• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KERJA PRAKTEK EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTARGEBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN KERJA PRAKTEK EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTARGEBANG"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTARGEBANG

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Pada Program Studi Teknik Lingkungan

Disusun oleh:

Galih Suganda 331510073

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS PELITA BANGSA

BEKASI 2021

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI

TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH TERPADU (TPST)

BANTARGEBANG” ini dengan baik.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini. Selama proses penyusunan Laporan Kerja Praktek ini, penulis selalu mendapatkan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala rintangan yang penulis alami dapat teratasi. Oleh karena itu, dengan terselesaikannya Laporan Kerja Praktek ini, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Hamzah M. Mardi Putra, S.K.M, M.M., D. B. A. selaku Rektor Universitas Pelita Bangsa;

2. Ibu Putri Anggun Sari, S. Pt., M. Si, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Pelita Bangsa;

3. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M. Sc. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa;

4. Ibu Putri Anggun Sari, S. Pt., M. Si, selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek;

5. Ibu Irham Zakiah, SE selau Pembimbing Lapangan;

6. Orang tua dan Keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan baik dalam bentuk moral maupum materi;

7. Teman-teman Teknik Lingkungan Universitas Pelita bangsa 2015;

Penulis menyadari bahwa Laporan Kerja Praktek ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap Laporan ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Bekasi, September 2020 Penulis

(5)

iv DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Rumusan Masalah ... 2

1.5 Tujuan Kerja Praktek ... 3

1.6 Manfaat Kerja Praktek ... 3

1.6.1 Bagi Mahasiswa ... 3

1.6.2 Bagi Prodi Teknik Lingkungan ... 3

1.6.3 Bagi Perusahaan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengertian Sampah ... 5

2.2 Timbulan Sampah ... 6

2.3 Klasifikasi dan Sumber Sampah ... 7

2.4 Komposisi Sampah ... 9

2.5 Pengelolaan Sampah... 10

BAB III METODE KERJA PRAKTEK ... 13

3.1 Jenis Metode ... 13

3.2 Metode Kerja Praktek ... 13

3.3 Lokasi Kerja Praktek ... 13

3.4 Alasan Pemilihan Lokasi Kerja Praktek ... 14

3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek... 14

3.6 Jadwal Pelaksanaan ... 14

(6)

v

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 16

4.1 Sejarah Perusahaan ... 16

4.2 Informasi TPST Bantargebang ... 18

4.2.1 Visi dan Misi ... 18

4.3 Rencana ke Depan ... 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1 Klasifikasi Jenis dan Komposisi Sampah ... 20

5.2 Kondisi Eksisting TPST Bantargebang ... 21

5.2.1 Zonasi Sanitary Landfill TPST Bantargebang ... 25

5.2.2 Pembagian Area Efektif Pengurugan ... 26

5.2.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah ... 28

5.3.4 Power House ... 32

5.2.5 Pengomposan ... 36

5.3 Pengembangan TPST Bantargebang ... 21

5.3.1 Landfill Mining ... 38

5.3.2 Pembangunan IPAS 4 ... 38

5.3.3 Gedung Pusat Riset dan Edukasi Sampah Nasional ... 39

5.3.4 PLTSa BPPT ... 39

5.3 Pembahasan ... 21

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(7)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Antara Sampah dan Nilainya ... 6

Gambar 2.2 Proses Daur Ulang ... 12

Gambar 3.1 Lokasi TPST Bantargebang ... 14

Gambar 4.1 Struktur Organisasi UPST ... 19

Gambar 5.1 Proses Penimbangan Truk Sampah ... 22

Gambar 5.2 Proses Pembongkaran Sampah ... 22

Gambar 5.3 Proses Estafet Excavator ... 22

Gambar 5.4 Proses Car Washing ... 23

Gambar 5.5 Pembagian Zona TPST Bantargebang ... 24

Gambar 5.6 Zona Aktif, Zona Tidak Aktif dan Zona Perapihan ... 25

Gambar 5.7 Proses Bongkar Muatan dan Proses Cover Soil ... 26

Gambar 5.8 Pembagian Area Efektif Pengurugan ... 27

Gambar 5.9 Alur Proses Pengolahan Air Lindi di IPAS 3 ... 29

Gambar 5.10 Kolam Ekualisasi ... 30

Gambar 5.11 Kolam Fakultatif ... 31

Gambar 5.12 Kolam Aerasi ... 31

Gambar 5.13 Pipa Perforasi ... 33

Gambar 5.14 Chiller ... 34

Gambar 5.15 Proses Filter ... 34

Gambar 5.16 Ilustrasi Ruang Gerak Piston ... 35

Gambar 5.17 Transformer Listrik ... 35

Gambar 5.18 Proses Aerasi dan Proses Penggilingan ... 36

Gambar 5.19 Proses Pembakaran, Kompos dan Pengemasan ... 37

Gambar 5.20 Lahan Uji Kompos ... 37

Gambar 5.21 Data Sampah ... 40

(8)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alokasi Waktu Perencanaan Kerja Praktek ... 15

Tabel 4.1 Perubahan Pihak Pengelola TPST Bantar Gebang ... 17

Tabel 4.2 Aset Bangunan TPST Bantar Gebang ... 17

Tabel 4.3 Aset Alat Berat TPST Bantar Gebang ... 18

Tabel 5.1 Jenis dan Nilai Persentase Sampah ... 20

Tabel 5.2 Pembagian Zona Area TPST Bantargebang ... 24

Tabel 5.3 Data Jumlah Sampah Periode 2019 ... 40

(9)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Output IPAS 1 ... 45

Lampiran 2 Hasil Uji Output IPAS 2 ... 46

Lampiran 3 Hasil Uji Output IPAS 3 ... 47

Lampiran 4 Surat Ijin Kerja Praktek ... 48

Lampiran 5 Surat Bukti Kerja Praktek ... 49

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan masalah terbesar di dunia yang belum dapat dikelola dengan baik salah satunya di Indonesia. Sampah merupakan hasil dari kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Dikarenakan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin tahun bertambah, maka dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas sampah yang dihasilkan. Perlu adanya penanganan terkait dampak negatif dari volume sampah yang meningkat.

TPST Bantargebang berdiri pada tahun 1989, dan pada tahun itu merupakan salah satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terbesar di Indonesia.

TPST Bantargebang terletak di daerah Bantargebang, Bekasi, Jawa barat selama ini digunakan untuk menampung buangan sampah dari wilayah Jakarta. TPA tersebut dikelola oleh Pemda DKI Jakarta dengan menerapkan konsep pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST). Luas lahan TPA seluas 115 ha yang sudah menjadi asset milik Pemerintah Provinsi. Volume sampah dari Jakarta ke TPST rata-rata sekitar 7.000 sampai 8.000 ton/hari yang dilayani oleh 1.200 truk sampah, dimana 60% diantaranya sampah domestik atau rumah tangga. Kondisi saat ini, daya tampung sampah dari Bekasi maupun Jakarta sudah mendekati maksimum dan beberapa tahun lagi sampah tidak dapat dibuang di TPST Bantargebang (Sukwila dan Noviana, 2020).

Seiring berjalannya waktu, meskipun dinas kebersihan DKI Jakarta sudah memiliki lahan untuk TPA, namun dalam penanganan sampah masih dilakukan upaya optimal. Bahkan sejak diberlakukan undang-undang pengelolaan sampah, upaya-upaya perbaikan untuk pengelolaan TPA yang lebih efektif terus dilakukan hingga saat ini. Permasalahan yang krusial adalah daya tampung yang terus menyusut, dimana kapasitas maksimum adalah 49 juta ton, kini tinggal kapasitas 10 juta ton. Begitu juga dengan teknik pengelolaan sampah dengan open dumping sudah melampaui batas ketinggian 35 meter.

(11)

2 Sistem pengelolaan sampah menggunakan open dumping berubah menjadi sistem sanitary landfill. Keberadaan TPST masih dinilai tetap menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Permasalahan pengelolaan sampah tersebutmeliputi tidak adanya pemilahan sampah disumber, selain itu juga pemanfaatan TPST yang masih belum optimal. Berdasarkan permasalahan dari latar belakang di atas, maka dilakukan Kerja Praktek tentang Evaluasi Pengelolaan Sampah di TPST Bantargebang.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat di identifikasi yaitu:

1. Klasifikasi jenis sampah yang bermacam-macam.

2. Keterbatasan daya tampung di TPST Bantargebang.

3. Belum tereduksinya jumlah timbunan sampah di TPST Bantargebang.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah telah diuraikan di atas, maka kerja praktek ini fokus pada Evaluasi Pengelolaan Sampah di TPST Bantargebang.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang uraian di atas, maka disusun rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana klasifikasi jenis sampah di TPST Bantargebang?

2. Bagaimana kondisi eksisting pada pengelolaan sampah di TPST Bantargebang?

3. Bagaimana strategi untuk mereduksi jumlah timbunan sampah di TPST Bantargebang?

(12)

3 1.5 Tujuan Kerja Praktek

Adapun tujuan dari kerja praktek ini adalah:

1. Mengetahui klasifikasi jenis sampah di TPST Bantargebang.

2. Mengetahui kondisi eksisting pada pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.

3. Mengetahui strategi untuk mereduksi jumlah timbunan sampah di TPST Bantargebang.

1.6 Manfaat Kerja Praktek 1.6.1 Bagi Mahasiswa

1. Dapat memperoleh gambaran dunia kerja yang nantinya berguna bagi mahasiswa yang bersangkutan apabila telah menyelesaikan perkuliahannya, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan dunia kerja.

2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang telah diperoleh pada masa kuliah dan menambah wawasan serta pengalaman.

3. Dapat mengetahui perbandingan antara teori dan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dengan praktek di lapangan, khususnya di TPST Bantargebang.

1.6.2 Bagi Prodi Teknik Lingkungan

1. Terjalinnya kerjasama antara institusi pendidikan dengan perusahaan.

2. Institusi pendidikan akan dapat meningkatkan kualitas lulusannya melalui pengalaman kerja praktek.

3. Memperoleh masukkan untuk dapat diterapkan dalam program kerja praktek selanjutnya.

1.6.3 Bagi Perusahaan

1. Adanya kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia industri/

perusahaan sehingga perusahaan tersebut dikenal oleh kalangan akademis.

(13)

4 2. Perusahaan dapat melibatkan mahasiswa kerja praktek dalam pelaksanaan

Pengelolaan Sampah di TPST Bantargebang.

3. Adanya masukkan yang membangun dari mahasiswa yang melakukan kerja praktek.

(14)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Sampah berdasarkan Undang-undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (pasal 1 ayat 1 UU No. 18 2008). Sedangkan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus (pasal 2 ayat 1 UU No. 18 2008).

Sampah yang dikelola berdasarkan undang-undang ini terdiri atas:

a) Sampah rumah tangga.

b) Sampah sejenis sampah rumah tangga.

c) Sampah spesifik.

Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

b) Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.

c) Sampah yang timbul akibat bencana.

d) Puing bongkaran bangunan.

e) Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.

f) Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Definisi sampah cukup bervariasi apabila didasarkan pada tidak adanya lagi kegunaan atau nilai dari material yang ada di sampah tersebut. Sampah adalah produk samping dari aktivitas manusia. Secara fisik sampah mengandung material/bahan-bahan yang sama dengan produk yang digunakan sebelumnya, yang membedakannya hanya kegunaan dan nilainya. Penurunan nilai, pada

(15)

6 banyak kasus, tergantung pada tercampurnya material-material tersebut dan seringkali karena ketidak-tahuan untuk memanfaatkan kembali material itu.

Upaya pemilahan umumnya dapat menaikkan kembali nilai dari sampah.

Dengan adanya pemilahan, maka akan ada upaya pemanfaatan kembali material daur ulang yang ada di dalam sampah. Sebagaimana terlihat pada (Gambar 2.1) hubungan terbalik antara tingkat pencampuran dan nilai adalah hal yang penting pada sampah (Kinantan, 2018).

Gambar 2.1 Hubungan Antara Sampah dan Nilainya Sumber: Kinantan, 2018.

2.2 Timbulan Sampah

Timbulan sampah merupakan banyaknya sampah yang timbul dari dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan atau perpanjangan jalan (SNI 19-2454-2002). Data timbulan sampah berguna untuk menentukan fasilitas setiap unit pengelolaan sampah dan kapasitasnya misalnya

Penggunaan Konsumsi

Sampah

Pengembangan Nilai Produk yang

digunakan (usefull product)

(16)

7 fasilitas peralatan, kendaraan pengangkut dan rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas dan jenis TPA.

Menurut SNI 19-2454-2002 metode yang digunakan untuk menentukan jumlah timbulan sampah adalah pengukuran berat dan volume. Volume merupakan ukuran yang penting dalam penentuan kendaraan pengangkut sampah, karena jumlah muatan yang dapat dimuat oleh satu kendaraan dibatasi oleh volume. Berat dapat mengukur timbulan secara langung, dan apabila menggunakan volume sebagai metode penentuan, maka harus diperhatikan kembali derajat kepadatannya, atau berat spesifik sampah penyimpanan.

2.3 Klasifikasi dan Sumber Sampah

Klasifikasi dan sumber sampah sangat diperlukan dalam perencanaan sistem pengelolaan persampahann khususnya dalam subsistem teknis operasional terutama dalam hal pengelolaan dan buangan akhir sampah. Berdasarkan Pedoman Teknis Pengelolaan Persampahan 2006 Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat PLP membagi klasifikasi sampah sebagai berikut:

1. Jenis-Jenis Sampah

Berdasarkan sifat kimia unsur pembentukannya, terdapat 2 kategori jenis sampah, yaitu:

a. Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik dan tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Contohnya daun-daun, kayu, kertas, tulang, sisa makanan, sayuran dan buah-buahan.

b. Sampah anorganik, yaitu sampah yang tidak mengandung senyawa organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme.

Contohnya kaca, kaleng alumunium, debu, dan logam.

Sedangkan pengelompokan sampah untuk benda-benda padat, pembagiannya adalah sebagai berikut:

a) Sampah basah (garbage), yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan organik dan memiliki sifat mudah membusuk, misalnya sisa makanan.

(17)

8 b) Sampah kering (rubbish), yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang sifatnya lambat atau tidak membusuk. Sampah kering ini terdiri atas 2 golongan, yaitu sampah kering logam (metallic rubbish) yang sifatnya tidak mudah terbakar misalnya pipa besi tua, kaleng-kaleng bekas, dsb. Serta sampah sampah kering bukan logam (non-metallic rubbish) yang sifatnya mudah terbakar seperti kertas, kayu dan sisa-sisa kain.

c) Sampah bangkai binatang (dead animal), terutama binatang besar seperti kucing, anjing dan tikus.

d) Sampah berupa abu hasil pembakaran (ashes) misalnya pembakaran kayu, batu-bara, dan arang.

e) Sampah padat hasil industri (industry waste) misalnya potongan besi, kaleng, dan kaca.

f) Sampah padat yang berserakan di jalan-jalan (street sweeping) yaitu sampah yang dibuang oleh penumpang/pengemudi kendaraan bermotor.

Lalu sumber-sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sampah dari Permukiman

Sampah yang berasal dari sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain dan lain-lain.

2. Sampah dari Pertanian dan Perkebunan

Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk buatan yang diperlakukan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Dan sampah pertanian lainnya yang berupa lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan namun sulit didaur ulang.

3. Sampah dari Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung

Sampah dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini dapat berupa bahan organik (misalnya kayu, bambu, triplek) dan bahan anorganik (misalnya semen, pasir, spesi, batu-batu, ubin, besi, baja, kaca dan kaleng).

(18)

9 4. Sampah dari Perdagangan dan Perkantoran

Sampah yang berasal dari perdagangan seperti toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan. Yang terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil, spidol, dan lain- lain), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain- lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.

5. Sampah dari Industri

Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.

2.4 Komposisi Sampah

Pengelompokan yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau

% volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan dan lain-lain. Komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan keanekaragaman aktivitas manusia. Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain.

b. Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam, kaca, dan sebagainya.

c. Sampah yang berupa debu dan abu.

(19)

10 d. Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau fisis yang berbahaya.

Disamping berasal dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini banyak pula dihasilkan dari kegiatan kota termasuk dari rumah tangga.

Komposisi sampah juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain:

a. Cuaca mempengaruhi karena di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan cukup tinggi.

b. Frekuensi pengumpulan mempengaruhi karena semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin tinggi tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan berkurang karena membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi.

c. Musim mempengaruhi jenis sampah karena akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang berlangsung.

d. Tingkat sosial ekonomi karena di setiap daerah ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya.

e. Pendapatan per kapita masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen.

f. Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi.

(Taufiqurrahman, 2016).

2.5 Pengelolaan Sampah

Pengeloalaan sampah didefinisikan sebagai suatu disiplin yang berkaitan dengan pengendalian atas timbulan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan sampah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan prinsip prinsip dalam kesehatan masyarakat, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya termasuk (responsive) terhadap sikap masyarakat umum (Beevi et al, 2015).

Lebih lanjut Beevi et al. (2015), menjelaskan bahwa ruang lingkup pengelolaan sampah mencakup semua aspek yang terlibat dalam keseluruhan spektrum kehidupan masyarakat. Berbagai aspek yang dimaksud adalah semua fungsi administratif, keuangan, hukum, perencanaan, dan fungsi-fungsi

(20)

11 keteknikan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sampah. Penyelesaian masalah sampah juga dapat melibatkan hubungan-hubungan lintas disiplin yang kompleks antar bidang ilmu politik, bidang perencanaan kota dan regional, geografi, ekonomi, kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, serta teknik dan ilmu bahan (material science).

Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management) adalah suatu kerangka petunjuk untuk merencanakan dan melaksanakan sistem pengelolaan sampah baru dan/atau menganalisis serta mengoptimalkan sistem saat ini. Pengelolaan sampah terpadu didasarkan pada suatu konsep yang mengarahkan kepada keterpaduan antar seluruh aspek dalam pengelolaan sampah, baik aspek teknis maupun non-teknis, yang pada kenyataannya seluruh aspek tersebut tidak pernah bisa dipisahkan (Alfons &

Padmi, 2015).

Pengelolaan sampah terpadu dapat dilakukan setelah melakukan evaluasi terhadap seluruh elemen unit fungsional sistem persampahan, yaitu:

1) Timbulan sampah (waste generation).

2) Penanganan, pemilahan, pewadahan, dan pemrosesan sampah disumbernya

3) Pengumpulan.

4) Pemilahan dan pemrosesan serta transformasi/perubahan bentuk dari sampah.

5) Pemindahan dan pengangkutan.

6) Pembuangan.

(Alfons & Padmi, 2015).

Secara konseptual untuk dapat mencapai tujuan dalam pengelolaan sampah terpadu maka terdapat hal yang paling diperlukan, yaitu: pengurangan sampah atau sering disebut dengan waste minimization, waste reduction, atau source reduction ditempatkan pada bagian paling atas dalam hirarki pengelolaan sampah (Gambar 2.2). Pengurangan sampah akan mengurangi jumlah sampah dan

(21)

12 secara alamiah akan merubah komposisi sampah, namun demikian akan selalu ada sampah yang masih harus dikelola (Kartika et al, 2017).

Gambar 2.2 Proses Daur Ulang Sumber: Kartika et al, 2017.

Pewadahan Sampah Pengumpulan Sampah

Pemilahan Sampah Material daur ulang dipisahkan dari aliran

sampah

Pembuangan Sampah Sampah non daur ulang masuk kembali ke aliran sampah kota Pemasaran Sampah

Barang bermanfaat yang berbahan baku material daur

ulang dijual kembali ke pasar

Pemrosesan Sampah Material daur ulang diproses menjadi bahan baku selanjutnya

diproses kembali menjadi barang bermanfaat

(22)

13 BAB III

METODE KERJA PRAKTEK

3.1 Jenis Metode

Jenis metode yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu salah satu jenis metode penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.

Maka data yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan penulisan serta bertujuan untuk mengetahui efesiensi sistem pengelolaan sampah yang ada di TPST Bantargebang.

3.2 Metode Kerja Praktek

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas dua metode, yaitu:

1) Penelitian lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada objek penelitian yaitu lokasi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

2) Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari buku-buku, literatur-literatur yang bersifat ilmiah dan berhubungan langsung dengan topik yang diteliti maupun referensi data dari objek yang diteliti.

3.3 Lokasi Kerja Praktek

Lokasi pelaksanaan kerja praktek adalah di TPST Bantargebang yang beralamat Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat 17153.

(23)

14 Gambar 3.1 Lokasi TPST Bantargebang

Sumber:Google Maps, 2018.

3.4 Alasan Pemilihan Lokasi Kerja Praktek

Penulis mengambil lokasi kerja praktek di TPST Bantargebang karena ingin mengetahui sejauh mana ilmu teori yang di dapat di dalam kelas terhadap sistem pengelolaan persampahan terpadu yang ada di TPST Bantargebang. Selain itu, karena tempat kerja praktek yang dekat dengan tempat tinggal penulis, sehingga memperlancar pelaksanaan kegiatan kerja praktek.

3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek

Objek kerja praktek ini adalah seluruh area yang merupakan kawasan TPST Bantargebang.

3.6 Jadwal Pelaksanaan

Pelaksanaan kerja praktek direncanakan selama tiga bulan yang diharapkan dapat dimulai pada bulan November 2018 sampai dengan bulan Januari 2019. Berikut jadwal rencana kerja praktek yang direncanakan pada tabel 3.1

(24)

15 Tabel 3.1 Alokasi Waktu Perencanaan Kerja Praktek

No Kegiatan

Pelaksanaan Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Penulisan Proposal

2. Konsultasi Proposal

3. Pengajuan ke Perusahaan 4. Studi Lapangan

5. Penulisan Laporan 6. Konsultasi Laporan 7. Revisi

8. Pengumpulan Laporan

(25)

16 BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Perusahaan

TPST Bantargebang merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi. Pemerintah DKI Jakarta sebagai pemilik lahan dan lokasi terletak dalam wilayah administratif Kota Bekasi. Pada tahun 2004, pengelolaan TPST Bantargebang diserahkan pada pihak swasta yaitu PT PBB. Kerjasama tersebut hanya berlangsung hingga tahun 2006. Selanjutnya, pada tahun 2008 tender pengelolaan TPST Bantargebang dimenangkan oleh PT Godang Tua Jaya joint operation PT Navigat Organic Energy Indonesia.

PT Godang Tua Jaya sebelumnya merupakan perusahaan yang mengelola sampah di PD Pasar Jaya. Perusahaan tersebut menyewakan alat-alat berat seperti bekhoe dan eskavator. PT Navigat Organic Energy Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembangkit listrik. Perusahaan tersebut memiliki pembangkit listrik tenaga gas metan di Provinsi Bali.

Kontrak operasional pengelolaan TPST Bantargebang antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya joint operation PT NOEI yaitu selama 15 tahun hingga 2023. Setiap ton sampah DKI Jakarta yang masuk ke TPST Bantargebang dikenakan biaya pengelolaan sebesar USD 10.

TPST Bantargebang mulai dioperasikan sejak tahun 1989 oleh BKLH Provinsi DKI Jakarta dan BKLH Provinsi Jawa Barat dan masih berupa Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kemudian direvisi dengan surat persetujuan kelayakan lingkungan AMDAL, RKL, RPL No.660.1/ 206.BPLH.AMDAL/III/2010 tanggal 11 maret 2010. Saat ini status tanah milik pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Untuk perubahan pihak pengelola bisa di lihat pada Tabel 4.1.

(26)

17 Tabel 4.1 Perubahan Pihak Pengelola TPST Bantar Gebang

Tahun Pengelola

Agustus 1989-2004 Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta

2004-2006 Pihak Pariwisata

2007-November 2008 Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Desember 2008-Juli 2016 Pihak Pariwisata

2016-2020 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Aset yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang dan dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa tanah dan bangunan serta alat berat untuk mendukung operasional TPA.

Tabel 4.2 Aset Bangunan TPST Bantargebang

No. Jenis Bangunan Luas

1. Luas Lahan 108 Ha

2. Luas Laha Efektif 82 Ha

3. Kantor 350 m2

4. Parkir Kantor 500 m2

5. Bangunan Mess Phl 700 m2

6. Bengkel 432 m2

7. Parkir Alat Berat 1.000 m2

8. Pos Jaga 60 m2

9. Jembatan Timbang 300 m2

10. Pagar Pengamanan 7.573 m2

11. Jalan Operasional 6 x 9.000 m2

12. Jalan Operasional 4 x 1.020 m2

(27)

18

13. Saluran Drainase 13.602 m2

14. IPAS I 17.680 m2

15. IPAS II 10.998 m2

16. IPAS III 12.500 m2

17. IPAS IV 12.000 m2

Tabel 4.3 Aset Alat Berat TPST Bantargebang

No. Jenis Alat Berat Unit

1. Standard Excavator 38

2. Long Arm Excavator 2

3. Bulldozer 19

4. Whell Loader 10

5. Refuse Compactor 5

4.2 Informasi TPST Bantargebang 4.2.1 Visi dan Misi

Visi TPST Bantargebang yaitu “Menjadi perusahaan yang kuat dan profesional berbasis pada pengelolaan sampah dan lingkungan dengan memiliki beberapa divisi unit usaha lain”.

Sedangkan ada beberapa misi TPST Bantargebang yaitu sebagai berikut:

1) Memiliki personal yang profesional pada bidang pengelolaan sampah.

2) Mitra pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah baik dalam negeri maupun luar negeri.

3) Mengembangkan bisnis dengan mendirikan unit-unit usaha lain.

4) Pemanfaatan sampah menjadi bahan baku industri.

5) Memberikan pembelajaran pengolahan sampah kepada instansi pemerintah (PEMDA) maupun masyarakat.

(28)

19 4.2.2 Struktur Organisasi

Gambar 4.1 Struktur Organisasi UPST, 2021.

4.3 Rencana ke Depan

1) Akan Membangun Waste to Energy sebanyak 3-5 unit untuk menghabiskan 18 juta m3 sampah.

2) Menjadi TPST Regional (DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor).

3) Menjadi pusat studi persampahan.

Kepala Unit

Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan

Energi Terbarukan dan

Pemrosesan Akhir

Sub Kelompok

Jabatan Fungsional

Kepala Satuan Pelaksanaan

Kawasan Mandiri Composting dan

3R

Kepala Satuan Pelaksana Prasarana dan

Sarana Kepala Sub Bagian

Tata Usaha

(29)

20 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Klasifikasi Jenis dan Komposisi Sampah

Klasifikasi jenis dan komposisi yang dilakukan dengan mengetahui data primer, dengan dilakukannya penimbangan dan pemilahan menurut jenisnya agar memperoleh komponen dan kuantitas sampah tiap komponen yang masuk. Jenis dan komposisi sampah yang mendominasi TPST Bantargebang adalah sampah organik yaitu dari sampah sisa makanan. Selanjutnyaterdapat sampah plastik, kain, kertas dan sampah lain-lain yang mendominasi pada urutan kedua, ketiga, dan keempat. Sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian terdahulu, yang dimana pada negara berkembang seperti Indonesia, sampah organik merupakan jenis sampah yang mendominasi dengan rata-rata persentase sekitar 42,16%.

Berikut tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah di TPST Bantargebang.

Tabel 5.1 Jenis dan Nilai Persentase Sampah Periode 1 Bulan No. Jenis Sampah Nilai Persentase

1. Sisa Makanan 39%

2. Plastik 33%

3. Kain 9%

4. Karet/kulit 3%

5. Kertas 4%

6. Kayu dan rumput 4%

7. PET 2%

8. Sampah B3 4%

9. Lain-lain 2%

Dari tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah menjelaskan bahwa sampah yang paling banyak dihasilkan pada sampah organik yaitu sampah sisa makanan dengan nilai persentase sebesar 39% dan sampah anorganik yaitu sampah plastik dengan

(30)

21 nilai persentase sebesar 33%. Jadi sampah yang masuk ke TPST Bantargebang merupakan sampah yang berasal dari sampah permukiman, sampah perkantoran/pedagang, dan sampah industri. Jenis dan komposisi sampah yang dihasilkan yaitu sampah basah dan sampah kering yang berupa sisa makanan, kertas, kain, plastik, kardus, kayu dan lain-lain. Selain itu sampah B3 akan dipilah kembali dan diproses ke pengelola sampah B3.

5.2 Kondisi Eksisting TPST Bantargebang

Jenis landfill di TPST Bantargebang berdasarkan proses penutupan lahannya adalah sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan metode pembuangan sampah yang paling bagus dimana pada metode ini sampah ditimbun pada satu lubang yang telah dipersiapkan kemudian dilakukan pemadatan dan ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup (Mahyudin, 2016).

Setiap hari sampah yang di hasilkan oleh warga DKI Jakarta akan dikirimkan ke TPST Bantargebang menggunakan truk sampah. Saat truk sudah sampai, truk akan ditimbang menggunakan jembatan timbang untuk mendapatkan berat kotor dari truk tersebut. Setelah itu sampah akan dikirimkan ke zona titik buang landfill untuk dilakukan bongkar muatan sampah. Setelah sampah di bongkar, sampah akan di angkut oleh excavator dengan cara estafet di setiap terapannya. Setelah truk selesai unloading sampah, truk akan di cuci di bagian Car Washing. Sebelum truk kembai ke daerah masing – masing, berat kosong dari truk akan ditimbang terlebih dahulu, agar di dapatkan berat bersih dari sampah tersebut dengan cara mengurangkan berat truk masuk dengan berat truk keluar.

Berikut dokumentasi kegiatan dari proses penimbangan, pembongkaran atau pengangkutan sampah dan estafet excavator.

(31)

22 Gambar 5.1 Proses Penimbangan Truk Sampah

Gambar 5.2 Proses Pembongkaran Sampah

Gambar 5.3 Proses Estafet Excavator

(32)

23 Gambar 5.4 Proses Car Washing

Tumpukan sampah di titik buang ini mencapai 81,91 hektar pada lahan 108,3 hektar. Sampah diangkut menggunakan alat berat. Sebelum sampah diletakkan, diawali dengan membuat konstruksi landfill yang terdiri dari lapisan ground liner atau tanah di dasar landfill yang dipadatkan. Kemudian dilapisi oleh geo membran, bahan mirip plastik berwarna hitam dengan ketebalan 2.5 mm yang terbuat dari High Density Polietilene (HDPE). Lapisan ini berfungsi sebagai penahan lindi agar tidak masuk ke air tanah. Kemudian, di atas geo membran dilapisi oleh geo tekstil, lapisan yang berguna untuk mencegah gas metan menyebar. Gas metan dihasilkan akibat proses dekomposisi bahan organik secara anaerob. Di timbunan sampah tersebut dibuat pipa perforasi yang mempunyai fungsi untuk ventilasi sebagai sirkulasi udara untuk mencegah kebakaran karena suhu yang terlalu tinggi dan ledakan akibat produksi gas metan yang berlebih.

Selain itu terdapat pipa yang mempunyai fungsi adalah mengalirkan gas metan ke pembangkit listrik.

Di TPA Bantargebangmempunyai zona wilayah masing-masing meliputi 5 (lima) zona dengan total area dan effective area sebagai berikut:

(33)

24 Gambar 5.5 Pembagian Zona TPST Bantargebang

Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.

Dari gambar 5.1 zona tersebut berada di tiga desa yaitu desa cikiwul, desa sumur batu dan desa ciketing udik. Dengan beberapa pembagian zona operasi yang terdiri dari beberapa sub zona yang dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Pembagian Zona Area TPST Bantargebang

Wilayah Total Area (Ha) Area Efektif (Ha)

Zona I (3 sub zona) 25 18,3

Zona II (3 sub zona) 23 17,7

Zona III (6 sub zona) 35 25,41

Zona IV (5 sub zona) 13 11

Zona V (3 sub zona) 12 9,5

Total 108 81,91

Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.

(34)

25 Dari tabel 5.2 terdapat 5 zona wilayah yang terdiri dari zona I yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 25 hektar dan area efektif sebesar 18,3 hektar, zona II yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 23 hektar dan area efektif sebesar 17,7 hektar, zona III yang memiliki 6 sub zona dengan total luas area sebesar 35 hektar dan area efektif sebesar 25,41 hektar, zona IV yang memiliki 5 sub zona dengan total luas area sebesar 13 hektar dan area efektif sebesar 11 hektar, dan zona V yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 12 hektar dan area efektif sebesar 9,5 hektar. Maka total luas area zona tersebut yaitu sebesar 108 hektar dan total area efektif yaitu sebesar 81,91 hektar.

5.2.1 Zonasi Sanitary Landfill TPST Bantargebang

Terdapat 5 zonasi sanitary landfill di TPST Bantargebang, dimana dari zonasi tersebut, 3 zona merupakan zona aktif (zona I, IV, V), 2 zona tidak aktif (zona III), serta 1 zona dalam tahap perapihan (zona II). Zona II yang masih memiliki area untuk pembuangan nantinya digunakan kembali dan menjadi zona yang aktif. Berikut gambar 5.6 zona aktif, zona tidak aktif dan zona perapihan yang ada di TPST Bantargebang.

Zona aktif Zona tidak aktif Zona perapihan Gambar 5.6 Zona Aktif, Zona Tidak Aktif dan Zona Perapihan

Dari gambar 5.6 terdiri dari 3 zona yang dimana zona aktif yaitu lokasi yang masih digunakan untuk proses titik buang sampah, zona tidak aktif yang sudah tidak digunakan karena lokasi titik buang sudah penuh, serta sudah di padatkan dan sudah di tutup cover soil agar sampah di dalamnya dapat terdekomposisi, dan zona perapihan yaitu zona yang sudah tidak aktif yang sedang berlangsung proses pemadatan dan cover soil dengan prosedur sebagai berikut:

(35)

26 a) Membentuk jalan akses alat berat untuk naik keatas.

b) Membentuk terapan.

c) Membentuk kemiringan terapan.

d) Mendorong dan mengarahkan sampah diatas zona.

Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan pada beberapa zona yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dan proses cover soil dapat dilihat pada gambar 5.7.

Proses Bongkar Muatan Proses Cover Soil

Gambar 5.7 Proses Bongkar Muatan dan Proses Cover Soil

Dari gambar 5.7 dapat dilihat kegiatan yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dengan menurunkan sampah menggunakan alat berat yaitu excavatordengan cara bak truk dinaikkan dan alat berat akan mengeruk sampah di dalam bak truk.

Kemudian sampah tersebut dinaikkan secara berurutan menggunakan excavator ke timbunan sampah yang paling atas sehingga menjadi landfill, setelah itu timbunan tersebut dilakukan pemadatan menggunakan bulldozer.Lalu setelah rapih dan padat dilakukan proses cover soil atau penutupan menggunakan tanah merah.

5.2.2 Pembagian Area Efektif Pengurugan

Lahan area efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa zona, yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, biasanya dibatasi dengan jalan operasi atau penanda operasional lain, seperti tanggul pembatas, atau sistem pengumpul lindi. Zona operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang pada dasarnya digunakan untuk jangka waktu panjang misalnya 1 sampai 3 tahun. Pada

(36)

27 TPST Bantargebang sendiri, setiap zona operasi direncanakan untuk digunakan selama 5 sampai 6 tahun. Setiap zona operasi juga dibatasi dengan jalan operasi

Setiap bagian tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa strip.

Pengurugan sampah harian dilakukan pada strip yang ditentukan, yang disebut working face. Blok operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi jangka menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi. Ilustrasi dari pembagian lahan efektif urugan dapat dilihat pada gambar 5.8.

ZONA C ZONA B

BLOK OPERASI A4

BLOK OPERASI A3

BLOK OPERASI A2

Lebar sel harian Strip 1 Strip 2 Strip 3 Strip 4 Strip 5

Gambar 5.8 Pembagian Area Efektif Pengurugan

Dari gambar 5.8 proses pengurugan sampah dilakukan dengan cara sampah disebar dan dipadatkan lapis per lapis sampai ketebalan sekitar 2,5 m yang terdiri dari lapisan-lapisan sampah setebal sekitar 2 m yang dapat digilas dengan bulldozer paling tidak sebanyak 4 sampai 6 gilasan. Setiap hari ditutup oleh tanah penutup harian antara 15 – 30 cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk paling tidak 5 (lima) lapisan, timbunan tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal 15 – 30 cm. Di atas timbunan sampah dalam bentuk lift tersebut kemudian diurug sampah baru membentuk ketinggian. Untuk

(37)

28 memperkuat kestabilan timbunan, batas antara 2 lift tersebut dibuat terasering selebar 2 – 3 m.

5.2.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah

Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.

Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari proses tersebut dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.

Kemampuan tanah dan sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diperkirakan. Air lindi dari sanitary landfill tertahan di atas liner yang terbuat dari geomembrane (karpet campuran plastik HDPE yang konstruksi luarnya terbuat dari beton) kemudian dialirkan menggunakan pipa ke IPAS Proses pengolahan air lindi.

TPST Bantargebang mengoperasikan 3 IPAS yang mengolah air sampah dari 5 zona landfill yang ada di TPST. Setiap IPAS mempunyai metode pengolahan air sampah yang berbeda. IPAS 1 dan IPAS 3 mengolah air sampah dengan kolam – kolam, sedangkan IPAS 2 sejak tahun 2014 menggunakan teknologi Advance Oxydation Process (AOP). Air sampah dari zona 1 seluruhnya

(38)

29 mengalir ke IPAS 1. Air sampah dari zona 2, 4 dan 5 seluruhnya mengalir ke IPAS 2 dan air sampah dari zona 3 mengalir ke IPAS 3. Kapasistas terpasang semua IPAS yaitu sebesar 150 m3/hari dengan waktu pengolahan selama 10 jam.

IPAS 2 mengolah lebih banyak air lindi karena telah menerapkan teknologi terbaru sehingga pengolahan air lindi dapat berlangsung cepat. Berikut dapat dilihat pada gambar 5.9 alur proses pengolahan air lindi di IPAS 3.

Gambar 5.9 Alur Proses Pengolahan Air Lindi di IPAS 3 Sumber: TPST Bantargebang, 2018.

Pada gambar 5.9 proses tersebut dilakukan di IPAS 3 yang dimana setiap 24 jam sekali baru air dialirkan ke kolam ekualisasi 1 untuk menjalani proses penyeragaman konsentrasi dan penghilangan amoniak. Pada kolam ini, amoniak (NH4+) akan berubah menjadi nitrat (NO3). Kolam ini berfungsi sebagai kolam pengumpul sementara air-air sampah yang berasal dari sampah yang dikumpulkan pada saluran air sampah. Air sampah bersifat tidak homogen karena campuran

(39)

30 sampah yang banyak mengandung berbagai pencemar seperti besi, sampah organik, dan zat kimia-zat kimia lain. Pada kolam ini, campuran air sampah tersebut dihomogenkan. Setelah itu air dialirkan lagi ke dalam kolam ekualisasi 2.

Pada kolam ekualisasi 2 digunakan lebih banyak diffuser dibandingkan dengan kolam ekualisasi 1 agar penyebaran oksigen lebih merata. Desain kolam memiliki panjang 20 meter, lebar 15 meter, dan kedalaman 40 meter. Berikut gambar 5.10 kegiatan di kolam ekualisasi.

Gambar 5.10 Kolam Ekualisasi

Setelah masuk ke kolam ekualisasi air kemudian dialirkan ke dalam kolam fakultatif. Pada kolam fakultatifterjadi proses pengolahan untuk menurunkan kadar BOD dan COD secara biologis oleh mikroorganisme dan algae di dasar kolam. Berikut gambar 5.11 kegiatan di kolam fakultatif.

(40)

31 Gambar 5.11 Kolam Fakultatif

Setelah itu, air lindi yang mengandung bakteri anaerob dipompa ke Rotating Biological Denitrification (RBD) yang pada gambar dibawah ditunjukkan dengan bangunan berwarna hijau. Di sini terjadi proses denitrifikasi, yaitu berubahnya NO3 menjadi NO2 kemudian menjadi N2. Pada proses ini, biasanya terjadi penurunan pH. Karena itulah air kemudian dialirkan secara gravitasi ke kolam aerasi untuk distabilkan pHnya dengan cara aerasi (penambahan oksigen). Di kolam aerasi terlihat banyaknya buih dipermukaan air.

Adanya buih menunjukkan bahwa air lindi dijenuhkan dengan oksigen yang dapat menangkap kotoran dan bau dari air lindi. Berikut gambar 5.12 kegiatan di kolam aerasi.

Gambar 5.12 Kolam Aerasi

(41)

32 Air lindi ini kemudian dialirkan ke suatu instalasi untuk menjalani proses kimia. Proses kimia dilakukan dengan penambahan koagulan alumunium sulfat dan polimer anionik. Dari proses kimia ini akan dihasilkan flok yang mengendap menjadi lumpur. Lumpur akan dialirkan ke kolam lumpur (Rectangular Clarifier) yang berfungsi sebagai tempat pengendapan hasil proses kimia di atas dimana terjadi flok-flok yang membentuk lumpur. Lumpur yang terbentuk akan diolah dengan cara dijemur sampai kering lalu dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian digunakan lagi untuk tanah penutup pada landfill setiap 6 bulan sekali.

Sedangkan air dialirkan ke polishing pond atau kolam netralisasi untuk penstabilan pH dengan penyemprotan NaOH dengan debit yang sangat kecil agar tidak terjadi turbulensi aliran karena pada kolam ini juga terjadi proses pengendapan.

Air yang keluar dari polishing pond masuk ke kolam clean water untuk diendapkan kembali hingga akhirnya bisa dibuang ke badan air. Limbah dialirkan menuju kolam ini dengan menggunakan pompa dimana kolam ini telah berisi limbah yang aman dibuang ke lingkungan. Parameternya adalah ikan-ikan dapat hidup di kolam tersebut, seperti ikan lele dan mujair. Guna dari air olahan ini biasanya dibuang langsung ke alam kemudian sebagian digunakan untuk menyiram tanaman yang ada di dalam kawasan IPAS. Pada akhir pengolahan warna air memang masih berwarna coklat keruh namun kandungan bahan di dalam air sudah berubah dan sifatnya sudah tidak lagi berbahaya untuk lingkungan. Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air yang dihasilkan dari instalasi pengolahan air sampah ini termasuk dalam kelas 4 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.

5.3.4 Power House

Proses dekompposisi sampah secara anaerob yang terjadi pada landfill akan menghasilkan gas-gas hasil reaksi anaerobic seperti metana dan H2S. gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan

(42)

33 pemanasan global. Gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik. Agar gas landfill bisa dipakai, gas tersebut harus diambil terlebih dahulu. Caranya adalah bisa dengan memasang pipa perforated di dalam landfill.

Selain itu bisa juga dengan memasang sumur yang kemudian disambungkan dengan pipa. Gas yang masuk ke dalam pipa kemudian dialirkan ke power plant. Setiap hari TPST Bantargebang mampu menghasilkan listrik sebesar 5 sampai 8 MW. Unit power plant ini dikelola oleh PT Navigat Organic Energy Indonesia. Listrik hasil dari konversi gas metan tersebut selanjutnya dijual ke PLN untuk didistribusikan ke masyarakat, berikut gambar 5.13 pipa perforasi.

Gambar 5.13 Pipa Perforasi

Pada gambar 5.13 pipa perforasi digunakan untuk mengalirkan gas, gas kemudian masuk ke dalam chiller. Chiller berfungsi untuk menghilangkan kadar air di dalam gas. Chiller adalah mesin pendingin. Pendinginan akan mengikat air sehingga air tertinggal di dalam chiller dan gas kemudian dialirkan ke mesin.

Berikut gambar 5.14 proses gas masuk ke pipa chiller.

(43)

34 Gambar 5.14 Chiller

Setelah masuk ke dalam proses chiller lalu masuk ke proses filter.

Sebelum masuk ke dalam mesin, gas harus dihilangkan dari pengotor-pengotor yang menempel pada molekul gas. Pengotor-pengotor ini dihilangkan dengan menggunakan filter. Berikut gambar 5.15 yaitu proses filter.

Gambar 5.15 Proses Filter

Di dalam mesin, gas yang sudah bersih dari pengotor dibakar untuk menggerakkan piston. Cara kerja mesin ini sama seperti kebanyakan mesin di mobil. Saat gas dibakar, ledakan akan menggerakkan piston. Pergerakan piston ini

Filter

(44)

35 akan menggerakkan generator dan akhirnya dihasilkan listrik. Berikut gambar 5.16 ilustrasi ruang gerak pada piston.

Gambar 5.16 Ilustrasi Ruang Gerak Piston

Gas Engine yang digunakan bernama Jenbacher seri J 320 GS buatan General Electric. Mesin ini dibuat di kota Jenbach, Austria. Listrik kemudian dialirkan ke transformer, yang dimana transformer digunakan untuk menaikkan dan menurunkan tegangan listrik yang dihasilkan oleh generator. Listrik yang bertegangan rendah digunakan untuk menyuplai listrik bagi fasilitas yang ada di dalam TPST sedangkan listrik yang bertegangan tinggi dijual ke PLN dialirkan ke jaringan listrik PLN. Berikut gambar 5.17 proses transformer listrik.

Gambar 5.17 Transformer Listrik

(45)

36 5.2.5 Pengomposan

Sampah yang berasal dari pasar-pasar induk dari Provinsi DKI Jakarta diangkut oleh truk dan langsung di timbun di area composting. Jenis sampah yang masuk ke area composting yaitu sampah organik karena selain dari itu dapat mencemari proses pengomposan. Sampah dari pasar tersebut tidak dipisah dan dicacah terlebih dahulu karena ukurannya terlalu besar sehingga langsung ditaruh di lahan terbuka. Sampah dibolak-balik setiap 3 hari sekali sebagai proses aerasi menggunakan bulldozer. Ketika kompos sudah kering, sampah baru menjalani proses penggilingan, berikut gambar 5.18 proses aerasi dan proses penggilingan.

Proses Aerasi Proses Penggilingan

Gambar 5.18 Proses Aerasi dan Proses Penggilingan

Sampah kemudian masuk dalam suatu unit, dimana di dalamnya terjadi proses pemutaran, penyaringan, kemudian di masukkan ke vibrator dan menghasilkan kompos dengan butir-butir yang lebih kecil atau granular. Pada unit ini juga terjadi penambahan unsur hara. Setelah proses tersebut, kompos masuk dalam unit granul dimana bentuk kompos dibuat menjadi bentuk bulat dan diaduk dengan penambahan bakteri dalam medium cair. Selanjutnyakompos masuk dalam unit oven (pembakaran) pada temperatur 80⁰C agar kering, tetapi tidak sampai membuat bakteri yang telah ditambahkan mati, kemudian kompos dikeringkan kemudian dikemas, dan kompos siap digunakan. Berikut gambar 5.19 dari proses pembakaran hingga terbentuknya kompos yang sudah siap digunakan.

(46)

37 Proses Pembakaran Hasil Pembakaran Proses Pengemasan

Gambar 5.19 Proses Pembakaran, Hasil dan Proses Pengemasan

Sampah yang belum menjadi kompos, seperti sampah organik yang keras atau sampah anorganik dipisahkan kemudian dikirim ke landfill. Keseluruhan proses pengomposan ini berlangsung selama 45 hari hingga rasio karbon dalam kompos dibawah 15 %. Saat ini sedang dikembangkan penambahan enzim pada proses pengomposan sehingga waktu total proses pengomposan dapat berkurang menjadi 20 hari saja. Di samping lahan pengomposan terdapat suatu lahan kebun yang digunakan sebagai uji kompos. Dimana tanaman-tanaman yang berada di kebun tersebut diberi kompos hasil pengolahan. Berikut gambar 5.20 lahan yang digunakan untuk pengujian kompos.

Gambar 5.20 Lahan Uji Kompos

5.3 Pengembangan TPST Bantargebang

Sejumlah sarana dan prasarana akan dikembangkan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Optimalisasi Bantargebang

(47)

38 yang dilakukan sejak DKI mengambil alih pengelolaan pada 2016, kini telah diamanatkan dalam Kegiatan Strategis Daerah (KSD).

5.3.1 Landfill Mining

Landfill mining atau menambangan sampah bertujuan untuk mengurangi sampah yang sudah tertimbun pada zona landfill. Landfill mining dapat mereduksi sampah yang sudah ditimbun yang dapat meningkatkan kapasitas penimbunan sampah di zona, memulihkan atau recovery material agar dapat dimanfaatkan kembali, hingga memperoleh lahan baru. Selain itu, sampah yang telah dikeruk berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Untuk menguji kelayakan sampah sebagai bahan bakar alternatif ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kerja sama penelitian dengan PT. Holcim Indonesia Tbk.

Tujuan utama dari landfill mining adalah sebagai berikut:

a. Konservasi Ruang TPST Bantargebang.

b. Pengurangan Area TPA.

c. Memperpanjang Umur TPST Bantargebang.

d. Penghapusan Sumber Kontaminasi Potensial.

e. Mitigasi Sumber Kontaminasi.

f. Pemulihan Energi.

g. Daur Ulang Material.

h. Pengurangan Dalam Sistem Manajemen Biaya.

i. Pembanguan Atau Penggunaan Kembali Lahan.

5.3.2 Pembangunan IPAS 4

TPST Bantargebang telah memiliki tiga fasilitas Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) yang belum maksimal mengolah air lindi yang ditimbulkan dari sampah yang dikelola di TPST Bantargebang. Untuk meningkatkan performa pengolahan air lindi, maka direncanakan akan dilakukan pembangunan fasilitas IPAS 4. Perencanaan pembangunan IPAS 4 telah dilakukan bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lokasi

(48)

39 IPAS 4 direncanakan akan dibangun di zona IV setelah dilakukan landfill mining pada zona tersebut.

5.3.3 Gedung Pusat Riset dan Edukasi Sampah Nasional

Pembangunan pusat studi ini akan dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan renovasi total gedung operasional TPST Bantargebang. Pada gedung ini, nantinya akan dibangun beberapa fasilitas penunjang seperti laboratorium, ruang auditorium, dan berbagai fasilitas lainnya sehingga dapat nyaman digunakan untuk observasi dan penelitian kegiatan pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.

5.3.4 PLTSa BPPT

Waste to Energy akan dibangun sebanyak 3- 5 unituntuk menghabiskan 18 Juta m3 sampah. Pilot project PLTSa menggunakan teknologi proses termal yang dapat memusnahkan sampah secara cepat, signifikan dan ramah lingkungan. Pilot project PLTSa didesain untuk beroperasi secara kontinyu 24 jam/hari dan 250-300 hari/tahun, menggunakan bahan bakar sampah dengan kapasitas 100 ton/hari dan menghasilkan listrik sebesar 700 kW yang akan digunakan untuk pengoperasian internal unit PLTSa. Pilot project ini akan digunakan menjadi sarana riset dan percontohan untuk penanganan sampah kota-kota besar. khususnya kota besar yang masuk dalam Perpres 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pengolahan Sampah menghasilkan energi listrik Berbasis teknologi Ramah Lingkungan. Salah satunya kota yang termasuk dalam Perpres ini adalah DKI Jakarta.

5.4 Pembahasan

Sampah yang di buang ke TPST merupakan sampah yang berasal dari wilayah DKI Jakarta yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Dengan metode pengumpulan sampah di TPS titik regional, lalu sampah tersebut di angkut ke TPST Bantargebang. Berikut data grafik yang tercatat pada tahun 2019 terdapat 1.125 TPS di DKI Jakarta atau

(49)

40 bertambah 1% dari tahun sebelumnya. Jumlah ini didominasi oleh pool gerobak dan pool kontainer yaitu masing-masing sebanyak 417 dan 296 TPS.

Gambar 5.21 Data Sampah di TPST Bantargebang periode 2018-2019

Pada proses pengumpulan tersebut TPST memberikan fasiltas seperti pol gerobak, pol container, bak beton, dipo, TPS dan TPS 3R. Dari wilayan DKI Jakarta dengan beberapa regional dapat diketahui jumlah data dan persentase sampah yang dikumpulkan pada periode 2019 bisa di lihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Data Jumlah Pengumpulan Sampah periode 2019

Sebanyak 33% dari 1.125 TPS ada di wilayah Jakarta Timur dan data di atas merupakan jumlah TPS terbanyak di banding dengan wilayah lain. Jumlah di dominasi oleh banyaknya TPS jenis bak beton dengan jumlah 118 TPS. Jumlah TPS terbanyak ada di Jakarta Barat dengan jumlah 259 TPS. Di wilayah DKI Jakarta, jumlah pool gerobak merupakan jumlah terbanyak dibandingkan jenis

(50)

41 TPS lainnya. Sedangkan jenis TPS paling sedikit yaitu TPS 3R dengan jumlah 17 TPS.

TPST Bantargebang juga memiliki peran serta terhadap masyarakat dalam mengatasi permasalah yang ditimbulkan dari kegiatan yang berlangsung. Dengan ada tata cara kerjasama daerah diantaranya diatur hal-hal sebagai, pertama kepala daerah atau salah satu pihak dapat merencanakan atau menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu.

Kedua Apabila para pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a menerima, rencana kerja sama tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat kesepakatan bersama dan menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama yang paling sedikit memuat a) subjek kerja sama; b) objek kerja sama; c) ruang lingkup kerja sama;

d) hak dan kewajiban para pihak; e) jangka waktu kerja sama; f) pengakhiran kerja sama; g) keadaan memaksa; dan h) penyelesaian perselisihan. Ketiga kepala daerah dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama melibatkan perangkat daerah terkait dan dapat meminta pendapat dan saran dari para pakar, perangkat daerah provinsi, Menteri dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait. Keempat kepala daerah dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian rancangan bentuk kerja sama. Adapun Pelaksanaan perjanjian kerja sama dapat dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKD).

Lalu setelah dilakukan tata cara tersebut, masyarakat sekitar area TPST Bantargebang diberikan kompensasi berupa uang. Dari data yang sudah diperoleh dari Kepala Daerah masing-masing sesuai Kartu Keluarga (KK), maka uang kompensasi tersebut diberikan dengan nominal uang Rp. 200.000,00. Wilayah yang diberikan kompensasi merupakan wilayah yang terkena dampak dari kegiatan di TPST Bantargebang.

(51)

42 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan di lapangan dapat disimpulkan dari proses pengelolaan sampah di TPST Bantargebang yang dihasilkan diantaranya:

1. Klasifikasi jenis sampah yang diangkut ke tpst bantargebang yaitu sampah organik, sampah anorganik dan sampah B3. Sampah organik yang terdiri dari sampah sisa makanan dan sampah anorganik yang terdiri dari sampah plastik, kain, karet/kulit, kertas, pet, kayu dan lainnya. Namun untuk sampah b3 dilakukan pemilahan dan diangkut oleh pihak pengelola sampah B3.

2. Kondisi eksisting pengelola di TPST Bantargebang yaitu sampah yang diangkut dari pasar menggunakan truk sampah, dibawa ke TPSTBantargebang. Lalu setelah truk sampai ke TPST akan dilakukan proses penimbangan menggunakan jembatan timbangan untuk mengetahui berat kotor truk tersebut. Truk tersebut dikirim ke zona titik buang landfill untuk dilakukan bongkar muatan sampah menggunakan excavator. Setelah itu sampah diangkut secara berurutan di setiap terapannya, dan dilakukan pemdatan menggunakan bulldozer. Setelah truk selesai unloading sampah, truk akan dicuci dibagian car washing dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat kosongnya. Berikut gambar proses penimbangan, pengangkutanmenggunakan excavator, pemadatan menggunakan bulldoze, ,dan pencucian truk.

3. Strategi TPST Bantargebang dalam mereduksi sampah diantara lain, sebagai berikut:

a) Kegiatan Strategi Daerah (KSD) yang sudah berjalan yaitu pengelolaan menggunakan sistem sanitary landfill, pengolahan air lindi dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) yang terdiri dari 3

(52)

43 IPAS, pemanfaatan gas dari hasil anaerobic (power house), dan pengomposan.

b) Kegiatan Strategi Daerah (KSD) yang akan dilakukan yaitu pembangunan sistem landfill mining, penambahan pembangunan IPAS 4, pembangunan gedung riset dan edukasi sampah nasional serta pembangunan PLTSa.

6.2 Saran

Dengan melihat kegiatan pengelolaan sampah di TPST Bantargebang yang telah dijalankan, adapun saran yang diberikan antara lain:

1. Sebaiknya diberikan area/batas aman untuk alat berat dan pengumpul sampah, agar tidak terjadi kecelakan kerja.

2. Sebaikya pihak penangggung jawab lapangan dapat lebih tegas dalam menerapkan regulasi baik untuk operator alat berat maupun para pengumpul sampah.

3. Sebaiknya pihak penanggung jawab atau HSE lebih meningkatkan penataan system Agar membangun suasana yang aman dan produktif dalam proses pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.

(53)

44 DAFTAR PUSTAKA

Alfons, A. B., & Padmi, T. (2015). Analisis Multi Kriteria Terhadap Pemilihan Konsep Pengelolaan Sampah. Jurnal Teknik Lingkungan, 21(2), 138-148.

Beevi, B. S., Madhu, G., & Sahoo, D. K. (2015). Performance and kinetic study of semi-dry thermophilic anaerobic. Waste Management, 36, 93-97.

Dinas Kebersihan, 2007 Tentang Pembagian Zona TPST Bamtar Gebang.

Dinas Lingkungan Hidup, 2018 Tentang Komposisi dan Karakteristik Sampah.

Kartika, C. K., Samadikun, B. P., & Handayani, D. S. (2017). Perencanaan Teknis Pengelolaan Sampah Terpadu Studi Kasus Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 1-12.

Kinantan, B. (2018). Waste management as an effort to improve urban. Materials Science and Engineering, 309, 1-6.

Luthfi, a. k. (2016). Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya (Vol. 4). surabaya: publika.

Mahyudin, P. R. (2016). Strategi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan.

EnviroScienteae, 10(1), 33-40.

Nugroho, P. (2013). Panduan Membuat Kompos Cair. Jakarta: Pustaka Baru Press.

Sari , S., Yenie , E., & Elystia , S. (2015). Studi Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Fisika dan Kimia. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Riau, 2(1), 1-11.

SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.

Sumantri, A. (2015). Kesehatan Lingkungan. jakarta: kencana prenada media group.

UU No.18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Yustikarini, R. (2017). An Evaluation and Study of Trash Treatment in Reducing Loading of Solid Waste Processing Plant at TPA Milangasri, District of Magetan. Proceeding Biology Education Conference, 14(1), 177-185.

(54)

45 LAMPIRAN 1 HASIL UJI OUTPUT IPAS 1

(55)

46 LAMPIRAN 2 HASIL UJI OUTPUT IPAS 2

(56)

47 LAMPIRAN 3 HASIL UJI OUTPUT IPAS 3

(57)

48 LAMPIRAN 4 SURAT IJIN KERJA PRAKTEK

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kondisi saat ini pengelolaan sampah di DKI Jakarta yang diproduksi setiap harinya 6000 ton per hari dan sekitar 4000 ton per hari dibuang ke TPA Bantargebang,

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa (1) kualitas air di sekitar TPST Bantargebang pada tahun 2008 sudah berada di luar baku mutu, tetapi

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pihak TPST mengupayakan agar sampah yang baru tiba di TPST segera dipilah dan diselesaikan dalam waktu satu hari dengan

Untuk meningkatkan fungsi TPS sebagai tempat pengelolaan sampah terpadu pemerintah telah membangunan beberapa Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa

Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Supadi selaku Ketua TPST Mulyoagung Bersatu bahwa: “Biaya lingkungan sebagai biaya – biaya yang timbul yang berkaitan untuk menanggulangi

Mengidentifikasi potensi daur ulang sampah yang dapat dikelola dalam unit TPST dengan berdasarkan pada volume timbulan, komposisi dan karakteristik sampah di Kawasan

Kerjasama yang dilakukan dalam pengelolaan sampah di TPST Bantargebang Bekasi, diawali dengan membuat sebuah dasar hukum, yang kini tertuang dalam kerjasama antara Pemerintah

Banyaknya timbulan sampah jenis organik diakibatkan karena adanya sisa makanan dari pengunjung baik dari dalam maupun luar kawasan serta sisa sampah yang dihasilkan dari daun yang