BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5 Pengelolaan Sampah
Pengeloalaan sampah didefinisikan sebagai suatu disiplin yang berkaitan dengan pengendalian atas timbulan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan sampah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan prinsip prinsip dalam kesehatan masyarakat, ekonomi, keteknikan, konservasi, estetika, dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya termasuk (responsive) terhadap sikap masyarakat umum (Beevi et al, 2015).
Lebih lanjut Beevi et al. (2015), menjelaskan bahwa ruang lingkup pengelolaan sampah mencakup semua aspek yang terlibat dalam keseluruhan spektrum kehidupan masyarakat. Berbagai aspek yang dimaksud adalah semua fungsi administratif, keuangan, hukum, perencanaan, dan fungsi-fungsi
11 keteknikan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sampah. Penyelesaian masalah sampah juga dapat melibatkan hubungan-hubungan lintas disiplin yang kompleks antar bidang ilmu politik, bidang perencanaan kota dan regional, geografi, ekonomi, kesehatan masyarakat, sosiologi, demografi, komunikasi, konservasi, serta teknik dan ilmu bahan (material science).
Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan sampah terpadu (Integrated Solid Waste Management) adalah suatu kerangka petunjuk untuk merencanakan dan melaksanakan sistem pengelolaan sampah baru dan/atau menganalisis serta mengoptimalkan sistem saat ini. Pengelolaan sampah terpadu didasarkan pada suatu konsep yang mengarahkan kepada keterpaduan antar seluruh aspek dalam pengelolaan sampah, baik aspek teknis maupun non-teknis, yang pada kenyataannya seluruh aspek tersebut tidak pernah bisa dipisahkan (Alfons &
Padmi, 2015).
Pengelolaan sampah terpadu dapat dilakukan setelah melakukan evaluasi terhadap seluruh elemen unit fungsional sistem persampahan, yaitu:
1) Timbulan sampah (waste generation).
2) Penanganan, pemilahan, pewadahan, dan pemrosesan sampah disumbernya
3) Pengumpulan.
4) Pemilahan dan pemrosesan serta transformasi/perubahan bentuk dari sampah.
5) Pemindahan dan pengangkutan.
6) Pembuangan.
(Alfons & Padmi, 2015).
Secara konseptual untuk dapat mencapai tujuan dalam pengelolaan sampah terpadu maka terdapat hal yang paling diperlukan, yaitu: pengurangan sampah atau sering disebut dengan waste minimization, waste reduction, atau source reduction ditempatkan pada bagian paling atas dalam hirarki pengelolaan sampah (Gambar 2.2). Pengurangan sampah akan mengurangi jumlah sampah dan
12 secara alamiah akan merubah komposisi sampah, namun demikian akan selalu ada sampah yang masih harus dikelola (Kartika et al, 2017).
Gambar 2.2 Proses Daur Ulang Sumber: Kartika et al, 2017.
Pewadahan Sampah Pengumpulan Sampah
Pemilahan Sampah Material daur ulang dipisahkan dari aliran
sampah
Pembuangan Sampah Sampah non daur ulang masuk kembali ke aliran sampah kota Pemasaran Sampah
Barang bermanfaat yang berbahan baku material daur
ulang dijual kembali ke pasar
Pemrosesan Sampah Material daur ulang diproses menjadi bahan baku selanjutnya
diproses kembali menjadi barang bermanfaat
13 BAB III
METODE KERJA PRAKTEK
3.1 Jenis Metode
Jenis metode yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu salah satu jenis metode penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.
Maka data yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan penulisan serta bertujuan untuk mengetahui efesiensi sistem pengelolaan sampah yang ada di TPST Bantargebang.
3.2 Metode Kerja Praktek
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas dua metode, yaitu:
1) Penelitian lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada objek penelitian yaitu lokasi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
2) Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari buku-buku, literatur-literatur yang bersifat ilmiah dan berhubungan langsung dengan topik yang diteliti maupun referensi data dari objek yang diteliti.
3.3 Lokasi Kerja Praktek
Lokasi pelaksanaan kerja praktek adalah di TPST Bantargebang yang beralamat Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat 17153.
14 Gambar 3.1 Lokasi TPST Bantargebang
Sumber:Google Maps, 2018.
3.4 Alasan Pemilihan Lokasi Kerja Praktek
Penulis mengambil lokasi kerja praktek di TPST Bantargebang karena ingin mengetahui sejauh mana ilmu teori yang di dapat di dalam kelas terhadap sistem pengelolaan persampahan terpadu yang ada di TPST Bantargebang. Selain itu, karena tempat kerja praktek yang dekat dengan tempat tinggal penulis, sehingga memperlancar pelaksanaan kegiatan kerja praktek.
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek
Objek kerja praktek ini adalah seluruh area yang merupakan kawasan TPST Bantargebang.
3.6 Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan kerja praktek direncanakan selama tiga bulan yang diharapkan dapat dimulai pada bulan November 2018 sampai dengan bulan Januari 2019. Berikut jadwal rencana kerja praktek yang direncanakan pada tabel 3.1
15 Tabel 3.1 Alokasi Waktu Perencanaan Kerja Praktek
No Kegiatan
Pelaksanaan Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Penulisan Proposal
2. Konsultasi Proposal
3. Pengajuan ke Perusahaan 4. Studi Lapangan
5. Penulisan Laporan 6. Konsultasi Laporan 7. Revisi
8. Pengumpulan Laporan
16 BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
TPST Bantargebang merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Bekasi. Pemerintah DKI Jakarta sebagai pemilik lahan dan lokasi terletak dalam wilayah administratif Kota Bekasi. Pada tahun 2004, pengelolaan TPST Bantargebang diserahkan pada pihak swasta yaitu PT PBB. Kerjasama tersebut hanya berlangsung hingga tahun 2006. Selanjutnya, pada tahun 2008 tender pengelolaan TPST Bantargebang dimenangkan oleh PT Godang Tua Jaya joint operation PT Navigat Organic Energy Indonesia.
PT Godang Tua Jaya sebelumnya merupakan perusahaan yang mengelola sampah di PD Pasar Jaya. Perusahaan tersebut menyewakan alat-alat berat seperti bekhoe dan eskavator. PT Navigat Organic Energy Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembangkit listrik. Perusahaan tersebut memiliki pembangkit listrik tenaga gas metan di Provinsi Bali.
Kontrak operasional pengelolaan TPST Bantargebang antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya joint operation PT NOEI yaitu selama 15 tahun hingga 2023. Setiap ton sampah DKI Jakarta yang masuk ke TPST Bantargebang dikenakan biaya pengelolaan sebesar USD 10.
TPST Bantargebang mulai dioperasikan sejak tahun 1989 oleh BKLH Provinsi DKI Jakarta dan BKLH Provinsi Jawa Barat dan masih berupa Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kemudian direvisi dengan surat persetujuan kelayakan lingkungan AMDAL, RKL, RPL No.660.1/ 206.BPLH.AMDAL/III/2010 tanggal 11 maret 2010. Saat ini status tanah milik pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Untuk perubahan pihak pengelola bisa di lihat pada Tabel 4.1.
17 Tabel 4.1 Perubahan Pihak Pengelola TPST Bantar Gebang
Tahun Pengelola
Agustus 1989-2004 Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
2004-2006 Pihak Pariwisata
2007-November 2008 Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Desember 2008-Juli 2016 Pihak Pariwisata
2016-2020 Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta
Aset yang ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang dan dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupa tanah dan bangunan serta alat berat untuk mendukung operasional TPA.
Tabel 4.2 Aset Bangunan TPST Bantargebang
No. Jenis Bangunan Luas
18
13. Saluran Drainase 13.602 m2
14. IPAS I 17.680 m2
15. IPAS II 10.998 m2
16. IPAS III 12.500 m2
17. IPAS IV 12.000 m2
Tabel 4.3 Aset Alat Berat TPST Bantargebang
No. Jenis Alat Berat Unit
4.2 Informasi TPST Bantargebang 4.2.1 Visi dan Misi
Visi TPST Bantargebang yaitu “Menjadi perusahaan yang kuat dan profesional berbasis pada pengelolaan sampah dan lingkungan dengan memiliki beberapa divisi unit usaha lain”.
Sedangkan ada beberapa misi TPST Bantargebang yaitu sebagai berikut:
1) Memiliki personal yang profesional pada bidang pengelolaan sampah.
2) Mitra pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah baik dalam negeri maupun luar negeri.
3) Mengembangkan bisnis dengan mendirikan unit-unit usaha lain.
4) Pemanfaatan sampah menjadi bahan baku industri.
5) Memberikan pembelajaran pengolahan sampah kepada instansi pemerintah (PEMDA) maupun masyarakat.
19 4.2.2 Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi UPST, 2021.
4.3 Rencana ke Depan
1) Akan Membangun Waste to Energy sebanyak 3-5 unit untuk menghabiskan 18 juta m3 sampah.
2) Menjadi TPST Regional (DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor).
3) Menjadi pusat studi persampahan.
Kepala Unit
20 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Klasifikasi Jenis dan Komposisi Sampah
Klasifikasi jenis dan komposisi yang dilakukan dengan mengetahui data primer, dengan dilakukannya penimbangan dan pemilahan menurut jenisnya agar memperoleh komponen dan kuantitas sampah tiap komponen yang masuk. Jenis dan komposisi sampah yang mendominasi TPST Bantargebang adalah sampah organik yaitu dari sampah sisa makanan. Selanjutnyaterdapat sampah plastik, kain, kertas dan sampah lain-lain yang mendominasi pada urutan kedua, ketiga, dan keempat. Sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian terdahulu, yang dimana pada negara berkembang seperti Indonesia, sampah organik merupakan jenis sampah yang mendominasi dengan rata-rata persentase sekitar 42,16%.
Berikut tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah di TPST Bantargebang.
Tabel 5.1 Jenis dan Nilai Persentase Sampah Periode 1 Bulan No. Jenis Sampah Nilai Persentase
1. Sisa Makanan 39%
Dari tabel 5.1 jenis dan nilai persentase sampah menjelaskan bahwa sampah yang paling banyak dihasilkan pada sampah organik yaitu sampah sisa makanan dengan nilai persentase sebesar 39% dan sampah anorganik yaitu sampah plastik dengan
21 nilai persentase sebesar 33%. Jadi sampah yang masuk ke TPST Bantargebang merupakan sampah yang berasal dari sampah permukiman, sampah perkantoran/pedagang, dan sampah industri. Jenis dan komposisi sampah yang dihasilkan yaitu sampah basah dan sampah kering yang berupa sisa makanan, kertas, kain, plastik, kardus, kayu dan lain-lain. Selain itu sampah B3 akan dipilah kembali dan diproses ke pengelola sampah B3.
5.2 Kondisi Eksisting TPST Bantargebang
Jenis landfill di TPST Bantargebang berdasarkan proses penutupan lahannya adalah sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan metode pembuangan sampah yang paling bagus dimana pada metode ini sampah ditimbun pada satu lubang yang telah dipersiapkan kemudian dilakukan pemadatan dan ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup (Mahyudin, 2016).
Setiap hari sampah yang di hasilkan oleh warga DKI Jakarta akan dikirimkan ke TPST Bantargebang menggunakan truk sampah. Saat truk sudah sampai, truk akan ditimbang menggunakan jembatan timbang untuk mendapatkan berat kotor dari truk tersebut. Setelah itu sampah akan dikirimkan ke zona titik buang landfill untuk dilakukan bongkar muatan sampah. Setelah sampah di bongkar, sampah akan di angkut oleh excavator dengan cara estafet di setiap terapannya. Setelah truk selesai unloading sampah, truk akan di cuci di bagian Car Washing. Sebelum truk kembai ke daerah masing – masing, berat kosong dari truk akan ditimbang terlebih dahulu, agar di dapatkan berat bersih dari sampah tersebut dengan cara mengurangkan berat truk masuk dengan berat truk keluar.
Berikut dokumentasi kegiatan dari proses penimbangan, pembongkaran atau pengangkutan sampah dan estafet excavator.
22 Gambar 5.1 Proses Penimbangan Truk Sampah
Gambar 5.2 Proses Pembongkaran Sampah
Gambar 5.3 Proses Estafet Excavator
23 Gambar 5.4 Proses Car Washing
Tumpukan sampah di titik buang ini mencapai 81,91 hektar pada lahan 108,3 hektar. Sampah diangkut menggunakan alat berat. Sebelum sampah diletakkan, diawali dengan membuat konstruksi landfill yang terdiri dari lapisan ground liner atau tanah di dasar landfill yang dipadatkan. Kemudian dilapisi oleh geo membran, bahan mirip plastik berwarna hitam dengan ketebalan 2.5 mm yang terbuat dari High Density Polietilene (HDPE). Lapisan ini berfungsi sebagai penahan lindi agar tidak masuk ke air tanah. Kemudian, di atas geo membran dilapisi oleh geo tekstil, lapisan yang berguna untuk mencegah gas metan menyebar. Gas metan dihasilkan akibat proses dekomposisi bahan organik secara anaerob. Di timbunan sampah tersebut dibuat pipa perforasi yang mempunyai fungsi untuk ventilasi sebagai sirkulasi udara untuk mencegah kebakaran karena suhu yang terlalu tinggi dan ledakan akibat produksi gas metan yang berlebih.
Selain itu terdapat pipa yang mempunyai fungsi adalah mengalirkan gas metan ke pembangkit listrik.
Di TPA Bantargebangmempunyai zona wilayah masing-masing meliputi 5 (lima) zona dengan total area dan effective area sebagai berikut:
24 Gambar 5.5 Pembagian Zona TPST Bantargebang
Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.
Dari gambar 5.1 zona tersebut berada di tiga desa yaitu desa cikiwul, desa sumur batu dan desa ciketing udik. Dengan beberapa pembagian zona operasi yang terdiri dari beberapa sub zona yang dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Pembagian Zona Area TPST Bantargebang
Wilayah Total Area (Ha) Area Efektif (Ha)
Zona I (3 sub zona) 25 18,3
Zona II (3 sub zona) 23 17,7
Zona III (6 sub zona) 35 25,41
Zona IV (5 sub zona) 13 11
Zona V (3 sub zona) 12 9,5
Total 108 81,91
Sumber: Dinas Kebersihan, 2007.
25 Dari tabel 5.2 terdapat 5 zona wilayah yang terdiri dari zona I yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 25 hektar dan area efektif sebesar 18,3 hektar, zona II yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 23 hektar dan area efektif sebesar 17,7 hektar, zona III yang memiliki 6 sub zona dengan total luas area sebesar 35 hektar dan area efektif sebesar 25,41 hektar, zona IV yang memiliki 5 sub zona dengan total luas area sebesar 13 hektar dan area efektif sebesar 11 hektar, dan zona V yang memiliki 3 sub zona dengan total luas area sebesar 12 hektar dan area efektif sebesar 9,5 hektar. Maka total luas area zona tersebut yaitu sebesar 108 hektar dan total area efektif yaitu sebesar 81,91 hektar.
5.2.1 Zonasi Sanitary Landfill TPST Bantargebang
Terdapat 5 zonasi sanitary landfill di TPST Bantargebang, dimana dari zonasi tersebut, 3 zona merupakan zona aktif (zona I, IV, V), 2 zona tidak aktif (zona III), serta 1 zona dalam tahap perapihan (zona II). Zona II yang masih memiliki area untuk pembuangan nantinya digunakan kembali dan menjadi zona yang aktif. Berikut gambar 5.6 zona aktif, zona tidak aktif dan zona perapihan yang ada di TPST Bantargebang.
Zona aktif Zona tidak aktif Zona perapihan Gambar 5.6 Zona Aktif, Zona Tidak Aktif dan Zona Perapihan
Dari gambar 5.6 terdiri dari 3 zona yang dimana zona aktif yaitu lokasi yang masih digunakan untuk proses titik buang sampah, zona tidak aktif yang sudah tidak digunakan karena lokasi titik buang sudah penuh, serta sudah di padatkan dan sudah di tutup cover soil agar sampah di dalamnya dapat terdekomposisi, dan zona perapihan yaitu zona yang sudah tidak aktif yang sedang berlangsung proses pemadatan dan cover soil dengan prosedur sebagai berikut:
26 a) Membentuk jalan akses alat berat untuk naik keatas.
b) Membentuk terapan.
c) Membentuk kemiringan terapan.
d) Mendorong dan mengarahkan sampah diatas zona.
Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan pada beberapa zona yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dan proses cover soil dapat dilihat pada gambar 5.7.
Proses Bongkar Muatan Proses Cover Soil
Gambar 5.7 Proses Bongkar Muatan dan Proses Cover Soil
Dari gambar 5.7 dapat dilihat kegiatan yaitu proses bongkar muatan di zona aktif dengan menurunkan sampah menggunakan alat berat yaitu excavatordengan cara bak truk dinaikkan dan alat berat akan mengeruk sampah di dalam bak truk.
Kemudian sampah tersebut dinaikkan secara berurutan menggunakan excavator ke timbunan sampah yang paling atas sehingga menjadi landfill, setelah itu timbunan tersebut dilakukan pemadatan menggunakan bulldozer.Lalu setelah rapih dan padat dilakukan proses cover soil atau penutupan menggunakan tanah merah.
5.2.2 Pembagian Area Efektif Pengurugan
Lahan area efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa zona, yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, biasanya dibatasi dengan jalan operasi atau penanda operasional lain, seperti tanggul pembatas, atau sistem pengumpul lindi. Zona operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang pada dasarnya digunakan untuk jangka waktu panjang misalnya 1 sampai 3 tahun. Pada
27 TPST Bantargebang sendiri, setiap zona operasi direncanakan untuk digunakan selama 5 sampai 6 tahun. Setiap zona operasi juga dibatasi dengan jalan operasi
Setiap bagian tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa strip.
Pengurugan sampah harian dilakukan pada strip yang ditentukan, yang disebut working face. Blok operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi jangka menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi. Ilustrasi dari pembagian lahan efektif urugan dapat dilihat pada gambar 5.8.
Gambar 5.8 Pembagian Area Efektif Pengurugan
Dari gambar 5.8 proses pengurugan sampah dilakukan dengan cara sampah disebar dan dipadatkan lapis per lapis sampai ketebalan sekitar 2,5 m yang terdiri dari lapisan-lapisan sampah setebal sekitar 2 m yang dapat digilas dengan bulldozer paling tidak sebanyak 4 sampai 6 gilasan. Setiap hari ditutup oleh tanah penutup harian antara 15 – 30 cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk paling tidak 5 (lima) lapisan, timbunan tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal 15 – 30 cm. Di atas timbunan sampah dalam bentuk lift tersebut kemudian diurug sampah baru membentuk ketinggian. Untuk
28 memperkuat kestabilan timbunan, batas antara 2 lift tersebut dibuat terasering selebar 2 – 3 m.
5.2.3 Instalasi Pengolahan Air Sampah
Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dari proses tersebut dapat dilihat bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.
Kemampuan tanah dan sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan, menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diperkirakan. Air lindi dari sanitary landfill tertahan di atas liner yang terbuat dari geomembrane (karpet campuran plastik HDPE yang konstruksi luarnya terbuat dari beton) kemudian dialirkan menggunakan pipa ke IPAS Proses pengolahan air lindi.
TPST Bantargebang mengoperasikan 3 IPAS yang mengolah air sampah dari 5 zona landfill yang ada di TPST. Setiap IPAS mempunyai metode pengolahan air sampah yang berbeda. IPAS 1 dan IPAS 3 mengolah air sampah dengan kolam – kolam, sedangkan IPAS 2 sejak tahun 2014 menggunakan teknologi Advance Oxydation Process (AOP). Air sampah dari zona 1 seluruhnya
29 mengalir ke IPAS 1. Air sampah dari zona 2, 4 dan 5 seluruhnya mengalir ke IPAS 2 dan air sampah dari zona 3 mengalir ke IPAS 3. Kapasistas terpasang semua IPAS yaitu sebesar 150 m3/hari dengan waktu pengolahan selama 10 jam.
IPAS 2 mengolah lebih banyak air lindi karena telah menerapkan teknologi terbaru sehingga pengolahan air lindi dapat berlangsung cepat. Berikut dapat dilihat pada gambar 5.9 alur proses pengolahan air lindi di IPAS 3.
Gambar 5.9 Alur Proses Pengolahan Air Lindi di IPAS 3 Sumber: TPST Bantargebang, 2018.
Pada gambar 5.9 proses tersebut dilakukan di IPAS 3 yang dimana setiap 24 jam sekali baru air dialirkan ke kolam ekualisasi 1 untuk menjalani proses penyeragaman konsentrasi dan penghilangan amoniak. Pada kolam ini, amoniak (NH4+) akan berubah menjadi nitrat (NO3). Kolam ini berfungsi sebagai kolam pengumpul sementara air-air sampah yang berasal dari sampah yang dikumpulkan pada saluran air sampah. Air sampah bersifat tidak homogen karena campuran
30 sampah yang banyak mengandung berbagai pencemar seperti besi, sampah organik, dan zat kimia-zat kimia lain. Pada kolam ini, campuran air sampah tersebut dihomogenkan. Setelah itu air dialirkan lagi ke dalam kolam ekualisasi 2.
Pada kolam ekualisasi 2 digunakan lebih banyak diffuser dibandingkan dengan kolam ekualisasi 1 agar penyebaran oksigen lebih merata. Desain kolam memiliki panjang 20 meter, lebar 15 meter, dan kedalaman 40 meter. Berikut gambar 5.10 kegiatan di kolam ekualisasi.
Gambar 5.10 Kolam Ekualisasi
Setelah masuk ke kolam ekualisasi air kemudian dialirkan ke dalam kolam fakultatif. Pada kolam fakultatifterjadi proses pengolahan untuk menurunkan kadar BOD dan COD secara biologis oleh mikroorganisme dan algae di dasar kolam. Berikut gambar 5.11 kegiatan di kolam fakultatif.
31 Gambar 5.11 Kolam Fakultatif
Setelah itu, air lindi yang mengandung bakteri anaerob dipompa ke Rotating Biological Denitrification (RBD) yang pada gambar dibawah ditunjukkan dengan bangunan berwarna hijau. Di sini terjadi proses denitrifikasi, yaitu berubahnya NO3 menjadi NO2 kemudian menjadi N2. Pada proses ini, biasanya terjadi penurunan pH. Karena itulah air kemudian dialirkan secara gravitasi ke kolam aerasi untuk distabilkan pHnya dengan cara aerasi (penambahan oksigen). Di kolam aerasi terlihat banyaknya buih dipermukaan air.
Adanya buih menunjukkan bahwa air lindi dijenuhkan dengan oksigen yang dapat menangkap kotoran dan bau dari air lindi. Berikut gambar 5.12 kegiatan di kolam aerasi.
Gambar 5.12 Kolam Aerasi
32 Air lindi ini kemudian dialirkan ke suatu instalasi untuk menjalani proses kimia. Proses kimia dilakukan dengan penambahan koagulan alumunium sulfat dan polimer anionik. Dari proses kimia ini akan dihasilkan flok yang mengendap menjadi lumpur. Lumpur akan dialirkan ke kolam lumpur (Rectangular Clarifier) yang berfungsi sebagai tempat pengendapan hasil proses kimia di atas dimana terjadi flok-flok yang membentuk lumpur. Lumpur yang terbentuk akan diolah dengan cara dijemur sampai kering lalu dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian digunakan lagi untuk tanah penutup pada landfill setiap 6 bulan sekali.
Sedangkan air dialirkan ke polishing pond atau kolam netralisasi untuk penstabilan pH dengan penyemprotan NaOH dengan debit yang sangat kecil agar
Sedangkan air dialirkan ke polishing pond atau kolam netralisasi untuk penstabilan pH dengan penyemprotan NaOH dengan debit yang sangat kecil agar