• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Ke Depan a. Kebijakan/Regulasi

Dalam dokumen BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Halaman 117-127)

METODOLOGI PENCAPAIAN TARGET KINERJA

B. Potensi Pengembangan Ke Depan

2. Strategi Pengembangan Ke Depan a. Kebijakan/Regulasi

Ada beberapa faktor kunci yang dapat menjadi penentu kebijakan dalam peningkatan industri pengolahan ikan. Memahami kebutuhan di tingkat bawah dan sinergi antar pelaku adalah kunci utama dalam memahami kebutuhan dan arah kebijakan. Dalam teori kebijakan, ada proses awal dimana sebuah kebijakan harus menjadi isu bersama, setelah menjadi isu maka akan dirumuskan menjadi sebuah agenda seting kebijakan yang melibatkan segenap unsur. Setelah itu ditetapkan model kebijakan dan secara teknis mengatur pelaksanaannya.

Selama ini kebijakan pengembangan pengolahan ikan sifatnya sangat top down, kurang memperhatikan kebutuhan dan kapasitas para pengolah ikan atau masyarakat bawah. Sehingga bentuk-bentuk kebijakan dan hasilnya kurang memberikan dampak yang berarti. Seringkali ada salah sasaran, salah objek, kapasitas yang tidak sesuai dan bantuan yang tidak berdasarkan kebutuhan.

Selain tidak berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan kebijakan dan program yang dijalankan masih sangat sektoral,. Oleh karena itu perlunya sinergi antar sektor terutama dalam lembaga pemerintahan agar bisa memberikan dampak yang nyata, perlakuan yang lebih komprehensif dan sasaran kebijakan dapat tertata dengan baik.

118

b. Bahan Baku

Dari hasil pengamatan lapangan dan interview dengan para petugas dan pelaku yang terkait dengan pengembangan usaha pengolahan ikan, ketersediaan bahan baku menjadi salah satu aspek kendala pengembangan yang harus dicari pemecahannya. Dari analisis faktor-faktor yang berpengaruh pada pengembangan usaha pengolahan ikan dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan ekternal. Faktor yang menjadi potensi atau kekuatan yang berhubungnan dengan bahan baku adalah ketersediaan ikan sebagai bahan baku pada saat musim ikan sebenarnya banyak didaratkan di Tempat tempat Pendaratan Ikan (TPI) di kota Pekalongan dan sekitarnya yang harganya relatif lebih murah dibanding ketika tidak musim ikan.

Sebagai kekuatan lain dalam mengembangkan industri pengolahan ikan yaitu berbagai macam/banyak ragak jenis ikan baik kelompok ikan demersal (ikan petek, ekor kuning, kakap, pari, cucut , dan lain-lain), kelompok ikan pelagis (layang kembung, tenggiri, tongkol, dan lain-lain),

Crustaceae/udang-udangan (udang windu, udang krosok, udang rebon,

kepiting, udang karang, dan lain-lain), moloska/kekerangan (kerang, simping, siput, dan lain-lain), rumput laut (glasilaria, euchema, see gras, dan lain-lain). Disamping itu produksi ikan air payau (seperti ikan bandeng, nila, udang tambak, dan lain-lain), ikan air tawar (seperti ikan lele, nila, patin, dan lain-lain) sudah banyak diproduksi di beberapa daerah di perairan pesisir.

Faktor kendala atau kelemahan terkait dengan bahan baku yaitu bahan baku yang bisa di adakan akan disimpan dimana, tempat menyimpanan sementara (gudang/cool box) umumnya tidak dimiliki oleh

pengusaha pengolah ikan pada umumnya. Kemudian

keterampilan/keahlian serta peralatan untuk mengolah bahan baku lain juga tidak dimiliki.

Kemudian faktor ekternal yang mempengaruhi industri pengolahan ikan terkait dengan pengadaan bahan baku adalah faktor peluang. Faktor peluang yaitu permintaan pasar tradisional (pasar desa) maupun pasar

119

moderen (pasar swalayan di kota) untuk produk pengolahan setengah jadi maupun produk akhir siap konsumsi yang memenuhi standarisasi keamanan pangan masih cukup banyak dan umumnya belum terpenuhi. Permintaan akan produk olahan ikan yang cederung meningkat ini seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kenaikan tingkat kesejahtraan masyarakat.

Peluang untuk mengembangkan industri pengolahan dari aspek bahan baku yaitu potensi ikan laut maupun ikan air tawar yang dapat diproduksi di tempat-tempat pendaratan ikan (TPI) yang agak jauh dari pusat industri pengolahan ikan. Kemudian bahan baku impor dalam bentuk bahan mentah maupun bahan setengah jadi dengan kualitas yang lebih baik, produk tersebut dapat dengan mudah dipesan dan dengan harga relatif lebih murah. Jaringan komunikasi antar pasar produk olahan ikan maupun bahan baku telah ada di setiap wilayah. Selanjutnya yang menjadi ancaman dalam mengembangkan produk olahan makanan dari bahan baku ikan adalah produk makanan yang berbahan baku ikan banyak membanjiri pasar di dalam negri terutama di pasar swalayan.

Oleh karena itu, pengadaan bahan baku yang diharapkan dalam upaya mengembangkan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan adalah :

1) Pengadaan tempat penyimpanan sementara bahan baku ketika musim ikan dengan cara sewa atau membeli, atau mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi ketika musin ikan.

2) Pada saat tidak musim ikan mengembangkan jaringan komunikasi untuk pengadaan bahan baku diluar TPI/pasar ikan terdekat.

3) Membuat kontrak/kerjasama pengadaan bahan baku ikan laut/ikan hasil budidaya dengan para pedagang ikan/nelayan/petani ikan di daerah terdetekat maupun yang jauh dengan sentra produksi pengolahan.

4) Diversifikasi pengadaan bahan baku lokal dan impor guna melakukan mengembangkan penganekaragaman produk olahan berbahan baku ikan seperti produk olahan import.

120

c. Sarana dan Prasarana

Kabupaten Cilacap sebagai sentra Ikan Kering, Ikan segar, Kerupuk membutuhkan: Ice crusher, Chest frezeer, Peralatan pengolahan, Mesin pembuat sosis, Meat bone sparator, Cold storage.

Kebijakan dari Pemerintah Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Jawa Tengah dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menaruh perhatian besar pada : Mengembangkan menyalurkan bantuan secara simbolis bernilai kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah/pemasar hasil perikanan seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Brebes

Dalam upaya mendorong pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut di Kabupaten Brebes, KKP berencana membangun sistem rantai dingin dan ketersediaan cold storage dalam menjamin ketersediaan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan ikan.

Di beberapa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan sentra-sentra pengolahan telah dipasilitasi dengan Sarpras agar dapat mampu menunjang Sistem Logisitik Ikan Nasional. Di beberapa daerah telah di bangun dan akan di bangun cold storage sebagai tempat penyimpanan ikan di sentra-sentra pengolahan ikan agar dapat menunjang pengemangan industri pengolahan ikan

KKP juga mengembangkan program revitalisasi sarana dan prasarana lain untuk penunjang pelabuhan perikanan yang memadai, dapat meningkatkan efektivitas rantai suplai ikan sehingga dapat meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar domestik maupun ekspor.

Revitalisasi pelabuhan perikanan yang dapat menjamin pasokan ikan serta peningkatan kapasitas industri pengolahan hasil perikanan. Selanjutnya KKP juga mengembangkan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability (ketelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan akan ketersediaan bahan baku industri

121

d. Teknologi

Faktor internal dan ekternal terkait dengan pengembangan teknologi industri makanan berbahan baku ikan laut yaitu perilaku/budaya yang higinies, peralatan yang dimiliki, permintaan pasar, dan kebijakan pengawasan sanitasi industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut. Jenis teknologi yang diperlukan dalam pengembangan indusrti makanan berbahan baku ikan yaitu teknologi proses pengolahan, pengemasan dan penanganan limbah. Pengembangan penerapan teknolgi dalam industri makanan berbahan baku ikan laut tentu untuk waktu sementara akan meningkatkan biaya produksi yang menyebabkan industri pengolahan menjadi tidak efisien.

Oleh karena itu, dalam mengembangkan usaha industri pengolahan makanan berbahan baku ikan, para pengolah harus selalu berusaha berorientasi pada IPTEK agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan pengusaha dalam maupun luar daerah. Pemerintah selaku fasilitator dan dinamisator dalam mengembangkan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan sekala kecil menengah harus melakukan upaya meningkatkan budaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) antara lain dengan memberikan pelatihan dan bimbingan teknis (bintek) kepada masyarakat pengolah sehingga tumbuh perilaku berbudaya IPTEK.

Kemudian pemerintah juga harus mengembangkan sistem fasilitasi/insentif kepada para pengusaha pengolahan ikan yang memiliki potensi/kemampuan mengembangkan teknologi. Selanjutnya melakukan pendampingan dan evaluasi pengembangan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan untuk dikembangkan lebih lanjut.

Sebelum masyarakat pengolah melek dan berperilaku budaya teknologi, program pendampingan/penguatan tersebut sebaiknya tidak diberhentikan. Bersamaan dengan upaya peningkatan berbudaya IPTEK kepada para pengolah ikan, pemerintah juga harus melakukan pengembangan sosialisasi kepada para konsumen akan manfaat produk

122

makanan berbahan baku ikan bagi kesehatan dan kesejahtraan manusia, sehingga akan meningkatkan permintaan produk makanan berbahan baku ikan. Jika masyarakat sudah gemar dan berbudaya makan ikan (mananan berbahan baku ikan) diharapkan akan meningkatkan permintaan produk industi makanan berbahan baku ikan.

e. Tenaga Kerja

Untuk mengembangkan usaha pengolahan ikan selama ini dibutuhkan permodalan dengan bunga yang ringan hal ini disebabkan Usaha Kecil dan Menengah yang ada membutuhkan modal kerja rangkap tiga dimana hasil olahan ikan yang dipasarkan pada umumnya tidak semuanya dibayar secara lunas, tetapi beberapa hari kemudian baru dibayarkan itupun harus disetori lagi dan begitu seterusnya, sehingga modal yang dibutuhkan harus berlipat ganda., Kondisi yang demikian ini sudah berlangsung lama hingga sekarang.

Untuk mengembangkan usaha pengolahan ikan tidak diperlukan tenaga ahli, tetapi permodalan yang cukup, dimana untuk pembelian ikan segar melalui Tempat Pelelangan Ikan harus dibayar secara kontan, tetapi hasil produksi pengolahan apabila dijual dipasar tidak dibayar secara kontan, tetapi dibayarkan secara bertahap, itupun harus dikirim barang lagi baru dibayarkan sebagian, untuk pengusaha pengolah membutuhkan permodalan yang besar untuk itu diperlukan adanya campur tangan pemerintah untuk membuka jaringan dengan lembaga keuangan seperti Bank sehingga bunganya yang lebih murah.

Waktu yang dibutuhkan para pengusaha pengolah ikan untuk memproses ikan menjadi ikan olahan mulai dari pembersihan ikan, pemotongan, penggaraman ikan, pemasakan ikan, pengepakan ikan, hingga dinaikan diatas kendaraan waktu yang dibutuhkan selama 8 jam setiap hari untuk mengolah ikan,. dimana upah yang diberikan kepada pekerja rata-rata Rp. 25.000. setiap harinya. Semuanya pekerjaan sifatnya borongan sehingga kalau bekerjanya secara cepat dapat selesai maka akan mendapatkan upah lebih banyak lagi.

123

Tenaga kerja untuk mengolah ikan bekerja tidaknya sangat tergantung ada tidak ikan. Jika tidak ada ikan maka tidak bekerja. Disamping cara bekerjanya dilakukan secara borongan dimana ikan dihitung secara beratnya, adapula yang dilakukan secara per keranjang diluar itu tidak ada insentif yang diberikan oleh pengusaha pengolah ikan. Dengan demikian, tenaga kerja sebagai pengolah ikan tidak memikirkan peraturan tenaga kerja tetapi yang penting mereka bisa bekerja dan mendapatkan upah setiap harinya, karena kalau tidak bekerja tidak dibayar. Tenaga kerja yang ada selama ini mempunyai prinsip dari pada dirumah menganggur hanya menunggu suaminya pergi melaut mencari ikan maka lebih baik sang isteri nelayan memanfaatkan waktu yang luang untuk bisa bekerja, sehingga dapat menambah penghasilan keluarga.

Yang mendapatkan pelatihan untuk pengolahan ikan adalah para anggota kelompok pengolah ikan dimana hasil pelataihannya dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya sebagai pengolah ikan. Mengingat kesibukan para pengusaha pengolah ikan setiap harinya maka untuk itu yang dikirimkan untuk mengikuti pelatihan pengolahan ikan hanya perwakilan saja sesuai dengan hasil musyawarah para anggota kelompok pengolah ikan dan tergantung dari jenis pelatihannya dalam bidang pengolahan ikan apa yang dibutuhkan.

Yang dibutuhkan untuk pelatihan pengolahan ikan adalah pelatihan cara mengolah ikan yang memenuhi persyaratan kesehatan mulai dari pembersihan ikan, pemotongan ikan, penggaraman ikan yng benar, pengepakan ikan yang benar, pemasakan ikan yang benar, dan penyimpanan ikan agar tidak cepat busuk, serta dihindari dengan pemakaian formalin sehingga hasil pengolahan ikan dapat dikumsumsi oleh konsumen dengan sehat .

f. Modal

Masalah permodalan bagi pengusaha ikan bukan merupakan kendala bagi seluruh pengusaha ikan olahan, besar kecilnya modal sangat tergantung pada skala usaha ,pasar yang dijangkau, ketersediaan

124

bahan baku, dan rantai pemasaran, sistem penjualan. Perputaran modal pengusaha ikan olahan bervariasi ada yang cepat ada pula yang lama, ini sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku, ketika bahan baku sulit didapat maka modal banyak tertanam pada persediaan bahan baku ikan sebaliknya jika bahan baku mudah diperoleh maka modal yang dibutuhkan untuk membeli bahan baku relative tidak besar, panjang pendeknya rantai pemasaran juga menentukan besar kecilnya modal. Ketika rantai pasarnya panjang modal yang ditanam relative besar karena jangka waktu pemabyaran memakan waktu yang lama, sebaliknya jika rantai pemasarannya pendek maka modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar.

Untuk ikan kering modal yang dibutuhkan adalah modal tempat usaha dan modal kerja, modal kerja yang dibutuhkan relatif tidak terkendala mengingat sistem penjualannya tunai, pasar yang dijangkau local dan regional, bahan bakunya relatif mudah di peroleh.

Ikan asap, modal yang dibutuhkan relatif kecil mengingat bahan baku mudah diperoleh, sebagian besar berbahan baku ikan segar, proses produksi relatif singkat, skala usaha kecil, pasar yang dijangkau adalah pasar lokal

Ikan Pindang, bahan baku yang dibutuhkan relatif banyak, skala usaha sedang, pasarnya regional, sistem pembayaran menggunakan tenggang waktu mengingat penjualan dari pengusaha tidak langsung pada konsumen tetapi kepada pedagang pengepul.

Surimi, merupakan olahan ikan yang merupakan bahan baku antara (sebagai bahan baku filet, bakso, nugget dsb), membutuhkan peralatan yang relatif mahal, bahan baku bisa ikan segar bisa ikan dingin, pemasarannya bersifat nasional, sehingga pengusaha membutuhkan modal tempat usaha dan modal kerja relative besar.

Terasi merupakan produk ikan/udang/rebon yang difermentasi, proses produksinya memakan waktu yang agak lama, produk dibuat sesuai pesanan, pasarnya nasional, namun demikian modal yang dibutuhkan tidak begitu besar.

125

Para pengusaha pengolah ikan kering, ikan asap, ikan pindang, surimi dan terasi merupakan usaha skala mikro, kecil dan menengah merupakan usaha keluarga yang turun temurun dan umumnya mengandalakan pada modal sendiri. Namun rata-rata kurang tertib administrasi mengingat usaha keluarga susah untuk memisahkan kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan, kualitas SDM rendahm dana banyak diinvestasikan ke dalam kebutuhan pribadi bukan inve pada keperluan perusahaan.

Pemerintah melalui lembaga perbankan dan non perbankan serta melalui anggaran pemerintah pusat maupun daerah memfasilitasi bantuan permodalan kepada pengusaha makanan ikan olahan, namun para pengusaha skala mikro, kecil, dan menengah perlu mewaspadai kehadiran pengusaha ikan bermodal besar, dan arus global mengingat pemerintah susah membatasi impor ikan segar maupun ikan olahan.

g. Pasar

Pengusaha ikan olahan masih banyak terkendala pada bahan baku(bahan baku impor ataupun penyimpanan bahan baku masih lemah), sehingga sering mengganggu pengusaha ikan olahan. Pengusaha ikan olahan dalam skala mikro dan kecil masih menggantungkan pasar local dan regional, sehingga ketika pasar tradisional tidak dijaga kelangsungannya maka bukan tidak mungkin pengusaha ikan olahan menjadi gulung tikar. Oleh karena itu disamping dilakukan inovasi dan peningkatan ketrampilan memproduk ikan olahan maka perlu adanya inovasi pengolahan dan peningkatan produk serta pemasaran.

Pada pemasaran ikan kering disamping kualitas produk juga diperlukan inovasi kemasan produk, saluran distribusi, sesuai dengan bentuk produk yang tahan lama maka perlu dikembangkan saluran distribusi mulai dari produsen, pedagang besar, pedagang kecil,sampai pada konsumen. Pasar ikan kering bisa dikembangkan menjadi skala nasional bahkan ekspor.

126

Pada pemasaran hasil Ikan asap yang perlu diperhatikan adalah proses produksi, kemasan dan kualitas produk. Hasil olahan jenis ini rata-rata hanya memiliki pasar tradisional lokal. Hasil olahan dari produsen biasanya dipasarkan sendiri ke pasar-pasar tradisional yang jaraknya relatif tidak jauh dari tempat produsen, namun dengan kemudahan transportasi bisa dikembangkan pada skala regional.

Jenis produk Ikan Pindang banyak diminati oleh masyarakat, namun demikian kemasan dan tampilan produk dari waktu kewaktu relatif tidak mengalami perubahan, produk tidak tahan lama tetapi pasarnya berskala regional, oleh karena itu dalam pengembangan produk ini diperlukan pedagang besar, pedagang kecil dan pengecer. Mengingat produk tidak tahan lama maka yang dibutuhkan adalah ketersediaan transportasi yang memadai sehingga produk sampai dengan konsumen tidak mengalami kerusakan.

Produk Surimi merupakan produk olahan generasi baru, pasarnya sangat luas, peralatan yang dibutuhkan semi modern, kualitas dan kemasan produk sudah dirancang dan diciptakan secara baik, sehingga lembaga pemasarannyapun sudah tertata rapi, kebanyakan produk ini masuk pada pasar modern.

Produk terasi merupakan produk hasil fermentasi , kemasan produk dari yang bersifat tradisional sampai pada kemasan modern sudah ada, pasarnya berskala nasional karena sifat produk ini tahan lama, sehingga pasarnya bisa dirancang mulai dari produsen, pedagang besar, pedagang kecil samapai pada konsumen. Pasarnya pun bisa melalui pasar tradisional maupun pasar modern.

127

BAB IV

SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN

Dalam dokumen BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Halaman 117-127)