• Tidak ada hasil yang ditemukan

K ONDISI E KONOMI S AMPAI T AHUN 2003 DAN P ERKIRAAN T AHUN

Kondisi ekonomi sampai akhir tahun 2003 dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, sejak memasuki tahun 2002 stabilitas moneter semakin mantap yang tercermin dari stabil dan menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta meningkatnya cadangan devisa. Kedua, sektor riil belum pulih, tercermin dari masih lemahnya investasi dan kinerja ekspor non-migas yang pada gilirannya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor industri.

Di sisi MONETER, sejak memasuki tahun 2002, kurs rupiah relatif stabil dengan kecenderungan menguat. Dalam keseluruhan tahun 2003, rata-rata harian kurs rupiah mencapai Rp 8.572,- per dolar AS atau menguat sekitar 16,4 persen dibandingkan dengan tahun 2001. Sejalan dengan peningkatan kurs rupiah, kinerja pasar modal juga menunjukkan perbaikan yang berarti. Pada akhir tahun 2003, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencapai 691,9 atau menguat 62,8 persen dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya.

Menguatnya nilai tukar rupiah serta terkendalinya pertumbuhan uang primer yang dalam tahun 2003 tumbuh sekitar 11,0 persen turut membantu mengendalikan kenaikan harga rata-rata barang dan jasa. Pada tahun 2003, laju inflasi menurun menjadi sekitar 5,1 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2002 yaitu sekitar 10,0 persen.

Terkendalinya laju inflasi memberi ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Suku bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan turun dari 13,0 persen pada bulan Desember 2002 menjadi 8,3 persen pada bulan Desember 2003. Secara bertahap suku bunga deposito 1 bulan menurun dari 12,8 persen pada bulan Desember 2002, menjadi 6,6 persen pada bulan Desember 2003. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja menurun dari 18,3 persen pada bulan Desember 2002 menjadi 15,1 persen pada bulan Desember 2003; sedangkan suku bunga kredit investasi menurun dari 17,8 persen menjadi 15,7 persen dalam periode yang sama.

Meskipun menurun, selisih antara suku bunga pinjaman dan simpanan (spread) masih tetap tinggi. Selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga

II – 2

deposito 3 bulan pada bulan Desember 2003 mencapai 6,8 persen; lebih tinggi dari bulan Desember tahun 2002 (sekitar 5,2 persen).

Di sektor PERBANKAN, meskipun kredit yang disalurkan kepada masyarakat pada akhir Desember 2003 meningkat menjadi Rp 477,2 triliun atau naik rata-rata 22,5 persen dalam keseluruhan tahun 2003, rasio penyaluran dana masyarakat terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio – LDR) masih relatif rendah. Pada bulan Desember 2003, LDR tercatat 43,2 persen; lebih tinggi dari tahun 1999 yaitu 26,0 persen; namun masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 70–80 persen). Pada tahun 2003, rasio kredit terhadap PDB meningkat menjadi 24,5 persen; lebih tinggi dari tahun 1999 (sekitar 20,5 persen); namun masih jauh lebih rendah dibandingkan sebelum krisis (sekitar 50–60 persen).

Terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar mata uang serta membaiknya perekonomian dunia meningkatkan kinerja sektor EKSTERNAL yang pada gilirannya meningkatkan cadangan devisa. Penerimaan ekspor pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 59,2 miliar atau naik 3,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selanjutnya dalam keseluruhan tahun 2003, penerimaan ekspor mencapai US$ 63,3 miliar atau naik 6,9 persen dibandingkan tahun 2002; terutama didorong oleh ekspor migas yang naik sekitar sekitar 17,8 persen; sedangkan ekspor non-migas meningkat sekitar 3,7 persen.

Meningkatnya penerimaan ekspor migas terutama didorong oleh harga ekspor minyak mentah yang masih cukup tinggi di pasar internasional berkaitan dengan memanasnya dan belum pulihnya situasi keamanan di Timur Tengah. Harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasar internasional meningkat dari rata-rata US$ 24,6/barel pada tahun 2002 menjadi US$ 28,8/barel tahun 2003.

Membaiknya perekonomian dalam negeri pada tahun 2003 meningkatkan kebutuhan impor menjadi US$ 39,5 miliar atau naik 10,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 18,2 persen dan 2,4 persen. Adapun menurut golongan barang, impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong meningkat masing-masing sebesar 6,3 persen dan 6,7 persen; sedangkan impor barang modal masih menurun sebesar 9,4 persen.

Dalam tahun 2003 total jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia melalui 13 pintu masuk hanya mencapai 3,7 juta orang, turun sekitar 9,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh belum pulihnya iklim pariwisata di Indonesia pasca Tragedi Bali serta meningkatnya ketidakamanan internasional berkaitan dengan merebaknya aksi terorisme di beberapa belahan dunia. Meskipun dalam keseluruhan tahun 2003 masih menurun, sejak triwulan III/2003 arus wisatawan asing mulai pulih.

Dengan mulai membaiknya perekonomian dunia, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 7,8 miliar. Dalam keseluruhan tahun 2003, surplus neraca transaksi berjalan diperkirakan masih cukup tinggi yaitu US$ 7,3 miliar.

II – 3

Pada tahun 2002, defisit neraca transaksi modal dan finansial menurun menjadi US 1,1 miliar terutama didorong oleh meningkatnya investasi saham dan portfolio serta arus PMA (neto). Dalam keseluruhan tahun 2003, defisit neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan relatif tetap. Pada akhir Desember 2003 jumlah cadangan devisa mencapai US$ 36,3 miliar atau US$ 4,3 miliar lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2002. Dalam keseluruhan tahun 2003, kondisi neraca pembayaran diperkirakan tetap aman.

Mantapnya stabilitas ekonomi tidak terlepas dari kinerja FISKAL. Sebagai pelaksanaan dari konsolidasi fiskal, pendapatan negara pada tahun 2003 mencapai 19,1 persen PDB atau lebih besar dibandingkan APBN 2002 yaitu sekitar 18,6 persen PDB didorong oleh meningkatnya penerimaan pajak penghasilan bukan migas dari 5,2 persen PDB pada tahun 2002 menjadi 5,4 persen PDB tahun 2003. Di sisi belanja negara, pengeluaran negara pada tahun 2003 meningkat menjadi 21,2 persen PDB, lebih tinggi dari APBN 2002 yaitu sekitar 20,0 persen PDB, didorong oleh kenaikan pengeluaran pembangunan dan belanja daerah masing-masing dari 2,3 persen PDB dan 6,1 persen PDB pada tahun 2002 menjadi 3,8 persen PDB dan 6,8 persen PDB pada tahun 2003.

Dengan perkembangan tersebut, rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2003 menjadi 2,1 persen PDB; sedikit lebih tinggi dibandingkan APBN 2002 sekitar 1,7 persen PDB. Utang pemerintah dapat ditekan menjadi 68,7 persen PDB pada tahun 2003. Secara umum ketahanan fiskal diperkirakan tetap terjaga sehingga memberikan landasan yang kuat untuk penyusunan APBN ke depan.

Stabilitas moneter yang membaik tersebut belum berhasil mendorong perekonomian secara berarti. Dalam tahun 2003, perekonomian tumbuh 4,5 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2002 (4,3 persen), terutama didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat, ekspor dan impor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 3,9 persen, 6,6 persen, dan 2,8 persen; sedangkan pembentukan modal tetap bruto tumbuh sebesar 1,9 persen. Adapun dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tahun 2003 terutama didorong oleh sektor pertanian dan sektor lain-lain (di luar industri) yang tumbuh masing-masing sebesar 3,1 persen dan 4,6 persen; sedangkan sektor industri tumbuh sekitar 5,0 persen. Lambatnya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh belum pulihnya investasi serta masih lemahnya kinerja ekspor non-migas.

Pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai guna menampung tambahan angkatan kerja serta pengangguran yang ada. Pengangguran terbuka yang dalam tahun 1997 berjumlah 4,2 juta orang (4,7 persen dari total angkatan kerja), meningkat menjadi 9,5 juta orang (9,5 persen dari total angkatan kerja) pada tahun 2003.

Lambatnya pemulihan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin belum dapat diturunkan pada tingkat sebelum krisis. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2002, jumlah penduduk miskin mencapai 38,4 juta jiwa (18,2 persen); lebih besar dari jumlah penduduk miskin tahun 1996 yaitu sekitar 34,5 juta jiwa (17,7 persen). Dalam tahun 2003, persentase penduduk miskin membaik pada tingkat sebelum krisis (17,4 persen); namun masih mencakup jumlah yang besar yaitu sekitar 37,3 juta jiwa. Penurunan jumlah penduduk miskin terutama

II – 4

terjadi di daerah perkotaan yaitu sekitar 7,9 persen; sedangkan di perdesaan relatif tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin menurun menjadi 36,1 juta jiwa atau sekitar 16,6 persen jumlah penduduk.

Dengan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004 yang berlangsung dengan aman dan tertib; terjaganya kelangsungan pembangunan dan stabilitas moneter setelah diakhirinya program kerja sama dengan IMF akhir tahun 2003 ini; terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; serta membaiknya perekonomian dunia; dalam keseluruhan tahun 2004 nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.900,- per dolar AS; laju inflasi sekitar 7,0 persen, dan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8 persen. Dengan demikian pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 2004 yang dihitung dengan tahun dasar 1998, diperkirakan sekitar Rp 5,4 juta atau sama dengan tingkat sebelum krisis (tahun 1996).