• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Pencemar Air Sungai (IP) Tahun 2010

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN

B. Keanekaragaman Hayati

1. Air Tanah

3.13. Indeks Pencemar Air Sungai (IP) Tahun 2010

Status mutu air sungai di Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan dari 45 titik pantau dapat dilihat pada Tabel : II.40 dibawah ini.

TABEL : II.40.

JUMLAH TITIK PEMANTAUAN DAN STATUS IP SUNGAI DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PERIODE PROSENTASE STATUS MUTU

BAIK CEMAR RINGAN CEMAR SEDANG CEMAR BERAT

Maret 0% 9% 20% 71%

Mei 0% 4% 11% 84%

Agustus 0% 2% 16% 82%

Oktober 0% 0% 16% 84%

Nopember 0% 2% 14% 84%

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

Tabel di atas menunjukkan bahwa kualitas air sungai di DKI Jakarta seluruhnya dalam kondisi telah tercemar dengan kategori tercemar ringan sampai tercemar berat.

a. Sungai Ciliwung

Status mutu Sungai Ciliwung pada Grafik : II.125 di bawah ini terlihat bahwa kategorinya berkisar antara cemar ringan hingga cemar berat. Pada bagian hulu kualitas air sungai Ciliwung adalah cemar ringan sampai cemar sedang dan memburuk kualitasnya menuju hilir, namun bila dicermati di titik 6 (PIK) menunjukkan trend yang menurun hal ini disebabkan adanya pelebaran sungai sehingga debit air dititik tersebut meningkat akibatnya konsentrasi pencemar mengalami pengenceran.

GRAFIK : II.125.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

b. Sungai Cipinang

Sungai Cipinang berada pada golongan D yang terdiri dari enam titik pantau. Kualitas air sungai Cipinang dari hulu menuju hilir kualitasnya memburuk. Pada bagian hulu di titik 8 (Jl. Auri, Cibubur) kualitasnya cemar ringan sampai cemar sedang dan memburuk dibagian tengah dan hilir. Pada bagian hilir konsentrasinya memburuk dengan kategori cemar berat yang disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri Coli dari sumber domestik disekitar titik pantau.

GRAFIK : II.126.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CIPINANG TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

c. Sungai Angke

Kali Angke hanya terdiri dari dua titik pantau, pada bagian hulu berada pada golongan C sedangkan bagian hilir berada pada golongan D. Kualitas kali Angke dapat dilihat pada Grafik : II.127 di bawah ini, dari hulu ke bagian hilir kualitasnya memburuk. Kecenderungan ini terjadi pada pemantauan bulan Maret, Mei, Agustus, Oktober maupun November 2010.

GRAFIK : II.127.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI ANGKE TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

d. Sungai Mookervart

Sungai Mookervart berada pada sungai golongan C dan dari kedua titik pantau yang ada di sungai Mookervart telah berada pada status cemar berat baik mulai dari bagian hulu hingga bagian hilir.

GRAFIK : II.128.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI MOOKERVART TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

e. Sungai Grogol

Seperti halnya kali Angke, sungai Grogol juga hanya mempunyai tiga titik pantau. Dari tiga titik tersebut telah berada pada status cemar berat baik pada pemantauan bulan Maret, Mei, Agustus, Oktober maupun November.

GRAFIK : II.129.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI GROGOL TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

f. Sungai Sunter

Sungai Sunter termasuk pada golongan D. Kualitas sungai Sunter dari hulu menuju hilir mengalami penurunan kualitas, secara keseluruhan kualitas air sungai Sunter di bagian hulu maupun hilir pada lima periode pemantauan rata-rata termasuk dalam kategori cemar berat.

GRAFIK : II.130.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI SUNTER TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

g. Sungai Pesanggrahan

Indeks pencemar sungai Pesanggrahan berkisar antara tercemar sedang sampai dengan tercemar berat. Indeks pencemar tertinggi berada dititik 49 pada pemantauan bulan Mei 2010.

GRAFIK : II.131.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI PESANGGRAHAN TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

h. Sungai Krukut dan Tarum Barat

Sungai Krukut mempunyai dua titik pantau dan sungai Tarum Barat mempunyai satu titik pantau. Kondisi kualitas sungai Krukut baik dibagian hulu maupun hilir telah berada pada status cemar berat dan memiliki trend yang memburuk dari hulu hingga hilir, sedangkan untuk sungai Tarum Barat kualitasnya memburuk pada bulan Oktober dan November.

GRAFIK : II.132.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI KRUKUT DAN TARUM BARAT TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

i. Sungai Cengkareng Drain dan Kali Baru Timur

Sungai Cengkareng Drain mempunyai dua titik pantau, dimana titik di bagian hulu berada pada golongan C dan bagian hilir berada pada golongan D. Kualitas sungai Cengkareng Drain dari hulu menuju hilir semakin menurun kualitasnya.

Sungai Kali Baru Timur mempunyai dua titik pantau yang berada pada golongan D, dimana kondisi kualitas pada bagian hulu termasuk dalam kategori cemar sedang dan cemar berat, sedangkan pada bagian hilir telah berada pada status cemar berat.

GRAFIK : II.133.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI CENGKARENG DRAIN DAN KALI BARU TIMUR TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

j. Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong

Daerah Aliran Sungai Buaran, Cakung Drain dan Blencong berada pada golongan D. Kualitas air sungai Buaran, Cakung Drain dan sungai Blencong telah berada pada status cemar berat karena beban pencemar pada sungai-sungai tersebut tinggi.

GRAFIK : II.134.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI BUARAN, CAKUNG DRAIN DAN BLENCONG TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

k. DAS Petukangan dan Kamal

Sungai Petukangan dan Kamal termasuk pada sungai golongan D, masing-masing mempunyai dua titik pantau. Untuk sungai Petukangan dan Kamal baik bagian hulu maupun hilir telah berada pada

status cemar berat. Pada sungai Petukangan memiliki trend yang membaik pada bagian hulu menuju hilir, sedangkan untuk sungai Kamal sebaliknya dari hulu hingga hilir kualitasnya memburuk.

GRAFIK : II.135.

INDEKS PENCEMARAN SUNGAI PETUKANGAN DAN KAMAL TAHUN 2010

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta, 2010 Keterangan :

Dari hasil pemantauan kualitas sungai di DKI Jakarta pada tahun 2010, secara umum dapat disimpulkan sbb :

1. Pada umumnya kondisi air sungai di DKI Jakarta dari hulu menuju ke hilir telah buruk kualitasnya, baik kualitas fisik, kualitas kimia maupun kualitas biologi.

2. Berdasarkan Indeks Pencemar sungai, maka sungai-sungai di DKI Jakarta termasuk dalam kategori cemar sedang dan cemar berat.

3. Buruknya kualitas air sungai di DKI Jakarta disebabkan karena masuknya bahan-bahan pencemar yang berasal dari industri, limbah rumah tangga dan kebiasaan masyarakat dalam membuang sampah ke dalam sungai. Hal ini membahayakan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai untuk minum dan kegiatan MCK, karena air yang tercemar dapat menimbulkan penyakit pada saluran pencernaan serta penyakit kulit.

Dari hasil kesimpulan tersebut diatas yang saat ini dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta adalah : 1. Diperlukan data penunjang dari Dinas Kesehatan tentang kualitas kesehatan penduduk yang

tinggal dibantaran sungai untuk menentukan langkah-langkah peningkatan kualitas air sungai. 2. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan

dampaknya terhadap kesehatan.

3 Mendayagunakan warga masyarakat yang bermukim di sepanjang bantaran sungai agar memanfaatkan lahan kosong dan dilakukan penanaman tanaman semusim.

4. Mulai tahun 2008 telah dilakukan kegiatan “Stop Nyampah” di sepanjang Sungai di DKI Jakarta selain melakukan bersih sungai Ciliwung, yang diikuti oleh semua aparat dan warga yang daerahnya dialiri sungai di lima wilayah kota Jakarta, kegiatan tersebut dilakukan untuk menggugah kesadaran warga tentang arti pentingnya sungai bagi kehidupan. Sebagai gerakan serentak cinta sungai, kegiatan tersebut akan rutin selalu dilaksanakan setiap tahun yang dikoordinasikan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan dilaksanakan bersama unit terkait lainnya.

5 Sudah menjadi kebijakan Pemerintah DKI Jakarta, sampai dengan tahun 2012 diharapkan daerah aliran sungai di Wilayah DKI Jakarta khususnya sepanjang sungai Ciliwung akan bebas dari sampah dan melakukan relokasi penduduk di sepanjang bantaran sungai tersebut.

D. Udara

Pencemaran udara adalah menjadi momok yang menakutkan khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, tetapi dengan adanya Pedoman Penilaian Kualitas Udara Bersih (Clean Air Scorecard) yang dikeluarkan oleh Clean Air Initiative (CAI) Asia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi kualitas udara suatu kota tentang upaya mengendalikan pencemaran udara dan Emisi Green House Gasses (GHG) adalah sangatlah penting. Dari hasil penilaian yang telah dilakukan terhadap 7 negara : Jakarta (Indonesia), Bangkok (Thailand), Manila (Philipina), Colombo (Sri Langka), Jinan dan Hangzhou (China), Kathmandu (Nepal) dan Hanoi (Vietnam), kota Jakarta dari hasil penilaiannya termasuk dalam kategori “Good” (Baik) hal ini menunjukkan bahwa upaya pengendalian kualitas udara di DKI Jakarta telah berjalan dalam rel yang benar, apabila kita lihat dengan jumlah penduduk sebesar 9.588.198 jiwa pada tahun 2010 menempati areal hanya seluas 662.33 Km2, dengan berbagai aktivitas didalamnya termasuk pembangunan yang semakin meningkat, upaya pengendalian kualitas udara yang selama ini dilaksanakan mulai telah menuai hasil yang diharapkan.

Kualitas udara khususnya di perkotaan merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat maupun kenyamanan kota. Limbah gas di DKI Jakarta yang merupakan penyebab penurunan kualitas udara digolongkan ke dalam sumber tidak bergerak (kegiatan industri, rumah tangga dan pembakaran sampah) dan sumber bergerak (kegiatan transportasi).

Potensi limbah berupa debu (total partikel) terbesar berasal dari sumber tidak bergerak yaitu industri sebesar 56.653,09 ton per tahun (70,37 %); SO2 tertinggi berasal dari sumber tidak bergerak yaitu 403.523,25 ton per tahun (78,32 %); NOx tertinggi dari sumber bergerak yaitu 27.079,72 ton per tahun (62,2 %) dan CO terbesar dari sumber bergerak sebesar 589.167,92 Ton per tahun

(25,786%). Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor merupakan penyebab pencemaran untuk parameter NOx dan CO. Sedangkan sumber tidak bergerak merupakan penyebab pencemaran untuk parameter SO2 dan debu.

Berdasarkan berita yang dilansir Vivanews.com, sepanjang tahun 2001 hingga 2008, jumlah kendaraan meningkat secara signifikan, dari 3,5 juta di tahun 2001 menjadi 9,6 juta dan pada tahun 2010. Jumlah kendaraan penumpang roda empat adalah sebanyak 421.006, kendaraan beban sebanyak 318.172, kendaraan roda tiga sebanyak 13.250 dan kendaraan roda dua sebanyak 2.608.316, hal ini akan berdampak pada kemacetan jalan yang selanjutnya akan menimbulkan emisi gas buang yang lebih besar. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan tersebut akan menambah memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas udara kota Jakarta.

Kegiatan industri dengan cerobongnya menghasilkan emisi yang sangat tinggi dimana untuk tahun 2010 perkiraan beban emisi dari industri skala menengah dan besar untuk debu 16.425,25 ton/ahun, SO2 sebesar 3.048,60 ton/Tahun, Nitrogen Oksida sebesar 9.581,74 ton/Tahun, Hidro Karbon sebesar 27.500,10 ton/Tahun, CO sebesar 650,30 ton/Tahun dan CO2 sebesar 3,07 ton/Tahun. Dengan semakin banyaknya jenis kegiatan industri maka emisi cerobong yang dihasilkan akan semakin besar, terutama untuk kegiatan industri yang menghasilkan bahan berbahaya dan beracun.

Parameter HC dan NOx di udara akan membentuk parameter pencemar baru dengan bantuan sinar matahari (ultraviolet) yaitu Para Akrilonitrit (PAN) yaitu berupa gas asap (smog) dan ozon yang lebih berbahaya bagi kesehatan manusia.

Selain pencemaran yang sifatnya mikro (lokal atmosfir Jakarta), juga terdapat dampak udara yang sifatnya global yaitu menipisnya lapisan ozon pelindung bumi. Apabila ozon yang berada di atmosfir mikro Jakarta berbahaya bagi kesehatan sehingga harus ditekan sekecil mungkin, maka fungsi ozon di lapisan luar atmosfir (stratosfir) merupakan ozon yang baik yang berfungsi melindungi bumi yaitu sebagai penyaring sinar ultraviolet yang menjadi penyebab penyakit kanker kulit. Berikut, sifat pencemaran udara dan efeknya terhadap kesehatan :

Partikulate matter (PM-10)

Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu, dan uap yang terdapat dalam atmosfir, disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru. Karbon Monooksida (CO)

Mengganggu konsentrasi dan refleksi tubuh, menyebabkan kantuk, dan dapat memperparah penyakit kardiovascular akibat defisiensi oksigen, CO mengikat hemoglobin sehingga jumlah oksigen dalam darah berkurang.

Sulfur dioksida (SO2)

Meningkatkan resiko penyakit paru-paru dan menimbulkan batuk pada pemajanan singkat dengan konsentrasi tinggi.

Nitrogen Oksida (NO)

Meningkatkan total mortalitas, penyakit cardiovascular, mortalitas pada bayi, serangan asma, dan penyakit paru-paru kronis.

Timbal (Pb)

Adalah logam berat yang beracun yang dapat mengakibatkan kerusakan otak, ginjal, sumsum tulang, dan sistem tubuh yang lain pada anak-anak. Pada tingkat paparan yang tinggi Pb dapat menimbulkan koma, kejang-kejang, dan kematian. Timbal juga dapat menyebabkan gangguan sistem syaraf, pencernaan dan hipertensi, dan penurunan IQ pada anak-anak. Peningkatan kadar timbal darah sebesar 10 -20 ug/dl dapat menurunkan IQ, maka berdasarkan hal tersebut pemda DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya diantaranya pengambilan sampel kualitas udara ambien untuk melihat gambaran kondisi kualitas udara di wilayah DKI Jakarta, dimana hasil dari gambaran pengambilan sampel tersebut dapat dijadikan dasar dalam penentuan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selanjutnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan dengan tujuan :

1. Terevaluasinya data dan informasi kualitas udara ambien.

2. Terpetakannya kualitas udara ambien berdasarkan stasiun pemantau.

3. Terinformasikannya dampak kesehatan yang timbul akibat pencemaran udara kepada masyarakat.

Dari hasil tersebut data yang diolah meliputi data hasil pemantauan kualitas udara ambien dengan menggunakan metode manual aktif yang dilakukan di 9 lokasi pemantauan dengan periode pemantauan 2 kali dalam satu bulan pada setiap lokasi, dari hasil pemantauan tersebut data kualitas udara ambien di DKI Jakarta agar dapat digunakan sebagai dasar penyusunan program kegiatan pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup khususnya lingkungan udara agar semua program kegiatan dapat dilakukan secara terintegrasi.

Pengambilan sampel kualitas udara ambien dilakukan di lima Wilayah DKI Jakarta dengan Metode Sesaat yang menggunakan peralatan manual dan Metode Kontinyu yang menggunakan peralatan otomatis. Sampai dengan laporan ini disusun, pemantauan dengan metode kontinyu hanya dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia namun untuk peruntukkan Roadside, tidak masuk dalam lingkup kegiatan ini. Sedangkan untuk lokasi pengambilan sampel dengan metode sesaat terdapat 9 lokasi seperti yang tertera pada Tabel : II.41 di bawah ini.

GAMBAR : II.4.

LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA TAHUN 2010

TABEL : II.41.

LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL KUALITAS UDARA AMBIEN DKI JAKARTA DAN PERUNTUKANNYA TAHUN 2010

NO NAMA LOKASI WILAYAH PERUNTUKAN KETINGGIAN (M)

METODE SESAAT

1. Lubang Buaya Pondok Gede Permukiman 3.0 2. Masjid Al-Firdaus Pegadungan Permukiman 6.0 3. Masjid Istiqlal Gambir Perkantoran 6.0

4. Dufan-TIJA Ancol Rekreasi 3.0

5. Kantor Kecamatan Cilincing Cilincing Campuran 3.0 6. PT JIEP Rawa Terate Industri 3.0 7. Kantor Kelurahan Tebet Tebet Barat Pemukiman 3.0 8. Kantor BPLHD DKI Kuningan Perkantoran 12.0 9. Dinas Pertamanan Cipedak Pemukiman 3.0

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2010 Keterangan :

GAMBAR : II.5.

LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL KUALITAS UDARA (METODE SESAAT)

Pengambilan sampel kualitas udara dilakukan sejak bulan Januari-Desember 2010 dengan frekuensi 2 kali sebulan, dengan parameter yang dipantau meliputi Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NO), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Debu (TSP).

Hasil dari pelaksanaan survey lapangan yang menggunakan metode sesaat dan dibawa ke laboratorium UPT Laboratorium BPLHD Provinsi DKI Jakarta untuk dianalisa lebih lanjut, karena peralatan yang digunakan masih manual.

TABEL : II.42.

METODE ANALISA KUALITAS UDARA

NO PARAMETER METODE ANALISA PERALATAN SAMPLING

1. Sulfur dioksida (SO2) Pararosanilin 5 Gas Sampler 2. Nitrogen dioksida (NO2) Saltzmann 5 Gas Sampler 3. Nitrogen oksida (NO) Saltzmann 5 Gas Sampler 4. Debu (TSP) Gravimetri High Volume Sampler

Sumber : BPLHD Provinsi DKI Jakarta (2010) Keterangan :

Pengolahan dan evaluasi data dilakukan dengan membandingkan hasil pengambilan sampel dengan baku mutu udara ambien berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Tingkat Kebisingan di Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Hasil pengambilan sampel kualitas udara ambien dan roadside pada tahun 2010 di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :