Arti penting pemikiran asosiasi dan pergerakan rakyat di Hindia Belanda digambarkan oleh seorang yang berasal dari Hindia Belanda yang bernama C. Frans. Ia adalah keturunan Timor, ketua Perserikatan Timor. Dalam tulisannya dikatakan bahwa di wilayah Hindia Belanda, dalam hal agama dan kesusastraan Hindu dan Budha, di mana-mana muncul pandangan bahwa dari zaman ke zaman dewa melakukan pen- jelmaan pada wujud manusia. Dalam penampilan baik jasmani maupun rohani muncul bagaikan seorang raja, seorang ksatria, seorang pertama
atau seorang wanita atau pria sederhana yang berkarya demi kebaikan umat manusia. Apabila pandangan mulia ini benar dan dari waktu ke waktu dewa menjelma dalam sosok tokoh besar yang membawa kese- jahteraan bagi negeri, bangsa dan seluruh umat manusia, maka makna ini bisa berlaku bagi seorang perempuan yang sangat dihormati oleh masyarakat Hindia, Raden Adjeng Kartini.
Selama tinggal di Belanda ia terkejut mengapa sedikit orang Belanda (yang dimaksudkan “orang jalanan” dan bukan ahli Indonesia) yang tidak mengenal wanita bangsawan ini. Betapa sedikit di Belanda yang menekankan bahwa dia bisa disebut sebagai salah seorang perintis kebangkitan Indonesia. Namun, bagi C. Frans, ia telah menyelidiki ba- gaimana kebangkitan rakyat modern yang terjadi dan dalam semangat yang mengilhami para pemimpin pergerakan nasionalis ini. Dapat disimpulkan bahwa semangat Raden Adjeng Kartini tidak lagi menye- mangati para pemimpin saat itu, kebangsawanan tingginya (simbol mulia dari Timur) tidak mempengaruhi mereka; kata-katanya yang lembutpun tidak menyentuh mereka para pemimpin pergerakan ini.
Raden Adjeng Kartini dilahirkan pada 21 April 1879, dan wafat pada 17 September 1904. Hanya 25 tahun usianya ia hidup di antara rakyatnya. Namun dalam kehidupan singkat ini, ia telah berani tampil dan suaranya bergema di atas suara orang lain. Kesulitan yang harus dihadapinya sangat besar dan seperti semua perintis, ia berjuang dan mengalami kekecewaan. Sebelum dapat menyampaikan gagasannya, perlawanan telah muncul. Suatu adat lama membungkam mulutnya; wanita tidak diizinkan untuk berbicara, bereaksi dan melakukan pem- baharuan. Kondisi inilah yang ingin didobraknya. Sementara itu, di Barat, saudari-saudari Eropanya berjuang demi menegakkan posisinya
dalam masyarakat. Demikian pula di Baratpun adat dan tradisi telah lama telah ditinggalkan.74
Gambaran Kartini yang termuat dalam bukunya “Habis gelap Terbitlah Terang” diterbitkan oleh Mr. J.H. Abendanon. Karya itu adalah kumpulan suratnya dan di dalamnya, ia meninggalkan warisan batin. Di situ orang dapat menjumpai keinginannya yang besar untuk membebaskan semua orang. Ia melihat kebutuhan perbaikan pendidi- kan rakyat. Ia ingin membebaskan wanita dari kungkungan adat dan masyarakatnya dan membawa rakyatnya ke jalan yang mengarah pada kebebasan.
Apakah perjuangan Kartini mengancam dominasi adat? Kartini telah melihat secara cermat kesulitan yang muncul. Iia mengetahui bahwa suatu kebangkitan telah terjadi. Berulang kali dari kata-katanya
bergema, peringatan serius karena ia melihat suatu konflik tajam antara
Hindia Belanda dan Belanda di masa depan yang akan terjadi tidak lama lagi. Ia seolah-olah merasakan ancaman itu. Ia mengetahui Hin- dia Belanda dan Belanda dengan cara apa menghadapi ancaman ini. Ia berkata kepada orang Belanda dan menunjukkan suatu kesalahan besar yang disebabkan oleh tindakan mereka terhadap Hindia Belanda. Keangkuhan mereka, kenekatan mereka, perasaan superior mereka telah dikritik secara tajam oleh gadis kecil itu.
Orang Jawa begitu peka terhadap persahabatan yang muncul dari lubuk hati. Orang Eropa telah mengambil langkah pertama untuk melakukan pendekatan; dari situ, orang Jawa tidak pernah mendekati orang Eropa, mereka menjaga diri, merasa ragu dan apakah orang
74 “Raden Adjeng Kartini” dalam Nieuwe Rotterdamsche Courant, 17 Februari 1929, lembar ke-2.
Eropa berhasil mendapatkan kepercayaan mereka? Di Belanda pengeta- huan tentang Hindia Belanda sudah menyebar luas. Orang mempelajari pertanyaan ini dan berpikir: bagaimana Belanda tanpa Hindia? Dan Be- landa mengajarkan kepada Hindia: bagaimana Hindia tanpa Belanda?
Ajarilah orang Jawa dengan tindakan dan kata-kata yang meng- gambarkan peradaban, kasih. Jangan dengan warna kulit, jangan dalam
busana, jangan dalam penampilan fisik, jangan dalam bahasa yang di- gunakan orang, juga jangan demi kepercayaan agama yang dianutnya, lihatlah peradaban sejati. Peradaban ini akan tertanam di lubuk hati, sifat dan jiwa kebangsawanan. Orang perlu membangkitkan berbagai kepercayaan di antara semua ras, untuk memuliakan Tuhan, satu-satu- nya Tuhan yang menjadi pencipta semua mahluk. Belanda mengirimkan putra-putra Tuhan ke Hindia, malaikat kasih, untuk memberikan berkat kepada orang Jawa. Demikian sebagian tulisan Raden Adjeng Kartini.
Setelah kematian Kartini, 50 tahun kelahirannya dan 25 tahun kematiannya dirayakan di Belanda dan di sekolah-sekolah Yayasan Kartini yang sudah banyak didirikan. Banyak pemuda berada di sekolah itu bahkan belajar di universitas di Belanda atau dalam perjalanan studi di Eropa. Akan tetapi cita-cita besar Kartini belum terwujud. Sebaliknya, sebelum ini pemisahan semakin jelas terjadi dibandingkan pendekatan; tembok yang ditulisnya menjadi lebih tinggi dan jurang yang disebutkan- nya menjadi semakin dalam. Dari kedua sisi kesalahan dibuat, demikian ulasan C. Frans dalam tulisannya di Nieuwe Rotterdamsche Courant.
Ancaman itu ada sejak kata-kata Kartini dilontarkan. Masyarakat yang dirugikan telah menemukan sedikit kepercayaan. Penyair Jawa Raden Mas Noto Soeroto mengumandangkan suara itu di hutan belan- tara, tokoh seperti Van Deventer dan Abendanon hanya mendapatkan
sedikit pengikut. Apakah akhirnya kecurigaan dan kesalahpahaman antara kedua bangsa ini akan mengarah menjadi bencana? Apakah kebencian yang ditaburkan benar seperti ramalan Kartini? Demikain pertanyaan C Frans selanjutnya.
Peringatan 50 tahun Kelahiran Kartini
Di Solo pada hari Minggu, 21 April 1929, Yayasan Van Deventer di kota Solo telah diselenggarakan peringatan mengenang 50 tahun kelahiran Raden Adjeng Kartini. Di dalam gedung yang telah disiapkan untuk acara itu. Di sekeliling gedung itu telah dihias dengan motif batik, yang di tengah-tengahnya terpampang foto dengan bingkai emas yang besar dipasang di tengah-tengah gedung pertemuan itu. Foto tersebut merupakan persembahan dari P.A.H. Mangku Negoro VII, yang sangat mengagumi jasa Raden Adjeng Kartini.75
Acara tersebut, dihadiri oleh P.A.H. Mengku Negoro VII, P.H. Hangabehi, P.H. Kusumoyudo, R.M.T. Sarwoko Mangunkusumo. Se- mua tamu tersebut disertai oleh isteri masing-masing. Dalam peringa- tan ini juga diundang pihak keluarga Raden Adjeng Kartini seperti R.A. Santosa dan kemenakannya R.M.H. Soemarto. Pada tepat pukul 19.00 Ir. Langgut Steurwald selaku ketua Yayasan van Deventer membuka peringatan ini. Dalam sambutannya dikatakan bahwa yayasan menye- lenggarakan peringatan ini untuk dijadikan contoh bagi semua gadis yang dididik di sekolah Van Deventer di kota Solo. Ia berharap agar jejak Raden Adjeng Kartini diikut oleh banyak orang demi kemajuan para gadis bumiputera. Pada kesempatan ini juga dibacakan sebagian
surat Raden Adjeng Kartini, yang dibacakan oleh salah satu saudarinya Raden Ayu Soemati Sosrohadi.