• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS

2.3.4 Permasalahan pada Individu Remaja

2.4.4.3 Jenis-jenis Analisis Faktor

Ada dua jenis analisis faktor, yaitu exploratory factor analysis dan confirmatory factor analysis. Exploratory factor analysis merupakan suatu prosedur pengklasifikasian secara matematis untuk mengestimasi faktor-faktor inti, atau memutuskan seberapa banyak faktor-faktor yang ditetapkan. Confirmatory factor analysis yaitu faktor analisis yang bertujuan sebagai konfirmasi (penegasan) variabel-variabel tes yang telah memenuhi pola tertentu sebagaimana yang telah diprediksikan sebelumnya dalam teori. Pada confirmatory factor analysis, para peneliti mengembangkan hubungan yang ada pada konstruk-konstruk yang diukur (Cohen & Swerdlik, 2005).

2.4.5 Norma

Pengertian norma. Norma menggambarkan hasil tes yang terstandarisasi pada suatu sampel (kelompok populasi) (Anastasi & Urbina, 2003). Norma menunjuk pada hasil tes individu pada suatu kelompok khusus (Kaplan & Sacuzzo, 2005). Dengan demikian, norma-norma secara empiris ditetapkan dengan menentukan hal yang sesungguhnya dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok yang representatif itu.

Skor mentah individu mana pun selanjutnya diacu pada distribusi skor yang diperoleh melalui sekelompok sampel, untuk menemukan di mana tempatnya dalam distribusi itu (Anastasi & Urbina, 2003). Norma menunjukkan kedudukan individu (yang menjadi subjek pengukuran) dalam populasi. Norma dibuat berdasarkan sampling, oleh karena itu keakuratan norma sangat tergantung dari keakuratan sampling.

Jenis-jenis norma. Norma dalam pengukuran dibedakan menjadi delapan jenis, antara lain: (a) age norms; (b)grade norms; (c) national norms; (d) national anchor norms; (e) local norms; (f) norms from a fixed reference group; (g) subgroup norms; dan (h) percentiles (Cohen & Swerdlik, 2005).

Age norms (norma perkembangan). Age norms mengindikasikan rata-rata hasil tes yang didapat dari sampel berbeda yang terdiri dari berbagai variasi usia saat suatu tes diadministrasikan. Misalnya, alat ukur suatu variabel yang berkaitan dengan pengukuran yang mempertimbangkan tinggi badan dalam satuan inci pada anak-anak. Seperti yang telah diketahui bahwa skor atau tinggi pada anak-anak akan secara berangsur-angsur meningkat sebagai fungsi dari pertumbuhan sampai dengan akhir masa remaja. Oleh karena itu, norma untuk pengukuran tersebut menggunakan norma perkembangan. Dalam

mengkonstruksi tabel age norm, perlu diperhatikan mengenai karakteristik secara fisik dan secara psikologis (Cohen & Swerdlik, 2005).

Age norms digunakan untuk mengindikasikan sejauh mana seorang individu telah maju sepanjang jalur perkembangan yang normal. Sebagai contoh, anak yang berusia delapan tahun menunjukkan kinerja sama baiknya dengan seorang anak berusia sepuluh tahun pada suatu tes inteligensi. Dapat dikatakan, anak tersebut memiliki usia mental (MA) sepuluh tahun. Seorang dewasa dengan mental terbelakang yang menunjukkan kinerja pada tingkat yang sama bisa dikatakan memiliki usia mental (MA) sama dengan sepuluh tahun. Dalam konteks yang berbeda, seorang anak kelas empat bisa disebut mencapai norma kelas enam dalam tes membaca dan norma kelas tiga dalam tes matematika (Anastasi & Urbina, 2003). Oleh karena itu, usia mental (MA) tidak sama dengan chronological age (usia kronologis) (Cohen & Swerdlik, 2005).

Grade norms. Grade norms digunakan untuk mengindikasikan rata-rata hasil tes dari partisipan yang dapat dilihat dari tingkat atau level pendidikannya. Grade norms dikembangkan melalui administrasi tes untuk perwakilan sampel dari anak-anak yang dilihat dari jarak tingkat yang berurutan (misalnya, tes untuk tingkat satu sampai dengan tingkat enam). Selanjutnya, nilai mean dan median anak-anak dari masing-masing tingkat dikomputasikan. Pada dasarnya, grade norms digunakan sebagai suatu kesesuaian untuk dapat memahami ukuran performa seorang siswa dibandingkan dengan siswa lain pada tingkat yang sama (Cohen & Swerdlik, 2005).

National norms. National norms didapat dari suatu sampel normatif yang representatif secara nasional dari suatu populasi. Misalnya, pada bidang psikologi dan pendidikan, national norms didapat dari tes sejumlah besar sampel

yang menjadi partisipan. Partisipan tersebut berasal dari variabel yang berbeda dari segi umur, gender, ras atau latar belakang etnis, tingkat sosioekonomi, lokasi geografi, dan tipe-tipe komunitas lainnya dalam suatu negara (Cohen & Swerdlik, 2005).

National anchor norms.Dalam suatu bidang keilmuan, ada banyak tes yang telah dikembangkan untuk suatu variabel tertentu. Misalnya, Best Reading Test (BRT) yang digunakan sebagai alat tes membaca untuk anak tingkat tiga sampai tingkat enam. Selain itu, ada juga XYZ Reading Test sebagai alat tes pembanding yang tujuannya sama dengan BRT. Oleh karena itu, perlu adanya suatu norma sebagai hasil dari hubungan antara alat ukur yang satu dengan alat ukur yang lain.

Suatu tabel yang ekuivalen untuk skor dua tes sering disebut dengan national anchor norms. National anchor norms dapat menyediakan sarana yaitu sebagai sarana pembanding. National anchor norms menyediakan sejumlah stabilitas untuk mendapatkan skor tes dengan mempertemukan skor tes suatu alat ukur dengan skor tes alat ukur lainnya. Metode tabel ekuivalensi atau national anchor norms dibuat mulai dari mengkomputasikan norma persentil pada setiap tes untuk dibandingkan. Dengan menggunakan equipercentile method, skor ekuivalen pada tes yang berbeda dikalkulasikan dengan referensi untuk menyesuaikan skor persentil (Cohen & Swerdlik, 2005).

Subgroup norms (norma kelompok). Suatu sampel normatif dapat

disegmentasikan menjadi beberapa kriteria, awalnya digunakan untuk memilih partisipan-partisipan dari sampel yang akan digunakan. Hasil dari segmentasi sampel tersebut ruang lingkupnya menjadi lebih sempit, hal ini didefinisikan sebagai subgroup norms (norma kelompok). Misalnya, dugaan kriteria yang

digunakan untuk memilih anak-anak yang termasuk dalam sampel normatif pada XYZ Reading Test adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat sosioekonomi, daerah georafi, tipe komunitas, dan lainnya (Cohen & Swerdlik, 2005).

Local norms. Local norms menyediakan informasi normatif berdasarkan pada hasil tes populasi lokal pada beberapa tes. Pemimpin perusahaan boleh menemukan suatu standar tes nasional yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi, pemimpin dapat mempertimbangkan norma-norma yang akan dipublikasikan pada manual tes untuk menjadi acuan distribusi skor yang akan diterapkan (Cohen & Swerdlik, 2005).

Percentiles. Persentil merupakan nilai yang membagi gugus data yang telah tersortir (ascending) menjadi 100 bagian yang sama besar (“Persentil,” 2008). Menurut Cohen dan Swerdlik (2005), persentil merupakan suatu ekspresi dari persentase individu yang skornya termasuk dalam raw score. Suatu deskripsi yang lebih populer dari performa tes yaitu konsep percentage correct harus dibedakan dari konsep persentil. Percentage correct mengarah pada distribusi raw score, secara khusus merupakan sejumlah butir yang dijawab secara tepat dikalikan dengan 100 dan dibagi dengan jumlah butir secara keseluruhan. Oleh karena persentil dapat dengan mudah dikalkulasikan, maka persentil menjadi salah satu cara populer yang digunakan untuk mengorganisasikan data tes. Lebih lanjut, persentil sangat dapat dipergunakan oleh berbagai tes.

Dokumen terkait