BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Pada sub bab kajian pustaka ini memuat perkembangan anak,
media pembelajaran,media pembelajaran Montessori, fungsi media
pembelajaran dan pembelajaran IPA.
2.1.1 Perkembangan Anak
Perkembangan anak merupakan proses pematangan dan perubahan
hasil belajar sebagai hasil dari pertumbuhan yang dialami anak. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak adalah
proses perubahan dalam diri anak baik fisik maupun psikis yang terjadi
secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan (Soemantri, 2007:3).
Piaget (dalam Suparno, 2001) memaparkan pendapatnya tentang
teori perkembangan kognitf. Piaget membagi perkembangan kognitif anak
dalam 4 tahap yaitu sensori motorik, pra-operasional, operasional konkret,
dan operasional formal. Berikut merupakan 4 tahap perkembangan kognitif
anak menurut piaget.
1) Tahap perkembangan sensori motorik, terjadi pada saat bayi berusia dua
tahun. Selama tahap ini, inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan
inderawi anak terhadap lingkungan, seperti melihat, meraba, menjamah,
mendengar, membau, dan sebagainya. Selain itu, pada tahap ini anak belajar
15
tahap ini pula, konsep anak mengenai kausalitas (sebab akibat) juga mulai
berkembang terlebih berkaitan dengan konsep ruang dan waktu. Beberapa
perkembangan mengenai benda, ruang, waktu, dan kausalitas membantu
anak membangun pengetahuan tentang lingkungannya (Suparno,
2001:26-27). Oleh karena itu, tahap ini menjadi dasar bagi perkembangan tahapan
selanjutnya.
2) Tahapan perkembangan kognitif pra-operasional. Tahapan ini terjadi
pada umur 2-7 tahun. Periode ini merupakan periode peralihan dari periode
sensorimotorik. Pada akhir periode sensorimotorik, anak mengembangkan
tindakan yang efisien dan terorganisasi dalam menghadapi lingkungan.
Selain itu, anak pun menggunakan kemampuan yang sudah diterima pada
periode sebelumnya walaupun sekarang berada pada periode
pra-operasional (Crain, 2007:182). Anak juga menggunakan simbol maupun
tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek. Berdasarkan cara
berpikir tersebut, anak mampu mengungkap dan membicarakan hal yang
sudah terjadi (Suparno, 2001:49). Oleh karena itu, perkembangan kognitif
anak semakin berkembang yang terorganisir dengan penggunaan simbol dan
bahasa dalam mengungkapkan objek maupun hal yang terjadi.
3) Tahap operasional konkret. Terjadi pada usia 7-11 tahun. Pada tahap ini,
anak sudah mulai mengembangkan pemikiran yang didasarkan pada aturan
dan operasi yang logis. Anak-anak mulai berpikir logis untuk menggantikan
cara berpikir sebelumnya yang masih bersifat intuitif primitif, namun
16
4) Tahap operasi formal, merupakan tahap terakhir dalam tahap
perkembangan kognitif menurut Piaget. Tahap ini terjadi pada umur sekitar
sebelas atau dua belas tahun ke atas. Dalam tahap ini, anak dapat berpikir
logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposi dan
hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan tanpa mengamati terlebih
dahulu (Suparno, 2001:88). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa cara
berpikir abstrak mulai berkembang dan digunakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan
anak usia SD kelas I umumnya terjadi pada fase kedua yaitu pra operasional
(berusia 2-7 tahun). Serta dapat masuk pada tahap ketiga yaitu operasional
konkret Selain itu, anak berada pada intellectual period atau periode belajar
secara mendalam pada rentang usia ini. Periode ini menuntut anak untuk
belajar secara lebih dari pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
Selain itu, siswa SD pun juga termasuk pada tahap operasional konkret (usia
7-11 tahun). Salah satu ciri pada tahap ini adalah anak menggunakan logika
berpikir dengan menggunakan benda konkret dan belum dapat
menggunakan logika berpikir abstrak.
Hal ini berarti siswa SD memerlukan bantuan berupa benda konkret
atau media pembelajaran dalam memahami materi yang abstrak. Oleh
karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan pengembangan tentang
media pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan siswa SD
karena media pembelajaran mampu membantu siswa memahami materi
17 2.1.2 Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat
menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana
sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya
dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Rosyada, 2010:7).
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik (Sukiman,
2012:29). Media adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar
mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan
pembelajaran di sekolah pada khususnya (Arsyad, 2010:3).
Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan dalam
proses belajar mengajar untuk menyalurkan pesan dari guru ke siswa
sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya
dapat melakukan proses belajar dengan lebih antusias, dan penuh perhatian
sehingga tercipta proses belajar yang efektif dan efisien.
2.1.3 Fungsi Media pembelajaran
Media pembelajaran memiliki fungsi untuk mempermudah
pemahaman siswa tentang materi pembelajaran. Materi yang sifatnya
abstrak, pada umumnya sukar dipahami oleh siswa tanpa bantuan media
pembelajaran. Melalui media pembelajaran, siswa dapat memahami materi
yang abstrak dengan melihat, meraba, dan menggunakan media
18 2.1.4 Media Pembelajaran Berbasis Metode Montessori
Media pembelajaran menurut Montessori merupakan kesatuan
bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara
individu dan mendukung pengembangan kemampuannya (Hainstock,
1997:80). Selain itu, media pembelajaran yang dibuat oleh Montessori
ditujukan untuk membantu siswa dalam mencapai pengetahuan yang
abstrak dan mengembangkan cara berpikir yang kreatif dengan
memvisualisasikan simbol-simbol nyata (Lillard, 1996:80-81). Oleh
sebab itu, media pembelajaran selalu tersedia di kelas-kelas Montessori
untuk mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas, peneliti menarik
sebuah kesimpulan secara umum tentang pengertian media pembelajaran
Montessori. Media pembelajaran merupakan alat bantu untuk
memperagakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan
panca indera siswa agar dapat menerima materi dari apa yang mereka amati
dan apa yang mereka dengar serta apa yang mereka baca agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Media Pembelajaran Montessori mempunyai empat ciri khusus
(Montessori, 2002:171-175) dan satu ciri tambahan yaitu kontekstual. Hal
tersebut akan dipaparkan dalam uraian berikut.
1) Menarik
Media pembelajaran Montessori dirancang sangat menarik bagi siswa
agar dapat menarik minat siswa dalam belajar. Media pembelajaran dibuat
19
warnanya, media pembelajaran yang menarik dapat mengaktifkan
sensorial anak pada saat anak menyentuh, meraba media pembelajaran
menggunakan indera perabanya, serta mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh media pembelajaran menggunakan indera pendengarnya.
Melalui media pembelajaran tersebut anak pun dapat menemukan
hubungan satu hal dengan yang lain (Montessori, 2002:174).
2) Bergradasi
Media pembelajaran Montessori mempunyai gradasi rangsangan
warna, bentuk, maupun usia anak. Media pembelajaran Montessori tidak
hanya bergradasi dalam arti dapat melibatkan sebanyak mungkin
penggunaan panca indera, tetapi juga pada gradasi penggunaaan untuk
berbagai usia perkembangan anak maupun materi yang dapat diperoleh dari
media pembelajaran yang sama (Montessori, 2002:174). Gradasi warna
dapat diperkenalkan dengan menggunakan kotak warna yang memiliki
beberapa warna, misalnya warna biru tua hingga biru muda. Gradasi
ukuran tinggi ke rendah dapat diperkenalkan dengan menggunakan
media pembelajaran.
3) Auto-correction
Media pembelajaran Montessori mempunyai pengendali kesalahan pada
setiap media pembelajaran itu sendiri. Hal tersebut bertujuan agar anak
dapat mengetahui secara mandiri benar atau salah aktivitas yang
dilakukannya tanpa ada orang lain yang mengoreksi. Ciri tersebut dapat
digambarkan dari penggunaan media pembelajaran inkastri silinder. Inkastri
20
gemuk-kurus, tinggi kurus-gemuk pendek, dan tinggi gemuk-pendek kurus.
Pengendali kesalahan dari alat tersebut adalah lubang pada inkastri. Oleh
karena itu, anak dapat mengetahui benar/salah dari ketidaksesuaian inkastri
yang diletakkan pada masing- masing lubang (Montessori, 2002:171).
4) Auto-education
Media pembelajaran Montessori dirancang untuk menumbuhkan
kemandirian anak serta pengembangan kemampuan secara mandiri tanpa
ada campur tangan dari orang dewasa. Lingkungan belajar dirancang
sedemikan rupa agar tidak ada orang dewasa yang mengintervensi hal-hal
yang dilakukan anak. Hal tersebut dikarenakan setiap alat sudah mempunyai
pengendali kesalahan (Montessori, 2002:172-173).
5) Kontekstual
Peneliti menambahkan ciri kontekstual, yaitu agar media pembelajaran
yang digunakan sesuai dengan konteks atau pola hubungan di dalam
lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010:34).
Siswa memperoleh pengalaman belajarnya dengan menggunakan
benda konkret seperti media pembelajaran. Montessori menegaskan
bahwa semua material atau media pembelajaran tersebut berguna untuk
mendorong perkembangan anak secara intelektual dan melatih
keterampilan anak (Hainstock, 1997:82). Melalui media pembelajaran,
siswa dapat melihat secara langsung, memperagakan atau
menggunakannya, dan membentuk konsep yang abstrak serta pemikiran
yang kreatif. Fungsi lain yang dapat diperoleh dari media pembelajaran
21
kontrol pada pergerakan siswa, mengembangkan kemandirian,
kehendak, serta mengembangkan kebahasaannya (Lillard, 1996:80-85).
2.1.4.1Keunggulan Media pembelajaran Berbasis Metode Montessori
Media pembelajaran Montessori dapat melatih keterampilan anak dan
mendorong perkembangan anak secara intelektual (Hainstock, 1997:82).
Siswa mampu melihat, menggunakan, dan menemukan konsep dan berpikir
kreatif melalui media pembelajaran Montessori. Selain itu, media
pembelajaran Montessori memberi kontrol berupa auto-correction pada
siswa dalam menggunakannya, meningkatkan kemandirian, kehendak, serta
bahasanya (Lillard, 1996:80-85). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran berbasis metode Montessori memiliki
keunggulan yaitu dapat meningkatkan kemandirian anak dalam belajar
melalui 5 ciri khusus yang dimiliki media tersebut.
2.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pengetahuan Alam yang harus dibangun dengan kesadaran kognisi
(Surjani, 2010). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Kognisi memiliki arti
yaitu (1) proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, (2)
kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri. Dengan hanya mendengarkan penjelasan dari guru di
kelas tentu saja siswa dan siswi kelas I tersebut belum melakukan kegiatan
atau usaha memperoleh pengetahuan atau mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri.
IPA harus di pandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam,
22
pengetahuan. IPA harus dipandang sebagai suatu cara berpikir dalam
pencarian tentang pengertian rahasia alam dan sebagai batang tubuh
pengetahuan yang dihasilkan dari inquiry. Dapat disimpulkan pada
Hakikatnya IPA merupakan kumpulan pengetahuan atau IPA sebagai
produk ilmiah, dan cara untuk penyelidikan atau IPA sebagai proses ilmiah
(Collete and Chippetta, 1994).
Dari berbagai teori tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa dalam
praktiknya, pembelajaran IPA yang ideal harus dilakukan dengan prosedur
pengamatan terhadap objek-objek yang bersifat konkret dan mengenali
suatu objek melalui pengalaman sendiri.
2.1.7.1Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan
kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga
merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta
gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA
tidak hanya verbal tetapi juga faktual.
Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan
untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat
IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang
23
Keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi
ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur,
mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan
waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan
melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan
variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis
dan mensintesis data (Asyari, Muslichah, 2006: 22).
Keterampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi,
menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran
IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua
ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta,
konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru (Poedjiati, 2005:78).
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan
ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah
24
dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP atau MTs.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua
aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah
meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan
kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah.
2.1.7.2Materi Panca Indera manusia
Indera merupakan alat tubuh yang memiliki fungsi untuk mengetahui
keadaan di luar. Manusia memiliki lima indera, sehingga sering disebut
Panca Indera (Depdiknas, 2014). Kelima indera manusia tersebut yaitu:
1) Mata, berfungsi sebagai indera penglihatan, mata dapat melihat
lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar, sehingga mata dapat
mengenali benda benda disekitarnya dengan cepat. Mata dapat berfungsi
jika mendapatkan rangsangan berupa cahaya.
2) Hidung, berfungsi sebagai indera pembau, hidung dapat
mengidentifikasi suatu objek berdasarkan aroma yang ditimbulkan.
Hidung dapat membedakan macam-macam bau.
3) Kulit, Kulit merupakan indera peraba, dengan kulit kita dapat
membedakan kasar, halus, dingin, dan panas. Telinga
4) Telinga merupakan indera pendengaran. Dengan telinga kita bisa