SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program
B. Pemanfatan Hasil Litbangyasa
2. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan
Indikator keberhasilan pemanfaatan hasil litbangyasa ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan, antara lain dijabarkan dan dirumuskan pada standar sarana dan prasarana pengolahan yang ditetapkan oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan Sapras Pengolahan Ikan. Sarana Pengolahan berupa peralatan yang dipergunakan untuk produksi dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene serta menjamin kelancaran proses penanganan dan pengolahan.
b. Prasarana Pengolahan. Dalam prasarana pengolahan, harus tersedia infrastruktur pendukung (seperti jalan, air dan sumber listrik). Lokasi bangunan harus berada ditempat yang bebas pencemaran. Konstruksi bangunan harus kuat dan mendukung kelancaran proses pengolahan dan sanitasi.
c. Persyaratan teknis sarana Pengolahan harus sesuai dengan jenis produk; harus terbuat dari bahan yang tidak korosif; tidak mencemari produk dan tidak menyerap air; permukaan kontak dengan produk harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas; peralatan tersebut harus mudah dibersihkan dan tahan lama.
d. Persyaratan Gedung atau bangunan tempat pengolahan Ikan: Dinding harus berwarna Terang; Permukaan dinding harus rata
159
dan halus; pertemuan sudut dinding melengkung sehingga mudah dibersihkan.
e. Lantai harus tahan terhadap minyak ikan, lemak, air garam/air laut, deterjen dan desinfektan. Warna terang, kedap air, rata tidak berpori dan mudah dibersihkan, keramik yang tidak licin, kemiringan 3-5 ke arah saluran pembuangan (drainage) hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya genangan air.
f. Atap bangunan harus mampu melindungi ikan yang dijual dari sinar matahari, hujan yang akan mengakibatkan kontaminasi, kerusakan fisik dan mutu.
g. Ruangan Pasar harus memiliki cahaya penerangan yang cukup melalui cahaya alami dan dilengkapi dengan lampu yang memadai. Lampu harus dilindungi pelindung untuk menghindari pecahan lampu.
h. Persyaratan Sanitasi : Sirkulasi udara cukup/ventilasi minimal 20% luas ruangan. Air : Tersedia air bersih yang cukup dilengkapi tandon air, Kualitas air bersih diperiksa setiap 6 bulan, Es: harus tersedia dalam keadaan curah dan yang digunakan harus memenuhi standar.
i. Instalasi limbah/saluran pembuangan harus terbuat dari bahan yang kedap air, rata, tidak berpori, halus agar mudah untuk dibersihkan. Konstruksi saluran harus berbentuk “U” agar mudah dibersihkan, mengalirkan limbah/air dengan lancar. Saluran harus ditutup dengan jeruji logam dan tidak mudah karat.
j. Toilet harus tersedia cukup bagi pengunjung dan pedagang yang ada di pasar; harus dilengkapi dengan tempat mencuci tangan dan harus selalu dalam kondisi bersih.
k. Fasilitas cuci tangan seharusnya tersedia di dekat meja display, dapat digunakan pembeli baik sebelum maupun sesudah memilih ikan.
l. Persyaratan peralatan pemasaran. Meja: sebaiknya portable, tidak mudah dipindahkan, bahan tahan karat, pada ujung sisi meja
160
sebaiknya dilengkapi dengan tempat saluran air yang terhubung langsung ke saluran pembuangan. Setiap sisi meja seharusnya disediakan kran air bersih untuk pencucian dan tempat sampah yang mudah diangkat dan dipindahkan; Talenan dari bahan plastik/polipelin; Pisau tajam, tidak berkarat; Timbangan: bahan yang tidak mudah korosif dan mengkontaminasi ikan. Seharusnya dalam kondisi pas dan selalu dilakukan kalibrasi secara rutin. Keranjang: dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak mengkontaminasi produk. Trolly : dari bahan yang tidak mengkontaminasi produk. Pakaian bersih; Memakai celemek, sepatu boot, penutup kepala, sarung tangan; Selalu mencuci tangan setelah bertransaksi; Pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan; Tidak membuang sampah sembarangan; Berhenti berjualan apabila sedang sakit.
Persyaratan pasar ikan. Persyaratan pasar ikan yang harus di lakukan seperti singkatan di bawah ini :
P : Pergunakan perlengkapan diri seperti celemek, sarung tangan dan sepatu bot
A : Aman dari bahan berbahaya seperti formalin dan borax S : Selama menjual ikan hindari merokok, meludah dan bersin
A : Apabila sedang sakit yang dapat mencemari ikan (Flu, Diare, TBC) jangan berjualan
R : Rutin membuang sampah dari los dagangan setiap hari ke tempat pembuangan sampah.
Persyaratan Ikan. Persyaratan ikan yang harus di siapkan seperti singkatan di bawah ini :
I : Ingat untuk selalu menggunakan peralatan yang bersih K : Ketersediaan es dan air yang cukup
A : Amankan dari hama / hewan perusak seperti serangga, tikus dan sebagainya
161
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Ikan laut dibagi kedalam beberapa kategori utama, yaitu golongan demersal, pelagik kecil, pelagik besar, anadromus, dan katradromus. Golongan demersal merupakan ikan yang hidup di lautan dalam. Pelagik baik besar maupuan kecil merupakan ikan kecil di permukaan atau di lapisan atas. Kemudian golongan anadromus adalah ikan yang hidup di air payau yang berasal dari laut seperti ikan bandeng dan salem. Sedangkan golongan katradromus adalah jenis ikan payau yang berasal dari air tawar.
Indikator keberhasilan dari usaha pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah yaitu sejauh mana permasalahan pengembangan yang ada sampai dengan saat ini dapat dikurangi sampai dihilangkan. Menurut kajian yang dilakukan oleh Indroyono & Budiman (2003:103) bahwa produk laut Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan menjadi penghasil devisa nyata, karena bahan bakunya lokal, modalnya rupiah namun hasilnya dollar.
Persoalan yang lebih penting adalah upaya untuk mengolah, tidak hanya mengekspor dalam bentuk mentah, karena nilainya cenderung rendah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, di mana luas wilayah daratannya lebih kecil dari pada luas wilayan lautnya. Luas daratannya mencapai 1,9 juta km2, wilayah laut sekitar 5,8 juta km2, jumlah pulaunya sebanyak 17.508 buah dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km (Dahuri, 2005).
Dengan kondisi seperti ini, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang besar yang dapat dijadikan sebagaipasokan dan cadangan bahan baku indusrti makanan berbahan baku ikan laut. Hasil pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia yang pernah dilaporkan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun
162
2001 (dalam Purwanto, 2003) bahwa potensi lestari (MSY) atau jumlah sumber daya ikan laut yang dapat ditangkap dan tidak mengganggu kelestarian di perairan Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah penangkapan yang diperbolehkan 5,1 juta ton per tahun (80 % dari MSY), dengan potensi lestari ikan demersal yakni 1.370.090 ton per tahun. Kondisi tersebut memberikan dukungan penyediaan bahan baku yang cukup bagi industri pengolahan ikan.
Pengolahan ikan sesuai Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.19/Men/2010 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam pasal 1 dijelaskan bahwa pengolahan ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia. Kemudian dalam Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: Per.09/Dj-P2hp/2010 Tentang Persyaratan, Tata Cara Penerbitan, Bentuk, dan Format Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Pasal 1 dijelaskan bahwa Pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku.Pengolahan ikan wajib memenuhi persyaratan umum hyangiene, prosedur yang baik, sarana dan parasarana yang baik, pengemasan dan proses pemasaran yang memenuhi standar higienitas.
Secara garis besar, industri pengolahan ikan laut dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok pengolah ikan serta kelompok penambahan nilai ikan. Kelompok pengolah ikan merupakan upaya melakukan pengawetan ikan secara tradisional dengan hasil akhir masih berupa ikan, terdiri dari pemindangan, pengeringan/penggaraman,
pengasapan/pemanggangan. Sedangkan penambahan nilai ikan
merupakan hasil olahan turunan dari ikan baik dari daging, kulit maupun tulang ikan. Kelompok ini terdiri dari surimi (daging ikan giling) dan turunannya seperti bakso ikan, nugget ikan, otak-otak, kaki naga, kerupuk ikan, terasi dan olahan lainnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal PPHP melakukan pembinaan terhadap industri pengolahan ikan dengan
163
mengembangkan sentra-sentra pengolahan ikan di seluruh Indonesia. Konsep tersebut merupakan aplikasi dari paradigma baru pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan dengan arahan; 1). lokasi/kawasan tempat pengolahan ikan dengan sebagian besar produk olahan yang sama, 2). jumlah pengolah yang memenuhi persyaratan/cukup, 3).pasokan bahan baku yang cukup dan adanya akses pasar/tujuan pemasaran, 4). bersedia dijadikan lokasi/kawasan sentra pengolahan, dan 5). program pengembangan sentra tidak harus bangunan fisik, tapi dapat berupa bantuan bintek, peralatan dan sarana penunjang lainnya,
Sampai dengan tahun 2012, di Jawa Tengah telah ditetapkan sebanyak 5 daerah Kabupaten/Kota sebagai penerima program pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan (PHP).
Tabel.4.4 Lokasi Program Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan dari Kementerian Kelautan & Perikanan di jawa Tengah sampai Tahun 2012
No Kab/Kota Jenis Olahan Tahun
1 Kota Tegal Fillet Ikan Laut 2006, 2007
2 Kab. Boyolali Olahan Lele 2008, 2011
3 Kab. Jepara Panggang Ikan Laut 2008
4 Kab. Pati Fillet Ikan Laut 2010, 2011
5 Kab. Demak Panggang Ikan Laut Dan Lele 2010, 2011 Sumber: DInas Kelautan dan Perikanan Prov. Jateng 2012
Namun demikian, masih terdapat berbagai kendala dalam pengembangan selanjutnya, baik di 5 wilayah tersebut maupun wilayah lainnya. Persoalan utama adalah penyediaan lahan yang sulit dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain persoalan sumberdaya tersebut, hasil evaluasi sementara terhadap sentra-sentra yang ada adalah belum optimalnya penggunaan sarana yang ada karena budaya atau kebiasaan, belum mampunya SDM pengelola untuk menerapkan perilaku bersih, belum ada jaminan dalam kontinuitas /ketersediaan bahan baku, serta terbatasnya akses pasar untuk produk yang dihasilkan.
Dalam era globalisasi ini, tentu peningkatan daya saing industri sangat diperlukan. Selain potensi perikanan yang besar, permintaan
164
dalam negeri maupun luar negeri terhadap produk ikan sebagai sumber nutrisi cukup tinggi. Dengan demikian sangat disayangkan apabila potensi tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kebutuhan mengembangkan pengolahan ikan berkaitan erat dengan pengembangan perekonomian daerah di Jawa Tengah. Untuk dapat melakukan itu, ada beberapa prasyarat yang cukup penting untuk dipenuhi. Untuk dapat bersaing, ada potensi keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap UKM untuk dapat bersaing di pasar dunia. Penguasaan teknologi, SDM dengan kualitas tinggi, etos kerja, kreatifitas dan motivasi, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi, kualitas dan mutu barang yang dihasilkan, promosi yang luas dan agresif, sistem nanajemen dan struktur organisasi yang baik, pelayanan teknis maupun nonteknis yang baik, adanya skala ekonomis dalam proses produksi, modal dan sarana serta prasarana yang cukup, jaringan bisnis dalam dan luar negeri dan proses produksi tepat waktu, serta jiwa entrepreneurship yang tinggi merupakan faktor keunggulan UKM (Tambunan, 2002;29).
Untuk menyikapi hal tersebut, UKM terutama pengolahan makanan berbahan baku ikan laut harus mampu menghadapi berbagai persoalan mendasar. Menurut studi yang dilakukan oleh BPS dalam Tambunan (2002; 73-80) bahwa kesulitan utama yang dihadapi industri kecil maupun industri rumah tangga di Indonesia (termasuk makanan olahan berbahan baku ikan laut) adalah masalah kesulitan pemasaran, masalah finansial, SDM, bahan baku dan teknologi.
Kesulitan pemasaran yang dihadapi UKM pada umumnya adalah persaingan dengan usaha besar dan impor di dalam negeri maupun di pasar ekspor, karena tidak mampu menjual pada harga pasar dan kualitas serta pelayanan yang kurang baik, selain itu, minimnya informasi pasar juga mempengaruhi UKM, serta isu-isu global yang harus diperhatikan seperti masalah lingkungan hidup, hak asasi, hak buruh, pekerja anak, dengan standard yang tidak mampu dipenuhi oleh UKM di Indonesia, serta kebijakan dumping dan sebagainya yang merugikan industri dalam negeri.
165
Sedangkan dalam masalah finansial, terdapat masalah mobilisasi modal awal serta akses ke modal kerja dan finansial demi pertumbuhan
output jangka panjang. Untuk mengakses dana perbankan UKM
mengalami kesulitan karena jarak, persyaratan, urusan administrasi, dan kurangnya informasi para pelaku UKM terhadap pembiayaan. Kebanyakan industri kecil dan rumah tangga menggunakan uang dari modal sendiri dibanding dana pinjaman perbankan, terutama industri makanan, minuman, dan sebagainya. Keterbatasan SDM dialami UKM dalam aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data prosesing, teknik pemasaran dan penelitian pasar.
Rendahnya pendidikan pekerja UKM menjadi penghambat di mana lebih dari 50% hanya berpendidikan dasar atau tidak tamat sekolah. Minimnya pelatihan ketrampilan, pendidikan dan kursus juga menjadikan lemahnya kualitas SDM. Masalah bahan baku berupa kelangakaan bahan atau mahalnya harga bahan baku yang tak terjangkau, kualitas yang rendah serta kurangnya pemenuhan.
Teknologi yang rendah menyebabkan produktifitas rendah, kualitas yang rendah, kuantitas yang rendah, dan kurangnya efisiensi dalam produksi sehingga meningkatkan biaya produksi. Terbatasnya modal investasi, keterbatasan informasi teknologi serta rendahnya kualitas SDM yang mampu mengoperasikan teknologi baru, rendahnya inovasi juga menghambat penguasaan teknologi, sehingga sulit bersaing di pasar global.