Ilokusinya adalah sikap anggota DPR yang terlihat mencari celah guna melemahkan KPK. Mencoba meraba-raba jalan apa yang hendak digunakan untuk dapat menyunat kewenangan KPK. Perlokusinya adalah citra DPR menjadi buruk. DPR yang seharusnya bersatu bersama KPK memberantas korupsi, justru terkesan menyerang balik KPK karena beberapa anggotanya tersangkut kasus korupsi.

Dalam kartun editorial kali ini terdapat gambar Oom Pasikom yang duduk membaca koran bertuliskan “KPK x DPR” sambil menuturkan “Ada yang bilang

Selanjutnya gambar anak kecil yang divisualisasikan tengah membayangkan bagaimana sosok tikus tersebut. Terakhir gambar sosok anak kecil berbicara kepada Oom Pasikom “Benar Pak! Namanya juga Politikus!”. Dari penggambaran yang dilakukan oleh karikaturis, implikaturnya adalah DPR digambarkan sangat jeli, layak menjadi bahan lelucon dan telaten sekaligus kotor

seperti tikus. Anggota DPR akan mengendus dulu seperti tuturan “Ada yang

bilang berpolitik itu… Harus seperti tikus… Mengendus-endus dulu… Baru menggigit!”untuk memastikan bahwa sasaran yang dituju sudah tepat. Pimpinan KPK dirasa menjadi sasaran mereka setelah beberapa anggota DPR ditangkap karena terlibat kasus korupsi. Selain itu sikap DPR layak disebut lelucon karena memaksakan pendapat ketika menolak pimpinan KPN menghadiri rapat kerja. Dapat dikatakan lelucon karena di halaman depan koran milik karakter Oom Pasikol terdapat gambar badut, persis di bawah tulisan DPR. Oleh karena itu politik di DPR dianggap kotor tak ubahnya seekor tikus yang bertubuh kotor dan menjadi sarang berbagai penyakit.

Kartun ini termasuk dalam jenis implikatur percakapan khusus. Maksud yang ingin disampaikan oleh karikaturis tidak saja hanya terdapat dalam tuturan namun juga pada variasi gambar. Untuk dapat mengetahui maksud pembaca harus mengetahui konteks tuturan dan memiliki pengetahuan yang cukup aka nisi berita tersebut. Tuturan dalam implikatur percakapan khusus bisa jadi hanya bertahan sebentar karena ketika berbeda konteks maka maksudnya bisa dipastikan juga ikut berubah. Secara harafiah percakapan “Ada yang bilang berpolitik itu… Harus seperti tikus… Mengendus-endus dulu… Baru menggigit!”dan “Benar Pak!

Namanya juga Politikus!” berusaha menjelaskan bahwa dunia politik harus mengendus dulu sebelum menggigit dan dianalogikan cerdik seperti tikus. Namun ketika digabung dengan gambar yang lain maka munculah maksud sebenarnya yang hendak disampaikan oleh penulis. Yule (2006:74) mengatakan bahwa implikatur percakapan khusus terjadi dalam konteks yang sangat khusus dimana kita menngasumsikan informasi yang ketahui secara lukal.