• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Kondisi Eksisting TPST Bantargebang

5.2.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah

Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.

Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari proses tersebut dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.

Kemampuan tanah dan sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diperkirakan. Air lindi dari sanitary landfill tertahan di atas liner yang terbuat dari geomembrane (karpet campuran plastik HDPE yang konstruksi luarnya terbuat dari beton) kemudian dialirkan menggunakan pipa ke IPAS Proses pengolahan air lindi.

TPST Bantargebang mengoperasikan 3 IPAS yang mengolah air sampah dari 5 zona landfill yang ada di TPST. Setiap IPAS mempunyai metode pengolahan air sampah yang berbeda. IPAS 1 dan IPAS 3 mengolah air sampah dengan kolam – kolam, sedangkan IPAS 2 sejak tahun 2014 menggunakan teknologi Advance Oxydation Process (AOP). Air sampah dari zona 1 seluruhnya

29 mengalir ke IPAS 1. Air sampah dari zona 2, 4 dan 5 seluruhnya mengalir ke IPAS 2 dan air sampah dari zona 3 mengalir ke IPAS 3. Kapasistas terpasang semua IPAS yaitu sebesar 150 m3/hari dengan waktu pengolahan selama 10 jam.

IPAS 2 mengolah lebih banyak air lindi karena telah menerapkan teknologi terbaru sehingga pengolahan air lindi dapat berlangsung cepat. Berikut dapat dilihat pada gambar 5.9 alur proses pengolahan air lindi di IPAS 3.

Gambar 5.9 Alur Proses Pengolahan Air Lindi di IPAS 3 Sumber: TPST Bantargebang, 2018.

Pada gambar 5.9 proses tersebut dilakukan di IPAS 3 yang dimana setiap 24 jam sekali baru air dialirkan ke kolam ekualisasi 1 untuk menjalani proses penyeragaman konsentrasi dan penghilangan amoniak. Pada kolam ini, amoniak (NH4+) akan berubah menjadi nitrat (NO3). Kolam ini berfungsi sebagai kolam pengumpul sementara air-air sampah yang berasal dari sampah yang dikumpulkan pada saluran air sampah. Air sampah bersifat tidak homogen karena campuran

30 sampah yang banyak mengandung berbagai pencemar seperti besi, sampah organik, dan zat kimia-zat kimia lain. Pada kolam ini, campuran air sampah tersebut dihomogenkan. Setelah itu air dialirkan lagi ke dalam kolam ekualisasi 2.

Pada kolam ekualisasi 2 digunakan lebih banyak diffuser dibandingkan dengan kolam ekualisasi 1 agar penyebaran oksigen lebih merata. Desain kolam memiliki panjang 20 meter, lebar 15 meter, dan kedalaman 40 meter. Berikut gambar 5.10 kegiatan di kolam ekualisasi.

Gambar 5.10 Kolam Ekualisasi

Setelah masuk ke kolam ekualisasi air kemudian dialirkan ke dalam kolam fakultatif. Pada kolam fakultatifterjadi proses pengolahan untuk menurunkan kadar BOD dan COD secara biologis oleh mikroorganisme dan algae di dasar kolam. Berikut gambar 5.11 kegiatan di kolam fakultatif.

31 Gambar 5.11 Kolam Fakultatif

Setelah itu, air lindi yang mengandung bakteri anaerob dipompa ke Rotating Biological Denitrification (RBD) yang pada gambar dibawah ditunjukkan dengan bangunan berwarna hijau. Di sini terjadi proses denitrifikasi, yaitu berubahnya NO3 menjadi NO2 kemudian menjadi N2. Pada proses ini, biasanya terjadi penurunan pH. Karena itulah air kemudian dialirkan secara gravitasi ke kolam aerasi untuk distabilkan pHnya dengan cara aerasi (penambahan oksigen). Di kolam aerasi terlihat banyaknya buih dipermukaan air.

Adanya buih menunjukkan bahwa air lindi dijenuhkan dengan oksigen yang dapat menangkap kotoran dan bau dari air lindi. Berikut gambar 5.12 kegiatan di kolam aerasi.

Gambar 5.12 Kolam Aerasi

32 Air lindi ini kemudian dialirkan ke suatu instalasi untuk menjalani proses kimia. Proses kimia dilakukan dengan penambahan koagulan alumunium sulfat dan polimer anionik. Dari proses kimia ini akan dihasilkan flok yang mengendap menjadi lumpur. Lumpur akan dialirkan ke kolam lumpur (Rectangular Clarifier) yang berfungsi sebagai tempat pengendapan hasil proses kimia di atas dimana terjadi flok-flok yang membentuk lumpur. Lumpur yang terbentuk akan diolah dengan cara dijemur sampai kering lalu dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian digunakan lagi untuk tanah penutup pada landfill setiap 6 bulan sekali.

Sedangkan air dialirkan ke polishing pond atau kolam netralisasi untuk penstabilan pH dengan penyemprotan NaOH dengan debit yang sangat kecil agar tidak terjadi turbulensi aliran karena pada kolam ini juga terjadi proses pengendapan.

Air yang keluar dari polishing pond masuk ke kolam clean water untuk diendapkan kembali hingga akhirnya bisa dibuang ke badan air. Limbah dialirkan menuju kolam ini dengan menggunakan pompa dimana kolam ini telah berisi limbah yang aman dibuang ke lingkungan. Parameternya adalah ikan-ikan dapat hidup di kolam tersebut, seperti ikan lele dan mujair. Guna dari air olahan ini biasanya dibuang langsung ke alam kemudian sebagian digunakan untuk menyiram tanaman yang ada di dalam kawasan IPAS. Pada akhir pengolahan warna air memang masih berwarna coklat keruh namun kandungan bahan di dalam air sudah berubah dan sifatnya sudah tidak lagi berbahaya untuk lingkungan. Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air yang dihasilkan dari instalasi pengolahan air sampah ini termasuk dalam kelas 4 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.

Dokumen terkait