• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 Ikan pelagis kecil

4 Ikan pelagis besar

5 Moluska, udang, ikan yang dilindungi (mamalia laut, lumba-lumba, paus, penyu, dll)

Sumber : Modifikasi NOAA (2001)

2.2.4.2. Indeks Sosial-Ekonomi

Nilai sosial (NS) untuk daerah penangkapan ikan dihitung menggunakan beberapa kriteria seperti jumlah tangkapan, biaya ekstraksi (ikan tangkapan), dan pemilihan alat tangkap (PKSPL-IPB 2009). Kriteria tersebut dilihat dari seberapa mahal dan selektifnya aktifitas perikanan di sekitar lokasi yang terdampak dari kejadian tumpahan minyak (Tabel 2.13). Sedangkan untuk nilai ekonomi pada daerah penangkapan ikan dihitung berdasarkan perhitungan valuasi ekonomi. Tabel 2.13. Kriteria Nilai Sosial (NS) Daerah Penangkapan Ikan

Skor

Biaya pemancingan (ikan tangkap) atau biaya produksi

(budidaya)

Pemilihan alat tangkap atau volume budidaya

1 Sangat mahal Sangat selektif atau sangat kecil

volumenya

2 Mahal Selektif atau kurang volumenya

3 Cukup mahal Cukup

4 Murah Kurang selektif atau banyak volumenya

5 Sangat murah Tidak selektif atau sangat banyak

volumenya Sumber : PKSPL-IPB (2009)

2.3. Nilai Total Ekonomi Sumberdaya (Valuasi Ekonomi)

Valuasi ekonomi adalah penjumlahan dari preferensi individu dalam keinginannya untuk membayar (willingness to pay) dalam mengkonsumsi lingkungan yang baik. Adrianto (2006) menyatakan bahwa valuasi ekonomi adalah alat untuk mengukur keinginan masyarakat untuk lingkungan yang baik melawan lingkungan yang buruk. Apa yang dinilai dalam lingkungan terdiri dari dua kategori yang berbeda yaitu :

1) Nilai preferensi masyarakat terhadap perubahan lingkungan, sehingga masyarakat memiliki preferensinya dalam tingkat risiko yang dihadapi dalam hidupnya, sehingga memunculkan keinginan untuk membayar willingness to pay (WTP) agar lingkungan tidak terus memburuk.

2) Sumberdaya alam dan lingkungan sebagai aset kehidupan memiliki nilai instrinsic. Hal ini merupakan bentuk dari nilai ekonomi secara intrinsic (instrinsic values) dari eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan. Peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya adalah penting dalam kebijakan pembangunan. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus bahwa hilangnya ekosistem ini tidak dapat dikembalikan seperti sediakala (irreversible). Pilihan kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah akan dipertahankan seperti apa adanya, atau dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi. Dalam hal ini, kuantifikasi manfaat dan “kerugian” (cost) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness).

Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata terkait dengan maksimalisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza dan Folke 1997). Bishop (1997) dalam Adrianto (2005) menyatakan bahwa valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, kemudian Constanza (2001) menyatakan bahwa perlu ada tiga nilai yang berasal dari tiga tujuan utama efesiensi, keadilan dan keberlanjutan.

Nilai ekonomi (economic value) dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahaan (profit of firms). Dalam hal ini konsep yang digunakan adalah surplus ekonomi (economic surplus) yang diperoleh dari penjumlahan surplus oleh konsumen (consumers surplus; CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus; PS) (Grigalunas dan Conger 1995; Freeman III 2003 in Adrianto 2005).

S u p p l y C u r v e D e m a n d C u r v e C o n s u m e r s S u r p l u s P r o d u c e r s S u r p l u s P Q S u p p l y C u r v e D e m a n d C u r v e C o n s u m e r s S u r p l u s P r o d u c e r s S u r p l u s P Q

Gambar 2.2. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen

Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara actual harus dibayar untuk mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus (CS) dan tidak dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu, surplus produser (PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produsen lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa (Gambar 2.2).

Sementara itu, Freeman III (2003) in Adrianto (2005) menyebutkan bahwa pengertian “value” dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai intrinsik (intrinsic value) atau sering disebut juga sebagai Kantian value dan nilai instrumental (instrumental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki nilai intrinsik apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas itu sendiri. Artinya nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin terkait dengan komoditas lain. Komoditas yang sering disebut memiliki intrinsic value adalah komoditas yang terkait dengan alam (the nature) dan lingkungan (the environments). Sedangkan instrumental value dari sebuah komoditas adalah nilai yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu.

Dalam konteks tipologi nilai tersebut diatas, Freeman III (2003) in Adrianto (2005) beragumentasi bahwa konsep instrumental value lebih mampu menjawab persoalan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan, termaksud dalam hal ini pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut, dari pada konsepsi intrinsic value. Untuk mengetahui nilai instrumental dari alam, tujuan spesifik dari upaya tersebut

harus disusun. Dalam konteks ini, nilai ekonomi sumberdaya alam (the value of nature) lebih diarahkan pada konsepsi tujuan untuk kesejahteraan manusia (human walfare). Dengan kata lain, sebuah komponen alam akan bernilai tinggi apabila kontribusinya terhadap kesejahteraan manusia juga tinggi. Sebuah pemikiran antroposentris yang memang melekat erat dengan disiplin ilmu ekonomi ortodoks. Konsep-konsep seperti individual walfare, individual preferences, dan lain-lain menjadi komponen utama bagi penyusunan konsep nilai ekonomi ini, seperti yang telah dijelaskan melalui konsep CS dan PS diatas.

Secara empiris, valuasi ekosistem berbasis pada dua nilai terakhir (F-value dan S-value) relatif masih sedikit dilakukan. Namun demikian hal ini tidak mengurangi semangat dari pandangan ecological economics bahwa perlu ada penyusunan format nilai ekosistem yang lebih komprehensif, tidak hanya berbasis pada preferensi individu seperti metode standar yang ada. Ketiga nilai tersebut dapat diintegrasikan dengan pendekatan diskusi publik seperti yang disarankan oleh Sen (1995). Dengan pendekatan uji publik yang demokratis, nilai dari sebuah ekosistem dapat ditentukan untuk mencapai tujuan yang efisien, adil dan berkelanjutan.

Sebagai contoh, dalam kasus mempertahankan sebuah kawasan ekosistem sebagai kawasan preservasi, maka pengambilan keputusan akan mempertimbangkan biaya-biaya langsung yang diperlukan untuk menjaga kawasan tersebut ditambah dengan potensi hilangnya manfaat pembangunan apabila kawasan tersebut dikonversi. Total cost ini lah yang kemudian menjadi basis bagi pengambilan keputusan dan dapat didekati dengan metode valuasi ekonomi. Demikian juga sebaliknya (vice versa) dalam kasus konversi ekosistem menjadi pemanfaatan lain. Selain biaya langsung yang diperlukan untuk mengkonversi ekosistem, maka nilai-nilai ekosistem yang hilang akibat konversi tersebut harus pula dipertimbangkan. Masalahnya, nilai ekosistem tersebut tidak seluruhnya dapat didekati dengan menggunakan pendekatan pasar (market approach), sehingga seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan sektor swasta (private) maupun sektor publik. Dengan demikian, estimasinya seringkali masuk ke dalam kategori under-estimate yang pada akhirnya berdampak pada “kesalahan” tingkat eksploitasi terhadap ekosistem tersebut.

Tujuan valuasi ekonomi pada dasarnya adalah membantu pengambilan keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi (economic efficiency) dari berbagai

pemanfaatan (competing uses) yang mugkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada dikawasan. Asumsi yang mendasari fungsi ini adalah bahwa alokasi sumberdaya yang dipilih adalah mampu menghasilkan manfaat bersih bagi masyarakat (net gain to society) yang diukur dari manfaat ekonomi dari alokasi tersebut dikurangi dengan biaya alokasi sumberdaya tersebut. Oleh karena itu, faktor distribusi kesejahteraan (welfare distribution) menjadi salah satu isu penting bagi valuasi ekonomi yang lebih adil (fair) seperti yang dianut oleh kalangan ecological economist.

Banyak literatur dalam bidang valuasi ekonomi seperti Barton (1994), Barbier (1993), Freeman III (2002) menggunakan tipologi nilai ekonomi dalam terminologi Total Economic Value (TEV). Dalam konteks ini, TEV merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan/ penggunaan (Use Value; UV) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan/ penggunaan (Non-Use Value; NUV). UV terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value; DUV), nilai ekonomi penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value; IUV), nilai pilihan (Option Value; OV).

Sementara itu, nilai ekonomi berbasis bukan pada pemanfaatan (NUV) terdiri dari 2 komponen nilai yaitu nilai bequest (Bequest Value; BV) dan nilai eksistensi (Existence Value; EV). Gambar 2.3, berikut ini menyajikan tipologi TEV di mana definisi dan contoh dari masing-masing nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Gambar 2.3. Tipologi nilai ekonomi total (NET) Total Economic Value

Use Value Non-Use Value

Direct Use Value

Indirect

Use Value Option Value Bequest Value Existence Value

Total Economic Value

Use Value Non-Use Value

Direct Use Value

Indirect

Pendekatan ekonomi lingkungan paling sedikit memiliki tiga pokok kajian, yaitu (Ho-Sung OH 1993 dalam Adrianto 2005):

1) Membahas penggunaan dan degradasi sumberdaya, terutama untuk memahami secara ekonomi dalam penetapan harga yang dipandang terlalu rendah, property right yang belum sempurna, struktur insentif yang berkontribusi pada kerugian pada lingkungan.

2) Mengukur jasa lingkungan, meliputi pengukuran maksimisasi asset lingkungan, untuk memaksimalkan nilai asset lingkungan, maka harus diketahui nilai jasa lingkungan, termaksud penggunaan dalam penerimaan limbah.

3) Menghambat degradasi lingkungan untuk mencapai tahap pembangunan berkelanjuan.

Tabel 2.14. Defenisi dan Contoh Komposisi Nilai Ekonomi Total (NET)

No Jenis Nilai Defenisi Contoh

1 Direct Use

Value

Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem

Manfaat penyedia buah-buahan, kayu hutan, genetic material, dll

2 Indirect Use

Value

Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tidak langsung dari sebuah sumberdaya/ekosistem

Fungsi ekosistem hutan sebagai natural water reservoir, fungsi hutan sebagai tempat berkembang biak berbagai jenis fauna, dll

3 Option

Value

Nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari sebuah

sumberdaya/ekosistem di maa datang

Manfaat keanekaragaman hayati, spesies baru, dll

4 Existence

Value

Nilai ekonomi yang diperoleh dari sebuah persepsi bahwa keberadaan (existence) dari sebuah ekosistem/sumberdaya itu ada, terlepas dari apakah

ekosistem/sumberdaya tersebut dimanfaatkan atau tidak

Ekosistem hutan hujan tropis yang terancam punah, endemic species, dll

Sumber : Modifikasi Barton (1994)

Teknik valuasi ekonomi terbagi atas pendekatan langsung dan tidak langsung (direct and indirect approaches). Pendekatan langsung dilakukan melalui survey dan percobaan seperti metode Contingen Valuation (CV) dengan metode wawancara dan pengisian kuesioner dengan responden masyarakat.

Pendekatan tidak langsung dilakukan melalui penggalian informasi seperti pengamatan transaksi barang dan jasa di pasar. Teknik pengukuran ini meliputi

Harga Hedonic (hedonic pricing), Teknik Pengupahan (Wage Techniques), Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Methode), Perilaku mencegah pencemaran (Avertive Behaviour) dan pendekatan pasar konvensional (Conventional Market Approaches). Beberapa teknik Analisis Nilai ekonomi (Economic Valuation) yang dapat digunakan dapat dijelaskan dalam uraian di bawah ini.

2.3.1. Nilai Guna/Pemanfaatan (Use Value)

Nilai guna/pemanfaatan (Use Value) pada dasarnya diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan, yang didalamnya termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam (Fauzi 1999). Dimana Use Value terdiri dari nilai-nilai penggunaan langsung (Direct Use Value), nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value), dan nilai pilihan (Option Value).

2.3.1.1. Pendekatan Nilai Penggunaan Langsung (Direct Use Value)

Nilai penggunaan langsung (Direct Use Value) merupakan pernyataan masyarakat dalam menghadapi perubahan lingkungan. Metode Valuasi Contingent adalah teknik survei untuk memperoleh nilai tentang harga yang diberikan pada komoditas lingkungan yang tidak memiliki pasar (Adrianto et al. 2007). Spesifikasi metode ini secara umum dapat dipaparkan sebagai berikut :

Tabel 2.15. Spesifikasi Metoda Valuasi Contingent.

Penggunaan Digunakan secara luas hampir seluruh perubahan lingkungan, cara untuk

memperoleh non-use value, air bersih, kualitas air dan hutan

Prosedur Pengisian kuesioner kepada masyarakat tentang Willingness to Pay (WTP) atau

Willingness to Accept (WTAC), pendekatan yang dapat digunakan antara lain menggunakan ekonometrik. Metode yang digunakan

a. Metode Bertanya.

b. Metode Tawar menawar

c. Pertanyaan terbuka

d. Metode Kartu Pembayaran

e. Metode Pertanyan Dikotomi

f. Metode Ranking

Validitas Potensi Kesalahan

a. Kesalahan Hipotesis (hypothetical bias) b. Kesalahan strategis (strategic bias) c. Kesalahan Informasi (information bias) d. Kesalahan Titik Awal (starting point bias) e. Kesalahan Alat (vehicle bias)

Metode valuasi contingent merupakan suatu metode untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap nilai suatu sumberdaya. Dapat dilakukan dengan cara bertanya, tawar menawar, pertanyaan terbuka dan dikotomi atau bahkan dengan penentuan rangking (Tabel 2.15).

2.3.1.2. Pendekatan Nilai Penggunaan Tidak Langsung (Indirect Use Value) 1) Pendekatan Pasar Konvensional

Metode ini menggunakan pendekatan pasar konvensional sebagai informasi dasar dalam pendugaan nilai perubahan lingkungan (Adrianto et al. 2007). Digunakan secara luas untuk melihat hubungan antara pencemaran dan dampak yang diketahui. Secara lengkap dapat dipaparkan pada Tabel 2.16 sebagai berikut: Tabel 2.16. Spesifikasi Pendekatan Pasar Konvensional.

Penggunaan Digunakan secara luas untuk melihat hubungan antara pencemaran dan

dampak yang diketahui. Misal untuk melihat dampak pencemaran pada tanaman, hutan, dan kesehatan.

Dose-Respons: menghubungkan antara Pencemaran (dose) dan Dampak (response) dan nilai dengan dampak akhir pada pasar atau shadow price. Umumnya digunakan regresi berganda

Replacement Cost (biaya penggantian) mengetahui kerusakan lingkungan dengan pasti dan kemudian memperkirakan biaya perbaikan lingkungan hingga mencapai keadaan seperti semula

Prosedur

Opportunity Cost. Mengetahui fungsi dari penggunaan sumberdaya alam yang hilang dan memperkirakan pendapatan dari penggunan SDA tsb.

Validitas Dose-Respons: Ketidak pastian hubungan antara dose dan respon.

Replacement Cost: Validitas terbatas pada konteks terhadap biaya standar yang disepakati

Opportunity Cost: Lebih kompleks meliputi kehilangan surplus konsumer Sumber : Adrianto et al (2007)

2) Pendekatan Pasar Rumah Tangga