• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar histamin, TVB, TPC, dan bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Tahap Penilaian Sanitasi Higiene Tempat Pembongkaran Ikan (Transit) dan Penilaian Kelayakan Dasar Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan Penilaian Kelayakan Dasar Unit Pengolahan Ikan (UPI)

4.2.4 Penyimpangan Kritis

4.3.2.1.1 Kadar histamin, TVB, TPC, dan bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

mengenai peningkatan kadar histamin selama proses pembongkaran ikan tuna di transit dan pengolahan produk tuna loin beku di perusahaan pengolahan ikan tuna dan informasi tingkat konsumsi produk, serta keadaan masyarakat atau populasi yang mengkonsumsi produk tersebut.

4.3.2.1 Kadar histamin, TVB, TPC, dan bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dan pengolahan produk tuna loin beku

Kadar histamin merupakan salah satu indikator kesegaran ikan dan merupakan salah satu syarat mutu ekspor yang harus dipenuhi oleh produk tuna. Tuna merupakan spesies ikan yang termasuk dalam famili Scombridae dan merupakan spesies ikan yang banyak mengandung histidin bebas yang akan terdekomposisi menjadi histamin melalui reaksi dekarboksilasi histidin bebas oleh bakteri yang memiliki enzim histidin dekarboksilase, terutama jika penanganannya kurang baik dan tidak menerapkan rantai dingin. Pada penelitian ini informasi kadar histamin diperoleh dari hasil analisis kadar histamin yang

terbentuk pada ikan tuna segar dengan berbagai kualitas mutu pada proses pembongkaran ikan tuna di transit 14 (PT Mulia Sejahtera Mandiri) dan pada proses pengolahan produk tuna loin beku di PT Makmur Jaya Sejahtera, serta dari data sekunder hasil pengujian kadar histamin produk tuna loin beku di Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (BPMPHPK DKI Jakarta).

4.3.2.1.1 Kadar histamin, TVB, TPC, dan bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

a. Kadar histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Hasil analisis kadar histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit menunjukkan bahwa rata-rata kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade A 2,02±0,85 ppm, grade B 2,94±0,28 ppm, grade C 3,43±0,49 ppm, dan grade D 4,42±0,47 ppm. Kadar histamin ikan tuna

dari berbagai kualitas mutu tersebut rata-rata masih di bawah 100 ppm, sehingga masih aman dan layak untuk dikonsumsi (BSN 2006d). Histogram rata-rata kadar histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dapat dilihat pada Gambar 9.

 

Gambar 9. Histogram rata-rata kadar histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit Keterangan: A: ikan tuna grade A

B: ikan tuna grade B C: ikan tuna grade C D: ikan tuna grade D

Berdasarkan histogram pada Gambar 9 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar histamin ikan tuna pada proses pembongkaran di transit semakin tinggi dengan semakin menurunnya kualitas mutu ikan tuna. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan grade ikan tuna yaitu grade A, B, C, dan D memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar histamin yang terbentuk. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kesegaran ikan tuna yang didaratkan di transit, yang dipengaruhi oleh perbedaan waktu penangkapan dan kematian ikan tuna, cara kematian, aktivitas penanganan ikan tuna di kapal, sanitasi kapal, serta efektivitas penerapan rantai dingin di palka kapal. Leitaon et al. (1983) dalam Rodriguez-Jerez et al. (1994) menyatakan bahwa kenaikan kadar histamin terjadi akibat peningkatan jumlah koloni mikroba yang diduga mengandung golongan bakteri pembentuk histamin, yang sebagian besar berasal dari famili Enterobacteriaceae.

Hasil uji lanjut tukey menunjukkan bahwa kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade A dan B berbeda nyata dengan kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade D, tetapi tidak berbeda nyata dengan kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade C. Hasil uji lanjut tukey

 

grade A tidak berbeda nyata dengan kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade B dan kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade C tidak berbeda nyata dengan kadar histamin yang terbentuk pada ikan tuna grade D.

Perbedaan kualitas ikan tuna yang didaratkan di transit dilihat dari berbagai faktor organoleptik seperti keadaan mata, kulit, bau, tekstur daging, warna daging, dan kondisi (penampakan) ikan. Ikan yang memiliki kualitas baik menunjukkan bahwa ikan tersebut mengalami perlakuan yang baik selama proses penanganan di atas kapal dan di transit sehingga belum mengalami kemunduran mutu. Kimata (1961) menyatakan bahwa pembentukan histamin berbeda untuk setiap spesies ikan, hal ini tergantung pada kandungan histidin, tipe, dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba serta dipengaruhi oleh temperatur dan pH lingkungan.

Kadar histamin ikan tuna pada proses pembongkaran di transit dipengaruhi oleh perbedaan waktu penangkapan ikan tuna, aktivitas penanganan ikan tuna di kapal serta keefektifan dalam penyimpanan ikan tuna di palka kapal. Ikan tuna ditangkap dari perairan menggunakan long line kemudian ikan dimatikan dan dicuci serta dibersihkan insang serta isi perutnya, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri. Selanjutnya ikan didinginkan menggunakan sistem Refrigerated Sea Water (RSW) dengan suhu dipertahankan ≤ 4,4 oC sebelum didaratkan di transit. Hal ini bertujuan untuk mencegah kenaikan suhu pada tubuh ikan yang dapat menjadi indikasi kemunduran mutu ikan. Proses pendinginan ikan menggunakan Refrigerated Sea Water (RSW) dapat menghambat perkembangan bakteri pembentuk histamin. Eskin (1990) menyatakan bahwa setelah ikan mati berbagai proses perubahan fisik, kimia-biokimia dan mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan.

Pembentukan histamin sering disebabkan oleh suhu ikan yang tinggi setelah penangkapan (Guizani et al. 2004). Kontrol temperatur yang memadai merupakan kunci untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pembentukan histamin (McLauchlin et al. 2005). Pada suhu rendah, pembentukan histamin agak terhambat, karena aktivitas enzim histidin dekarboksilase menjadi rendah pada suhu rendah (Fletcher et al. 1996). Hasil pengukuran suhu ikan menunjukkan bahwa kisaran suhu ikan tuna pada saat didaratkan di transit rata-rata adalah

 

-0,8 oC hingga -1,1 oC (Lampiran 22). Taylor dan Alasalvar (2002) menyatakan bahwa histamin umumya dibentuk pada temperatur tinggi (>20 oC). Pendinginan dan pembekuan yang cepat, segera setelah ikan mati merupakan tindakan yang sangat penting dalam strategi mencegah pembentukan scombrotoxin (histamin).

b. Kadar Total Volatile Base (TVB) pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Hasil analisis kadar TVB pada proses pembongkaran ikan tuna di transit menunjukkan bahwa rata-rata kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna

grade A 8,42±0,39 mg N/100 g, grade B 9,53±0,04 mg N/100 g, grade C 10,96±0,50 mg N/100 g, dan grade D 12,06±0,86 mg N/100 g.

Kadar TVB ikan tuna dari berbagai kualitas mutu tersebut rata-rata masih di bawah 30 mg N/100 g, sehingga masih layak untuk dikonsumsi (DKP 2007b). Menurut Farber (1965), tingkat kesegaran hasil perikanan berdasarkan nilai TVB dikelompokkan menjadi empat, yaitu: ikan sangat segar dengan kadar TVB ≤ 10 mg N/100 g, ikan segar dengan kadar TVB 10-20 mg N/100 g,

ikan yang berada pada garis batas kesegaran yang masih dapat dikonsumsi dengan kadar TVB 20-30 mg N/100 g dan ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi dengan kadar TVB > 30 mg N/100 g. Histogram rata-rata kadar TVB pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram rata-rata kadar TVB pada proses pembongkaran ikan tuna di transit Keterangan: A: ikan tuna grade A

B: ikan tuna grade B C: ikan tuna grade C D: ikan tuna grade D

 

Berdasarkan histogram pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar TVB ikan tuna pada proses pembongkaran di transit semakin tinggi dengan semakin menurunnya kualitas mutu ikan tuna. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan grade ikan tuna yaitu grade A, B, C, dan D memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar TVB yang terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas mutu ikan tuna maka semakin tinggi tingkat kesegarannya. Hasil uji lanjut tukey menunjukkan bahwa kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade A dan B berbeda nyata dengan kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade C dan D. Hal ini disebabkan ikan tuna grade A dan B memiliki tingkat mutu dan kesegaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tuna grade C dan D. Selain itu, dari hasil uji lanjut tukey tersebut juga dapat diketahui bahwa kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade A tidak berbeda nyata dengan kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade B, dan kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade C tidak berbeda nyata dengan kadar TVB yang terbentuk pada ikan tuna grade D.

Berdasarkan hasil penelitian Antoine et al. (2002) diketahui bahwa kadar TVB ikan mahi-mahi (Coryphaena hippurus) cenderung mengalami peningkatan selama proses kebusukan ikan, dimana pada penyimpanan hari ke-3, kadar TVB telah mencapai 30 mg N/100 g dan nilai TPC 1x106 CFU/g. Hasil penelitian Shakila et al. (2003) menunjukkan bahwa kadar TVB ikan mackerel (Rastrelliger kanagurta) dan ikan sardine (Sardinella fimbriata) mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Pada lama penyimpanan 18 jam dengan suhu penyimpanan 32±2 oC, kadar TVB ikan mackerel dan ikan sardine telah mencapai lebih dari 30 mg N/100 g, dan pada lama penyimpanan 24 jam dengan suhu penyimpanan 32±2 oC, kadar TVB ikan mackerel dan sardine telah mencapai lebih dari 50 mg N/100 g.

Total Volatile Base (TVB) merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap dan merupakan salah satu indikator terjadinya penurunan mutu atau pembusukan pada ikan. Senyawa-senyawa nitrogen tersebut tidak termasuk dalam golongan protein. Komponen tersebut meliputi Trimetilamin Oksida (TMAO), urea, taurin, peptida, asam amino, nukleotida, dan senyawa basa purin lain yang sejenis, dengan jumlah berkisar antara 0,5 - 1% dari total jaringan daging. TMAO

 

dapat didegradasi menjadi Trimetilamine (TMA), Dimetilamine (DMA), dan Formaldehid (FA) oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme pembusuk. Degradasi ini menyebabkan adanya karakteristik flavor dan perubahan tekstur daging ikan yang menandai adanya kebusukan atau penurunan kesegaran ikan (Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP) 1999). c. Nilai Total Plate Count (TPC) pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Analisis TPC digunakan untuk mengetahui jumlah koloni mikroorganisme pada ikan tuna secara umum. Hasil analisis TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit menunjukkan bahwa rata-rata log TPC pada ikan tuna grade A 4,23±0,11 CFU/g (1,7x104 CFU/g), grade B 4,43±0,03 CFU/g (2,7x104 CFU/g), grade C 4,68±0,11 CFU/g (4,8x104 CFU/g), dan grade D 4,84±0,10 CFU/g (6,9x104 CFU/g). Nilai TPC ikan tuna dari berbagai kualitas mutu tersebut rata-rata masih di bawah standar Angka Lempeng Total (ALT) yang ditetapkan untuk ikan tuna segar yaitu maksimal 5x105 CFU/g, sehingga masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN 2006d). Histogram nilai rata-rata log TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram nilai rata-rata log TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Keterangan: A: ikan tuna grade A B: ikan tuna grade B C: ikan tuna grade C D: ikan tuna grade D

 

Berdasarkan histogram pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata log TPC ikan tuna pada proses pembongkaran di transit semakin tinggi dengan semakin menurunnya kualitas mutu ikan tuna. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan grade ikan tuna yaitu grade A, B, C, dan D memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai TPC. Semakin menurun kualitas mutu ikan tuna, maka kandungan bakteri pembusuk dalam daging ikan tersebut akan semakin besar. Hasil uji lanjut tukey menunjukkan bahwa nilai TPC pada ikan tuna grade A dan B berbeda nyata dengan nilai TPC pada ikan tuna grade C dan D. Hal ini disebabkan ikan tuna grade A dan B memiliki tingkat mutu dan kesegaran yang lebih tinggi dibanding dengan ikan tuna grade C dan D, sehingga kandungan bakteri pada ikan tuna grade A dan B lebih sedikit dibandingkan kandungan bakteri pada ikan tuna grade C dan D. Selain itu, dari hasil uji lanjut tukey tersebut juga dapat diketahui bahwa nilai TPC pada ikan tuna grade A tidak berbeda nyata nilai TPC pada ikan tuna grade B dan nilai TPC pada ikan tuna grade C tidak berbeda nyata dengan nilai TPC pada ikan tuna grade D.

Daging ikan yang baru ditangkap masih steril karena memiliki sistem kekebalan yang mencegah pertumbuhan bakteri pada daging ikan. Setelah ikan mati, sistem kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat

berkembang biak dengan bebas. Pada permukaan kulit, bakteri bergerak ke seluruh tubuh dan selama penyimpanan, bakteri menyerang daging dan

bergerak diantara serat otot. Proses kemunduran mutu ikan terjadi akibat adanya enzim yang dihasilkan bakteri yang merusak daging ikan (FAO 1995).

d. Jumlah bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Analisis jumlah bakteri pembentuk histamin (BPH) digunakan untuk mengetahui jumlah koloni bakteri pembentuk histamin pada ikan tuna yang berpotensi untuk menghasilkan histamin melalui proses dekarboksilasi enzim histidin dekarboksilase. Hasil analisis jumlah bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit menunjukkan bahwa rata-rata log BPH pada ikan tuna grade A 2,78±0,52 CFU/g (0,6x103 CFU/g), grade B 2,95±0,46 CFU/g (0,9x103 CFU/g), grade C 3,04±0,41 CFU/g (1,1x103 CFU/g), dan grade D 3,20±0,50 CFU/g (1,6x103 CFU/g). Histogram

 

nilai rata-rata log jumlah bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Histogram nilai rata-rata log jumlah bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit Keterangan: A: ikan tuna grade A

B: ikan tuna grade B C: ikan tuna grade C D: ikan tuna grade D

Berdasarkan histogram pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata log bakteri pembentuk histamin ikan tuna pada proses pembongkaran di transit semakin tinggi dengan semakin menurunnya

kualitas mutu ikan tuna. Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan grade ikan tuna yaitu grade A, B, C, dan D tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah bakteri pembentuk histamin yang terbentuk.

Bennour et al. (1991) dalam Heruwati et al. (2004) menyatakan bahwa produksi histamin tidak selalu berkorelasi dengan jumlah bakteri penghasil histamin. Menurut Allen (2004), kehadiran bakteri pembentuk histamin dalam jumlah tinggi tidak selalu berhubungan langsung dengan kadar histamin yang tinggi dalam sampel. Hal ini disebabkan bahwa respon dan isolat bakteri dalam sampel memiliki kecepatan dan kemampuan memproduksi histamin yang bervariasi. Kondisi lain yang mempengaruhi kecepatan produksi histamin dan biogenik amin lainnya adalah ketersediaan asama amino histidin bebas.

 

Berbagai jenis bakteri yang mampu menghasilkan enzim histidin dekarboksilase (HDC) termasuk famili Enterobacteriaceae dan Bacillaceae (Staruszkiewicz 2002 dalam Allen 2004). Umumnya spesies Bacillus, Citrobacter, Clostridium, Escherichia, Klebsiella, Lactobacillus, Pediococcus, Photobacterium, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Shigella, dan Streptococcus menunjukkan aktivitas dekarbokasilase asam amino (Kanki et al. 2002 dalam Allen 2004). Hasil penelitian Behling dan Taylor (1982) menunjukkan bahwa Proteus morganii, Klebsiella pneumoniae dan Enterobacter aerogenes merupakan bakteri yang mampu menghasilkan histamin dalam jumlah besar, sedangkan Hafnia alvei, Escherichia coli dan Citrobacter freundii menghasilkan histamin dalam jumlah kecil.

e. Perbandingan jumlah bakteri pembentuk histamin dengan nilai TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

Jumlah bakteri pembentuk histamin dalam sampel ikan tuna dibandingkan dengan nilai TPC untuk mengetahui besarnya potensi pembentukan histamin akibat aktivitas bakteri penghasil enzim histidin dekarboksilase. Perbandingan jumlah bakteri pembentuk histamin dengan nilai TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram perbandingan nilai rata-rata log jumlah bakteri pembentuk histamin dan nilai rata-rata log TPC pada proses pembongkaran ikan tuna di transit

 

Berdasarkan histogram pada Gambar 13 dapat diketahui bahwa jumlah bakteri pembentuk histamin pada proses pembongkaran ikan tuna di transit lebih sedikit jika dibandingkan dengan nilai TPC, yaitu rata-rata sebesar 65,84% dari nilai TPC. Hal ini disebabkan tidak semua jenis bakteri yang terdapat pada daging ikan tuna mampu menghasilkan enzim histidin dekarboksilase yang dapat mengubah asam amino histidin menjadi histamin.

4.3.2.1.2 Kadar histamin, TVB, TPC, dan bakteri pembentuk histamin pada