BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.3 Rencana ke Depan
1) Akan Membangun Waste to Energy sebanyak 3-5 unit untuk menghabiskan 18 juta m3 sampah.
2) Menjadi TPST Regional (DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor).
3) Menjadi pusat studi persampahan.
Kepala Unit
20 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Klasifikasi Jenis dan Komposisi Sampah
Klasifikasi jenis dan komposisi yang dilakukan dengan mengetahui data primer, dengan dilakukannya penimbangan dan pemilahan menurut jenisnya agar memperoleh komponen dan kuantitas sampah tiap komponen yang masuk. Jenis dan komposisi sampah yang mendominasi TPST Bantargebang adalah sampah organik yaitu dari sampah sisa makanan. Selanjutnyaterdapat sampah plastik, kain, kertas dan sampah lain-lain yang mendominasi pada urutan kedua, ketiga, dan keempat. Sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian terdahulu, yang dimana pada negara berkembang seperti Indonesia, sampah organik merupakan jenis sampah yang mendominasi dengan rata-rata persentase sekitar 42,16%.
Berikut tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah di TPST Bantargebang.
Tabel 5.1 Jenis dan Nilai Persentase Sampah Periode 1 Bulan No. Jenis Sampah Nilai Persentase
1. Sisa Makanan 39%
Dari tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah menjelaskan bahwa sampah yang paling banyak dihasilkan pada sampah organik yaitu sampah sisa makanan dengan nilai persentase sebesar 39% dan sampah anorganik yaitu sampah plastik dengan
21 nilai persentase sebesar 33%. Jadi sampah yang masuk ke TPST Bantargebang merupakan sampah yang berasal dari sampah permukiman, sampah perkantoran/pedagang, dan sampah industri. Jenis dan komposisi sampah yang dihasilkan yaitu sampah basah dan sampah kering yang berupa sisa makanan, kertas, kain, plastik, kardus, kayu dan lain-lain. Selain itu sampah B3 akan dipilah kembali dan diproses ke pengelola sampah B3.
5.2 Kondisi Eksisting TPST Bantargebang
Jenis landfill di TPST Bantargebang berdasarkan proses penutupan lahannya adalah sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan metode pembuangan sampah yang paling bagus dimana pada metode ini sampah ditimbun pada satu lubang yang telah dipersiapkan kemudian dilakukan pemadatan dan ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup (Mahyudin, 2016).
Setiap hari sampah yang di hasilkan oleh warga DKI Jakarta akan dikirimkan ke TPST Bantargebang menggunakan truk sampah. Saat truk sudah sampai, truk akan ditimbang menggunakan jembatan timbang untuk mendapatkan berat kotor dari truk tersebut. Setelah itu sampah akan dikirimkan ke zona titik buang landfill untuk dilakukan bongkar muatan sampah. Setelah sampah di bongkar, sampah akan di angkut oleh excavator dengan cara estafet di setiap terapannya. Setelah truk selesai unloading sampah, truk akan di cuci di bagian Car Washing. Sebelum truk kembai ke daerah masing – masing, berat kosong dari truk akan ditimbang terlebih dahulu, agar di dapatkan berat bersih dari sampah tersebut dengan cara mengurangkan berat truk masuk dengan berat truk keluar.
Berikut dokumentasi kegiatan dari proses penimbangan, pembongkaran atau pengangkutan sampah dan estafet excavator.
22 Gambar 5.1 Proses Penimbangan Truk Sampah
Gambar 5.2 Proses Pembongkaran Sampah
Gambar 5.3 Proses Estafet Excavator
23 Gambar 5.4 Proses Car Washing
Tumpukan sampah di titik buang ini mencapai 81,91 hektar pada lahan 108,3 hektar. Sampah diangkut menggunakan alat berat. Sebelum sampah diletakkan, diawali dengan membuat konstruksi landfill yang terdiri dari lapisan ground liner atau tanah di dasar landfill yang dipadatkan. Kemudian dilapisi oleh geo membran, bahan mirip plastik berwarna hitam dengan ketebalan 2.5 mm yang terbuat dari High Density Polietilene (HDPE). Lapisan ini berfungsi sebagai penahan lindi agar tidak masuk ke air tanah. Kemudian, di atas geo membran dilapisi oleh geo tekstil, lapisan yang berguna untuk mencegah gas metan menyebar. Gas metan dihasilkan akibat proses dekomposisi bahan organik secara anaerob. Di timbunan sampah tersebut dibuat pipa perforasi yang mempunyai fungsi untuk ventilasi sebagai sirkulasi udara untuk mencegah kebakaran karena suhu yang terlalu tinggi dan ledakan akibat produksi gas metan yang berlebih.
Selain itu terdapat pipa yang mempunyai fungsi adalah mengalirkan gas metan ke pembangkit listrik.
Di TPA Bantargebangmempunyai zona wilayah masing-masing meliputi 5 (lima) zona dengan total area dan effective area sebagai berikut:
24 Gambar 5.5 Pembagian Zona TPST Bantargebang
Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.
Dari gambar 5.1 zona tersebut berada di tiga desa yaitu desa cikiwul, desa sumur batu dan desa ciketing udik. Dengan beberapa pembagian zona operasi yang terdiri dari beberapa sub zona yang dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Pembagian Zona Area TPST Bantargebang
Wilayah Total Area (Ha) Area Efektif (Ha)
Zona I (3 sub zona) 25 18,3
Zona II (3 sub zona) 23 17,7
Zona III (6 sub zona) 35 25,41
Zona IV (5 sub zona) 13 11
Zona V (3 sub zona) 12 9,5
Total 108 81,91
Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.
25 Dari tabel 5.2 terdapat 5 zona wilayah yang terdiri dari zona I yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 25 hektar dan area efektif sebesar 18,3 hektar, zona II yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 23 hektar dan area efektif sebesar 17,7 hektar, zona III yang memiliki 6 sub zona dengan total luas area sebesar 35 hektar dan area efektif sebesar 25,41 hektar, zona IV yang memiliki 5 sub zona dengan total luas area sebesar 13 hektar dan area efektif sebesar 11 hektar, dan zona V yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 12 hektar dan area efektif sebesar 9,5 hektar. Maka total luas area zona tersebut yaitu sebesar 108 hektar dan total area efektif yaitu sebesar 81,91 hektar.
5.2.1 Zonasi Sanitary Landfill TPST Bantargebang
Terdapat 5 zonasi sanitary landfill di TPST Bantargebang, dimana dari zonasi tersebut, 3 zona merupakan zona aktif (zona I, IV, V), 2 zona tidak aktif (zona III), serta 1 zona dalam tahap perapihan (zona II). Zona II yang masih memiliki area untuk pembuangan nantinya digunakan kembali dan menjadi zona yang aktif. Berikut gambar 5.6 zona aktif, zona tidak aktif dan zona perapihan yang ada di TPST Bantargebang.
Zona aktif Zona tidak aktif Zona perapihan Gambar 5.6 Zona Aktif, Zona Tidak Aktif dan Zona Perapihan
Dari gambar 5.6 terdiri dari 3 zona yang dimana zona aktif yaitu lokasi yang masih digunakan untuk proses titik buang sampah, zona tidak aktif yang sudah tidak digunakan karena lokasi titik buang sudah penuh, serta sudah di padatkan dan sudah di tutup cover soil agar sampah di dalamnya dapat terdekomposisi, dan zona perapihan yaitu zona yang sudah tidak aktif yang sedang berlangsung proses pemadatan dan cover soil dengan prosedur sebagai berikut:
26 a) Membentuk jalan akses alat berat untuk naik keatas.
b) Membentuk terapan.
c) Membentuk kemiringan terapan.
d) Mendorong dan mengarahkan sampah diatas zona.
Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan pada beberapa zona yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dan proses cover soil dapat dilihat pada gambar 5.7.
Proses Bongkar Muatan Proses Cover Soil
Gambar 5.7 Proses Bongkar Muatan dan Proses Cover Soil
Dari gambar 5.7 dapat dilihat kegiatan yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dengan menurunkan sampah menggunakan alat berat yaitu excavatordengan cara bak truk dinaikkan dan alat berat akan mengeruk sampah di dalam bak truk.
Kemudian sampah tersebut dinaikkan secara berurutan menggunakan excavator ke timbunan sampah yang paling atas sehingga menjadi landfill, setelah itu timbunan tersebut dilakukan pemadatan menggunakan bulldozer.Lalu setelah rapih dan padat dilakukan proses cover soil atau penutupan menggunakan tanah merah.
5.2.2 Pembagian Area Efektif Pengurugan
Lahan area efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa zona, yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, biasanya dibatasi dengan jalan operasi atau penanda operasional lain, seperti tanggul pembatas, atau sistem pengumpul lindi. Zona operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang pada dasarnya digunakan untuk jangka waktu panjang misalnya 1 sampai 3 tahun. Pada
27 TPST Bantargebang sendiri, setiap zona operasi direncanakan untuk digunakan selama 5 sampai 6 tahun. Setiap zona operasi juga dibatasi dengan jalan operasi
Setiap bagian tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa strip.
Pengurugan sampah harian dilakukan pada strip yang ditentukan, yang disebut working face. Blok operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi jangka menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi. Ilustrasi dari pembagian lahan efektif urugan dapat dilihat pada gambar 5.8.
Gambar 5.8 Pembagian Area Efektif Pengurugan
Dari gambar 5.8 proses pengurugan sampah dilakukan dengan cara sampah disebar dan dipadatkan lapis per lapis sampai ketebalan sekitar 2,5 m yang terdiri dari lapisan-lapisan sampah setebal sekitar 2 m yang dapat digilas dengan bulldozer paling tidak sebanyak 4 sampai 6 gilasan. Setiap hari ditutup oleh tanah penutup harian antara 15 – 30 cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk paling tidak 5 (lima) lapisan, timbunan tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal 15 – 30 cm. Di atas timbunan sampah dalam bentuk lift tersebut kemudian diurug sampah baru membentuk ketinggian. Untuk
28 memperkuat kestabilan timbunan, batas antara 2 lift tersebut dibuat terasering selebar 2 – 3 m.
5.2.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah
Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari proses tersebut dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.
Kemampuan tanah dan sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diperkirakan. Air lindi dari sanitary landfill tertahan di atas liner yang terbuat dari geomembrane (karpet campuran plastik HDPE yang konstruksi luarnya terbuat dari beton) kemudian dialirkan menggunakan pipa ke IPAS Proses pengolahan air lindi.
TPST Bantargebang mengoperasikan 3 IPAS yang mengolah air sampah dari 5 zona landfill yang ada di TPST. Setiap IPAS mempunyai metode pengolahan air sampah yang berbeda. IPAS 1 dan IPAS 3 mengolah air sampah dengan kolam – kolam, sedangkan IPAS 2 sejak tahun 2014 menggunakan teknologi Advance Oxydation Process (AOP). Air sampah dari zona 1 seluruhnya
29 mengalir ke IPAS 1. Air sampah dari zona 2, 4 dan 5 seluruhnya mengalir ke IPAS 2 dan air sampah dari zona 3 mengalir ke IPAS 3. Kapasistas terpasang semua IPAS yaitu sebesar 150 m3/hari dengan waktu pengolahan selama 10 jam.
IPAS 2 mengolah lebih banyak air lindi karena telah menerapkan teknologi terbaru sehingga pengolahan air lindi dapat berlangsung cepat. Berikut dapat dilihat pada gambar 5.9 alur proses pengolahan air lindi di IPAS 3.
Gambar 5.9 Alur Proses Pengolahan Air Lindi di IPAS 3 Sumber: TPST Bantargebang, 2018.
Pada gambar 5.9 proses tersebut dilakukan di IPAS 3 yang dimana setiap 24 jam sekali baru air dialirkan ke kolam ekualisasi 1 untuk menjalani proses penyeragaman konsentrasi dan penghilangan amoniak. Pada kolam ini, amoniak (NH4+) akan berubah menjadi nitrat (NO3). Kolam ini berfungsi sebagai kolam pengumpul sementara air-air sampah yang berasal dari sampah yang dikumpulkan pada saluran air sampah. Air sampah bersifat tidak homogen karena campuran
30 sampah yang banyak mengandung berbagai pencemar seperti besi, sampah organik, dan zat kimia-zat kimia lain. Pada kolam ini, campuran air sampah tersebut dihomogenkan. Setelah itu air dialirkan lagi ke dalam kolam ekualisasi 2.
Pada kolam ekualisasi 2 digunakan lebih banyak diffuser dibandingkan dengan kolam ekualisasi 1 agar penyebaran oksigen lebih merata. Desain kolam memiliki panjang 20 meter, lebar 15 meter, dan kedalaman 40 meter. Berikut gambar 5.10 kegiatan di kolam ekualisasi.
Gambar 5.10 Kolam Ekualisasi
Setelah masuk ke kolam ekualisasi air kemudian dialirkan ke dalam kolam fakultatif. Pada kolam fakultatifterjadi proses pengolahan untuk menurunkan kadar BOD dan COD secara biologis oleh mikroorganisme dan algae di dasar kolam. Berikut gambar 5.11 kegiatan di kolam fakultatif.
31 Gambar 5.11 Kolam Fakultatif
Setelah itu, air lindi yang mengandung bakteri anaerob dipompa ke Rotating Biological Denitrification (RBD) yang pada gambar dibawah ditunjukkan dengan bangunan berwarna hijau. Di sini terjadi proses denitrifikasi, yaitu berubahnya NO3 menjadi NO2 kemudian menjadi N2. Pada proses ini, biasanya terjadi penurunan pH. Karena itulah air kemudian dialirkan secara gravitasi ke kolam aerasi untuk distabilkan pHnya dengan cara aerasi (penambahan oksigen). Di kolam aerasi terlihat banyaknya buih dipermukaan air.
Adanya buih menunjukkan bahwa air lindi dijenuhkan dengan oksigen yang dapat menangkap kotoran dan bau dari air lindi. Berikut gambar 5.12 kegiatan di kolam aerasi.
Gambar 5.12 Kolam Aerasi
32 Air lindi ini kemudian dialirkan ke suatu instalasi untuk menjalani proses kimia. Proses kimia dilakukan dengan penambahan koagulan alumunium sulfat dan polimer anionik. Dari proses kimia ini akan dihasilkan flok yang mengendap menjadi lumpur. Lumpur akan dialirkan ke kolam lumpur (Rectangular Clarifier) yang berfungsi sebagai tempat pengendapan hasil proses kimia di atas dimana terjadi flok-flok yang membentuk lumpur. Lumpur yang terbentuk akan diolah dengan cara dijemur sampai kering lalu dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian digunakan lagi untuk tanah penutup pada landfill setiap 6 bulan sekali.
Sedangkan air dialirkan ke polishing pond atau kolam netralisasi untuk penstabilan pH dengan penyemprotan NaOH dengan debit yang sangat kecil agar tidak terjadi turbulensi aliran karena pada kolam ini juga terjadi proses pengendapan.
Air yang keluar dari polishing pond masuk ke kolam clean water untuk diendapkan kembali hingga akhirnya bisa dibuang ke badan air. Limbah dialirkan menuju kolam ini dengan menggunakan pompa dimana kolam ini telah berisi limbah yang aman dibuang ke lingkungan. Parameternya adalah ikan-ikan dapat hidup di kolam tersebut, seperti ikan lele dan mujair. Guna dari air olahan ini biasanya dibuang langsung ke alam kemudian sebagian digunakan untuk menyiram tanaman yang ada di dalam kawasan IPAS. Pada akhir pengolahan warna air memang masih berwarna coklat keruh namun kandungan bahan di dalam air sudah berubah dan sifatnya sudah tidak lagi berbahaya untuk lingkungan. Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air yang dihasilkan dari instalasi pengolahan air sampah ini termasuk dalam kelas 4 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
5.3.4 Power House
Proses dekompposisi sampah secara anaerob yang terjadi pada landfill akan menghasilkan gas-gas hasil reaksi anaerobic seperti metana dan H2S. gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat mengakibatkan
33 pemanasan global. Gas ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk menghasilkan listrik. Agar gas landfill bisa dipakai, gas tersebut harus diambil terlebih dahulu. Caranya adalah bisa dengan memasang pipa perforated di dalam landfill.
Selain itu bisa juga dengan memasang sumur yang kemudian disambungkan dengan pipa. Gas yang masuk ke dalam pipa kemudian dialirkan ke power plant. Setiap hari TPST Bantargebang mampu menghasilkan listrik sebesar 5 sampai 8 MW. Unit power plant ini dikelola oleh PT Navigat Organic Energy Indonesia. Listrik hasil dari konversi gas metan tersebut selanjutnya dijual ke PLN untuk didistribusikan ke masyarakat, berikut gambar 5.13 pipa perforasi.
Gambar 5.13 Pipa Perforasi
Pada gambar 5.13 pipa perforasi digunakan untuk mengalirkan gas, gas kemudian masuk ke dalam chiller. Chiller berfungsi untuk menghilangkan kadar air di dalam gas. Chiller adalah mesin pendingin. Pendinginan akan mengikat air sehingga air tertinggal di dalam chiller dan gas kemudian dialirkan ke mesin.
Berikut gambar 5.14 proses gas masuk ke pipa chiller.
34 Gambar 5.14 Chiller
Setelah masuk ke dalam proses chiller lalu masuk ke proses filter.
Sebelum masuk ke dalam mesin, gas harus dihilangkan dari pengotor-pengotor yang menempel pada molekul gas. Pengotor-pengotor ini dihilangkan dengan menggunakan filter. Berikut gambar 5.15 yaitu proses filter.
Gambar 5.15 Proses Filter
Di dalam mesin, gas yang sudah bersih dari pengotor dibakar untuk menggerakkan piston. Cara kerja mesin ini sama seperti kebanyakan mesin di mobil. Saat gas dibakar, ledakan akan menggerakkan piston. Pergerakan piston ini
Filter
35 akan menggerakkan generator dan akhirnya dihasilkan listrik. Berikut gambar 5.16 ilustrasi ruang gerak pada piston.
Gambar 5.16 Ilustrasi Ruang Gerak Piston
Gas Engine yang digunakan bernama Jenbacher seri J 320 GS buatan General Electric. Mesin ini dibuat di kota Jenbach, Austria. Listrik kemudian dialirkan ke transformer, yang dimana transformer digunakan untuk menaikkan dan menurunkan tegangan listrik yang dihasilkan oleh generator. Listrik yang bertegangan rendah digunakan untuk menyuplai listrik bagi fasilitas yang ada di dalam TPST sedangkan listrik yang bertegangan tinggi dijual ke PLN dialirkan ke jaringan listrik PLN. Berikut gambar 5.17 proses transformer listrik.
Gambar 5.17 Transformer Listrik
36 5.2.5 Pengomposan
Sampah yang berasal dari pasar-pasar induk dari Provinsi DKI Jakarta diangkut oleh truk dan langsung di timbun di area composting. Jenis sampah yang masuk ke area composting yaitu sampah organik karena selain dari itu dapat mencemari proses pengomposan. Sampah dari pasar tersebut tidak dipisah dan dicacah terlebih dahulu karena ukurannya terlalu besar sehingga langsung ditaruh di lahan terbuka. Sampah dibolak-balik setiap 3 hari sekali sebagai proses aerasi menggunakan bulldozer. Ketika kompos sudah kering, sampah baru menjalani proses penggilingan, berikut gambar 5.18 proses aerasi dan proses penggilingan.
Proses Aerasi Proses Penggilingan
Gambar 5.18 Proses Aerasi dan Proses Penggilingan
Sampah kemudian masuk dalam suatu unit, dimana di dalamnya terjadi proses pemutaran, penyaringan, kemudian di masukkan ke vibrator dan menghasilkan kompos dengan butir-butir yang lebih kecil atau granular. Pada unit ini juga terjadi penambahan unsur hara. Setelah proses tersebut, kompos masuk dalam unit granul dimana bentuk kompos dibuat menjadi bentuk bulat dan diaduk dengan penambahan bakteri dalam medium cair. Selanjutnyakompos masuk dalam unit oven (pembakaran) pada temperatur 80⁰C agar kering, tetapi tidak sampai membuat bakteri yang telah ditambahkan mati, kemudian kompos dikeringkan kemudian dikemas, dan kompos siap digunakan. Berikut gambar 5.19 dari proses pembakaran hingga terbentuknya kompos yang sudah siap digunakan.
37 Proses Pembakaran Hasil Pembakaran Proses Pengemasan
Gambar 5.19 Proses Pembakaran, Hasil dan Proses Pengemasan
Sampah yang belum menjadi kompos, seperti sampah organik yang keras atau sampah anorganik dipisahkan kemudian dikirim ke landfill. Keseluruhan proses pengomposan ini berlangsung selama 45 hari hingga rasio karbon dalam kompos dibawah 15 %. Saat ini sedang dikembangkan penambahan enzim pada proses pengomposan sehingga waktu total proses pengomposan dapat berkurang menjadi 20 hari saja. Di samping lahan pengomposan terdapat suatu lahan kebun yang digunakan sebagai uji kompos. Dimana tanaman-tanaman yang berada di kebun tersebut diberi kompos hasil pengolahan. Berikut gambar 5.20 lahan yang digunakan untuk pengujian kompos.
Gambar 5.20 Lahan Uji Kompos
5.3 Pengembangan TPST Bantargebang
Sejumlah sarana dan prasarana akan dikembangkan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Optimalisasi Bantargebang
38 yang dilakukan sejak DKI mengambil alih pengelolaan pada 2016, kini telah diamanatkan dalam Kegiatan Strategis Daerah (KSD).
5.3.1 Landfill Mining
Landfill mining atau menambangan sampah bertujuan untuk mengurangi sampah yang sudah tertimbun pada zona landfill. Landfill mining dapat mereduksi sampah yang sudah ditimbun yang dapat meningkatkan kapasitas penimbunan sampah di zona, memulihkan atau recovery material agar dapat dimanfaatkan kembali, hingga memperoleh lahan baru. Selain itu, sampah yang telah dikeruk berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Untuk menguji kelayakan sampah sebagai bahan bakar alternatif ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kerja sama penelitian dengan PT. Holcim Indonesia Tbk.
Tujuan utama dari landfill mining adalah sebagai berikut:
a. Konservasi Ruang TPST Bantargebang.
b. Pengurangan Area TPA.
c. Memperpanjang Umur TPST Bantargebang.
d. Penghapusan Sumber Kontaminasi Potensial.
e. Mitigasi Sumber Kontaminasi.
f. Pemulihan Energi.
g. Daur Ulang Material.
h. Pengurangan Dalam Sistem Manajemen Biaya.
i. Pembanguan Atau Penggunaan Kembali Lahan.
5.3.2 Pembangunan IPAS 4
TPST Bantargebang telah memiliki tiga fasilitas Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) yang belum maksimal mengolah air lindi yang ditimbulkan dari sampah yang dikelola di TPST Bantargebang. Untuk meningkatkan performa pengolahan air lindi, maka direncanakan akan dilakukan pembangunan fasilitas IPAS 4. Perencanaan pembangunan IPAS 4 telah dilakukan bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lokasi
39 IPAS 4 direncanakan akan dibangun di zona IV setelah dilakukan landfill mining pada zona tersebut.
5.3.3 Gedung Pusat Riset dan Edukasi Sampah Nasional
Pembangunan pusat studi ini akan dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan renovasi total gedung operasional TPST Bantargebang. Pada gedung ini, nantinya akan dibangun beberapa fasilitas penunjang seperti
Pembangunan pusat studi ini akan dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan renovasi total gedung operasional TPST Bantargebang. Pada gedung ini, nantinya akan dibangun beberapa fasilitas penunjang seperti