• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Dahlan (1990) dalam Isjoni (2009: 72), model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan pemberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Gagne (1985) dalam Isjoni (2009: 72) mengartikan pembelajaran

sebagai, “An active process and suggests that teaching involves facilitating

active mental process by students.” Artinya bahwa, dalam proses

pembelajaran sisa berada dalam posisi proses mental yang atif, dan guru berfungsi menkondisikan terjadinya pembelajaran. Dalam penerapanya model pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk model yang tepat maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan. Kemudian Joyce dan Weil (1980) dalam Rusman (2010:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu dan mngajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan masalah dalam belajar.

commit to user

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai

enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen

(Rusman,2010:202).

Model pembelajaran kooperatif banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat kepada siswa (student center), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar dengan siswa lainya.

Robert E. Slavin (2008:8) mengemukakan inti dari pembelajaran

kooperatif yaitu,” Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan

duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk

menguasai materi yang disampaikan oleh guru.”

Menurut Isjoni (2009:20) pembelajaran kooperatif di definisikan sebagai suatu pendekatan mengajar dimana murid bekerja sama diantara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru.

Menurut Nurulhayati (2002) dalam Rusman (2010: 203), pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas : 1) minat dan bakat siswa, 2) latar belakang kemampuan siswa, 3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman, 2010:204).

Dalam pembelajaran guru harus memahami model pembelajaran agar dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan hasil

commit to user

pembelajaran. Dalam penerapanya, model pembelajaran harus diterapkan sesuai dengan kebutuhan siswa, karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.

Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistam belajar dan bekerja secara kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif bekerjasama diantara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Dengan tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan ketrampilan sosial yang bersifat akademik, humuanistik dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungannya. sehingga merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2005:4-5). Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al. (2000) dalam (Isjoni, 2009: 39) yaitu:

1) Hasil Belajar Akademik

Dalam pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki hasil belajar siswa atau tugas-tugas akademik penting lainya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model telah menunjukan, modal stuktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

commit to user

2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuanya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui sruktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

Dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan siswa, karena itu perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kelas diusahakan tida menghambat dalam mewujudkan interaksi sosial yang efektif diantara siswa. Hubungan persahabatan antara beberapa orang siswa dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. (Isjoni, 2009: 41)

3) Pengembangan Ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerjasama dan kolaborasi. Ketrampilan ini amat penting dimiliki siswa sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, karena mengingat kenyataan yang dialami bangsa ini dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi para peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global dan memenangkan persaingan tersebut. (Isjoni, 2009: 41).

Era global ditandai dengan persaingan dan kerja sama di segala aspek kehidupan mempersyratkan siswa memiliki ketrampilan sosial. Kertampilan serta sikap positif sosial sebagai anggota masyarakat lokal maupun global yang demokratis dapat dikembangkan lebih lanjut melalui pembelajaran kooperatif. Dengan demikian peserta didik mendapatkan makna dan manfaat praktis dari setiap proses pembelajaran tersebut.

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru mengatakan tidak ada suatu yana aneh dalam pebelajaran kooperatif, karena mereka menganggap telah biasa

commit to user

menggunakanya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok disebut pembelajaran kooperatif.

Menurut Rusman (2010:208-209), ciri-ciri yang terjadi pada. kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan

materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan

tinggi,sedang, dan rendah

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, jenis kelamin berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2008:31-35) mengatakan tidak

semua kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu:

1) Saling ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif,

keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena

itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling

ketergantungan.

2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat

tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3) Tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap

anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa berpartisipasi aktif dan

commit to user

5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Kemudian Isjoni (2009: 27) menyebutkan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri yaitu: a) setiap anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, c) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan

ketrampila-ketrampilan interpersonal kelompok ,dan e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

d. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009 : 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan , yaitu :

1) Student Team Achievement Division (STAD)

2) Jigsaw

3) Teams Games Tournaments (TGT)

4) Group Investigation (GI)

5) Rotating Trio Exchange

6) Group Resume

Menurut Suyitno (2004: 37), pembelajaran kooperatif di bagi kedalam tujuh tipe yaitu:

1) STAD (Student Teams Achievement Divisions). 2) TGT (Teams Games Tournament).

3) TAI (Teams Assisted Individualization). 4) Jigsaw I.

5) Jigsaw II.

6) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Robert E. Slavin (2010:11) mengemukakan ada lima metode dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

1) STAD (Student Team Achievement)

2) TGT (Team Game Tournament)

3) Jigsaw II (Teka-teki II)

4) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

5) TAI (Team Accelerated Instruction).

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:89), metode-metode Pembelajaran Kooperatif yaitu:

1) Jigsaw

2) Think-Pair-Share

3) Numbered Heads Together

4) Group Investigation

5) Two Stay Two Stray

6) Make a Match

7) Listening Team

commit to user

9) Bamboo Dancing

10)Point-Counter-Point

11) The Power of Two.

Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Berbeda dengan pendekatan konvensional,

tekanan utama pembelajaran kooperatif adalah ”belajar bersama”. Tujuan

dibentuknya kelompok kecil agar interaksi siswa menjadi maksimal dan efektif. Namun demikian, belajar kelompok tidak selalu dapat digolongkan sebagai pembelajaran kooperatif. Bila siswa dalam kelompok belajar tidak saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar tersebut tidak dapat digolongkan sebagai pembelajaran kooperatif. Dari berbagai bentuk atau tipe-tipe model pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan di atas, peneliti memilih tipe numbered heads together yang digunakan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2. Numbered Heads Together

a. Pengertian Numbered Heads Together

Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif. NHT merupakan metode yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dalam Anita Lie (2008:59). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Anita Lie, 2008:59). Metode ini memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, melibatkan siswa lebih banyak dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut (Nurhadi,

commit to user

2003:37). Metode ini juga digunakan untuk memberi penguatan konsep dan mereview pelajaran sebelum dilakukan tes. Metode ini memerlukan persiapan dan dalam penyajiannnya haruslah dibuat semenarik mungkin sehingga siswa dapat belajar dengan gembira.

Mengenai pengertian dari Numbered Heads Together juga

dijelaskan dalam http://www.teachervision.fen.com/groupwork/

cooperativelearning /48538.html: Numbered Heads Together is a cooperative learning strategy that holds each student accountable for learning the material. Students are placed in groups and each person is given a number (from one to the maximum number in each group). The teacher poses a question and students "put their heads together" to figure out the answer. The teacher calls a specific number to respond as spokes person for the group. By having students work together in a group, this strategy ensures that each member knows the answer to problems or questions asked by the teacher. Because no one knows which number will be called, all team members must be prepared.

b. Tujuan dan Manfaat Numbered Heads Together

Ibrahim dalam (

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1) Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik.

2) Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

commit to user

2) Memperbaiki kehadiran

3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5) Konflik antara pribadi berkurang

6) Pemahaman yang lebih mendalam

7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8) Hasil belajar lebih tinggi.

c. Langkah - Langkah Penerapan Numbered Heads Together Dalam

Pembelajaran

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :

1) Pembentukan kelompok

2) Diskusi masalah;

3) Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan.

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.