• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pendekatan Hedonik 1. Harga Properti

B.2. Upah : Pendugaan Risiko (Risk Estimation)

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Indeks Kepekaan Lingkungan Pulau Pramuka

5.2.1.4. Indeks Kepekaan Lingkungan Ekosistem Mangrove

Dari data yang diperoleh, diperoleh nilai IKL dari pengkalian IK, IE dan IS untuk ekosistem Mangrove masing-masingnya adalah skor 45 untuk EMU dan skor 30 untuk EMS (Lampiran 4). Hasil tersebut diatas mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian yaitu Pulau Pramuka, tingkat sensitifitas ekosistem mangrove berdasarkan

klasifikasi Indeks Kepekaan Lingkungan berada pada tingkat peka, dimana masing-masing wilayah dapat dipetakan sebagaimana dijelaskan pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10. Peta Indeks Kepekaan Lingkungan Ekosistem Mangrove di Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (EMU=Ekosistem Mangrove Utara; EMS=Ekosistem Mangrove Selatan).

5.2.2. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem Terumbu Karang di pulau Pramuka yang di identifikasi dalam studi ini adalah lokasi terumbu karang (karang hidup) yang masih bagus dan bukan merupakan karang gosong yang secara umum hampir mengitari pulau Pramuka. Gugusan karang yang dimaksud didasarkan kepada survey lapangan dengan metoda manta tow. Wilayah ekosistem terumbu karang yang diamati selanjutnya dibagi menjadi dua wilayah yaitu KHU dan KHS. Dimana masing-masing wilayah memiliki luas 2,72 Ha untuk KHU dan 0,80 Ha untuk KHS. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan hasil tracking dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) untuk selanjutnya di delineasi (Gambar 5.11).

EMU EMS  45 (peka) 30 (peka)

Gambar 5.11. Ekosistem Terumbu Karang (KHU dan KHS) di Pulau Pramuka (KHU=Karang Hidup Utara; KHS=Karang Hidup Selatan)

Penghitungan terhadap tiga parameter penentu IKL ekosistem terumbu karang sebagaimana dipetakan diatas akan ditentukan berdasarkan perhitungan masing-masing paramater yang terpengaruh diantaranya adalah Indeks Kerentanan (IK), Indeks Ekologi (IE) serta Indeks Sosial Ekonomi (IS) yang terdiri dari Nilai Sosial (NS) dan Nilai Ekonomi (NE). Perhitungannya adalah sebagai berikut:

5.2.2.1. Indeks Kerentanan

Ekosistem terumbu karang ditemukan hampir pada seluruh perairan Pulau Pramuka. Terumbu karang terletak di bawah permukaan perairan dan selalu tergenang selama surut terendah. Ekosistem ini tidak dapat hidup pada kondisi kering dan juga keruh. Terumbu karang memiliki persyaratan terhadap kecerahan dan intensitas cahaya. Berhubungan dengan pencemaran (paparan minyak), hewan karang dan ekosistemnya dapat terancam baik secara langsung maupun tidak. Hal ini dikarenakan ekosistem terumbu karang berada di bawah perairan laut. Akan tetapi sifat minyak yang begitu cenderung mengapung di permukaan perairan karena massa jenis yang rendah. Sehingga terumbu karang dapat terpengaruhi langsung jika terjadi pencemaran

KHU

seperti tumpahan minyak, seperti pada saat kekeruhan perairan yang tinggi, dimana minyak akan berkoagulasi dengan material tersuspensi dan akan turun ke dasar perairan dan akan menutupi hewan karang. Selain itu, kandungan kimia yang disebabkan oleh tumpahan minyak akan dibawa oleh biota yang berasosiasi dengan karang yang akan berakibat fatal.

Dengan kondisi tersebut dan berdasarkan Sloan (1993) dan NOAA (2001) maka kerentanan ekosistem terumbu karang (KHU dan KHS) di Pulau Pramuka dikategorikan sebagai sangat peka dengan skor 5. Tingkat kerentanan yang ada mengindikasikan bahwa secara ekosistem, terumbu karang sangat sensitif dan rentan apabila terjadi kejadian tumpahan minyak di pulau Pramuka.

Gambar 5.12. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang (KHU) di Pulau Pramuka.

5.2.2.2. Indeks Ekologi

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif secara biologis, namun juga merupakan ekosistem yang paling sensitif terhadap tekanan (Birkeland 1997). Perubahan iklim telah memberi banyak bukti akan menjadi ancaman besar bagi pertumbuhan terumbu karang yang telah menjadi gantungan hidup untuk beragam kebutuhan seperti pangan, wisata, dan perlindungan pantai (Wilkinson 2008).

Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan di wilayah studi menunjukkan bahwa kondisi substrat ekosistem terumbu karang Pulau Pramuka yaitu berupa pasir dan pecahan-pecahan karang mati. Selain itu, dari hasil pengamatan persentase tutupan karang secara umum lebih didominasi oleh karang mati dibandingkan dengan karang hidup.

Lokasi pengamatan persentase penutupan dilakukan dengan memilih lokasi sampling yang mewakili keseluruhan daerah terumbu karang yang terdapat di Pulau Pramuka, dengan pembagian dua wilayah terumbu karang yaitu KHU dan KHS. KHU merupakan terumbu karang yang berada di sekitar wilayah utara dan timur pulau Pramuka, dimana rata-rata penutupannya adalah persentase penutupan yang diperoleh titik pengamatan ke-1 diperoleh penutupan karang hidup 40% dan karang mati 60% (Utara), titik pengamatan ke-2 diperoleh persentase penutupan karang hidup 70% dan karang mati 30% (Timur). Wilayah KHS diperoleh dari pengamatan di sekitar selatan dan barat pulau pramuka. Pengamatan kondisi penutupan karang dilakukan pada kedalaman perairan antara 1,50-2,00 meter.

Gambar 5.13. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang (KHS) di Pulau Pramuka.

Secara umum, kriteria penilaian mencakup antara lain persen penutupan, kerapatan karang, kelandaian karang, keberadaan spesies yang dilindungi. Tiap variabel dihitung dan skor untuk nilai sensitifitas ekologi, berkisar dari 1 hingga 5 (Sloan 1993). Rincian tiap kriteria untuk ekosistem terumbu karang berdasarkan data sekunder dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Kriteria dari Tiap Variabel Ekologi Terumbu Karang Pulau Pramuka

Hasil Pengamatan No Kriteria Pengamatan Metode Penilaian

Indeks Ekologi KHU Skor KHS Skor

1 Persen Penutupan Karang Mantatau 55,00% 4 32,50% 3

2 Kerapatan Karang Mantatau Tinggi 4 Tinggi 4

3 Kelandaian Karang Mantatau Landai 4 Landai 4

4 Keberadaan Spesies yang

Dilindungi Mantatau

Tidak

ada 1

Tidak

ada 1

Nilai Indeks Ekologi 3 3

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, persentase tutupan karang di Pulau Pramuka sebesar 55 % untuk KHU dan 32,50% untuk KHS, hal ini diperkirakan karena pertumbuhan alga yang tinggi dan menyebabkan pertumbuhan karang terhambat. Sedangkan untuk kerapatan karang yang diamati di lapang menunjukkan kerapatan yang cukup tinggi, dengan kondisi kelandaian karang bersifat landai. Spesies karang yang ada di Pulau Pramuka merupakan spesies yang umum di temukan di perairan dan tidak terdapat spesies khusus yang dilindungi. Berdasarkan kriteria penentuan indeks ekologi diatas, maka ekosistem terumbu karang Pulau Pramuka masing-masingnya (KHU dan KHS) memiliki skor 3 dengan tingkat kepekaan yang cukup peka apabila terkena suatu bentuk beban pencemar minyak.

5.2.2.3. Indeks Sosial Ekonomi

Dalam indeks kepekaan lingkungan, penilaian sosial dan ekonomi didasarkan kepada dua nilai penting yaitu nilai sosial dan nilai ekonomi. Besarnya manfaat yang diperoleh dari suatu lingkungan terhadap penggunanya (manusia) dapat diidentifikasi sebagai nilai sosial. Sementara nilai ekonomi suatu sumberdaya merupakan perwujudan dari preferensi masyarakat terhadap keberadaan suatu ekosistem, baik secara langsung maupun tidak. Indeks Sosial Ekonomi selanjutnya menggambarkan tingkat sensitifitas aktual suatu wilayah dari sudut pandang sosial dan ekonomi.

5.2.2.3.1. Nilai Sosial

Nilai sosial dari ekosistem Terumbu Karang diartikan sebagai fungsi ekosistem terumbu karang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar Pulau Pramuka. Manfaat sosial ekosistem terumbu karang dapat diklasifikasikan atas pemanfaatan langsung yang dirasakan masyarakat seperti pengembangan area potensi wisata, daerah penangkapan dan pemanfaatan lainnya. Penilaian preferensi masyarakat terhadap nilai sosial diambil dari pola kebijakan pembangunan daerah dan hasil wawancara langsung di lapangan dengan masyarakat dan literatur yang ada.

Manfaat sosial terhadap ekosistem untuk wilayah pesisir menurut Grigalunas, TA and R Congar (1995) di adopsi dan dimodifikasi oleh PKSPL-IPB (2009) dapat diidentifikasi berdasarkan peran ekosistem terhadap kepentingan masyarakat dalam hal pengembangan area potensi wisata, daerah penangkapan ikan dan pemanfaatan

lainnya. Penilaian nilai sosial terhadap ekosistem terumbu karang berdasarkan potensi lokasinya disajikan pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Skor Penilaian Nilai Sosial Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka

Hasil Pengamatan No Kriteria Pengamatan Metode

Penilaian KHU Skor KHS Skor

1 Sebagai Pengembangan Area Potensial Wisata

Survei Lapangan Sangat Potensial 5 Sangat Potensial 5 2 Daerah Penangkapan Ikan Survei

Lapangan Insentif 4 Intensif 4

3 Pemanfaatan Lainnya (penelitian) Survei Lapangan sangat bermanfaat 5 sangat bermanfaat 5 Nilai Sosial 5 5

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Berdasarkan hasil survei, potensi keberadaan terumbu karang sebagai pengembangan area wisata di wilayah studi sangat potensial. Dilihat dari minat para pengunjung wisata yang kebanyakan memilih ekosistem terumbu karang sebagai objek wisata di Pulau Pramuka seperti snorkeling, diving, dan memancing di sekitar lokasi yang terdapat ekosistem terumbu karang terutama di wilayah utara dan timur pulau pramuka (KHU) (skor 5).

Wilayah KHU lebih berpotensial untuk dapat dikembangkan untuk wisata, karena mempunyai kondisi karang yang lebih bagus dibanding dengan KHS. Dengan kondisi terumbu karang tersebut ditunjang dengan keberadaan karang gosong, memberikan nilai positif bagi kegiatan perikanan di sekitar pulau. Hamparan karang gosong yang sangat luas ini dimanfaatkan sebagai daerah fishing ground (penangkapan ikan) oleh nelayan Pulau Pramuka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sehingga keberadaan terumbu karang pulau Pramuka intensif digunakan sebagai daerah penangkapan ikan oleh nelayan Pulau Pramuka (skor 4). Sementara itu untuk pemanfaatan lainnya yaitu sebagai sarana pendidikan (penelitian) ekosistem terumbu karang Pulau Pramuka sangat bermanfaat dijadikan sebagai objek penelitian bagi para mahasiswa ataupun peneliti lainnya. Hal ini juga disampaikan oleh LAPI ITB (2001) bahwa lokasi dan sumberdaya terumbu karang kepulauan seribu sangat bermanfaat untuk suatu penelitian (skor 5). Berdasarkan agregasi penilaian indeks sosial yang dilakukan, terumbu karang Pulau Pramuka memiliki nilai tingkat kepekaan yang sangat peka untuk kedua wilayah KHU dan KHS dimana masing-masingnya memiliki skor 5.

5.2.2.3.2. Nilai Ekonomi

a) Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value)

Nilai manfaat langsung terumbu karang (Direct Use Value) adalah nilai yang diperoleh dari pemanfaatan komoditas yang diperoleh masyarakat dengan cara mengambil langsung dari alam. Komoditas tersebut bermanfaat bagi masyarakat karena memiliki nilai ekonomi, sehingga dapat dijual. Jenis pemanfaatan langsung yang ditemukan di kawasan terumbu karang perairan Pulau Pramuka adalah manfaat penangkapan ikan penghuni asli terumbu karang.

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa nelayan yang menjadi responden, terdapat 8 jenis ikan karang yang dimanfaatkan. Dengan menggunakan metode pengaruh pada produksi (Effect on Production/EOP), maka total penerimaan dari ikan karang ini adalah sebesar Rp. 2.532.467.964 per tahun dalam kondisi optimal aktifitas penangkapan ikan selama 9 bulan (274 hari) dalam setahun. Nilai EOP ini berlaku untuk kedua wilayah KHU dan KHS (rincian dapat dilihat pada Lampiran 2). Komoditas manfaat langsung (ikan) dari kawasan terumbu karang di Pulau Pramuka biasanya dipasarkan kepada pedagang pengumpul ataupun langsung dipasarkan kepada warga yang ingin membeli.

b) Nilai Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value)

Nilai manfaat tidak langsung (Indirect Use Value) merupakan nilai dari manfaat yang dirasakan oleh pengguna kawasan terumbu karang di perairan Pulau Pramuka secara tidak langsung. Jenis pemanfaatan tidak langsung yang dapat diidentifikasi di kawasan terumbu karang perairan Pulau Pramuka terdiri dari :

b.1) Manfaat Feeding Ground

Salah satu manfaat tidak langsung dari ekosistem terumbu karang adalah sebagai tempat mencari makan (feeding ground) biota baik yang hidup di lingkungan ekosistem terumbu karang maupun yang hanya singgah untuk mencari makan. Manfaat feeding ground didekati dari nilai penjualan ikan yang tidak hidup di ekosistem terumbu karang, tetapi tertangkap di wilayah ekosistem terumbu karang. Perhitungan EOP untuk kawasan terumbu karang perairan Pulau Pramuka ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan hasil perhitungan, terdapat 4 jenis ikan yang memenuhi klasifikasi diatas. Nilai manfaat feeding ground ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Pramuka berdasarkan kepada pengaruh produksi ikan non karang sebesar Rp. 5.522.073.325. Dimana kegiatan melaut optimal adalah selama 9 bulan dalam setahun.

b.2) Manfaat Pariwisata

Manfaat pariwisata adalah manfaat yang diperoleh dari kegiatan pariwisata yang dilakukan di kawasan terumbu karang perairan Pulau Pramuka. Kegiatan pariwisata yang dapat diidentifikasi di kawasan terumbu karang Pulau Pramuka terdiri dari diving dan snorkling.

Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap kegiatan wisata snorkling dan diving di kawasan terumbu karang Pulau Pramuka. Metode ini diaplikasikan untuk menganalisa biaya perjalanan yang dikeluarkan individu untuk melakukan kegiatan wisata di kawasan Pulau Pramuka. Hasil analisa kemudian digunakan untuk membangun kurva permintaan dan surplus konsumen kegiatan wisata yang kemudian menjadi nilai manfaat pariwisata kawasan terumbu karang di perairan Pulau Pramuka.

Fungsi permintaan kegiatan kawasan ekosistem terumbu karang Pulau Pramuka diperoleh dengan meregresikan umur, pendidikan, pekerjaan, tujuan wisata, informasi dan lama tinggal (hari) serta penghasilan dari responden. Analisis regresi yang dilakukan menghasilkan persamaan sebagai berikut :

TCM = 19,7361 + 0,00000183 TC - 0,04692860 AGE - 0,11524998 EDU - 1,91218603 JOB + 1,20237628 AIM - 4,09866847 INFO - 0,96950323 DUR - 0,00000013 INCOME

Dimana

TC = Biaya Total AIM = Tujuan Wisata

AGE = Umur INFO = Informasi

EDU = Pendidikan DUR = Lama Waktu JOB = Pekerjaan INCOME = Penghasilan

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa surplus konsumen kegiatan wisata sebesar Rp. 3.977.681 per-individu per-tahun. Berdasarkan data yang diperoleh jumlah kunjungan wisatawan tahun 2010 sebanyak 25.654 jiwa. Dengan demikian nilai surplus konsumen di kawasan wisata terumbu karang Pulau Pramuka adalah Rp 102.043.425.407 per tahun (Lampiran 5).

b.3) Manfaat Perlindungan Pantai

Ekosistem terumbu karang memiliki fungsi perlindungan pantai dari gelombang dan bahaya abrasi. Jika terumbu karang tersebut rusak atau hilang, maka masyarakat akan menanggung sejumlah kerugian. Untuk itu, perlu dihitung manfaat perlindungan pantai yang dimiliki terumbu karang di perairan Pulau Pramuka. Manfaat perlindungan pantai yang dimiliki oleh terumbu karang dapat didekati dengan biaya rehabilitasi yang dilakukan apabila terumbu karang tersebut hilang atau rusak. Biaya yang dikeluarkan untuk rehabilitasi terumbu karang adalah sebesar US$ 2100 per ha (Heeger dan Sotto 2000). Jadi, untuk menggantikan fungsi perlindungan pantai yang dimiliki oleh ekosistem terumbu karang (KHU) di perairan Pulau Pramuka seluas 2,72 ha adalah Rp. 52.767.456 per tahun dan KHS dengan luas 0,8 Ha adalah Rp. 15.519.840 (Tabel 5.16).

Tabel 5.16. Manfaat Tidak Langsung Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka

Keterangan KHU KHS

Nilai tukar rupiah 2012 Rp. 9.238 Rp. 9.238

Nilai rehabilitasi TK $ 2.100/Ha $ 2.100/Ha

Luasan Terumbu Karang 2,72 Ha 0,80 Ha

Nilai Manfaat Perlindungan Rp. 52.767.456 Rp. 15.519.840

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

b.4) Total Nilai Manfaat Tidak Langsung Terumbu Karang

Setelah menghitung nilai masing-masing komponen manfaat tidak langsung ekosistem terumbu karang, didapatkan nilai total manfaat tidak langsung ekosistem terumbu karang (KHU dan KHS) di perairan Pulau Pramuka diperoleh nilai masing-masingnya adalah Rp. 107.618.266.188 untuk TK 1 dan Rp. 107.581.018.572 untuk KHS, rincian penjumlahan dari manfaat tidak langsung KHU dan KHS seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Tabel 5.17. Manfaat Tidak Langsung Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka

No Jenis Manfaat Tidak Langsung KHU KHS

1 Feeding Ground 5.522.073.325 5.522.073.325

2 Pariwisata 102.043.425.407 102.043.425.407

3. Perlindungan Pantai 52.767.456 15.519.840

Total Nilai Manfaat Tidak Langsung Rp. 107.618.266.188 Rp. 107.581.018.572

c) Manfaat Pilihan

Manfaat pilihan ekosistem terumbu karang dalam penelitian ini menggunakan nilai keanekaragaman hayati (biodiversity) dari ekosistem tersebut seperti yang dijelaskan Ruiteenbeek (1999). Nilai keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang bernilai minimal US$ 15 per hektar per tahun.

Dengan demikian, untuk ekosistem terumbu karang perairan Pulau Pramuka yang memiliki luas KHU adalah 2,72 Ha dan KHS seluas 0,80 Ha, dimana nilai manfaat pilihan yang diperoleh sebesar US$ 40,8 untuk KHU dan US$ 12 untuk KHS. Dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar Rp. 9.238 (Agustus 2012), maka nilai manfaat pilihan kawasan terumbu karang di perairan Pulau Pramuka adalah sebesar Rp. 376.910 (KHU) dan Rp. 110.856 (KHS) (Tabel 5.18).

Tabel 5.18. Manfaat Pilihan Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka

Keterangan KHU KHS

Nilai tukar rupiah 2012 Rp. 9.238 Rp. 9.238

Nilai manfaat biodiversity $ 15/Ha $ 15/Ha

Luas Terumbu Karang 2,72 Ha 0,80 Ha

Nilai Manfaat Pilihan Rp. 376.910 Rp. 110.856

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

d) Manfaat Keberadaan (Existense Value)

Manfaat keberadaan ekosistem terumbu karang di kawasan perairan Pulau Pramuka dianalisis dengan pendekatan teknik Contingent Valuation Method (CVM). Teknik ini dapat menghasilkan nilai Willingness to Pay (WTP) atau keinginan untuk membayar terhadap pemanfaatan terumbu karang di kawasan Pulau Pramuka.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kuesioner, diperoleh nilai terendah WTP sebesar Rp. 5.000 dan nilai WTP tertinggi sebesar Rp. 35.000. Responden bebas menentukan besarnya nilai WTP terhadap terumbu karang sesuai dengan kehendak tanpa dibatasi rentan nilai tertentu. Hasil regresi menghasilkan fungsi sebagai berikut :

Ln WTP = 9,5327 + 0,0565 Ln E - 0,2412 Ln A + 0,03917 Ln I Keterangan : WTP : Keinginan membayar E : Education / Pendidikan A : Age / Umur I : Income / Pendapatan

Hasil perhitungan menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP individu adalah sebesar RP. 11.166,78. Dengan memperhitungkan jumlah populasi yang mendiami Pulau Pramuka sebanyak 5.849 jiwa, maka hasil tersebut kemudian dikonversi menjadi nilai total WTP sebesar Rp. 65.314.517,66 per tahun (Lampiran 6).

e) Nilai Total Ekonomi

Nilai ekonomi total ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Pramuka merupakan penjumlahan dari nilai-nilai manfaat yang telah diuraikan diatas, yaitu nilai manfaat langsung (Direct Use Value), nilai manfaat tidak langsung (Indirect Use Value), nilai manfaat pilihan, dan nilai manfaat keberadaan yang dapat diidentifikasi di kawasan tersebut. Tabel 5.19 menyajikan Nilai Ekonomi Total tersebut.

Tabel 5.19. Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka

No Jenis Manfaat KHU

(Rp) Persen (%) Skor KHS (Rp) Persen (%) Skor 1 Manfaat Langsung 2.532.467.964 2,30 1 2.532.467.964 2,30 1 2 Manfaat Tidak Langsung 107.618.266.188 97,64 5 107.581.018.572 97,64 5 3 Manfaat Pilihan 376.910 0,00 1 110.856 0,00 1 4 Manfaat Keberadaan 65.314.518 0,06 1 65.314.517 0,06 1

Nilai Ekonomi Total 110.216.425.580 100 2 110.178.911.909 100,00 2 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Perhitungan nilai ekonomi untuk terumbu karang dilakukan menggunakan perhitungan valuasi ekonomi yang dikonversi kedalam suatu persamaan dalam menentukan skor tingkat kepekaan lingkungan daerah kajian mangrove berdasarkan manfaat yang diperoleh. Masing-masing ekosistem memiliki skor 2.

5.2.2.3.3. Indeks Sosial Ekonomi

Berdasarkan nilai sosial dan nilai ekonomi yang diperoleh, maka indeks sosial ekonomi dari ekosistem terumbu karang dapat diperoleh yaitu skor 3 untuk ekosistem terumbu karang (KHU) dan skor 3 untuk ekosistem terumbu karang KHS (Lampiran 7). Tingkat sensitif yang sama dari sisi sosial-ekonomi menjelaskan bahwa perbedaan cara pandang dan preferensi masyarakat antara ekosistem terumbu karang yang di bagian utara dan bagian selatan hampir tidak ada.

5.2.2.4. Penentuan Indeks Kepekaan Lingkungan Ekosistem Terumbu Karang