• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Kemunduran Mutu Ikan

2.6.2 Reaksi fisiologis histamin

Scombroid poisoning (histamine poisoning) disebabkan oleh konsumsi ikan yang mengandung histamin dengan level yang tinggi (Bremer et al. 2003). Gejala-gejala keracunan histamin meliputi sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerah-merahan, tubuh gatal-gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar, bibir membengkak, badan lemas dan muntah-muntah (Eitenmiller et al. 1982). Gejala keracunan histamin dapat terjadi sangat cepat, sekitar 30 menit setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin tinggi. Kemudian gejala agak menurun antara 3 hingga 24 jam setelah konsumsi, tetapi mungkin juga hingga beberapa hari (Bremer et al. 2003).

Histamin pada ikan yang busuk dapat menimbulkan keracunan jika

terdapat sekitar 100 mg dalam 100 g sampel daging ikan yang diuji (Kimata 1961). Menurut Anonim (1982) dalam Rodriguez-Jerez et al. (1994),

histamin dapat menyebabkan keracunan makanan ketika konsentrasinya di dalam ikan telah mencapai lebih dari 50 mg/100 g. Karena histamin merupakan salah satu bahaya dalam pangan maka ditetapkan suatu standar sebagai batas toleransi maksimum bagi histamin yang terkandung pada daging ikan. Tinggi rendahnya standar ini berbeda-beda tergantung negara tujuan ekspor.

Food and Drug Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna, mahi-mahi, dan ikan sejenis, 5 mg histamin/100 g daging ikan merupakan level yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin/100 g daging ikan merupakan level yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin/100 g daging ikan pada satu unit, maka kemungkinan pada unit yang lain, level histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 g (FDA 2002). Tingkat bahaya histamin per 100 g daging ikan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat bahaya histamin per 100 g daging ikan Kadar histamin per 100 g Tingkat bahaya

Kurang dari 5 mg Aman dikonsumsi

5-20 mg Kemungkinan toksik

20-100 mg Berpeluang toksik

Lebih dari 100 mg Toksik

Sumber: Shalaby (1996) dalam Sumner et al. (2004) 2.7 Risk Assessment

Risk analysis terdiri atas tiga komponen, yaitu risk assessment, risk management, dan risk communication. Risk assessment adalah karakterisasi

potensial risiko bahaya menggunakan pendekatan ilmiah, termasuk perkiraan besarnya risiko dan efek dari keluaran atau hasil yang ada. Risk management merupakan proses mempertimbangkan alternatif kebijakan yang sesuai dan dapat diterapkan berdasarkan hasil risk assesment, sehingga dapat mengendalikan potensi bahaya. Sedangkan risk communication merupakan proses interaksi berupa diskusi dan pertukaran informasi antara pihak-pihak yang terkait

pelaksanaan pengawasan keamanan pangan untuk memastikan pelaksanaan kebijakan dan konsep keamanan bahan pangan berjalan dengan baik dan benar (WHO 1998). Hubungan dari setiap komponen di dalam risk analysis dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara komponen dalam risk analysis (WHO 1998)

Menurut Center for Food Safety and Applied Nutrition (CFSAN) (2002), risk assessment merupakan suatu sistem untuk menganalisis risiko dari bahaya pada suatu produk. Analisis risk assessment harus mengacu pada permasalahan mengenai suatu bahaya dari suatu produk, misalnya adalah permasalahan mengenai berbagai penolakan ekspor suatu negara akibat adanya bahaya dalam produk tertentu.

Dalam aplikasinya, risk assessment terdiri atas empat komponen (Sumner et al. 2004) yaitu:

a. Hazard identification (identifikasi bahaya)

Hazard identification merupakan identifikasi agen biologi, kimia dan fisik yang dapat menyebabkan pengaruh kesehatan yang merugikan ketika terdapat dalam suatu makanan. Ini sebagai langkah pertama dalam menganalisis risiko dan merupakan proses pencarian untuk menganalisa bahaya yang nyata pada makanan tertentu, misalnya Clostridium botulinum yang teridentifikasi sebagai bahaya pada ikan kaleng, ikan asap, atau vacum-packed seafoods. Sehingga identifikasi bahaya

       

Risk Communication Pertukaran informasi dan pendapat

terkait bahaya pangan Risk Assessment Berdasarkan ilmu Risk Management Berdasarkan kebijakan

(hazard identification) merupakan pencarian pendahuluan untuk mencari sumber-sumber bahaya.

b. Exposure assessment (penilaian paparan)

Exposure assessment merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari kemungkinan adanya agen kimia, biologi, dan fisika yang masuk melalui makanan seperti halnya dari sumber lain yang terkait. Dalam penjelasannya diperlukan data dalam dua area, yaitu ukuran konsumsi makanan yang memiliki potensi bahaya dan tingkatan kontaminasi dari mikroorganisme atau toksin pada saat konsumsi. Untuk mendapatkan data tersebut, kita harus mengetahui mikroorganisme atau toksin mulai dari persiapan sampai pengolahan dan memperkirakan perubahan yang masuk dari rantai bahaya secara keseluruhan. c. Hazard characterization (karakterisasi bahaya)

Hazard characterization merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari efek yang merugikan kesehatan dalam hubungannya dengan agen biologi, kimia, dan fisik yang mungkin terdapat dalam makanan. Tujuan dari evaluasi risiko mikrobiologi berhubungan dengan mikroorganisme atau racun

(toksin) dari mikroorganime tersebut. Ada dua faktor penting dalam hazard characterization yaitu gambaran dari efek bahaya (mikroorganisme atau

toksinnya) dan dosis yang dapat diterima (dose-response).

Dose-response assessment merupakan penentuan hubungan antara besaran paparan (dosis) agen kimia, biologi, dan fisika dan tingkat keparahan dan atau frekuensi untuk menimbulkan efek yang merugikan kesehatan. Untuk individu tertentu, mata rantai dose-response sama dengan bahaya yang diberikan ketika terjadi infeksi dan skala penyakitnya. Contohnya adalah ketika banyak individu yang sehat mengkonsumsi makanan yang mengandung Listeria monocytogenes dalam jumlah yang banyak (mungkin sekitar 100 juta sel) tanpa menyebabkan penyakit yang serius. Berbeda dengan individu yang sensitif atau mudah terserang penyakit (janin dan orang tua serta orang yang memiliki sistem imun yang lebih lemah), dengan dosis yang lebih kecil (mungkin sekitar 10000 sel) dapat menyebabkan penyakit yang serius dan sekitar 30% kasus kematian.

d. Risk characterization (karakterisasi risiko)

Risk characterization merupakan proses penentuan secara kualitatif dan atau kuantitatif yang mencakup ketidakpastian, kemungkinan kejadian dan keparahan dari potensi yang merugikan kesehatan yang diketahui atau dikenal

dalam suatu populasi yang ditentukan berdasarkan hazard identification, exposure assessment, dan hazard characterization. Ketika menggunakan risk characterization maka kita harus menggabungkan hazard identification, exposure assessment, dan hazard characterization untuk menetapkan perkiraan risiko yang akan muncul.

Risk estimate adalah suatu keluaran dari risk characterization untuk menduga risiko dari suatu bahaya. Risiko ini mungkin timbul dari perkiraan secara kualitatif (tinggi, sedang, dan rendah) sampai perkiraan secara kuantitatif, dengan memprediksi jumlah orang yang diperkirakan akan terjangkit penyakit karena produk-produk tertentu dengan mengkaitkan bahaya-bahaya yang ada. Secara berurutan, kita dapat menggolongkan risiko atau bahaya secara kuantitatif dengan memberikan ranking atau nilai dari risiko itu dengan angka-angka tertentu, misalnya nilai 0-100.

Sumner et al. (2004) juga mengklasifikasikan risk assessment ke dalam tiga kategori, yaitu: qualitative risk assessment, semi-quantitative risk assessment, dan quantitative risk assessment. Ketiga kategori tersebut menghasilkan informasi yang berguna dan pemilihan kategori bergantung pada kecepatan dan kompleksitas dari kebutuhan yang dinilai (assessment).