• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Teori Kecerdasan emos

Emosi berasal dari bahasa Latin (Goleman, 1997), yaitu movere, yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan ”e-” untuk memberi arti “bergerak menjauh” yang menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Lebih lanjut Goleman (1997) mengemukakan beberapa macam emosi, diantaranya adalah:

1. Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, serta tindak kekerasan dan kebencian patologis.

2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, menga- sihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan jika menjadi pato- logis, depresi berat.

3. Rasa takut: cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut; sebagai patologi, fobia dan panik.

83 Kecerdasan Emosional ... ~ Zitny 4. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, ter-

hibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania.

5. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

6. Terkejut: terkesiap, terkejut, takjub, terpana.

7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati,sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami individu pada saat menghadapi atau menghayati suatu situasi tertentu yang menyertai setiap keadaan atau perilaku.

Individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengendalikan perasaan yang dialami. Oleh sebab itu, tiap individu memiliki respon emosional yang berbeda dalam menghadapi satu situasi yang sama. Kecakapan dan kematangan seseorang dalam mengontrol emosi merupakan salah satu bentuk kecerdasan, yang disebut kecerdasan emosional.

Istilah kecerdasan emosional (Saphiro, 1998) pertama kali di lontarkan pada tahun 1990 oleh Peter Salovey dari Havard University dan John Mayer dari University of New Hampshire, Salovey menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Selanjutnya, berkat buku best­seller karya Daniel Goleman yang laris pada tahun 1995, emotional intelligence, konsep ini menyebar luas dan menyeruak menyadarkan masyarakat, dijadikan judul utama pada sampul majalah Time dan dijadikan pokok pembicaraan di kelas-kelas dan di ruang rapat.

Menurut Goleman (2005), kecerdasan emosional atau emotional intelligence merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, serta kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Selanjutnya, Goleman juga menjelaskan bahwa kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik, yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ.

Unsur-Unsur Kecerdasan emosional

Goleman, mengutip Salovey (1997), menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam deinisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, seraya memperluas kemapuan ini menjadi lima wilayah utama, yaitu:

1. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri yaitu kesadaran diri dalam mengenali perasaan saat perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang pada emosinya sendiri.

Menurut Mayer (Goleman, 1997), kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati, bila kurang waspada maka akan mudah larut dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi, sehingga individu mudah menguasai emosi.

Selain itu, pada tahap ini (Mutadin, 2002) diperlukan ada nya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat

85 Kecerdasan Emosional ... ~ Zitny diri berada dalam kekuasaan perasaan, sehingga tidak peka pada perasaan sesungguhnya yang berakibat buruk bagi peng- ambilan keputusan masalah.

2. Mengelola Emosi

Menangani perasaan (Mutadin, 2002) agar perasaan dapat terungkap dengan tepat merupakan kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan, serta bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya, orang yang kemampuannya buruk dalam mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Memotivasi diri adalah menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis, dan keyakinan diri. 4. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (1997), kemampuan seseorang untuk mengenali atau peduli terhadap orang lain menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain, sehingga lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan lebih mampu mendengarkan orang lain.

5. Membina Hubungan

Seni membina hubungan (Goleman, 1997), merupakan kete rampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan kete- rampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keber hasilan antarpribadi. Orang-orang yang hebat dalam kete rampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang meng- andalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Sedangkan ke tidak mampuan dalam seni ini dapat menyebabkan orang- orang yang memiliki otak hebat sekalipun dapat gagal dalam mem bina hubungan mereka karena penampilannya yang angkuh, mengganggu, atau tidak berperasaan. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kede katan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, serta mem buat orang-orang lain merasa nyaman.