SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN A. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program
B. Pemanfatan Hasil Litbangyasa
3. Perkembangan Pemanfaatan Hasil
Sentra pengolahan ikan tidak terdapat di semua daerah penghasil ikan di Jawa Tengah, hanya sebagian yang menghasilkan dan mengolah. Untuk pengolahan ikan terdapat sekitar 7.854 industri kecil dan menengah yang bergerak dalam bidang pengolahan ikan laut yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Kabupaten Jepara dan Rembang
166
merupakan wilayah yang memiliki jumlah industri pengolahan ikan terbesar di Jawa Tengah.
Industri pengolahan ikan di Jawa Tengah didominasi oleh industri skala UMKM yang memiliki jangkauan pasar lokal serta beberapa kota lainnya di pulau Jawa. Di Jawa Tengah terdapat beberapa industri besar yang telah memilki pangsa pasar mapan di luar negeri. Kualitas produk olahan tersebut telah memenuhi semua standar mutu keamanan pangan, namun selama ini belum terjalin kerjasama dengan UKM/IKM untuk lebih berkembang.
Di Jawa Tenah terdapat ribuan industri menengah, kecil dan mikro dengan berbagai kesulitan yang mereka hadapi. Mayoritas hanya memenuhi pasar lokal di dalam daerah, ada beberapa yang menjual di luar daerah dan pulau-pulau lain. Potensi industri ini sangat besar dengan melibatkan pekerja cukup banyak, namun daya saing mereka sangat lemah. Pengolahan ikan memungkinkan bertambahnya nilai jual ikan beberapa kali lipat dibanding dengan penjualan segar atau pengawetan sederhana. Pengolahan ikan terdapat di hampir semua daerah di Jawa Tengah.
Pemanfaatan hasil litbangyasa sampai saat ini, telah dilakukan sejak dilakukan pengumpulan data, penyusunan laporan dan mendiseminasikan hasil litbangyasa di lima kabupaten-kota daerah pengamatan. Dengan metoda FGD yang melibatkan para pengolah ikan, petugas penyuluh lapang, pengelola/pembina pengolah ikan (DKP), perbankan, instansi koperasi, perdagangan, perindustrian, kesehatan, dan Pemda setempat serta dari perguruan tinggi .
Hasil litbangyasa ini sedikit banyak telah direspon para perserta FGD untuk perencanan pengembangan usaha yang sedang dilakukan, perencanaan pembinaan dan Bintek oleh SKPD terkait, serta pengembangan penelitian lebih lanjut oleh para peneliti dan perekayasa di lembaga Litbang dan Universitas.
167
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah sebagai berikut :
Kebijakan pemerintah :
Pelaku usaha menganggap kebijakan pemerintah tidak memberikan dukungan secara langsung, di sisi lain kadang pengusaha merasa dihambat karena kebijakan tersebut. Kebijakan pengembangan pengolahan ikan sifatnya sangat top down, kurang memperhatikan kebutuhan dan kapasitas para pengolah ikan atau masyarakat bawah. Selain tidak berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan kebijakan dan program yang dijalankan masih sangat sektoral,. Oleh karena itu perlunya sinergi antar sektor (perikanan, industri, perdagangan, tenaga kerja, UMKM) terutama dalam lembaga pemerintahan agar bisa memberikan dampak yang nyata, perlakuan yang lebih komprehensif dan sasaran kebijakan dapat tertata dengan baik.
Selain kebijakan itu sendiri bermasalah, persoalan lain yang terjadi adalah minimnya sumberdaya dalam implementasi kebijakan, misalnya kebijakan membangun sentra terkendala tersedianya lahan yang seharusnya disediakan Pemda. Dengan demikian, implementasi kebijakan memerlukan partisipasi dari pelaku usaha.
Pada tingkat penerimaan kebijakan juga terkendala oleh perilaku pengusaha dan pekerja. Misalnya kebijakan higienitas terkendala perilaku kurang sehat dan minimalisir biaya produksi dari pengusaha agar harga pasar bisa lebih murah. Masalah lain adalah perilaku manajemen usaha dari para pengusaha yang masih mengandalkan metode tradisional, serta sulit untuk melakukan perubahan secara mendasar. Dengan demikian ada beberapa faktor budaya dan perilaku dalam pengolahan ikan yang dapat
168
menghambat implementasi kebijakan pemerintah jika paradigma implementasinya top down, namun jika melibatkan masyarakat dan memahami nila-nilai yang ada, akan lebih mudah..
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut telah ada antara lain tentang pernyaratan bahan baku, proses produksi, kualitas hasil produksi, permodalan, dan pemasaran, sarana dan prasarana penunjang, ketenagakerjaan yang terampil, serta pengembangan teknologi. Namun demikian kebijakan pemerintah tersebut belum dapat dilaksanakan dengan baik, disebabkan rendahnya kapasitas SDM di daerah serta anggaran yang terbatas. Hal ini terkait dengan penyusunan kebijakan makro, penjabaran kebijakan pada tingkat mikro, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat pengolah.
Bahan Baku :
Kesimpulan terkait dengan bahan baku utama dalam
mengembangkan industri makanan olahan berbahan baku ikan laut, yaitu: a. Ketersediaan bahan baku utama dalam mengembangkan industri
olahan makanan berbahan baku ikan yaitu berbagai jenis ikan pelagis, ikan demersal, binatang lunak, dan krustasea.
b. Pada saat musim ikan, kertesediaan ikan tidak menjadi masalah, tetapi sarana/tempat penyimpanan sementara menjadi masalah pengembangan usaha. Pada saat tidak musim ikan, sulit diperoleh ikan dan harganya relatif lebih mahal serta sebagian besar produsen mengambil bahan dari ikan impor.
c. Pengadaan bahan baku industri makanan berbahan baku ikan laut oleh para pengolah ikan dipengaruhi oleh kemampuan kerjasama pengadaan dengan berbagai pihak, kualitas dan kuantitas ikan, serta keberadaan bahan baku tersebut.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana utama kegiatan industri pengolahan ikan berbahan baku ikan laut masih relatif sederhana, jumlah dan kualitasnya
169
belum sesuai yang diharuskan dalam mengembangkan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan. Kerersediaan sarana dan prasarana penunjang industri makanan berbahan baku ikan laut yang difasilitasi pemerintah maupun swasta belum memadai.
Kondisi sarana dan prasarana industri makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah memang menjadi hambatan paling besar dalam meningkatkan mutu hasil perikanan, karena kondisi secara umum sebagai berikut:
a. Hampir semua pengrajin pengolah ikan masih bersifat tradisional belum memiliki sarana prasarana yang memadai sebagai standar keamanan pangan yang baik. Persoalan sanitasi dan higienitasi belum bisa diwujudkan dengan sarana dan prasarana yang memenuhi standar baku mutu.
b. Persoalan lain adalah dalam pengemasan dan pengiriman hasil olahan sebagain besar masih mengalami kesulitan dalam menjaga kualitas produk, baik berupa kelembaban maupun pelrindungan dari bakteri.
c. Persoalan pokok sarana dan prasarana pengolahan ikan meliputi rendahnya sanitasi air bersih, rendahnya kualitas penyimpanan bahan baku, peralatan pengolahan belum memenuhi standar kualitas.
Sedangkan kondisi khusus di lima lokasi penelitian di Jawa Tengah sebagai berikut:
a. Di Kabupaten Rembang sebagai penghasil pengolahan ikan pindang, kering, terasi dan asap mengalami kekurangan tentang sapras antara lain: bangunan, kompor, dandang, es, sanitasi, kotak pendingin, alat transportasi.
b. Di Kabupaten Pati potensi terbesarnya adalah pengolahan ikan pindang, ikan asap dan bandeng olahan, kondisi sarana dimana menggunakan sanitasi yang kotor, pembuangan limbah dan peralatan pengolahan yang terbilang kotor.
170
c. Di Kota Pekalongan sebagai sentra penghasil Ikan asin dan olahan ikan kondisi sarana dan prasarana kekurangan dalam kualitas bangunan, garam, rak bambu, kotak pendingin, penggilingan ikan, pencucian, alat rebus, alat penggorengan, pengemasan alat transportasi.
d. Kabupaten Brebes sebagai sentra penghasil ikan asap dan ikan asin kondisi sarana prasarananya menghadapi persoalan dalam hal bangunan, kompor, dandang, garam, kotak pendingin, alat transportasi.
e. Kabupaten Cilacap sebagai sentra penghasil ikan segar, kering dan ikan asap kondisi sarana prasarana kekurangan dalam hal bangunan, sanitasi dan kotak pendingin, alat transportasi.
Tenaga Kerja
Kegiatan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut banyak memerperlukan sejumlah tenaga kerja yang memerlukan keterampilan khusus. Ketersediaan jumlah dan keterampilan tenaga kerja pengolah ikan di pengaruhi oleh kegiatan usaha lain, pada saat musim panen pertanian-perikanan ketersediaan tenaga kerja kurang, sehingga kegiatan industri pengolahan menurun sampai menutup kegiatan usaha.
Untuk mengembangkan usaha pengolahan ikan tidak diperlukan tenaga ahli, cukup tenaga kerja yang terampil dan tekun. dimana upah yang diberikan kepada pekerja rata-rata Rp. 25.000. setiap harinya. Semuanya pekerjaan sifatnya borongan sehingga kalau bekerjanya secara cepat dapat selesai maka akan mendapatkan upah lebih banyak lagi.Tenaga kerja untuk mengolah ikan bekerja sangat tergantung ada tidak ikan. Jika tidak ada ikan maka tidak bekerja. Disamping cara bekerjanya dilakukan secara borongan dimana ikan dihitung secara beratnya, adapula yang dilakukan secara per keranjang diluar itu tidak ada insentif yang diberikan oleh pengusaha pengolah ikan. Dengan demikian, tenaga kerja sebagai pengolah ikan tidak memikirkan peraturan tenaga
171
kerja tetapi yang penting mereka bisa bekerja dan mendapatkan upah setiap harinya, karena kalau tidak bekerja tidak dibayar.
Kendala yang dihadapi oleh pengusaha pengolah ikan meliputi. Pada waktu musim ikan dimana ikan dalam kondisi banyak pengusaha pengolah ikan berlomba untuk mengolah ikan dengan jumlah yang lebih banyak dari pada pada waktu tidak musim ikan, sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak sedangkan tenaga kerja yang mau bekerja sebagai pengolah ikan terbatas
Peluang pengusaha pengolah didalam memanfaatkan tenaga kerja yang ada selama ini meliputi :a. Jumlah tenaga kerja didalam lingkungan perumahan nelayan sangat banyak dan mudah didapat, b. Upah tenaga kerja selama ini bisa dikatakan sangat murah, c. Tenaga kerja yang digunakan untuk mengolah ikan tidak diperlukan tenaga ahli, d. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah ikan tidak diperlukan pendidikan yang tinggi cukup yang penting mau bekerja dengan upah yang telah ditentukan sebelumnya.
Ancaman bagi pengusaha pengolahan ikan didalam memanfaatkan tenaga kerja yang ada : a. Pada waktu musim ikan banyak kesulitan untuk menambah tenaga yang ada hal ini disebabkan pengusaha pengolah ikan juga membutuhkan tenaga kerja yang sama banyaknya, b. Tenaga kerja muda yang ada dilingkungan perumahan nelayan tidak mau bekerja sebagai pengolah ikan karena upahnya dirasakan terlalu sedikit.
Teknologi
Kesimpulan terkait dengan teknologi dalam mengembangkan industri makanan olahan berbahan baku ikan laut, yaitu;
a. Teknologi yang telah dikembangkan umumnya teknologi sederhana yang sebagian besar berasal dari teknologi yang diwariskan oleh orang tua para pengolah.
b. Teknolgi yang digunakan dalam industri makanan berbahan baku ikan laut yaitu taknologi perlakuan bahan baku, teknologi prosesing/proses pengolahan (awal proses pengolahan, selama
172
proses pengolahan, dan akhir proses pengolahan), dan teknologi pengemasan, serta teknologi pemasaran.
c. Pengembangan teknologi pengolahan ikan yang dihadapi para pengolah ikan yaitu : kebiasaan/budaya/perilaku para pengolah terhadap teknologi, lokasi/sumber dan kemudahan teknologi tersebut diperoleh, banyak dan mutunya teknologi.
Modal
a. Modal yang dimiliki oleh para pengolah hasil produksi perikanan umumnya modal sendiri dan pengelolaan modal yang dimiliki belum optimal.
b. Ketersediaan modal di lembaga permodalan (pemerintah dan swasta) cukup banyak dengan skema pinjaman yang belum seluruhnya berorientasi pada pengembangan UMKM.
Pasar
a. Pasar produk makanan olahan berbahan baku ikan sebagaian besar untuk memenuhi permintaan pasar lokal, sebagian kecil produk olahan makanan berbahan baku ikan laut yang dipasarkan di pasar swalayan.
b. Pemasaran produk hasil olahan ikan dipengaruhi oleh jumlah produksi dan mutu produkai, pengemasan, trasportasi, dan harga produk.
Setelah diambil kesimpulan sebagaimana penjelasan di atas, maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut;