METODOLOGI PENCAPAIAN TARGET KINERJA
B. Potensi Pengembangan Ke Depan
1. Kerangka Pengembangan Ke Depan a. Aspek Kebijakan/Regulasi
Sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Nomor : Per.09/Dj-P2hp/2010 Tentang Persyaratan, Tata Cara Penerbitan, Bentuk, Dan Format
88
Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), disebutkan bahwa pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk konsumsi manusia. Unit Pengolahan Ikan (UPI) adalah tempat yang digunakan untuk mengolah ikan, baik yang dimiliki oleh perorangan, kelompok maupun badan usah.
Industri pengolahan ikan khususnya yang berskala menengah, kecil dan mikro merupakan wilayah urusan yang menjadi kewenangan berbagai pihak sekaligus, yaitu kewenangan perikanan, perindustrian dan perdagangan serta UMKM. Tidak jarang berbagai program dan kegitan dari beberapa sdatuan kerja pemerintah pusat maupun daerah saling bersinggungan namun tidak terintegrasi dan sangat parsial.
Menurut kewenagan perikanan, induk pengaturan terdapat pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dalam Pasal 25C ayat (1) ditegaskan bahwa “Pemerintah membina dan memfasilitasi berkembangnya industri perikanan nasional dengan mengutamakan penggunaan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri”. Kemudian dalam ayat (2) ditegaskan pula bahwa ”Pemerintah membina terselenggaranya kebersamaan dan kemitraan yang sehat antara industri perikanan, nelayan dan/atau koperasi perikanan. Dalam penjelasan disebutkan bahwa industri perikanan diantaranya meliputi industri yang bergerak di bidang penyediaan sarana dan prasarana penangkapan serta industri pengolahan perikanan.
Sampai saat ini, upaya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengembangan industri pengolahan ikan telah dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan peralatan dan pelatihan. Namun demikian upaya tersebut baru menyentuh sebagian kecil perusahaan yang parsial, serta sasarannya juga masih terbatas. Dalam skala yang lebih makro, belum terdapat sebuah skema kebijakan yang memberikan dukungan secara komprehensif pada industri perikanan dalam negeri, baik dalam penyediaan bahan baku, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan teknologi, kemudahan permodalan, serta pemasaran yang luas.
89
Pada aspek mutu produk, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan. Disebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Sesuai aturan tersebut, industri pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan tata cara produksi yang baik. Cara produksi pangan olahan yang baik adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
1) mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan;
2) mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya;
3) mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan.
Selain tata cara pengolahan, industri pangan juga harus memperhatikan distribusi yang baik, yaitu;
1) melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak menyebabkan kerusakan pada pangan.
2) mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara, mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran kembali pangan yang didistribusikan.
Selain itu juga terdapat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.19/Men/2010 Tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu
90
dan Keamanan Hasil Perikanan yang mengatur bahwa setiap pelaku usaha turut bertanggung jawab di dalam memberikan jaminan. Aturan tersebut menetapkan adanya verifikasi dan evaluasi mutu olahan ikan untuk memastikan bahwa rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan telah dilaksanakan sesuai dengan standar nasional dan internasional yang berlaku.
Sesuai ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Nomor: Per.09/Dj-P2hp/2010 Tentang Persyaratan, Tata Cara Penerbitan, Bentuk, Dan Format Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), disebutkan bahwa Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan kepada UPI yang telah menerapkan Cara Pengolahan Yang Baik (Good Manufacturing
Practices/GMP) dan memenuhi persyaratan Prosedur Operasi Sanitasi
Standar (Standard Sanitation Operating Procedure/SSOP). Setiap Unit Pengolahan Ikan (UPI) baik yang dimiliki oleh perorangan maupun badan usaha wajib memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP).
Agenda pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam peningkatan
sektor perikanan di daerah adalah melaksanakan Program
Pengembangan Sumber Daya Perikanan dengan beberapa kegiatan utama yaitu:
a. Pembinaan dan Pengembangan Sistem Usaha Perikanan melalui Pengembangan Pola Permodalan dan Investasi Dalam Negeri dan Asing,
b. Pengembangan Data dan Statistik Perikanan,
c. Penguatan dan Pengembangan Pemasaran Dalam Negeri dan Ekspor Hasi Perikanan melalui Peningkatan Konsumsi Ikan Melalui Program Nasional Gemarikan dan Promosi Produk, Fasilitasi Pembangunan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pemasaran Dalam Negeri dan Pembinaan Ekspor Produk Perikanan,
d. Peningkatan Mutu dan Pengembangan Pengolahan Hasil Perikanan melalui Pengembangan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System),
91
Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan, Pengawasan Mutu dan Keamanan Produk Perikanan, Peningkatan Kompetensi Lembaga Sertifikasi, Penguatan Kompetensi Laboratorium Penguji a. Penyelenggaraan Revitalisasi Perikanan
Dalam hal pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan, Pemerintah porovinsi Jawa Tengah mengagendakan kebijakan berupa:
a. Peningkatan daya saing melalui penciptaan iklim yang kondusif, melalui regulasi atau deregulasi serta peningkatan mutu dan keamanan produk
b. Pemantapan struktur melalui peningkatan kerjasama kemitraan nelayan dengan industri hasil perikanan dan industri terkait serta akademisi
c. Membangun kelembagaan agribisnis perikanan (Akuabisnis) melalui penataan kelembagaan dan ekonomi yang baik, keterpaduan antara pemasok bahan baku, industri pengolahan, serta pemasaran dan upaya terwujudnya produk akhir yang berkualitas dan berdaya saing.
Setiap Kabupaten/Kota juga memiliki kebijakan turunan tersendiri, baik yang bersinergi dengan pemerintah pusat maupun provinsi. Namun demikian, berdasarkan temuan lapangan tidak ditemukan adanya kebijakan dan regulasi khusus dari pemerintah Kabupaten/Kota dalam upaya pengembangan industri pengolahan ikan. Sebagian besar regulasi perikanan hanya mengatur mengenai mekanisme tata niaga ikan melalui TPI, sedangkan dalam aspek pengembangan industri makanan olahan tidak terdapat regulasi khusus.
Pemerintah Kabupaten/Kota hanya bertugas sebagai fasilitator dan melengkapi kebijakan pemerintah pusat dan provinsi, terutama dalam memberikan bantuan sarana dan prasarana serta pelatihan kepada sebagian kecil pengolah. Sebagian besar program dan kegiatan merupakan implementasi dan duplikasi dari program Kementerian yang berupa pembinaan melalui kelompok-kelompok terbatas. Beberapa kebutuhan utama lainnya seperti permodalan, jaringan pasar, jaringan antar pengolah dan aspek teknologi belum begitu banyak mendapatkan
92
kemajuan dari bantuan pemerintah daerah. Dengan demikian masih diperlukan adanya peningkatan dalam regulasi dan kebijakan serta program-program yang relevan dalam upaya pengembangan kemampuan pengolah.
Sebagian pelaku usaha menganggap selama ini sudah ada evaluasi terhadap kebijakan pemerintah, namun disis lain banyak yang menyatakan belum ada evaluasi. Sementara sebagian lagi merasa acuh dengan kebijakan pemerintah, sebagaimana ditampilkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.34. Pendapat Responden Tentang Evaluasi Kebijakan Pemerintah
No Evaluasi Program Frekuensi Persentase
1 Pernah 37 28.46
2 Tidak Pernah 8 6.15
3 Tidak Tahu 24 18.46
4 Tidak Menjawab 61 46.92
Jumlah 130 99.99
Sumber: Data Primer, 2012
Seperti halnya dengan evaluasi kebijakan, responden juga sebagian besar tidak mengetahui dan tidak peduli dengan besarnya anggaran yang dialokasikan pemerintah.
Tabel 3.35. Pengetahuan Responden Tentang Anggaran Pemerintah
No Mengetahui Alokasi Anggaran Frekuensi Persentase
1 Ya 12 9.23
2 Tidak 54 41.54
3 Tidak Menjawab 64 49.23
Jumlah 130 100
Sumber: Data Primer, 2012
Selama ini pemerintah telah memberikan berbagai bantuan kepada pengelola, namun hanya sebagian kecil yang menerima manfaat. Mayoritas tidak memperdulikan adanya agenda tersebut.
Tabel 3.36. Prosedur Bantuan Pemerintah Kepada Pengolah ikan
No Keterangan Frekuensi Persentase
1 Gratis/Cuma-Cuma 47 36.15
2 Membayar/Membeli 1 0.77
3 Tidak Menjawab 82 63.08
Jumlah 130 100
93
Untuk bantuan permodalan, sebagian besar resonden menyatakan bahwa sebagian bantuan permodalan diberikan melalui perbankan, koperasi dan melalui kelompok. Sebagian besar juga tidak memperdulikan adanya bantuan tersebut, sebagaimana dalam tabel di bawah ini/
Tabel 3.37. Skema Bantuan Permodalan dari Pemerintah
No Keterangan Frekuensi Persentase
1 Koperasi 5 3.85
2 Bank 27 20.77
3 Lainnya 15 11.54
4 Tidak Menjawab 83 63.85
Jumlah 130 100
Sumber: Data Primer, 2012
Untuk mengembangkan industri makanan berbahan baku ikan, pemerintah telah membantu pengusaha membuka jaringan kemitraan ke super market/hiper market/swalayan yang ada, namun hanya sebgaian, sebagaimana dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.38. Menerima Dukungan dari Pemerintah dalam Pengembangan Pasar di Pasar Modern
No Keterangan Frekuensi Persentase
1 Ya 32 24.62
2 Tidak 34 26.15
3 Tidak Menjawab 64 49.23
Jumlah 130 100
Sumber: Data Primer, 2012
Dalam aspek pengembangan sentra, pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan dalam menciptakan sentra-sentra dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Tabel 3.39. Pengembangan Sentra Pengolahan Ikan Oleh Pemerintah Daerah
No Keterangan Frekuensi Persentase
1 Ya 22 16.92
2 Tidak 44 33.85
3 Tidak Menjawab 64 49.23
Jumlah 130 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan jawaban-jawaban responden di atas, nampak bahwa respon pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah dapat dikatakan kurang antusias. Kebijakan-kebijakan yang ada tidak memberikan dukungan secara langsung, di sisi lain kadang pengusaha merasa
94
dihambat karena kebijakan tersebut. Sehingga mereka merasa tersingkir atau tidak mampu berkembang dibanding usaha skala besar. Contohnya peraturan mengenai higienitas, standar keamanan pangan dan aturan mengenai badan usaha tentu sulit untuk dipenuhi olah skala industri rumah tangga, namun d i sisi lain tidak adanya upaya konkret pemerintah agar pelaku usaha mampu memenuhi standar tersebut di atas.
Sehingga kebijakan pemerintah dirasa justru memberikan ruang bagi usaha skala besar dan importir, bukan memberikan ruang berkembang bagi usaha skala mikro dan kecil. Oleh karena itu, perumusan kebijakan sebaiknya memperhatikan kondisi nyata dari pelaku usaha di lapangan.