• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salovey dan Mayer (Rahayu, 2005) mengungkapkan bahwa ke- cerdasan emosi merupakan himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan serta menjalin hubungan dengan orang lain. Sehingga seseorang yang memiliki kecerdasan pada dimensi emosionalnya, dalam arti mampu menguasai situasi yang penuh tantangan, yang biasanya dapat menimbulkan ketegangan dan kecemasan (stres) akan lebih tangguh menghadapi berbagai persoalan hidup, juga akan ber hasil mengendalikan reaksi dan perilakunya, sehingga mampu meng- hadapi kegagalan dengan baik.

Lazarus, Kanner, dan Folkman (McGraw-Hill, 2005) me- nunjukkan bahwa emosi yang positif (cerdas) memainkan tiga peran penting dalam proses stres, yaitu:

1. Emosi yang positif dapat mendukung usaha coping stress. 2. Emosi yang positif memberikan suatu jeda dalam menghadapi

stres.

3. Emosi yang positif memberikan seseorang waktu dan ke- sempatan untuk mengembalikan energi yang telah di keluarkan, termasuk memulihkan hubungan dengan orang lain.

Lazarus dan Folkman (1984) juga berpendapat bahwa berpura- pura seakan masalah tidak ada atau tidak terjadi merupakan suatu bentuk penyangkalan. Penyangkalan merupakan suatu contoh coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping).

93 Kecerdasan Emosional ... ~ Zitny Pada coping yang berfokus pada emosi (Nevid, 2005), orang ber- usaha segera mengurangi dampak stresor dengan menyangkalnya atau menarik diri dari situasi. Coping yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stresor (sebagai contoh, suatu penyakit yang serius) atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stresor. Sebaliknya, pada coping yang berfokus pada masalah (problem focused coping), orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodiikasi reaksi mereka untuk meringankan efek stresor tersebut.

Goleman (1997) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memo- tivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan (stres), mengen dalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur ke adaan jiwa. Kecerdasan emosional adalah metode untuk dapat me nempatkan emosi seseorang pada porsi yang tepat, memilah ke- puasan, dan mengatur suasana hati.

Craig (2004) juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mampu mengasimilasi tingkat stres yang tinggi dan mampu berada disekitar orang-orang pencemas tanpa menyerap dan meneruskan kecemasan tersebut. Selain itu, orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mempunyai kualitas belas kasih, mendahulukan kepentingan orang lain, disiplin diri, optimisme, leksibilitas, dan kemampuan memecahkan berbagai masalah dan menangani stres.

Goleman (1997) memberikan penjelasannya dalam buku yang berjudul “Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ”, bahwa kaum pria yang tinggi kecerdasan emosionalnya akan mantap secara sosial, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan untuk memikul tanggung jawab dan mempunyai pandangan moral serta simpatik dan hangat dalam

berhubungan dengan orang lain. Kehidupan emosional mereka kaya tetapi wajar, mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya.

Goleman (1997) menambahkan bahwa kaum wanita yang cerdas secara emosional cenderung bersikap tegas, mampu mengungkap kan perasaan mereka secara langsung, dan memandang dirinya sendiri secara positif. Selain itu, kehidupan memberi makna bagi mereka.

Sebagaimana kaum pria, mereka mudah bergaul dan ramah, serta mengungkapkan perasaan mereka dengan takaran yang wajar (tanpa meledak-ledak). Mereka juga mampu menyesuaikan diri dengan beban stres. Kemantapan pergaulan mereka membuat mereka mudah menerima orang-orang baru dan cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka. Berbeda dengan kaum wanita yang semata-mata ber-IQ tinggi, mereka yang ber-EI tinggi jarang merasa cemas atau bersalah atau tenggelam dalam kemurungan.

Kesimpulan

Kecerdasan emosional merupakan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah per masalahan dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan, serta menjalin hubungan dengan orang lain.

Seseorang yang memiliki kecerdasan pada dimensi emo- sional nya, yaitu mampu menguasai situasi yang penuh tantangan, semisal individu yang biasanya dapat menimbulkan ketegangan dan kecemasan (stres) akan lebih tangguh menghadapi berbagai per soalan hidup, juga akan berhasil mengendalikan reaksi dan peri- laku nya, sehingga mampu menghadapi kegagalan dengan baik.

Tingkat kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu se- seorang dalam menghadapi serta menyesuaikan diri dengan beban

95 Kecerdasan Emosional ... ~ Zitny stres, yang diantara ciri-cirinya mengacu kepada pemilihan strategi coping.

97 Daftar Pustaka

Daftar puStaka

Ahmadi, Abu dan Sholeh (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Al Haidz, Ibnu Katsir (2003). Tafsir al­Qur’an al­’Adzim. Jilid 2. Mesir: Dar al-Hadits.

Al-Qur’an Digital.

Alsa, Asmadi (2004). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ancok, Djamaluddin ( 2003). Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat. Jurnal Psikologika Vol. 8 No. 15.

Anonymus. -. Agape. htp://id.wikipedia.org/wiki/Agape.

Ardani, T. A. (2008). Psikiatri Islam. Malang: UIN Malang Press. Arikunto, dan Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azis, Rahmat (1999). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri dan Kecenderungan Berperilaku Delinkuen pada Remaja. Tesis. Yogyakarta: UGM

Azwar, Saifuddin (1996). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Liberty.

Azwar, Saifuddin (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, Saifuddin (2008). Dasar­dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, Robert A., dan Donn Byrne (2004). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Boeree, C. George (2005). Personality Theory. Yogyakarta: Prisma Sophie.

Branden, Nathaniel (2005). Kekuatan harga diri.

Carlson, N. R. (2007). Psychology, The Science of Behavior, Sixth Edition.

United States of Amerika: Pearson Educatin Inc.

Catrunada, Lidya. Perbedaan kecenderungan prokrastinasi tugas skripsi berdasarkan tipe kepribadian inrtovet dan ekstrovet. Diunduh dari www.lontor.ui.ac.id.

Clemes, H., Reylnold Bean., Aminah Clark (1995). Bagaimana Meningkatkan Harga Diri Remaja. Jakarta: Binarupa Aksara. Craig, J. A. (2004). Bukan Seberapa Cerdas Diri Anda tetapi Bagaimana

Anda Cerdas. Terj. Arvin Saputra.Batam: Interaksara.

Darajat, Z. (1986). Problema Remaja di Indonesia. Tesis. Jakarta: Bulan Bintang.

Depag RI, Tim Penerjemah al-Qur’an. 1975. Al­Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah / Penafsiran Al-Qur’an Depag.

99 Daftar Pustaka Desmita (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya Dwi Fibrianti, Irmawati (2009). Hubungan Antara Dukungan Sosial

Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas di Ponegoro Semarang. Diunduh dari eprint.undip.ac.id/10517/SKRIPSI. pdf.

Elkind, D. (1976). Child Development and Education. New York: Oxford University Press.

Erikson, E. H. (1989). Identitas Dan Siklus Hidup Manusia. Terj. Agus Cremers. Jakarta: Gramedia.

Furchan, A. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Ghufron, Nur & Rini Risnawati (2011). Teori­teori Psikologi. Jogyakarta: Ar-Ruz Media.

Goleman, D. (1997). Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional

Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Goleman, D. (2005). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, Sutrisno (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Ofset.

Hall, Calvin S., & Lindzey Gardner (1993). Theories of Personality. Yogyakarta: Kanisius.

Hetherington, E. Marvis & Ross D. Parke (1979). Child Psychology: A Contemporary View Point. New York: McGraw-Hill.

Hidayati, Suci (2011). Hubungan dukungan orang tua dengan prestasi belajar siswa kelas vii mts al­mukarromin desa wadak kidul duduk sampeyan gresik. Skripsi.

HMS, Masngudin (2008). Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya dengan Keberfungsian Sosial Keluarga. Puslitbang Departemen Sosial RI.

Holahan Charles J. & Moss, R. H. (1987). Personal and Contextual Determinant of Coping Strategies. Journal Personality and Social Psychology.

Hurlock, B. E. (1973). Adolescent Development. Tokyo: McGraw-Hill Kogabusha.

J.P.Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Jefrey S. Nevid, S. A. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Kelima, Jilid 1.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, Kartini (1990). Pengantar metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju

Kartono, Kartini (2001). Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Kendall, P. C, Hammen, C. (1998). Abnormal Psychology: Understanding Human Problems Second Edition. Boston: Houghton Milin Companies

Kountur, Ronny (2005). Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM

Lawrence E. Shapiro, P. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence

pada Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Levit, M. J, Webber, R. A, & Grucci, N. (1983). Convey of social support: integrational analysis. Journal of Psychology Aging. Vol. 4, No. 3, 117.

McGraw-Hill, R. J. (2005). Personality Psychology: Domains of

101 Daftar Pustaka Moleong, Lexi J. (1998). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosyda Karya.

Mounts, N. S, Valentiner, D. P, Anderson, K. L, & Boswell, M. K. (2005). Shyness, sociability, and Parental Support for the College Transition: Relatioan to Adolescents Adjustment. Journal of Youth and Adolescence. Vol. 35, No. 1,71-80.

Mulyono & Badiatul Muchlisin Asti (2008). Smart Games for Outbound Training. Yogyakarta: Diva Press.

Mutadin, Z. (2002). April 25. Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. Retrieved Juli 7, 2011, from www.e-psikologi.com: htp:// www.e-psikologi.com/epsi/artikel.

Nawawi. Marah Labid li Kasyi Ma’na Qur’anin Majid. T.t. Jilid 1.Semarang: Taha Putra, Semarang.

Nazir, M. (1985). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. NN. (2000). Handbook Team Trainer Outbound “Best Friend”. NN. (2008). perkembangan­sosio­emosional. htp://mcwarzone.blogspot.

com.

Papalia, Diane E. dkk. (2008). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.

Papalia, Diane E. dkk. (2008). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.

Piaget, J. (1972). Intellectual Evolution from Adolescence to Adulthood. Jurnal Human Development. No 15.

Poerwanti, E. (1998). Dimensi­Dimensi Riset Ilmiah. Malang: UMM Press

Rahayu, Iin Tri (2005). Pola Pengasuhan Islami sebagai Awal Pendidikan Kecerdasan Emosional. Psikoislamika: Jurnal

Rice, F. P. (1993). The Adolescent: Development, Relationship, and Culture Seventh Edition. Boston: Allyn & Bacon

Sa’diyah, Hikmatus (2009). Nilai-nilai Pendidikan Islam Bagi Remaja Dalam Surat Yusuf. Skripsi. Malang: UIN Maliki

Sabriani, Ihsan B. (2004). Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Atachment Dengan Self-Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah. Jurnal Psikologi, 13:32-44.

Sadily, Hasan (1980). Ensiklopedia. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva. Sanderson, C. A. (2004). Healty Psychology. New Jersey: John Wiley-

Sons, Inc.

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Sarwono, Sarlito W. (1988). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Sears, David O. Jonathan L. Freedman dan L.Anne peplau. 1985.

Psikologi Sosial jilid 2 edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Seifert, K.L., & Hofnung, R.J. (1994). Child and Adolescent Development. Boston: Houghton Milin Company.

Seniati, Liche, dkk. (2008). Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks Shihab, Quraish (2000). Tafsir al­Mishbah “Pesan, Kesan dan Keserasian

al­Quran”. Jilid 7. Jakarta: Lentera Hati.

Siswanto (2007). Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan

Perkembangannya. Yogyakarta: ANDI.

Smet (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Solomon, L. J. & Rothblum, E. D. (1984). Academic Procastination: Frequency and Cognitive Behavioral Correlates. Journal of Counseling Psychology. Vol, 31, 503­509.

103 Daftar Pustaka Suparno, dan Paul (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget.

Jakarta: Penerbit Kanisius

Thoits., A. P. (1986). Social Support as Coping Assistance. Journal of Conselling and Clinically Psychology. Vol. 54, 416-423.

Triyanto (2007). Psikologi Cinta. diunduh dari htp://triyanto. wordpress.com/2007/04/10/psikologi-cinta.

Tyas, Alif Dian Cahyaning (2010). Pengaruh Pola Atachment Terhadap Self Esteem Remaj Pada Mahasiswa Psikologi Semester V di UIN Maliki Malang. Skripsi. Malang: UIN Maliki.

Widury, J., & Fausiah, F. (2005). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.

Jakarta: UI Press.

Winarsunu, Tulus (2002). Statistik untuk Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

Wiyono, B. B. (2004). Metode Penelitian Kuantitatif. Program SP4 Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Malang, Malang.

Wulandari, Ayu (2010). Hubungan antara Tingkat Self Regulation dengan Tingkat Prokrastinasi Mahasiswa Angkatan 2003­2006 Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi. www.domandiri.or.id.

Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yuswianto (2009). Statistika Inferensial. Modul Mata Kuliah. Laboratorium Psikometri dan Komputer Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.