PENGEMBANGAN
MEDIA PEMBELAJARAN IPA SD MATERI
PANCA INDERA BERBASIS METODE MONTESSORI
Naskah Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Achichi Ola Adillita
131134130
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv MOTTO
I believe in being strong when everything seems to be going wrong.
(Audrey Hepburn)
Be yourself , everyone else is taken.
v Halaman Persembahan
Skripsi ini saya persembahakan kepada:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah memberi kemudahan dan
kelancaran.
2. Kedua orang tuaku bapak David dan ibu Lilis .
3. Adikku Dila dan Noel.
4. Irwan yang selalu memberikan semangat dan dukungan.
5. Sahabat-sahabatku Vera, Achun, Vero, Nindi, Cicil, Lola, Listy yang
selalu memberikan semangat dan menemani di setiap keadaan.
6. PGSD Universitas Sanata Dharma sebagai tempat menuntut ilmu.
7. SDN V Gunungan.
dan semua pihak yang terlibat dalam penulisan tugas akhir yang tidak bisa penulis
vi
viii ABSTRAK
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA SD MATERI PANCA INDERA BERBASIS METODE MONTESSORI
Achichi Ola Adillita Universitas Sanata Dharma
2017
Latar belakang penelitian ini adalah siswa yang sulit memahami materi IPA yang diberikan oleh guru. Penggunaan media pembelajaran dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan prosedur pengembangan media pembelajaran panca indera berbasis Montessori, dan mengetahui kualitas media pembelajaran IPA materi panca indera berbasis Montessori.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan. Subjek penelitian adalah 5 siswa kelas I SD N V Gunungan tahun pelajaran 2016/2017. Objek peneliitian ini adalah media pembelajaran IPA materi panca indera berbasis Montessori. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, kuesioner, dan soal tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pengembangan media pembelajaran pembelajaran IPA materi panca indera berbasis Montessori dimodifikasi menjadi lima tahapan yaitu potensi dan masalah, penyusunan rencana, desain awal produk, validasi produk, dan uji coba lapangan terbatas. Validasi produk menunjukkan skor yang sangat baik yaitu 3,84. Uji coba terbatas menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh pada saat postets lebih tinggi daripada nilai yang diperoleh pada saat pretest dengan selisih sebesar 22. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran IPA materi panca indera berbasis Montessori memiliki kualitas sangat baik dan dapat membantu siswa dalam mempelajari materi panca indera.
ix
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF SCIENCE LEARNING MEDIA OF ELEMENTARY SCHOOL ON FIVE SENSE MATERIALS BASED ON MONTESSORI
METHOD development of instructional media procedures sensory-based Montessori, and knowing the quality of science teaching media sensory-based Montessori materials.
The methodology of this research is R and D (Research and development). The subjects of this research are five students in grade in SD N V Gunungan year 2016/2017. The object of this research is a learning media of Five Sense based of Montessori method. The research instrument used in this research is the guidelines for observation, interview, questionnaire, and test. The data analysis techniques used in this research are qualitative and quantitative analysis.
The results of the research showed that the development of Five Sense learning media used five steps procedure. The first step is the potential and problems, the preparation of plans, the initial product design, product validation, and limited field trial. Validation of the product showed 3.84, it is a very good score. Limited testing indicates that the posttest’s value higher than the values during the pretest with a difference of 22. Therefore it could be concluded that the material science learning media sensory-based Montessori method had a very good quality and can help students understanding the material on five senses.
x KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas segala berkat dan karunia-nya yang
begitu melimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN IPA SD M ATERI PANCA
INDERA BERBASIS METODE MONTESSORI”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan
program studi PGSD Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan dari berbagai pihak, karena itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc selaku dosen pembimbing I yang
telah memberikan semangat, arahan dan sumbangan pikiran yang peneliti
butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II
yang telah memberikan semangat, arahan dan sumbangan pikiran yang
peneliti butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu Dosen serta karyawan Universitas Sanata Dharma yang
telah memberikan ilmu kepada peneliti.
7. Kepala sekolah SD N V Gunungan yang telah memberikan izin kepada
peneliti dalam melaksanakan penelitian.
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN ... vi
ABSTRAK ... viii
2.1.2 Pengertian Media Pembelajaran ... 17
2.1.3 Fungsi Media pembelajaran ... 17
2.1.5 Media Pembelajaran Montessori ... 18
2.1.6 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 21
2.2 Penelitian Yang Relevan ... 25
xii
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Setting Penelitian ... 31
3.2.1 Objek Penelitian ... 31
3.2.2 Subjek Penelitian ... 32
3.2.3 Lokasi Penelitian ... 32
3.2.4 Waktu Penelitian ... 33
3.3 Rancangan Penelitian ... 33
3.4 Prosedur Penelitian ... 39
3.4.1 Potensi dan masalah ... 41
3.4.2 Perencanaan ... 42
3.4.3 Pengembangan Bentuk Awal Produk...44
3.4.4 Validasi Produk...44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67
4.1 Hasil... 67
4.1.1 Potensi dan Masalah...66
4.1.2 Penyusunan Rencana ... 89
xiii
4.1.4 Validasi Produk...102
4.1.5 Uji Coba Lapangan Terbatas...110
4.2 Pembahasan ... 116
BAB V PENUTUP... 121
5.1 Kesimpulan ... 121
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 122
5.3 Saran ... 122
xiv DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Desain media pembelajaran The Pentagon Of Five Sense. ... 9
Gambar 1. 2 Pentagon Puzzle ... 9
Gambar 1. 3 3D Card of Five sense ... 10
Gambar 1. 4 Rectangle Box ... 11
Gambar 1. 5 Puzzle Places ... 11
Gambar 1.6 Tempat Penyimpanan Pentagon Puzzle....12
Gambar 1.7 Tempat Penyimpanan 3D Card...13
Gambar 4. 1 Rectangle box ... 102
Gambar 4. 2 PentagonPuzzle ... 103
Gambar 4. 3 3D CardofFive sense ... 103
Gambar 4. 4 Hasil Validasi Instrumen ... 99
Gambar 4. 5 Hasil Reabilitas Instrumen ... 100
Grafik 4.1 Perbandingan pretest dan posttest...112
xv DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Kisi-kisi observasi ... 51
Tabel 3. 2 Garis besar wawancara dengan kepala sekolah. ... 52
Tabel 3. 3 Garis besar wawancara dengan guru kelas I…...51
Tabel 3. 4 Garis besar wawancara dengan siswa kelas I... 53
Tabel 3. 5 Kisi-kisi kuesioner Analisis Kebutuhan untuk siswa dan guru kelas I. 54 Tabel 3. 6 Kategorisasi Skor Rerata Hasil Berdasarkan Hasil Validasi Ahli. ... 55
Tabel 3. 8 Kisi-kisi soal... 59
Tabel 3. 9 Aspek Penilaian Validasi Isi Instrumen Test. ... 59
Tabel 3.10 Skala dan Kriteria Pedoman Wawancara...61
Tabel 3.11 Skala dan Kriteria pada pedoman uji validitas isi...61
Tabel 3.12 Skala dan Kriteria pada pedoman uji validitas konstruk...62
Tabel 3.13 Skala dan Kriteria pedoman uji keterbacaan tes...62
Tabel 3.14 Skala dan kriteria pada pedoman penilaian validasi produk oleh ahli...62
Tabel 3.15 Skala dan kriteria pada pedoman penilaian kuesioner tanggapan...63
Tabel 3. 16 Kategorisasi Skor Rerata Hasil Penilaian Instrumen...65
Tabel 3. 17 Jadwal penelitian...664
Tabel 4. 1 Hasil validasi Instrumen Observasi... .68
Tabel 4. 2 Hasil Observasi di kelas ... 68
Tabel 4. 3 Hasil validasi instrumen pedoman wawancara. ... 70
Tabel 4. 4 Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah. ... 72
Tabel 4. 5 Hasil Wawancara terhadap Guru. ... 73
Tabel 4. 6 Hasil wawancara dengan siswa ... 74
Tabel 4. 7 Hasil Validasi instrumen analisis kebutuhan guru ... 77
Tabel 4. 8 Validasi instrumen kuesioner analisis kebutuhan siswa ... 78
Tabel 4. 9 Hasil validasi instrumen kuesioner analisis kebutuhan guru. ... 79
Tabel 4. 10 Hasil validasi instrumen kuesioner analisis kebutuhan siswa. ... 79
xvi
Tabel 4. 12 Hasil rekapitulasi validasi kuesioner... 80
Tabel 4. 13 Hasil validitas uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan untuk siswa ... 81
Tabel 4. 14 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Guru ... 82
Tabel 4. 15 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru... 84
Tabel 4. 16 Rekapitulasi Jawaban Analisis Kebutuhan untuk Siswa... 87
Tabel 4. 17 Rekapitulasi Deskripsi jawaban siswa dalam Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 89
Tabel 4. 18 Hasil Validasi Isi Instrumen Test oleh Guru SD Penelitian. ... 95
Tabel 4. 19 Rekapitulasi komentar hasil validasi isi instrumen tes oleh guru SD setara... 95
Tabel 4. 20 Hasil validitas isi instrumen tes... 95
Tabel 4. 21 Hasil validitas konstruk instrumen tes ... 96
Tabel 4. 22 Rekapitulasi Validasi Isi Instrumen test... 96
Tabel 4. 23 Hasil Penilaian Uji Keterbacaan Instrumen Tes Oleh Siswa ... 97
Tabel 4. 24 Rekapitulasi Hasil Validitas Empiris Instrumen Tes ... 99
Tabel 4. 25 Skor Uji Validasi Kuesioner Validasi Produk untuk Guru ... 105
Tabel 4. 26 Skor Uji Validasi Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa... 106
Tabel 4. 27 Uji validasi kuesioner validasi produk untuk guru. ... 107
Tabel 4. 28 Hasil penilaian uji validasi kuesioner kelayakan produk ... 107
Tabel 4. 29 Hasil Validasi Produk Media pembelajaran oleh Ahli Pembelajaran IPA ... 109
Tabel 4. 30 Rekapitulasi Komentar dari ahli IPA ... 109
Tabel 4. 31 Hasil Validasi Produk Media pembelajaran oleh Ahli IPA ... 110
Tabel 4. 32 Validasi produk media pembelajaran oleh guru... 110
Tabel 4. 33 Hasil Valdiasi Album oleh Ahli IPA. ... 111
Tabel 4. 34 Hasil Validasi Album oleh Ahli Montessori. ... 111
Tabel 4. 35 Perbandingan Pretest dan posttest ... 113
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Penelitian yang relevan... 26
Bagan 3.1 Model penelitian dan pengembangan Borg & Gall... 32
Bagan 3.2 Model pengembangan Sugiyono... 35
Bagan 3.3 Prosedur yang digunakan dalam penelitian... 38
Bagan 3.4 Prosedur Penelitian... 39
Bagan 4.1 Triangulasi hasil wawancara terhadap narasumber... 73
xviii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Identifikasi Masalah
Lampiran 1.1 Lembar hasil validasi pedoman observasi... 124
Lampiran 1.2 Lembar hasil observasi Pembelajaran IPA…... 125
Lampiran 1.3 Lembar hasil validasi pedoman wawancara kepala sekolah oleh ahli... 126
Lampiran 1.4 Transkip wawancara dengan Kepala Sekolah... 129
Lampiran 1.5 Lembar hasil validasi pedoman wawancara guru oleh ahli... 132
Lampiran 1.6 Transkip wawancara dengan guru... 136
Lampiran 1.7 Lembar hasil validasi pedoman wawancara siswa oleh ahli... 141
Lampiran 1.8 Transkip wawancara dengan siswa... 143
Lampiran 2 Instrumen Analisis Kebutuhan Lampiran 2.1 Lembar hasil validasi kuesioner analisis kebutuhan guru... 147
Lampiran 2.2 Lembar hasil validasi kuesioner analisis kebutuhan siswa... 151
Lampiran 2.3 Lembar hasil uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan guru... 156
Lampiran 2.4 Lembar hasil uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan siswa... 160
Lampiran 2.5 Lembar hasil pengisian kuesioner analisis kebutuhan guru.... 165
Lampiran 2.6 Lembar hasil pengisian kuesioner analisis kebutuhan siswa... 168
Lampiran 3 Instrumen Tes Lampiran 4.1 Lembar hasil validasi kuesioner validasi produk oleh ahli... 187
Lampiran 4.2 Lembar hasil validasi kuesioner tanggapan mengenai media pembelajaran oleh siswa... 188 Lampiran 4.3 Lembar hasil uji keterbacaan kuesioner tanggapan mengenai media pembelajaran oleh siswa... 189
Lampiran 4.4 Lembar hasil validasi produk media pembelajaran oleh ahli.. 192 Lampiran 4.5 Lembar hasil validasi album penggunaan media
pembelajaran oleh ahli... 198
xix
pembelajaran oleh siswa... 199
Lampiran 5 Surat Penelitian Lampiran 5.1 Surat Ijin Penelitian... 200
Lampiran 5.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 201
Lampiran 6 Dokumentasi... 202
1
(1) pengetahuan tentang, atau tahu tentang; (2) pengetahuan, pengertian,
faham yang benar atau mendalam (Surjani, 2010).
Adapun sistem pengetahuan alam ini dibangun dengan kesadaran
kognisi yang meliputi semua kegiatan pengamatan dan analisis serta
ditambah dengan serangkaian kegiatan percobaan di laboratorium untuk
memperkuat pemahaman yang lebih komprehensif. Selanjutnya makna sains
atau ilmu alam mengalami perluasan yaitu dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan alam digunakan merujuk ke pengetahuan mengenai alam dan
mempunyai objek-objek alam. Alam merupakan alam material yang dapat
diberi perlakuan dan diamati sebab serta akibatnya. Ilmu alam sifatnya lebih
pasti karena gejala yang diamati relatif nyata dan terukur. Karenanya ilmu
pengetahuan alam disebut ilmu pasti atau eksata (Surjani, 2010).
IPA diartikan sebagai usaha manusia dalam memahami alam
semesta melalui pengamatan yang tepat sasaran serta menggunakan
prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga memperoleh
kesimpulan. Pada pengertian IPA tersebut jelas dikatakan bahwa
pembelajaran IPA bukanlah semata-mata menghapal informasi atau
2
diperoleh dan dapat menghubungkan pada kehidupan sehari- hari
merupakan pengertian IPA yang sebenarnya (Susanto, 2013:166).
Berdasarkan teori dari para ahli yang telah disebutkan diatas,
pengamatan merupakan suatu elemen penting dalam pembelajaran IPA,
dalam artian lain, pembelajaran IPA tidak bisa lepas dari proses
pengamatan, serta analisis, oleh karena itu ilmu pengetahuan alam harus
diajarkan dengan cara yang tepat dan menarik serta memberikan
kesempatan berpikir kritis bagi siswa SD. Pembelajaran IPA harus diajarkan
dengan "menemukan sendiri" melalui pengamatan atau percobaan. Bila IPA
di sekolah dasar diajarkan melalui pengamatan dan percobaan yang
dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidak akan menjadi mata pelajaran
yang bersifat hafalan saja, sehingga materi yang abstrak dapat lebih mudah
untuk dimengerti oleh siswa.
Mengenal anggota tubuh manusia dan fungsinya merupakan salah
satu materi dalam pembelajaran IPA kelas I SD. Berdasarkan observasi
yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 1 sampai 4 November 2016,
siswa masih sulit memahami materi bagian tubuh manusia yaitu alat indera,
saat diminta menyebutkan panca indera, siswa masih mengalami kesulitan,
beberapa siswa menyebutkan mulut dan bibir sebagai bagian dari panca
indera manusia, padahal keduanya bukan merupakan bagian dari panca
indera manusia. Dalam pembelajaran IPA tersebut peneliti tidak
menemukan penggunaan media pembelajaran, guru menerangkan hanya
dengan teori dan memberikan soal-soal latihan. Peneliti melakukan
3
November 2016, pada saat melakukan wawancara dengan guru kelas 1,
guru tersebut mengatakan bahwa sebenarnya siswa sangat membutuhkan
media pembelajaran IPA karena materi IPA bersifat abstrak dan sulit
dibayangkan oleh siswa kelas I, guru juga mengatakan jika guru meminta
siswa melakukan pengamatan terhadap anggota tubuh secara langsung
dengan cara berpasangan, siswa cenderung saling mengolok-olok dan tidak
tertarik. Pada saat peneliti melakukan wawancara dengan siswa, siswa yang
pertama tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan media pembelajaran,
setelah peneliti menunjukkan sebuah gambaran, siswa tersebut baru
mengerti, siswa kedua yang di wawancara mengatakan bahwa akan sangat
menyenangkan jika dapat menggunakan media pembelajaran dalam
kegiatan belajar di kelas, siswa tersebut juga mengatakan bahwa cara guru
menyampaikan materi di kelas caranya hampir sama setiap harinya,
sehingga siswa kurang tertarik dan justru asyik melakukan hal lain seperti
berbincang dengan teman ketika guru sedang menjelaskan atau menulis di
papan tulis. Setelah melakukan observasi dan wawancara, peneliti juga
menyebarkan kuesioner analisis kebutuhan pada sejumlah siswa dan guru,
data yang diperoleh dari kuesioner menyebutkan bahwa tidak terdapat
media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPA di kelas, serta
guru dan siswa kelas I membutuhkan media pembelajaran IPA yang
menarik, hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada
guru dan siswa kelas I.
Proses pembelajaran IPA yang terjadi di kelas I SD N V Gunungan
4
dibangun dengan kesadaran kognisi seperti teori yang telah disebutkan
diatas. Dengan hanya mendengarkan penjelasan dari guru di kelas tentu saja
siswa kelas I tersebut belum melakukan kegiatan atau usaha memperoleh
pengetahuan atau mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri.
Media pembelajaran konkret dapat membantu siswa memahami
materi IPA yang abstrak. Piaget memaparkan pendapatnya tentang teori
perkembangan kognitf. Piaget membagi perkembangan kognitif anak dalam
4 tahap yaitu (1) sensorimotorik, (2) pra-operasional, (3) operasional
konkret, dan (4) operasional formal. Perkembangan anak usia SD kelas I
umumnya terjadi pada fase kedua yaitu pra operasional (berusia 2-7 tahun).
Selain itu, siswa SD pun juga termasuk pada tahap operasional konkret (usia
7-11 tahun). Salah satu ciri pada tahap ini adalah anak menggunakan logika
berpikir dengan menggunakan benda konkret dan belum dapat
menggunakan logika berpikir abstrak (Prastisi, 2008).
Dengan praktik penggunaan media pembelajaran konkret, anak dapat
mengalami langsung proses pembelajaran, sehingga akan lebih mudah bagi
anak untuk menyatakan atau menjelaskannya kembali.
Metode Montessori adalah metode yang bersandar pada prinsipnya
bahwa pendidikan seorang anak harus muncul dari dan bertepatan dengan
tahap-tahap perkembangan anak itu sendiri. Maria Montessori meyakini
bahwa anak-anak mengalami kemajuan melalui serangkaian tahap
perkembangan, masing-masing tahap memerlukan jenis pembelajaran yang
5
Dengan berlandaskan teori dari Gutek tersebut, peneliti merasa bahwa
media pembelajaran IPA berbasis Montessori adalah sebuah solusi yang
tepat dari masalah yang telah ditemukan di lapangan, dimana ketika
pembelajaran IPA di SD Negeri V Gunungan, para siswa masih riuh dan
asyik melakukan aktifitasnya sendiri-sendiri, kondisi siswa kelas 1 SD
Negeri V Gunungan sebagian besar masih dalam masa transisi dari jenjang
taman kanak-kanak ke sekolah dasar, oleh sebab itu, suasana kelas
seringkali tidak kondusif karena anak mudah merasa bosan.
Media Pembelajaran menjadi salah satu hal yang penting dalam
penerapan metode Montessori. Berdasarkan observasi dan eksperimen yang
dilakukan oleh Maria Montessori menunjukkan bahwa penggunaan berbagai
material atau media pembelajaran yang diberikan pada anak mampu
mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan kreatif.
Montessori percaya bahwa kemampuan dasar dalam ilmu pengetahuan
dapat dipahami anak-anak Sekolah Dasar dengan mudah jika mereka
diperlihatkan alat-media pembelajaran yang nyata untuk membantu mereka
melakukan imajinasi (Lillard, 1997:80).
Montessori menekankan pentingnya penggunaan media pembelajaran
atau benda-benda konkret yang membantu siswa selama proses belajar.
Media pembelajaran menjadi bagian yang penting dalam lingkungan belajar
bagi siswa. Media pembelajaran yang ada di lingkungan Montessori
memiliki 4 ciri yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan
auto-education (Montessori, 2002:171-174). Berkaitan dengan hal tersebut,
6
agar media pembelajaran yang digunakan dapat sesuai dengan lingkungan
siswa di Indonesia. Kontekstual berarti sesuai dengan konteks atau pola
hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010:34).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, kuesioner, serta teori dari
beberapa ahli, peneliti merasa bahwa menerapkan metode Montessori dalam
mendesain media pembelajaran IPA adalah sebuah ide yang menarik,
karena 5 karakteristik media pembelajaran Montessori yang menarik,
auto-education, bergradasi, auto-correction, dan kontekstual dirasa bisa
menjawab segala permasalahan yang terjadi di lapangan. Karakteristik
Montessori yang menarik serta bergradasi dapat menarik antusias serta
ketertarikan anak dalam belajar, dengan menggunakan media dalam
pembelajaran juga sudah sesuai dengan hakikat IPA yaitu kognisi dimana
anak dapat memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri. Selain itu, media pembelajaran IPA berbasis
Montessori belum pernah dikembangkan sebelumnya, sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian serta membuat desain yang sesuai
dengan 5 karakteristik Montessori yang telah disebutkan di atas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana prosedur dalam mengembangkan media pembelajaran IPA
dengan metode Montessori yang sesuai dengan ciri-ciri Montessori untuk
siswa kelas I?
1.2.2 Bagaimana kualitas media pembelajaran berbasis Montessori berupa The
7 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.3.1 Mendeskripsikan prosedur dalam mengembangkan media pembelajaran
IPA dengan metode Montessori yang sesuai dengan ciri-ciri Montessori
untuk siswa kelas I.
1.3.2 Mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis Montessori berupa The
Pentagon of five sense dalam pembelajaran IPA kelas I dengan materi
pembelajaran panca Indera.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.3.3 Bagi Peneliti
a. Penelitian ini membuka wawasan mahasiswa bahwa adanya media
pembelajaran pembelajaran dapat membantu siswa dalam memahami
materi.
b. Penelitian ini memberikan pemikiran baru kepada mahasiswa akan
pentingnya pengembangan media pembelajaran pembelajaran SD yang
inovatif sehingga dapat membantu kelangsungan proses pembelajaran.
c. Penelitian ini memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa
tentang pengembangan media pembelajaran pembelajaran SD untuk
materi panca indera manusia berbasis metode Montessori.
1.3.4 Bagi Guru
a. Guru dapat memiliki pemahaman akan pentingnya media pembelajaran
pembelajaran inovatif yang lain untuk mengatasi berbagai kesulitan yang
8 b. Guru dapat memiliki pengalaman tentang cara mengembangkan media
pembelajaran pembelajaran IPA SD yang inovatif berbasis metode
Montessori yang memanfaatkan potensi lokal atau sumber daya yang ada
di lingkungan sekitar.
c. Guru dapat mengembangkan sendiri berbagai media pembelajaran yang
lain dengan menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis metode
Montessori.
1.3.5 Bagi siswa
a. Siswa memperoleh pengalaman langsung menggunakan media
pembelajaran yang menarik agar lebih fokus dalam pembelajaran.
b. Siswa memiliki pengalamanan langsung terhadap pembelajaran IPA
yang aktif, kreatif, dan menyenangkan dengan adanya penggunakan
media pembelajaran IPA berbasis Montesssori.
1.5 Spesifikasi Produk
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini adalah
sebuah alat dari kayu bernama “The Pentagon of Five sense” yaitu media
pembelajaran panca indera manusia yang salah satu bagiannya berupa
sebuah bangun ruang segilima yang masing-masing sisinya terdiri dari
bagian panca indera manusia yaitu mata, hidung, telinga, mulut, dan kulit.
Perangkat media tersebut terdiri dari 4 bagian yaitu pentagon puzzle,
9
Gambar 1. 1 Desain media pembelajaran The Pentagon Of Five Sense.
1.3.6 PentagonPuzzle
Puzzle ini terdiri dari 15 buah prisma segitiga berwarna-warni.
Gambar 1. 2 Pentagon Puzzle
Dalam puzzle ini, setiap prisma segitiga memiliki 15 gambar yang
berbeda dimana dalam masing masing prisma segitiga akan menampilkan
gambar yang berkaitan dengan fungsi panca indera manusia, seperti
gambar ikan yang berbau amis, sampah yang berbau busuk,
gambar-gambar tersebut berkaitan dengan fungsi panca indera manusia yaitu
hidung. Prisma segitiga tersebut juga memiliki gradasi warna, dalam setiap
susunannya, dalam setiap susunan terdiri dari 3 buah prisma segitiga,
kedua warna yang terletak di bagian atas dan bawah merupakan warna
yang dapat dicampurkan kemudian menghasilkan warna di tengah,
10
bawah merupakan warna kuning, maka percampuran dari kedua warna
tersebut akan menghasilkan warna merah, warna merah tersebut diberikan
simbol “t” kecil agar tetap di letakkan di tengah, karena warna di tengah
berfungsi sebagai kunci jawaban, warna prisma segitiga di tengah akan
sama dengan warna latar belakang panca indera yang ada di 3D card of
five sense.
1.3.7 3D Card of Five sense
Komponen serlanjutnya adalah 3D card of five sense, seperti
namanya, kartu 3D berbentuk persegi panjang ini memiliki sebuah
komponen 3D, dimana digambarkan alat indera manusia dalam bentuk 3D
sehingga siswa dapat merabanya. 3D card of five sense terdiri dari 5 kartu
yang terdiri dari kartu mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit. Kartu kartu
tersebut memiliki latar belakang warna yang sama dengan prisma segitiga
yang terdapat pada komponen pentagon puzzle yang memiliki kode “t”
atau susunannya terletak di tengah, selain sebagai sarana penyampaian
materi, media ini dapat berfungsi sebagai kartu soal yang berhubungan
dengan fungsi panca indera. komponen ini memiliki pengait magnet
sehingga dapat di letakkan di dalam rectangle box.
11
1.3.8 Rectangle Box
Sesuai dengan namanya, komponen ini berbentuk balok yang
berfungsi sebagai wadah untuk pentagon puzzle dan 3D card of five sense.
Komponen ini dapat dibuka tutup sehingga praktis untuk dibawa.
Gambar 1. 4 Rectangle Box
1.3.9 Pentagonpuzzle places.
Komponen yang terakhir adalah pentagon puzzle places.
Komponen ini berfungsi sebagai tempat atau wadah bagi prisma segitiga,
sehingga ketika prisma segitiga tersebut seluruhnya di letakkan di
pentagonpuzzle places, dapat membentuk suatu bangun ruang segilima.
12
1.3.10 Kotak penyimpanan
Terdapat dua buah kotak penyimpanan yaitu kotak penyimpanan
untuk pentagon puzzle dan kotak penyimpanan untuk 3D card. Kotak
penyimpanan untuk pentagon puzzle berbentuk kubus, dan kotak
penyimpanan 3D card berbentuk balok
Gambar 1.6 Kotak penyimpanan pentagon pentagon puzzle
Gambar 1.7 Kotak penyimpanan pentagon 3D card
1.4 Definisi Operasional
1.4.1 Perkembangan anak adalah proses perubahan dalam diri anak baik fisik
maupun psikis yang terjadi secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan
1.4.2 Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga
13
1.4.3 Media pembelajaran Montessori adalah media pembelajaran yang
memiliki ciri bergradasi, menarik, auto-education, auto-correction, dan
kontekstual.
1.4.4 Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu wajib dan sangat penting
sehingga perlu diajarkan di sekolah dasar dan harus dibangun dengan
kesadaran kognisi.
1.4.5 Panca indera adalah alat-alat tubuh yang berfungsi mengetahui keadaan
luar, alat indera manusia sering disebut panca indera karena terdiri dari 5
14 BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II akan membahas empat bagian, yaitu kajian pustaka, penelitian
yang relevan, kerangka berpikir dan pertanyaan penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Pada sub bab kajian pustaka ini memuat perkembangan anak,
media pembelajaran,media pembelajaran Montessori, fungsi media
pembelajaran dan pembelajaran IPA.
2.1.1 Perkembangan Anak
Perkembangan anak merupakan proses pematangan dan perubahan
hasil belajar sebagai hasil dari pertumbuhan yang dialami anak. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak adalah
proses perubahan dalam diri anak baik fisik maupun psikis yang terjadi
secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan (Soemantri, 2007:3).
Piaget (dalam Suparno, 2001) memaparkan pendapatnya tentang
teori perkembangan kognitf. Piaget membagi perkembangan kognitif anak
dalam 4 tahap yaitu sensori motorik, pra-operasional, operasional konkret,
dan operasional formal. Berikut merupakan 4 tahap perkembangan kognitif
anak menurut piaget.
1) Tahap perkembangan sensori motorik, terjadi pada saat bayi berusia dua
tahun. Selama tahap ini, inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan
inderawi anak terhadap lingkungan, seperti melihat, meraba, menjamah,
mendengar, membau, dan sebagainya. Selain itu, pada tahap ini anak belajar
15
tahap ini pula, konsep anak mengenai kausalitas (sebab akibat) juga mulai
berkembang terlebih berkaitan dengan konsep ruang dan waktu. Beberapa
perkembangan mengenai benda, ruang, waktu, dan kausalitas membantu
anak membangun pengetahuan tentang lingkungannya (Suparno,
2001:26-27). Oleh karena itu, tahap ini menjadi dasar bagi perkembangan tahapan
selanjutnya.
2) Tahapan perkembangan kognitif pra-operasional. Tahapan ini terjadi
pada umur 2-7 tahun. Periode ini merupakan periode peralihan dari periode
sensorimotorik. Pada akhir periode sensorimotorik, anak mengembangkan
tindakan yang efisien dan terorganisasi dalam menghadapi lingkungan.
Selain itu, anak pun menggunakan kemampuan yang sudah diterima pada
periode sebelumnya walaupun sekarang berada pada periode
pra-operasional (Crain, 2007:182). Anak juga menggunakan simbol maupun
tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek. Berdasarkan cara
berpikir tersebut, anak mampu mengungkap dan membicarakan hal yang
sudah terjadi (Suparno, 2001:49). Oleh karena itu, perkembangan kognitif
anak semakin berkembang yang terorganisir dengan penggunaan simbol dan
bahasa dalam mengungkapkan objek maupun hal yang terjadi.
3) Tahap operasional konkret. Terjadi pada usia 7-11 tahun. Pada tahap ini,
anak sudah mulai mengembangkan pemikiran yang didasarkan pada aturan
dan operasi yang logis. Anak-anak mulai berpikir logis untuk menggantikan
cara berpikir sebelumnya yang masih bersifat intuitif primitif, namun
16
4) Tahap operasi formal, merupakan tahap terakhir dalam tahap
perkembangan kognitif menurut Piaget. Tahap ini terjadi pada umur sekitar
sebelas atau dua belas tahun ke atas. Dalam tahap ini, anak dapat berpikir
logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposi dan
hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan tanpa mengamati terlebih
dahulu (Suparno, 2001:88). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa cara
berpikir abstrak mulai berkembang dan digunakan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan
anak usia SD kelas I umumnya terjadi pada fase kedua yaitu pra operasional
(berusia 2-7 tahun). Serta dapat masuk pada tahap ketiga yaitu operasional
konkret Selain itu, anak berada pada intellectual period atau periode belajar
secara mendalam pada rentang usia ini. Periode ini menuntut anak untuk
belajar secara lebih dari pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
Selain itu, siswa SD pun juga termasuk pada tahap operasional konkret (usia
7-11 tahun). Salah satu ciri pada tahap ini adalah anak menggunakan logika
berpikir dengan menggunakan benda konkret dan belum dapat
menggunakan logika berpikir abstrak.
Hal ini berarti siswa SD memerlukan bantuan berupa benda konkret
atau media pembelajaran dalam memahami materi yang abstrak. Oleh
karena itu, peneliti terdorong untuk melakukan pengembangan tentang
media pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan siswa SD
karena media pembelajaran mampu membantu siswa memahami materi
17 2.1.2 Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat dipahami segala sesuatu yang dapat
menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana
sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya
dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Rosyada, 2010:7).
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan atau suatu hal dari pengirim ke penerima sehingga
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik (Sukiman,
2012:29). Media adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses belajar
mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan
pembelajaran di sekolah pada khususnya (Arsyad, 2010:3).
Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan dalam
proses belajar mengajar untuk menyalurkan pesan dari guru ke siswa
sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya
dapat melakukan proses belajar dengan lebih antusias, dan penuh perhatian
sehingga tercipta proses belajar yang efektif dan efisien.
2.1.3 Fungsi Media pembelajaran
Media pembelajaran memiliki fungsi untuk mempermudah
pemahaman siswa tentang materi pembelajaran. Materi yang sifatnya
abstrak, pada umumnya sukar dipahami oleh siswa tanpa bantuan media
pembelajaran. Melalui media pembelajaran, siswa dapat memahami materi
yang abstrak dengan melihat, meraba, dan menggunakan media
18 2.1.4 Media Pembelajaran Berbasis Metode Montessori
Media pembelajaran menurut Montessori merupakan kesatuan
bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara
individu dan mendukung pengembangan kemampuannya (Hainstock,
1997:80). Selain itu, media pembelajaran yang dibuat oleh Montessori
ditujukan untuk membantu siswa dalam mencapai pengetahuan yang
abstrak dan mengembangkan cara berpikir yang kreatif dengan
memvisualisasikan simbol-simbol nyata (Lillard, 1996:80-81). Oleh
sebab itu, media pembelajaran selalu tersedia di kelas-kelas Montessori
untuk mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh di atas, peneliti menarik
sebuah kesimpulan secara umum tentang pengertian media pembelajaran
Montessori. Media pembelajaran merupakan alat bantu untuk
memperagakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan
panca indera siswa agar dapat menerima materi dari apa yang mereka amati
dan apa yang mereka dengar serta apa yang mereka baca agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Media Pembelajaran Montessori mempunyai empat ciri khusus
(Montessori, 2002:171-175) dan satu ciri tambahan yaitu kontekstual. Hal
tersebut akan dipaparkan dalam uraian berikut.
1) Menarik
Media pembelajaran Montessori dirancang sangat menarik bagi siswa
agar dapat menarik minat siswa dalam belajar. Media pembelajaran dibuat
19
warnanya, media pembelajaran yang menarik dapat mengaktifkan
sensorial anak pada saat anak menyentuh, meraba media pembelajaran
menggunakan indera perabanya, serta mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh media pembelajaran menggunakan indera pendengarnya.
Melalui media pembelajaran tersebut anak pun dapat menemukan
media pembelajaran yang sama (Montessori, 2002:174). Gradasi warna
dapat diperkenalkan dengan menggunakan kotak warna yang memiliki
beberapa warna, misalnya warna biru tua hingga biru muda. Gradasi
ukuran tinggi ke rendah dapat diperkenalkan dengan menggunakan
media pembelajaran.
3) Auto-correction
Media pembelajaran Montessori mempunyai pengendali kesalahan pada
setiap media pembelajaran itu sendiri. Hal tersebut bertujuan agar anak
dapat mengetahui secara mandiri benar atau salah aktivitas yang
dilakukannya tanpa ada orang lain yang mengoreksi. Ciri tersebut dapat
digambarkan dari penggunaan media pembelajaran inkastri silinder. Inkastri
20
gemuk-kurus, tinggi kurus-gemuk pendek, dan tinggi gemuk-pendek kurus.
Pengendali kesalahan dari alat tersebut adalah lubang pada inkastri. Oleh
karena itu, anak dapat mengetahui benar/salah dari ketidaksesuaian inkastri
yang diletakkan pada masing- masing lubang (Montessori, 2002:171).
4) Auto-education
Media pembelajaran Montessori dirancang untuk menumbuhkan
kemandirian anak serta pengembangan kemampuan secara mandiri tanpa
ada campur tangan dari orang dewasa. Lingkungan belajar dirancang
sedemikan rupa agar tidak ada orang dewasa yang mengintervensi hal-hal
yang dilakukan anak. Hal tersebut dikarenakan setiap alat sudah mempunyai
pengendali kesalahan (Montessori, 2002:172-173).
5) Kontekstual
Peneliti menambahkan ciri kontekstual, yaitu agar media pembelajaran
yang digunakan sesuai dengan konteks atau pola hubungan di dalam
lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010:34).
21
kontrol pada pergerakan siswa, mengembangkan kemandirian,
kehendak, serta mengembangkan kebahasaannya (Lillard, 1996:80-85).
2.1.4.1Keunggulan Media pembelajaran Berbasis Metode Montessori
Media pembelajaran Montessori dapat melatih keterampilan anak dan
mendorong perkembangan anak secara intelektual (Hainstock, 1997:82).
Siswa mampu melihat, menggunakan, dan menemukan konsep dan berpikir
kreatif melalui media pembelajaran Montessori. Selain itu, media
pembelajaran Montessori memberi kontrol berupa auto-correction pada
siswa dalam menggunakannya, meningkatkan kemandirian, kehendak, serta
bahasanya (Lillard, 1996:80-85). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran berbasis metode Montessori memiliki
keunggulan yaitu dapat meningkatkan kemandirian anak dalam belajar
melalui 5 ciri khusus yang dimiliki media tersebut.
2.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Pengetahuan Alam yang harus dibangun dengan kesadaran kognisi
(Surjani, 2010). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Kognisi memiliki arti
yaitu (1) proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, (2)
kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri. Dengan hanya mendengarkan penjelasan dari guru di
kelas tentu saja siswa dan siswi kelas I tersebut belum melakukan kegiatan
atau usaha memperoleh pengetahuan atau mengenali sesuatu melalui
pengalaman sendiri.
IPA harus di pandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam,
22
pengetahuan. IPA harus dipandang sebagai suatu cara berpikir dalam
pencarian tentang pengertian rahasia alam dan sebagai batang tubuh
pengetahuan yang dihasilkan dari inquiry. Dapat disimpulkan pada
Hakikatnya IPA merupakan kumpulan pengetahuan atau IPA sebagai
produk ilmiah, dan cara untuk penyelidikan atau IPA sebagai proses ilmiah
(Collete and Chippetta, 1994).
Dari berbagai teori tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa dalam
praktiknya, pembelajaran IPA yang ideal harus dilakukan dengan prosedur
pengamatan terhadap objek-objek yang bersifat konkret dan mengenali
suatu objek melalui pengalaman sendiri.
2.1.7.1Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan
kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga
merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta
gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA
tidak hanya verbal tetapi juga faktual.
Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan
untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat
IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang
23
Keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi
ketrampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur,
mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan
waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan
melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan
variable, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis
dan mensintesis data (Asyari, Muslichah, 2006: 22).
Keterampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi,
menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran
IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua
ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta,
konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru (Poedjiati, 2005:78).
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan
keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan
ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah
24
dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP atau MTs.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua
aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah
meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan
kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah.
2.1.7.2Materi Panca Indera manusia
Indera merupakan alat tubuh yang memiliki fungsi untuk mengetahui
keadaan di luar. Manusia memiliki lima indera, sehingga sering disebut
Panca Indera (Depdiknas, 2014). Kelima indera manusia tersebut yaitu:
1) Mata, berfungsi sebagai indera penglihatan, mata dapat melihat
lingkungan sekitarnya dalam bentuk gambar, sehingga mata dapat
mengenali benda benda disekitarnya dengan cepat. Mata dapat berfungsi
jika mendapatkan rangsangan berupa cahaya.
2) Hidung, berfungsi sebagai indera pembau, hidung dapat
mengidentifikasi suatu objek berdasarkan aroma yang ditimbulkan.
Hidung dapat membedakan macam-macam bau.
3) Kulit, Kulit merupakan indera peraba, dengan kulit kita dapat
membedakan kasar, halus, dingin, dan panas. Telinga
4) Telinga merupakan indera pendengaran. Dengan telinga kita bisa
25
5) Lidah merupakan indera perasa, lidah dapat merespon berbagai rasa
seperti asam, manis, pahit, dan sebagainya.
2.2 Penelitian yang Relevan
Wulandari (2016) mengembangkan media pembelajaran membaca dan
menulis permulaan berbasis Metode Montessori. Dalam Skrispisnya Peneliti
mengembangkan kotak huruf sebagai media pembelajaran membaca dan
menulis. Media pembelajaran yang dikembangkan memiliki kualitas sangat
baik dilihat dari perolehan skor validasi ahli. Perolehan skor rerata yang
didapatkan yaitu sebesar 3,82. Yaitu masuk dalam kategori sangat baik.
Terjadi kenaikan hasil pretest dan posttest yaitu sebesar 26.
Widyaningrum (2015) mengembangkan media pembelajaran
pembelajaran IPA materi panca indera manusia berbasis metode Montessori.
Media pembelajaran papan penjumlahan dan pengurangan berbasis metode
Montessori yang dikembangkan memiliki kualitas sangat baik dilihat dari
perolehan skor validasi ahli. Perolehan skor rerata yang didapatkan yaitu
sebesar 3,73. Yaitu masuk dalam kategori sangat baik.
Agustin (2015) mengembangkan media pembelajaran Sands Paper
Letters materi menulis tegak bersambung berbasis Montessori. Dalam
skripsinya penulis mengembangkan media pembelajaran sands paper letters
untuk materi menulis tegak bersambung bagi siswa kelas I. Diperoleh hasil
validasi ahli sebesar 3,64 yang tergolong sangat baik, terjadi kenaikan dari
skor posttest ke pretest setelah implementasi media pembelajaran tersebut.
Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut. Peneliti tidak menemukan
26
pelajaran IPA. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengembangkan Media
Pembelajaran IPA berbasis Montessori. Penelitian yang relevan dapat dilihat
dari literature map berikut ini.
Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan
2.3 Kerangka Berpikir
Ilmu pengetahuan Alam merupakan Ilmu wajib dan sangat penting
sehingga perlu diajarkan di sekolah dasar. Pengamatan merupakan suatu
elemen penting dalam pembelajaran IPA, dalam artian lain, pembelajaran
IPA tidak bisa lepas dari proses pengamatan, serta analisis, oleh karena itu
Ilmu pengetahuan alam harus diajarkan dengan cara yang tepat dan menarik
serta memberikan kesempatan berpikir kritis bagi siswa SD. misalnya
pembelajaran IPA diajarkan dengan mengikuti metode "menemukan
sendiri" dan pengamatan, salah satunya adalah pengamatan terhadap suatu
Wulandari (2016) IPA Materi Penjumlah
an dan
27
objek kemudian melakukan eksperimen dengan media pembelajaran yang
diberikan oleh guru. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang
dilakukan sendiri oleh anak. maka sains tidak akan menjadi mata pelajaran
dan terorganisasi dalam menghadapi lingkungan. Anak juga menggunakan
simbol maupun tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek
(Crain, 2007). Berdasarkan cara berpikir tersebut, anak mampu mengungkap
dan membicarakan hal yang sudah terjadi. Oleh karena itu, perkembangan
kognitif anak semakin berkembang yang terorganisir dengan penggunaan
simbol dan bahasa dalam mengungkapkan objek maupun hal yang terjadi.
Hal ini berarti siswa SD memerlukan bantuan berupa benda konkret
atau media pembelajaran dalam memahami, menyatakan atau menjelaskan
sebuah objek atau materi berdasarkan hal yang telah terjadi. Dengan praktik
penggunaan media pembelajaran, anak dapat mengalami langsung proses
pembelajaran, sehingga akan lebih mudah bagi anak untuk menyatakan atau
menjelaskannya kembali. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk
melakukan penelitian dan pengembangan media pembelajaran IPA untuk
kelas I SD.
Media Pembelajaran menjadi salah satu hal yang penting dalam
28
dilakukan oleh Maria Montessori menunjukkan bahwa penggunaan berbagai
material atau media pembelajaran yang diberikan pada anak mampu
mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan kreatif.
Montessori percaya bahwa kemampuan dasar dalam ilmu pengetahuan
dapat dipahami anak-anak Sekolah Dasar dengan mudah jika mereka
diperlihatkan media pembelajaran yang nyata untuk membantu mereka
melakukan imajinasi.
Berdasarkan paparan diatas peneliti menyadari betul bahwa media
pembelajaran merupakan komponen penting dalam proses belajar siswa.
Untuk itu, peneliti melakukan penelitian dan pengembangan media
pembelajaran Montessori dengan materi panca Indera untuk pelajaran IPA
siswa kelas I SD. Jika media pembelajaran Panca Indera berbasis
Montessori di implementasikan dalam proses pembelajaran IPA di SD,
siswa akan lebih mudah dalam memahami materi tentang Panca Indera.
2.4 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana prosedur dalam mengembangkan media pembelajaran IPA
materi panca indera berbasis Montessori?
2. Bagaimana kualitas media pembelajaran IPA materi panca indera
berbasis Montessori menurut guru?
3. Bagaimana kualitas media pembelajaran IPA materi panca indera
berbasis Montessori menurut ahli Montessori?
4. Bagaimana kualitas media pembelajaran IPA materi panca indera
29
5. Bagaimana kualitas media pembelajaran IPA materi panca indera
30 BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini yang merupakan metode penelitian akan membahas tentang
jenis penelitian, setting penelitian, rancangan penelitian, prosedur pengembangan,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan atau Research and Development (RnD). Research and
Development (RnD) adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono,
2010:407).
Menurut Borg and Gall (dalam Nusa Putra, 2015:84) R&D dalam
pendidikan adalah sebuah model pengembangan berbasis industri dimana
temuan penelitian digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru
yang kemudian secara sistematis diuji di lapangan, di evaluasi dan
disempurnakan sampai mereka memenuhi kriteria tertentu, yaitu efektifitas
dan berkualitas.
Penelitian dan Pengembangan atau Research and development
(R&D) adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan
suatu produk baru, atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang
dapat dipertanggung jawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk
benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu
pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak
31
di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan,
pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll (Sujadi,
2003:164).
Dari teori-teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian
pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan
produk tersebut. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan
penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan
produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas.
Sesuai dengan namanya, Research & Development dipahami sebagai
kegiatan penelitian yang dimulai dengan research dan diteruskan dengan
development. Kegiatan research dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang kebutuhan pengguna, sedangkan kegiatan development dilakukan
untuk menghasilkan perangkat pembelajaran.
3.2Setting Penelitian 3.2.1 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah media pembelajaran IPA berbasis
metode Montessori berupa the pentagon of five sense. Media Pembelajaran
ini di rancang untuk membantu siswa kelas 1 semester ganjil untuk belajar
tentang panca Indera. The pentagon of five sense terbuat dari kayu yang
dibuat menjadi beberapa bentuk, seperti 3D I dan pentagonpuzzle. Pada five
sense board terdapat 5 jenis panca indera yang dibuat dengan bentuk 3
Dimensi, serta pentagon puzzle adalah 15 buah segitiga yang dipergunakan
32 3.2.2 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah sekelompok siswa kelas I semester
ganjil tahun ajaran 2016/2017 di SD V Gunungan. Sekelompok siswa
tersebut berjumlah lima anak yang terdiri dari dua siswa putri dan 3 siswa
putra. Pemilihan sekelompok siswa tersebut berdasarkan hasil diskusi dan
rekomendasi dari wali kelas yang merekomendasikan untuk memilih
beberapa siswa yang sudah lancar menulis agar mempermudah dalam
penulisan kuisioner. Selain itu, peneliti juga memberikan beberapa
pertimbangan terkait dalam pemilihan subjek berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan pada saat pembelajaran. Peneliti
mengambil 5 subjek karena keterbatasan waktu yang diberikan oleh guru
kelas untuk peneltian dan siswa kelas I belum dapat mengisi kuesioner
dengan baik, mereka masih butuh bimbingan, sehingga 5 subjek akan lebih
mudah untuk dibimbing sehingga masalah keterbatasan waktu dapat
diatasi.
3.2.3 Lokasi Penelitian
Uji coba instrumen penelitian dilakukan di SD N VI Manyaran.
Pengambilan data berupa observasi, wawancara, kuisioner serta uji coba
terbatas dilakukan di SD V Gunungan, Kabupaten Wonogiri. Pemilihan
SD N V Gunungan sebagai tempat uji coba lapangan terbatas dikarenakan
SD tersebut memiliki prestasi yang baik dalam bidang olahraga dan
kesenian, namun untuk prestasi akademik masih sangat kurang. Terhitung
33
dan olimpiade di tingkat kecamatan. Pemilihan SD N VI Manyaran
dikarenakan letaknya berdekatan dengan SD N V Gunungan.
3.2.4 Waktu Penelitian
Penelitian dan pengembangan ini dilakukan pada bulan Juni 2016
hingga April 2017. Secara keseluruhan, penelitian ini berlangsung selama
kurang lebih 10 bulan.
3.3Rancangan Penelitian
Penelitian dan pengembangan ini mengadopsi penelitian Research and
Development menurut Borg dan Gall (dalam Sukmadinata, 2011:169) yang
dipadukan dengan Sugiyono (2014: 298). Borg dan Gall mengemukakan
sepuluh langkah dalam penelitian dan pengembangan yaitu 1) Penelitian
dan pengumpulan Data 2) Perencanaan, 3) Pengembangan bentuk awal
produk, 4) Uji Coba lapangan awal, 5) revisi produk awal. 6) Uji Coba
lapangan 7) Revisi Produk,8) Uji Pelakasanaan lapangan 9)
Penyempurnaan produk akhir, 10) diseminasi dan implementasi. Berikut
adalah model pengembangan menurut Borg dan Gall (1989).
Bagan 3.1 Model Penelitian dan Pengembangan Borg dan Gall (1989).
34
Borg dan Gall menguraikan setiap langkah pengembangan sebagai berikut.
(1) Penelitian dan pengumpulan data, merupakan teknik pengumpulan data
yang dapat dilakukan melalui studi literatur, observasi, dan sebagainya. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui informasi terkait dengan kondisi nyata di
lapangan dan produk yang akan dikembangkan.
(2) Perencanaan, meliputi menentukan keterampilan yang akan
dikembangkan melalui perangkat yang dihasilkan dan tujuan penelitian
yang hendak dicapai dari perangkat yang dihasilkan. Selain itu, perencanaan
juga meliputi perkiraan biaya, tenaga kerja, dan waktu untuk menyelesaikan
penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan.
(3) Pengembangan bentuk awal produk, merupakan pengembangan bentuk
lengkap dari perangkat yang dikembangkan sebelum dilakukan serangkaian
pengujian dan perbaikan berdasarkan saran dari beberapa ahli. Apabila yang
dikembangkan merupakan perangkat pembelajaran, maka pada langkah ini
juga sudah dikembangkan bahan pembelajaran, buku pegangan, dan alat
evaluasinya.
(4) Uji coba lapangan awal, merupakan pengujian tahap awal yang
dilakukan untuk mengumpulkan data terhadap hasil pengembangan produk.
Hal ini dapat membantu peneliti melakukan analisis dan perbaikan
berdasarkan komentar dan masukan tentang kelemahan dari produk yang
dikembangkan.
(5) Revisi produk berdasarkan hasil uji coba lapangan, merupakan proses
35
lapangan awal. Revisi tersebut menjadi bentuk produk yang siap diujikan
lebih lanjut.
(6) Uji coba lapangan, dilakukan dengan perluasan jumlah sekolah, antara
5-10 sekolah atau dengan jumlah siswa sebanyak 30-100 anak. Pengujian ini
dilakukan dengan tujuan mengetahui peningkatan penggunaan perangkat
yang dikembangkan.
(7) Revisi produk, berdasarkan hasil uji coba lapangan menjadi bahan
untuk melakukan revisi pada tahap ini. Revisi tersebut bersifat
penyempurnaan yang selanjutnya diujicobakan kembali pada tahap
selanjutnya.
(8) Uji pelaksanaan lapangan, dalam uji coba lapangan melibatkan lebih
banyak sekolah antara 10-30 unit dengan jumlah siswa sebanyak 40-200
anak. Uji coba ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data
yaitu tes, kuesioner, dan wawancara. Selanjutnya, ketiga data tersebut
dianalisis sebagai saran dalam penyempurnaan tahap akhir.
(9) Penyempurnaan produk akhir dilakukan berdasarkan saran dari hasil uji
coba pada langkah ke delapan. Penyempurnaan produk ini selanjutnya dapat
diproduksi secara massal yang menjadi prototipe produk akhir.
(10)Diseminasi dan implementasi dilakukan dengan tujuan untuk membuat
laporan hasil penelitian dari produk yang dikembangkan berdasarkan
tahapan pengembangan. Selain itu, peneliti juga membuat artikel yang
selanjutnya dapat dipublikasikan menjadi jurnal ilmiah. Peneliti juga dapat
bekerjasama dengan penerbit untuk memproduksi dan memasarkan secara
36
Menurut Sugiyono (2015:408-409) terdapat sepuluh langkah
pengembangan, antara lain potensi dan masalah, pengumpulan data, desain
produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji
coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal. Berikut ini merupakan
model pengembangan menurut Sugiyono (2015 : 408-409) disajikan dalam
bagan 3.2.
Bagan 3.2 Model pengembangan menurut Sugiyono (2015).
Berikut ini adalah penjabaran 10 langkah pengembangan menurut
Sugiyono:
(1) Potensi dan masalah, langkah research and development menurut
metode di atas dimulai dari adanya potensi atau masalah, potensi adalah
segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah.
Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi.
Potensi dan masalah dalam penelitian harus ditunjukkan dengan data
empirik. Data tentang potensi dan masalah tidak harus dicari sendiri. Tetapi
bisa berdasarkan laporan penelitian orang lain, atau dokumentasi laporan
37
(2) Pengumpulan informasi, setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan
secara faktual dan up to date. Maka selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk
tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Disini
diperlukan metode penelitian tersendiri. Metode apa yang akan digunakan
untuk penelitian tergantung permasalahan dan ketelitian tujuan yang ingin
dicapai.
(3) Desain produk, hasil akhir dari penelitian dan pengembangan adalah
desain produk baru yang lengkap dengan spesifikasinya. Desain produk
harus dihasilkan dalam gambar atau bagan sehingga dapat digunakan
sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya.
(4) Validasi desain, merupakan proses kegiatan untuk menilai rancangan
produk. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan
beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai
produk baru yang dirancang tersebut.
(5) Perbaikan desain, setelah desain produk divalidasi melalui diskusi
dengan pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui
kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi
dengan cara memperbaiki desain. Yang bertugas memperbaiki desain adalah
peneliti yang menghasilkan produk tersebut.
(6) Uji coba produk, dalam bidang pendidikan, desain produk seperti
metode mengajar baru dapat langsung diuji coba, setelah dilakukan validasi