• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik per-indikator

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

H. Analisis Data

2. Persentase kemampuan berpikir kritis peserta didik per-indikator

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.11 Ketentuan Pemberian Skor Tes

Penilaian Keterangan

1 Sangat lemah

2 Tidak memuaskan

3 Memuaskan

4 Kuat

Untuk menghitung persentase kemampuan berpikir Keterangan:

NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan = Skor mentah yang diperoleh peserta didik

SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

14 Peter A. Facione, California Critical Thinking Skill Test, (California: California Academic Press, 2013), h. 32.

100 = Bilangan tetap

Hasil perhitungan kemudian dikategorisasikan berdasarkan pengkategorian menurut Peter A. Facione ke dalam lima kategori yang dapat dilihat dalam tabel 3.12. Penskoran yang telah didapatkan sebagai capaian berpikir kritis peserta didik.

Tabel 3.12 Persentase Kategori Kemampuan Berpikir Kritis

Persentase Kategori

86-100 Unggul (Superior)

79-85 Kuat (strong)

70-78 Cukup (moderat)

63-69 Lemah (weak)

50-62 Tidak terwujud (not manifested)

1-50 Tidak berpikir kritis

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Data-data hasil penelitian diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis peserta didik serta dari hasil angket respon peserta didik. Setelah data diperoleh kemudian dianalisis dan ditafsirkan menjadi deskripsi hasil penelitian yang dilakukan. Sebelum melakukan penelitian tes kemampuan berpikir kritis, terlebih dahulu instrumen divalidasi oleh 6 validator yaitu 3 dosen Tadris Biologi dan 3 guru biologi tingkat SMA. Soal yang terdapat pada instrumen berjumlah 6 soal yang mewakili indikator pada materi sistem reproduksi yang telah dipelajari di kelas XI. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil 0,78 dengan demikian instrumen kemampuan berpikir kritis layak diujikan, sehingga instrumen tes kemampuan berpikir kritis dapat untuk digunakan.

Setelah pengujian dari ahli, intrumen diteruskan dengan uji coba lapangan.

Jumlah anggota sampel yang digunakan 26 orang dengan taraf signifikan 5%.

Selanjutnya data ditabulasi, hasil validitas konstruksi adalah valid.

1. Hasil Ketercapaian Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Hasil perhitungan rata-rata ketercapaian indikator kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Ketercapaian Indikator Kemampuan Berpikir Kritis pada Konsep Sistem Reproduksi Tingkat SMA

Aspek

rata Kategorisasi Rata

-rata Kategorisasi

Rata-rata Kategorisasi

Interpretasi 75 Cukup

(moderate) 79,94 Kuat

kritis

Rata-rata Kategorisasi Rata

-rata Kategorisasi

Rata-rata Kategorisasi Inferensi 68,17 Lemah

(weak) 65,5 Lemah

Regulasi Diri 80,14 Unggul

(superior) 78,37 Cukup

(moderate) 80,55 Unggul (Superior)

SMA A = SMAN 4 Tangerang Selatan SMA B = SMAN 6 Tangerang Selatan SMA C = SMAN 9 Tangerang Selatan

Tingkat ketercapaian keterampilan berpikir kritis : Unggul (Superior) = 86 – 100.

Kuat (Strong) = 79 – 85.

Cukup (Moderate) = 70 – 78.

Lemah (Weak) = 63 – 69.

Tidak Terwujud (Not Manifested) = 50 – 62.

Tidak Berpikir Kritis = 1 – 50.

Berdasarkan data pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik di SMA A sebesar 78,81% dengan kategori cukup,

47

pada SMA B sebesar 68,05% dengan kategori lemah dan kemampuan berpikir kritis SMA C sebesar 64,75% dengan kategori lemah. Indikator interpretasi dengan persentase 79,94 diperoleh SMA B dengan kategori kuat. Indikator analisis pada SMA A lebih tinggi dengan persentase 75% dengan kategori moderat. Sedangkan persentase SMA C lebih tinggi dibandingkan dengan SMA B. Indikator evaluasi dengan persentase tertinggi pada SMA A yaitu 75,73% dengan kategori kuat dan persentase terendah diperoleh SMA B dengan persentase 60,81 dengan kategori lemah. Indikator interferensi terendah diperoleh SMA C dengan persentase 64,58% dengan kategori lemah, persentase tertinggi diperoleh SMA A yaitu 68,17%. Indikator eksplanasi, persentase tertinggi pada SMA C yaitu 61,11%, kemudian 60,29% yang diperoleh SMA A. Indikator regulasi diri merupakan indikator paling tertinggi diantara indikator lainnya yaitu dengan persentase 80,55% yang deiperoleh SMA C dengan kategori kuat.

2. Hasil Angket Respon Peserta Didik

Angket respon peserta didik terhadap instrumen tes yang diberikan dengan tujuan mengetahui keterbatasan keterbacaan soal yang dibuat. Hasil analisis angket respon peserta didik di SMAN dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Angket Respon Peserta didik SMA A

Pernyataan Positif Kategori Negatif Kategori Instrumen tes kemampuan berpikir

kritis menyajikan soal sesuai dengan materi yang telah saya pelajari

83,1% Hampir

seluruhnya 16,9% Sebagian kecil Instrumen kuesioner kemampuan

berpikir kritis menggunakan bahasa Indonesia yang baku,

komunikatif/tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mudah saya pahami

83,8% Hampir

seluruhnya 16,2% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis, soal dan poster/gambar yang disajikan menarik

79,4% Hampir

seluruhnya 20,5% Sebagian kecil Petunjuk pelaksanaan Instrumen 75,2% Hampir 24,2% Hampir

kuesioner kemampuan berpikir kritis jelas dan mudah saya pahami

seluruhnya setengah

Pernyataan Positif Kategori Negatif Kategori Instrumen kuesioner yang ada, soalnya

mudah dipahami dengan membaca

kalimat pernyataan dan pertanyaannya 72,7% Sebagian besar 27,2% Hampir setengah

Semua butir soal yang ada pada instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis dapat dengan baik saya kerjakan

77,2% Hampir

seluruhnya 22,7% Sebagian kecil

Waktu yang disediakan sesuai dengan

jumlah butir soal yang ada 82,3% Hampir

seluruhnya 17,7% Sebagian kecil Instrumen kuesioner kemampuan

berpikir kritis membuat saya tertantang dalam mengerjakannya

86% Hampir

seluruhnya 13,4% Sebagian kecil

Rata-rata 80% Hampir

seluruhnya 20% Sebagian kecil

Berdasarkan tabel 4.2 Kritik dan saran peserta didik diantaranya yaitu 28 dari 34 peserta didik menyatakan tidak memiliki kritik, 5 dari 34 peserta didik menyatakan harus berulang-ulang dalam membaca soal dan artikel, 26 dari 34 peserta didik cukup menarik, 25 dari 34 peserta didik mendeskripsikan bahwa petunjuk instrumen tersebut mudah dipahami, 9 dari 36 peserta didik menyatakan bahasa yang digunakan cukup membingungkan, 26 dari 34 peserta didik menyatakan soal tersebut dapat menambah wawasan dan memacu untuk berpikir lebih logis, dan 29 dari 34 peserta didik merasa soal ini cukup menarik dan membuat tertantang untuk mengerjakan.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Angket Respon Peserta didik SMA B

Pernyataan Positif Kategori Negatif Kategori Instrumen tes kemampuan berpikir 79,1% Hampir 20,9% Sebagian

49

kritis menyajikan soal sesuai dengan materi yang telah saya pelajari

Seluruhnya kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis menggunakan bahasa Indonesia yang baku, komunikatif/tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mudah saya pahami

81,9% Hampir

Seluruhnya 18,1% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis, soal dan poster/gambar yang disajikan menarik

81,9% Hampir

Seluruhnya 18,1% Sebagian kecil

Petunjuk pelaksanaan Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis jelas dan mudah saya pahami

81,3% Hampir

Seluruhnya 18,7% Sebagian kecil Instrumen kuesioner yang ada,

soalnya mudah dipahami dengan membaca kalimat pernyataan dan pertanyaannya

79,1% Hampir

Seluruhnya 20,9% Sebagian kecil

Semua butir soal yang ada pada instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis dapat dengan baik saya kerjakan

80,5% Hampir

Seluruhnya 19,5% Sebagian kecil

Waktu yang disediakan sesuai

dengan jumlah butir soal yang ada 85,4% Hampir

Seluruhnya 14,5% Sebagian kecil Instrumen kuesioner kemampuan

berpikir kritis membuat saya tertantang dalam mengerjakannya

82,6% Hampir

Seluruhnya 17,4% Sebagian kecil

Rata-rata 81,5% Hampir

Seluruhnya 18,5% Sebagian kecil

Berdasarkan tabel 4.4 yaitu 6 dari 36 peserta didik menyatakan perlu membuat pertanyaan dengan menggunakan bahasa yang mudah

dicerna dan pencarian artikel dengan kosakata yang mudah dimengerti, 6 dari 36 peserta didik menghendaki gambar atau ilustrasi yang diberikan lebih dibuat lebih menarik lagi, 29 dari 36 peserta didik mendeskripsikan bahwa petunjuk instrumen tersebut mudah dipahami, 28 dari 36 peserta didik menyatakan soal mudah dipahami, dan 29 dari 36 peserta didik menyatakan dalam mengerjakan soal terburu-buru, dan 29 dari 36 peserta didik merasa soal ini cukup menarik dan membuat tertantang untuk mengerjakan, dan terdapat 1 peserta didik yang menginginkan jenis soal seperti ini di materi lain.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Angket Respon Peserta didik SMA C

Pernyataan Positif Kategori Negatif Kategori Instrumen tes kemampuan

berpikir kritis menyajikan soal sesuai dengan materi yang telah saya pelajari

81% Hampir

seluruhnya 19% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis menggunakan bahasa Indonesia yang baku, komunikatif/tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mudah saya pahami

79% Hampir

seluruhnya 21% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis, soal dan poster/gambar yang disajikan menarik

77% Hampir

seluruhnya 23% Sebagian kecil

Petunjuk pelaksanaan Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis jelas dan mudah saya pahami

81,7% Hampir

seluruhnya 18,3% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner yang ada, soalnya mudah dipahami dengan membaca kalimat

77,7% Hampir

seluruhnya 12,3% Sebagian kecil

51

pernyataan dan pertanyaannya Semua butir soal yang ada pada instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis dapat dengan baik saya kerjakan

79,7% Hampir

Waktu yang disediakan sesuai dengan jumlah butir soal yang

ada 81% Hampir

seluruhnya 19% Sebagian kecil

Instrumen kuesioner kemampuan berpikir kritis membuat saya tertantang dalam mengerjakannya

84,4% Hampir

seluruhnya 13,6% Sebagian kecil

Rata-rata 80,2% Hampir

seluruhnya 19,8% Sebagian kecil

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa 29 dari 37 peserta didik menyatakan penyajian soal sesuai, 7 dari 37 peserta didik menyatakan perlu menggunakan bahasa yang simple dan mudah dipahami, 28 dari 37 peserta didik menyatakan desain instrumen tes cukup menarik, namun terdapat beberapa peserta didik menyatakan penyuntingannya teks artikel kurang rapi, 28 dari 37 peserta didik menyatakan pertanyaan pada soal sudah cukup bagus dan mengasah kemampuan untuk berpikir, dan 31 dari 37 peserta didik merasa tertantang untuk mengerjakan soal tersebut.

Berdasarkan hasil analisis respon peserta didik terhadap instrumen kemampuan berpikir kritis pada SMA A menunjukkan rata-rata respon positif sebesar 80% dengan kategori hampir seluruhnya dan rata-rata respon negatif sebesar 20% dengan kategori sebagian kecil. Pada SMA B menunjukkan hasil respon positif sebesar 81,5%

dengan kategori hampir seluruhnya dan menunjukkan hasil negatif sebesar 18,5% dengan kategori sebagian kecil. Pada SMA C menunjukkan hasil respon positif sebesar 80,2% dengan kategori

hampir seluruhnya dan rata-rata respon negatif sebesar 19,8% dengan kategori sebagian kecil. Berdasarkan rata-rata hasil respon peserta didik terhadap instrumen tersebut menunjukkan 80,5% respon positif, dengan demikian peserta didik telah memahami dengan baik soal tes yang telah diberikan.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis peserta didik tingkat SMA di tangerang selatan pada konsep sistem reproduksi, peserta didik diberikan tes sebanyak 6 butir soal dengan bentuk permasalahan berdasarkan realita yang terjadi mengenai kasus penyakit menular seksual yang diakibatkan dari pergaulan bebas. Soal yang disajikan dalam bentuk gambar dan artikel dengan ketentuan soal sesuai indikator berpikir kritis menurut Peter A. Facione yang memiliki 6 indikator yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplanasi dan regulasi diri.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam masa pandemik Covid-19, sehingga penelitian dilaksanakan secara online melalui google form, sebelumnya peserta didik diarahkan untuk bergabung kedalam forum google meet yang telah disediakan. Hal ini digunakan sebagai bentuk pengawasan peneliti selama peserta didik mengerjakan instrumen tes. Kemudian peserta didik diarahkan untuk mengerjakan tes melalui google form. Setelah mengerjakan tes, peserta didik diarahkan untuk mengisi angket respon peserta didik terhadap instrumen tes tersebut.

Hasil analisis angket respon peserta didik menunjukkan respon positif dengan kategori hampir seluruhnya. Walaupun demikian, ada beberapa kritik dan saran yang diberikan dalam penyajian soal tersebut, yaitu secara keseluruhan peserta didik menyarankan penambahan waktu dalam pengerjaan, sajian artikel kurang rapi dan ukuran artikel terlalu kecil sehingga artikel sedikit sulit terbaca.

Hasil analisis data kemampuan berpikir kritis menunjukkan indikator terendah yaitu pada indikator eksplanasi yakni sub kemampuan untuk menyajikan argumen dengan alasan yang cukup meyakinkan berdasarkan fakta

53

dan bukti yang didapatkan. Hal ini terlihat dari bagaimana cara peserta didik menjawab pertanyaan yaitu peserta didik belum begitu mampu untuk memberikan penjelasan soal yang diberikan untuk menyatakan argumen terkait dengan pembuatan kesimpulan yang telah dibuat. Peserta didik hanya menjelaskan penyebab penyakit menular seksual berdasarkan pengetahuan dengan tidak menjelaskan alasan dan tidak mengaitkan artikel yang telah disajikan. Peserta memahami bahwa penyakit HIV dan AIDS merupakan penyakit yang merugikan diri sendiri dengan penjelasan demikian terlihat hanya pendapat yang tidak disertai dengan alasan. Namun, terdapat pula jawaban peserta didik dengan mengkaitkan artikel yang disajikan, yang menjelaskan bahwa edukasi seks sangat diperlukan mengingat penyakit yang ditimbulkan sangat disepelekan dan memandangkan bahwa masyarakat telah melumrahkan perilaku seks bebas seperti berpacaran dengan berpegangan tangan dan berciuman yang dapat berpotensi terhadap perilaku lainnya.

Sehingga mengganggap bahwa edukasi seks ini merupakan tujuan untuk meminimalisir penyakit menular seksual.

Hal ini senada diungkap oleh Heni, bahwa rendahnya indikator eksplanasi dikarenakan peserta didik tidak berani serta ragu dalam menyajikan argumen terkait dengan permasalahan yang diberikan dan kurangnya tingkat kepercayaan diri yang dimiliki.1 Sesuai dengan hasil penelitian Susilowati, kemampuan eksplanasi peserta didik rendah dalam menjelaskan dikarenakan peserta didik kurang mampu mempertimbangkan bukti, konsep, kriteria dan konteks dan menyajikan penalaran dalam bentuk argumen yang meyakinkan.2 Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, kemungkinan besar rendahnya indikator eksplanasi disebabkan peserta didik kurang mampu mengeksplorasi dan mengaitkan wawasannya dengan pengetahuan yang telah didapatkan.

Indikator analisis yaitu memeriksa gagasan, memberikan seperangkat pernyataan yang mengungkapkan alasan mendukung atau memberikan ide,

1 Heni, dkk, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik SMA di kecamatan Sako an Alang-alang Lebah, Jurnal Biologi, 4: 2019, h 9.

2 Susilowati, dkk., Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Madrasah Aliyah Negeri di Kabupaten Magetan. Seminar Nasional Pendidikan Sains

pendapat atau sudut pandang lain yang bertujuan mengidentifikasi hubungan dari informasi yang telah didapatkan untuk diekspresikan sesuai dengan pemikiran atau pendapat. Hal ini berguna membiasakan peserta didik memahami antar konsep dan materi. Indikator analisis dikategorikan lemah dengan persentase sebesar 63,36%, merupakan indikator terendah urutan nomor 2. Sejalan dengan penelitian Heni, indikator analisis termasuk kedalam kategori rendah, hal ini disebabkan peserta didik kurang mampu untuk merealisasikan hal-hal yang mereka pelajari ke pemahaman mereka sendiri sehingga mengakibatkan peserta didik mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi dan menemukan strategi pemecahan soal.3 Berdasarkan analisis jawaban peserta didik, peserta didik hanya mengungkapkan pernyataan tentang penyebab penyakit menular seksual tanpa memberikan ide atau pendapat lain dengan tujuan menghubungkan pernyataan dengan pengetahuan yang telah didapatkan.

Indikator kemampaun berpikir kritis selanjutnya adalah indikator inferensi dengan rata-rata persentase sebenar 65,41% dengan kategori lemah.

Indikator inferensi memiliki subindikator menarik kesimpulan, dengan menjelaskan sejauh apa yang peserta didik ketahui kemudian kesimpulan apa yang akan peserta didik berikan. Indikator keterampilan berpikir kritis yang lemah selanjutnya adalah indikator evaluasi dengan sub indikator menilai klaim. Evaluasi yaitu kemampuan untuk menguji suatu kebenaran, dengan persentase 67,04% dengan kategori lemah. Lemahnya indikator evaluasi dikarenakan peserta didik kurang mampu dalam memberikan alasan yang logis dari artikel yang mereka pilih. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tanti dengan kategori rendah sebesar 25,82%, menurut Tanti hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan peserta didik dalam menilai kualitas argumen dari suatu permasalahan, dan tidak terbiasa menyalahkan atau membenarkan hasil

3 Op., Cit., Heni, h. 7.

55

pemecahan masalah sehingga peserta didik masih canggung dan kurang percaya diri.4

Indikator kemampuan berpikir kritis selanjutnya adalah interpretasi dengan rata-rata 78,03% dengan kategori cukup. Interpretasi adalah memahami, menjelaskan, memberikan makna dari suatu data atau informasi.

indikator menginterpretasikan pertanyaan diukur dengan menampilkan grafik, peserta didik diminta menginterpretasikan grafik tersebut. Indikator interpretasi merupakan indikator dengan persentase tinggi, hal ini mengungkapkan bahwa peserta didik sudah mampu menginterpretasikan atau mengungkapkan makna dari suatu informasi.

Hasil analisis indikator regulasi diri menunjukkan bahwa indikator ini memberikan persentase paling tinggi sebesar 79,46% dibandingkan dengan indikator yang lainnya dengan kategori kuat. Hal ini menunjukkan peserta dalam mengambil keputusan atas dirinya sudah terlaksana dengan baik, dimana peserta didik mampu memberikan solusi ataupun pilihan terbaik untuk dirinya.

Hal tersebut terlihat pada rata-rata dari ketiga sekolah memiliki jawaban yang merupakan pengambilan keputusan untuk menjauhi pergaulan bebas untuk menghindari penyakit menular seksual dan menyadari pentingnya kesehatan organ reproduksi.

Sejalan dengan penelitian Friskilia dan Winata bahwa regulasi diri merupakan proses peserta didik yang mampu mengatur dan mengelola pikiran, perasaan, keinginan dan penetapan perencanaan serta tindakan yang dilakukan.5 Menurut Dewi, regulasi diri bentuk motivasi dari individu untuk mengolah dan memodifikasi pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan dalam menetapkan, mengembangkan, menilai, merevisi, dan menerapkan strategi pencapaian tujuan hidup, termasuk pengelolaan respon emosional terhadap

4 Tanti, dkk, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA di Kecamatan Kalidoni dan Ilir Timur II, Jurnal Bioma, 7, 2018, h. 1-15

5 Friskilia, Octheria dan Winata, Hendri. Regulasi Diri (Pengembangan Diri) sebagai Determinan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, (1). 2018, Regulasi Diri (Pengembangan Diri) sebagai Determinan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan, Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, (1).,2018, h.

37-44.

rangsangan.6 Berdasarkan analisis jawaban peserta didik, kebanyakan peserta didik menjawab bahwa untuk dapat terhindar dari penyakit menular seksual yaitu dengan memilah pergaulan baik dan buruk. Terdapat jawaban bahwa bukan memilih pergaulan, namun menjaga kebersihan organ intim, tidak melakukan seks bebas, dan memberikan pendidikan mengenai pendidikan seks terhadap diri sendiri merupakan keputusan yang tepat untuk membentengkan diri dari penyakit menular seksual. Selain itu peserta didik juga memahami bahwa harus selalu ingat kepada Allah SWT. dengan menjaga sikap, tidak melakukan perbuatan yang mendekati zina, dan memahami perbuatan zina adalah perbuatan dosa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di tiga SMA dengan menganalisis kemampuan berpikir kritis peserta didik. Masing-masing memiliki nilai persentase dalam kategori cukup. Namun, hal ini masih terbilang kurang untuk menjawab tantangan di abad ke-21. Pada abad ke-21 kemampuan berpikir kritis harus mencapai kategori tinggi untuk bisa menyelesaikan tantangan di abad ke-21. Kemampuan berpikir kritis dapat tergambar ketika membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini cukup berpengaruh dalam menyikapi permasalahan sehari-hari tidak kecuali dengan permasalahan penyakit menular seksual yang mana dalam dekade semakin meningkat kasusnya.

6 Dewi Satria Ahmar, Hubungan Antara Regulasi Diri dengan Kemampuan berpikir Kreatif Dalam Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Se-Kabupaten Takalar, Jurnal Sainsmat (V), 2016, h. 7-23.

57 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Hasil analisis tiap indikator kemampuan berpikir kritis pada 6 indikator berada pada kategori cukup (moderat). Rata-rata terendah pada indikator eksplanasi dengan kategori tidak terwujud (not manifested) dan rata-rata tertinggi pada indikator regulasi diri dengan kategori kuat (strong).Kemampuan berpikir kritis peserta didik terhadap materi sistem reproduksi bervariasi, yaitu rata-rata persentase kemampuan berpikir kritis pada SMA A yaitu 78,81% dengan kategori cukup (moderat). Rata-rata persentase kemampuan berpikir kritis SMA B sebesar 64,75% dengan kategori lemah (weak) dan SMA C masuk ke dalam kategori lemah (weak) sebesar 68,05%. Dari ketiga hasil tersebut, kemampuan berpikir kritis peserta didik terhadap konsep sistem reproduksi di SMAN Kota Tangerang Selatan masih tergolong rendah untuk mencapai kompetensi abad ke-21.

B. Saran

Peneliti mengajukan beberapa saran berdasarkan kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

1. Peneliti menyarankan kepada pengajar hendaknya melatih peserta didik untuk berpikir kritis dengan memberikan soal-soal yang meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

2. Peneliti menyarankan kepada pengajar hendaknya mengemas proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis 3. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian menggunakan indikator yang lain dengan mempertimbangkan tetap pada konsep sistem reproduksi.

58

DAFTAR PUSTAKA

“Peraturan Meteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 A

Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum”

(http://luk.staff.ugm.ac.id/permendikbud81A-2013ImplementasiK13lengkap., n.d.).

Campbell, A Neil. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga. 2008.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2017.

Dewi Satria Ahmar, Hubungan Antara Regulasi Diri dengan Kemampuan berpikir Kreatif Dalam Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Se-Kabupaten Takalar.

Jurnal Sainsmat (V). 2016.

Facione, A Peter. 2011. “Critical Thinking: What It Is and Why It Counts”, Jurnal Measured Reasons LLC, Hermosa Beach, CA., ISBN 13: 978-1-891557-07-1.

Feldman, A. Daniel. Berpikir Kritis. Jakarta: Indeks. 2010.

Fisher, Alec. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. 2008.

Friskilia, Octheria dan Winata, Hendri. Regulasi Diri (Pengembangan Diri) sebagai Determinan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan.

Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, (1). 2018.

Heni, dkk, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik SMA di kecamatan Sako an Alang-alang Lebah, Jurnal Biologi, 4: 2019.

Husna, Amrah. Biologi: Dasar dan Kesehatan. Makasar: Social Politic Genius.

2016.

Irnaningtyas. Biologi untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. 2016.

59

Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di https://www.kbbi.web.id/instrumen. Diakses 18 Agustus 2021, pukul 13.20.

Kholifah. Skripsi: Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP kelas IX. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2017.

Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.

2020.

Lau, Joe Y.F,. An Introduction to critical thinking and creativity: Think more, thonk better. Canada: WILEY. 2011.

Lismaya, Lilis. Berpikir Kritis dan PBL. Surabaya: Media Sahabat Cindekia, n.d.

2019.

Maulana. Konsep Dasar Matematika dan Pengembangan Berpikir kritis Kreatif.

Sumedang: UPI Sumedang. 2017.

Muhaimin, dkk. Manajemen Pendidikan: Aplikasi dalam Penyusunan Rencana Pembelajaran Sekolah/ Madrasah edisi pertama. Jakarta: Prenada media Group. 2019.

Nadeak, Bernadetha, dkk. Hubungan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa dengan Penggunaan Media Sosial terhadap Capaian Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Konseling dan Pendidikan 8. 2020.

Niftrik dan Boland. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: Gunung Mulia. 2008.

Maesaroh, dkk. Profil Kompetensi Biologi Peserta Didik SMA Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Jurnal Pendidikan Biologi

6 (1). 2021.

60

Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Rahmawati, Dewi., dkk. “Analisis Faktor`-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa Kos-Kosan Di Kelurahan Lalolara Tahun 2016,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat 2: 2017.

Riduwan dan Akdon, Rumus dan Data dalam Analisis Statistika untuk Penelitian:

Administrasi

Administrasi

Dokumen terkait