• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks resiliensi terumbu karang di Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

2 FORMULASI INDEKS RESILIENS

3.2 Metode Penelitian 1 Pengumpulan data

3.3.1 Indeks resiliensi terumbu karang di Indonesia

Indeks resiliensi terumbu karang di kawasan Indonesia Timur lebih rendah daripada di Indonesia Barat. Terumbu karang di kawasan Indonesia Timur memiliki rata-rata (±SE) indeks resiliensi 0.494±0.011, sedangkan di kawasan

Indonesia Barat mempunyai rata-rata 0.577±0.010. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan antara kedua kawasan tersebut signifikan (t test, t = 5.426, P < 0.001).

Perbedaan yang signifikan juga dijumpai pada perbandingan rata-rata indeks resiliensi antar fisiografi laut (F = 75.863, P < 0.001). Di antara keempat fisiografi laut yang dibandingkan, terumbu karang di Paparan Sunda memiliki rata-rata indeks resiliensi yang paling tinggi (Gambar 4). Perbandingan ganda Tukey Test menunjukkan bahwa Paparan Sunda terpisah dari tiga fisiografi laut lainnya. Terumbu karang di Samudra Pasifik (Biak-Raja Ampat) dan Samudra Hindia mempunyai rata-rata indeks resiliensi yang relatif sama, sedangkan terumbu karang di Sulawesi-Flores lebih tinggi indeks resiliensinya daripada di Samudra Hindia.

Gambar 4 Perbandingan rata-rata (+1SE) indeks resiliensi terumbu karang antar fisiografi laut. Deretan paling bawah adalah hasil Tukey Test dengan

Tingginya rata-rata indeks resiliensi terumbu karang di Paparan Sunda didukung tingginya indeks di Kabupaten Bintan dan Natuna. Di kawasan Indonesia Timur, terumbu karang dengan rata-rata indeks resiliensi tertinggi ditemukan di Kabupaten Wakatobi dan Buton yang terletak di Sulawesi. Keempat kabupaten tersebut lebih tinggi daripada kabupaten lainnya dalam rata-rata indeks resiliensi terumbu karang. Tingginya indeks resiliensi di Bintan merupakan hasil yang sangat penting dicatat di dalam penelitian ini. Wakatobi yang memiliki resiliensi terumbu karang yang lebih tinggi dari Raja Ampat juga merupakan temuan penting lain yang mengklarifikasi persaingan antara kedua lokasi taman nasional laut terbaik di Indonesia tersebut untuk menjadi yang nomor satu.

Di kawasan Indonesia bagian timur, terdapat pola khusus yang membedakan resiliensi terumbu karang di Selat Makasar (Pangkep) dengan di Laut Flores (Selayar, Wakatobi, Buton, Sikka), tetapi tidak di Samudra Pasifik (Raja Ampat, Biak). Dari Pangkep ke Selayar, kemudian Buton dan Wakatobi, rata-rata indeks resiliensi meningkat secara bertahap (Gambar 5). Terumbu karang yang mempunyai indeks resiliensi tertinggi terdapat di Wakatobi yang diikuti kemudian oleh Buton. Peningkatan secara bertahap tersebut menarik untuk dihubungkan dengan pencarian titik tengah dari pusat keanekaragaman karang. Di Raja Ampat yang dikenal memiliki keanekaragaman ikan terumbu sangat tinggi, ternyata terumbu karangnya mempunyai rata-rata indeks resiliensi di bawah Wakatobi dan Buton. Perbedaan rata-rata indeks resiliensi pada 7 (tujuh) kabupaten tersebut signifikan (F = 13.391, P < 0.01).

Hasil analisis Tukey Test menunjukkan bahwa Raja Ampat mempunyai rata-rata indeks resiliensi yang tidak berbeda secara signifikan dari Biak, Pangkep, dan Selayar (Gambar 5). Sikka secara signifikan memiliki rata-rata indeks resiliensi yang lebih rendah daripada kabupaten yang lain, sedangkan Wakatobi mempunyai rata-rata indeks yang lebih tinggi dari kabupaten lainnya kecuali Buton. Antara Buton dan Wakatobi tidak ada perbedaan rata-rata indeks resiliensi Buton memiliki indeks yang tidak berbeda dari Biak, Pangkep, dan Selayar.

Di Raja Ampat terumbu karang yang memiliki indeks resiliensi kategori baik (good), sedang (fair), dan kurang (poor) mempunyai proporsi yang hampir merata, yaitu secara berurutan 31%, 42%, dan 28% (Gambar 6). Tidak ada transek

yang memiliki indeks resiliensi baik sekali. Hal ini sangat berbeda dengan julukan kawasan ini sebagai “center of megabiodiversity”. Hanya ada dua stasiun atau lokasi pemantauan di Raja Ampat yang semua transeknya memiliki indeks resiliensi kategori baik, yaitu RJAL48 di Pulau Yangelo dan RJAL53 di Tanjung Nbngkes.

Gambar 5 Perbandingan rata-rata (±1SE) indeks resiliensi terumbu karang di kawasan Indonesia Timur. Angka di atas grafik menunjukkan jumlah sampel (transek).

Dilihat dari proporsi ketegori indeks resiliensi, terumbu karang di Wakatobi mempunyai proporsi kategori resiliensi baik dan baik sekali (excellent) paling tinggi, yaitu 58% (Gambar 6). Peringkat kedua dari tingkatan resiliensi terumbu karang di Indonesia Timur ditempati oleh Buton dengan 48% transek masuk ke

dalam kategori resiliensi baik dan baik sekali. Resiliensi tertinggi terumbu karang di Indonesia Timur tersebut ternyata masih lebih rendah dari Natuna, yang menjadi peringkat kedua terumbu karang di Indonesia Barat.

Gambar 6 Perbandingan proprsi kategori indeks resiliensi antar terumbu karang di kawasan Indonesia Timur. Angka di atas grafik menunjukkan jumlah transek (N) di masing-masing kabupaten.

Di kawasan Indonesia bagian barat, terumbu karang di perairan Paparan Sunda atau Kepulauan Riau (Natuna, Bintan, Batam dan Lingga) umumnya memiliki tingkat resiliensi yang berbeda dengan terumbu karang di kawasan Samudra Hindia (Tapanuli Tengah, Nias, Nias Selatan dan Mentawai) (Gambar 7). Perbedaan rata-rata indeks resiliensi antar kabupaten di dalam kawasan ini signifikan (F = 61.912, P < 0.001). Temuan ini sangat menarik karena terumbu karang di Paparan Sunda merupakan terumbu karang yang paling muda. Terumbu karang yang memiliki indeks resiliensi tertinggi terdapat di Bintan dan Natuna.

Perbandingan ganda dengan Tukey Test menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata indeks antara terumbu karang yang terletak di Paparan Sunda (perairan

Laut Natuna) dengan Samudra Hindia tersebut tidak sepenuhnya terpisah, karena dihubungkan oleh Tapanuli Tengah (Gambar 7). Bintan dan Natuna mempunyai rata-rata indeks resiliensi yang tertinggi, sedangkan Nias Selatan dan Mentawai sebaliknya memiliki rata-rata indeks yang terendah. Batam, Lingga dan Natuna memiliki rata-rata indeks yang tidak berbeda, walaupun Lingga dan Natuna mempunyai rata-rata indeks resiliensi yang lebih rendah daripada Bintan.

Gambar 7 Perbandingan rata-rata (+1SE) indeks resiliensi terumbu karang di kawasan Indonesia Barat. Angka di atas grafik menunjukkan jumlah sampel (transek).

Di Kabupaten Bintan, sekitar 85% transek terumbu karang memiliki tingkatan resiliensi yang baik dan baik sekali (Gambar 8). Terumbu karang di Natuna menempati peringkat kedua dengan proprosi 77% dalam kondisi baik dan

baik sekali. Terumbu karang di Nias Selatan memiliki indeks resiliensi yang paling buruk, dengan 76% transek dalam tingkat resilensi yang kurang dan buruk.

Gambar 8 Perbandingan proporsi kategori indeks resiliensi antar terumbu karang di kawasan Indonesia Barat. Angka di atas grafik menunjukkan jumlah sampel (transek).