commit to user
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN
TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Disusun Oleh :
Farida Rahmawati
NIM X7107028
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN
TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V
SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Disusun Oleh :
Farida Rahmawati
NIM X7107028
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v
ABSTRAK
Farida Rahmawati.MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR
KRITIS TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Kata kunci: Keterampilan Berpikir Kritis, Numbered Heads Together.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis tentang sifat – sifat bangun ruang dengan menerapkan tipe numbered heads
together pada siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 tahun pelajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 dengan jumlah siswa 21. Bentuk pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang berupa hasil tes, observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi wawancara, observasi, tes dan dokumentasi. Teknik validitas data yang digunakan adalah triangulasi. Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah diskriptif interaktif. Data diolah sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan dan dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Strategi yang digunakan adalah strategi tindakan kelas. Prosedur penelitian ini terdiri dari dua siklus setiap siklus mempunyai empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan kemudian
refleksi dan masing – masing siklusnya ada dua kali pertemuan. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus dan pada setiap pertemuan diadakan tes awal, tes proses dan post tes sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa tentang sifat – sifat bangun ruang pada pelajaran
Matematika dengan menerapkan tipe numbered heads together dalam pembelajarannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa
tentang sifat – sifat bangun ruang mengalami peningkatan, yaitu dari kondisi awal
nilai rata – rata siswa 45,86, pada siklus I nilai rata – rata siswa 68,90 dan nilai
rata – rata yang diperoleh pada siklus II adalah 84,09. Sebelum dilaksanakan
penelitian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 8 siswa (38,10%), pada siklus I siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 15 siswa (71,42%), dan pada siklus II siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 18 siswa (85,71%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe numbered
commit to user
vi
sifat bangun ruang siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.
ABSTRACT
Farida Rahmawati. IMPROVING CRITICAL THINKING SKILLS ABOUT THE PROPERTIES OF GEOMETRY BY APPLYING NUMBERED HEADS TOGETHER TYPE IN FIFTH GRADE STUDENTS OF PUBLIC
ELEMENTARY SCHOOL BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN
ACADEMIC YEAR 2010/2011.
Minithesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University in Surakarta. 2011.
Key word: critical thinking skills, Numbered Heads Together.
The purpose of this research is to improve the ability to think critically about the properties of geometry by applying a type of numbered heads together in fifth grade students of public elementary school Balerejo 01 academic year 2010/2011.
The method used in this research is qualitative research with classroom action research (CAR). The subjects used in this study were teachers and students of fifth grade in Public Elementary School Balerejo 01 with the number of students 21. Form approach is descriptive qualitative. Data obtained in the form of quantitative data and qualitative data in the form of test results, observations, interviews and documentation. The data collection techniques include interviews, observation, testing and documentation. Validity of the technique used was triangulation of data. In this research, data analysis technique used is descriptive interactive. Data processed since the act of learning is implemented and developed during the applying a type of numbered heads together in learning.
commit to user
vii
MOTTO
Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh
(balasan) yang lebih baik darinya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.
(An – Naml:89)
Nasib baik berpihak kepada yang jujur, santun, dan rajin.
Memperbaiki sikap adalah memperbaiki nasib.
(Mario Teguh)
Tidak akan ada puasnya jika menginginkan yang sempurna,
menjadi diri sendiri, melakukan yang terbaik dan selalu bersyukur jauh lebih indah dan mengagumkan.
(Penulis)
Harus ada target dalam hidup agar dapat melangkah lebih pasti,
meskipun tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud.
commit to user
commit to user
ix
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang tersusun ini dipersembahkan kepada :
Allah SWT, yang selalu memberikan Anugerah Terindah, Rahmat,
Taufiq dan Hidayah-Nya kepada setiap nafasku.
Bapak dan Ibundaku (Kusnudin & Suyatin) tercinta, yang tak
henti mendoakan, selalu sabar mendidik, dan memberikan segala hal terbaik baik material maupun spiritual serta membuatku mengerti bahwa setiap langkah hidupku sangat berharga.
Kakak – kakakku (Eny, Muna dan Tin) tersayang yang senantiasa
memberikan dukungan dan doa.
Semua guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya sehingga
saya dapat menempuh dan menyelesaikan studi S1 ini.
Mas Rian yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi.
Sahabat – sahabat terbaik yang selalu ada dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
commit to user
x
FKIP UNS, almamater tercinta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Skripsi dengan judul Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan Tipe Numbered Heads Together
Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun Tahun Pelajaran
2010/2011 ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari
berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh sebab itu pada
kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terimakasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi PGSD
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Drs. Kuswadi, M.Ag. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. M. Shaifuddin, M.Pd., M.Sn. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Prof. Dr. Retno Winarni, M,Pd. selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan motivasi.
8. Semua Dosen Program Studi PGSD UNS yang membimbing dan
commit to user
xi
9. Keluarga besar SD Negeri Balerejo 01 Kecamatan Kebonsari Kabupaten
Madiun yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
10. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi yang tidak
dapat disebut satu per satu.
Semoga kebaikan dari semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah
SWT.
Disadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun
diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan
dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta, April 2011
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..……… i
HALAMAN PENGAJUAN ……….. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..………...iii
HALAMAN PENGESAHAN ...……….iv
ABSTRAK ………..v
ABSTRACT………... vi
MOTTO ……….. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. viii
KATA PENGANTAR ………... ix
B. Rumusan Masalah………...3
C. Identifikasi Masalah.………..3
commit to user
xiii
a. ... Kons
ep Dasar Pembelajaran Kooperatif …………
b. ... Tujua
n Pembelajaran Kooperatif ... ………...0
c. ...
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ………...11
d. ... Bent
uk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif . …………....12
2. ... Num
bered Heads Together ………...……….13
a. ... Peng
ertian Numbered Heads Together ………...13
b. ... Tujua n dan Manfaat Numbered
Heads Together………..14
c. ... Lang kah-Langkah Penerapan Numbered Heads
Together ………15
3. ... Keter
ampilan Berpikir Kritis . ………19
a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis ……….19
b. ... Krakt
eristik Keterampilan Berpikir Kritis . …………...24
c. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ……….. 26
d. ... Taha
pan Berpikir Kritis. ………29
4. ... Mate
ri Sifat- Sifat Bangun Ruang……….31
commit to user
xiv
b. ...
Jenis-jenis Bangun Ruang……….31 c. ...
Sifat-sifat BangunRuang. .. ……….32
d. ... Pener apan Tipe Numbered Heads Together
dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Pada Pembelajaran Matematika Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang ……….. 38
B. ... Penel
itian Yang Relevan .. ………...38
C. ... Kera
ngka Berpikir . ……….41
D. ... Hipot
esis Tindakan……….42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. ... Temp
at dan Waktu Penelitian ... ………..43
B. ... Suby
ek Penelitian . ……….44
C. ... Pend
ekatan dan Jenis Penelitian .. ………..44
D. ... Sumb
er Data .. ……….45
E. ... Tekni
k pengumpulan Data ... ………...46
F. ... Valid
itas data………....48
G. ... Tekni
commit to user A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………....56
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Tindakan Siklus I ………..60
2. Tindakan Siklus II………..71
C. Deskripsi Hasil Penelitian ………...82
D. Pembahasan Hasil Penelitian ………..90
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.a Kubus ... 32
Gambar 1.b Kubus II ... 35
Gambar 2. Balok ... 37
Gambar 3. Tabung ………38
Gambar 4. Prisma tegak segiempat ………..38
Gambar 5. Limas segiempat ……….38
Gambar 6. Limas segitiga ……….39
Gambar 7. Kerucut ………39
Gambar 8. Alur Kerangka Berpikir ... 42
Gambar 9. Spiral Penelitian Tindakan Kelas ... 45
Gambar 10. Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman……….50
Gambar 11. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)……….…51 32
34
36
36
37
37
37
37
42
45
50
commit to user
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis ... .6
Tabel 2. Rincian Waktu Penelitian ... ..44
Tabel 3. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... ..59
Tabel 4. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Siklus I ... ..69
Tabel 5. Tabel Perkembangan Hasil Tes Pra Siklus dan Tes Siklus I Siswa
Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun ... ..70
Tabel 6. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Pra Siklus II ... ..79
Tabel 7. Tabel Perkembangan Hasil Tes Pra Siklus dan Tes Siklus I Siswa
Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun ... ..80
Tabel 8. Tabel Perkembangan Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Kondisi Awal (Pra Siklus), Siklus I dan Siklus II ... ..90
Tabel 9. Tabel Rata-rata Aktifitas Siswa dan Kinerja Guru Kelas V SD
Negeri Balerejo 01 Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang ... ..92 26
44
59
69
70
79
80
90
commit to user
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... ..60
Grafik 2. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Siklus I ... ..70
Grafik 3. Grafik Perkembangan Nilai Evaluasi Keterampilan Berpikir
Kritis Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang Pada Pra Siklus dan
Siklus I Setelah Menerapkan NHT...71
Grafik 4. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Pada Siklus II ... ..80
Grafik 5. Grafik Perkembangan Nilai Evaluasi Keterampilan Berpikir
Kritis Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang Pada Siklus I dan
Siklus II Setelah Menerapkan NHT...
Grafik 6. Grafik Peningkatan Nilai Terendah Keterampilan Berpikir Kritis
Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri
Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II ...
Grfik 7. Grafik Peningkatan Nilai Tertinggi Keterampilan Berpikir Kritis
Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri
Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II ...
Grafik 8. Grafik Peningkatan Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis
Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri
Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II………..
Grafik 9. Grafik Peningkatan Prosentase Nilai Ketuntasan Klasikal
commit to user
xix
Keterampilan Berpikir Kritis Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang
Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Sebelum Tindakan,
Siklus I, Siklus II………..
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Guru
Sebelum Penerapan NHT ... 100
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Guru Setelah Penerapan NHT ... 102
Lampiran 3. Silabus Matematika Kelas V ... 104
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 105
Lampiran 5. Pedoman Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 127
Lampiran 6. Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 131
Lampiran 7. Lembar Observasi Kinerja Guru... 132
Lampiran 8. Tes Pra-Siklus ... 135
Lampiran 9. LKS I ... 137
Lampiran 10. Tugas Individu I... 139
Lampiran 11. LKS II ... 141
Lampiran 12. Tugas Individu II ... 142
Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 143
Lampiran 14. LKS III ... 166
Lampiran 15. Tugas Individu III ... 168
Lampiran 16. LKS IV ... 170
Lampiran 17. Tugas Individu IV ... 171
Lampiran 18. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... 171
Lampiran 19. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Siklus I ... 173
Lampiran 20. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Siklus II ... 175
Lampiran 21. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas V
commit to user
xx
Dalam Pembelajaran Dengan Numbered Heads Together
Tentang Sifat – Sifat Bangun Ruang Pada Siklus I ...177
Lampiran 22. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas V
Dalam Pembelajaran Dengan Numbered Heads Together
Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Pada Siklus II...
Lampiran 23. Hasil Observasi Kinerja Guru Dalam Pelajaran Matematika
Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan
NHT Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Kebonsari Kabupaten Madiun Pada Siklus I……….…179
Lampiran 24. Hasil Observasi Kinerja Guru Dalam Pelajaran Matematika
Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan
NHT Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
Kebonsari Kabupaten Madiun Pada Siklus II………....182
Lampiran 25. Daftar Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Berdasarkan Nilai Tes
Pada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II...
Lampiran 26. Kisi- Kisi Soal...
Lampiran 27. Dokumentasi (Foto)... 183
184
187
190
191
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangat berperan penting untuk menciptakan kehidupan yang
cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan
harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang
baik. Untuk memenuhi tuntutan itu berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dan
salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum. Saat ini pemerintah sedang
menerapkan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) sebagai
penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yang Berbasis Kompetensi (KBK).
Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum
yang lebih membebaskan sekolah untuk mengembangkan sendiri perangkat
pembelajaran sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya wewenang sekolah dalam hal ini guru untuk
menentukan sendiri indikator keberhasilan pencapaian kompetensi sesuai dengan
daerah dan kondisi siswa masing-masing sekolah. Inti dari Kurikulum Satuan
Tingkat Pendidikan (KTSP) sebenarnya sama dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi, yaitu guru hanya berperan sebagai fasilitator penyedia ”kondisi”
supaya proses belajar mengajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat
berlangsung dengan baik. Akan tetapi keberhasilan siswa juga ditentukan oleh
kinerja guru yang mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menarik.
Oleh karena itu guru harus lebih kreatif memilih strategi pembelajaran termasuk
dalam memilih model pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengobservasi dan wawancara
dengan guru diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis siswa kelas V SD
Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun terhadap pelajaran matematika tentang
sifat-sifat bangun ruang masih kurang. Pelajaran matematika tentang sifat-sifat
commit to user
merasa kurang percaya diri dan tidak mau berusaha. Hal tersebut tercermin dari
sikap siswa yang cenderung acuh dan sering tidak merespon apa yang
disampaikan guru, bahkan siswa cenderung menyembunyikan wajah agar tidak
ditunjuk oleh guru untuk mengerjakan di depan kelas tugas-tugas ataupun
soal-soal yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa kurang memahami materi yang
disampaikan guru yaitu pada sifat-sifat bangun ruang. Jika hal ini tidak diperbaiki
maka siswa akan kesulitan dalam menghitung luas dan volume
pada bangun ruang. Keadaan tersebut tidak hanya dikarenakan oleh siswa tetapi
juga pada strategi pembelajaran yang digunakan guru. Guru belum menggunakan
model pembelajaran inovatif yang mampu menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan dan merangsang berpikir kritis siswa pada sifat-sifat bangun
ruang. Hal ini berpengaruh terhadap hasil belajarnya, dimana secara umum hasil
belajar matematika tentang sifat-sifat bangun ruang kurang memuaskan. Keadaan
ini dapat dilihat dari hasil tes pra siklus (lampiran 18 halaman 177) dapat
diketahui yaitu siswa yang memperoleh nilai 0-10 ada 3 siswa, yang memperoleh
nilai 11-21 ada 2 siswa, yang mendapat nilai 22-32 ada 2 siswa, yang mendapat
nilai 33-43 ada 1 siswa, yang nilainya 44-54 ada 4 siswa, yang memperoleh nilai
55-65 ada 1 siswa, dan siswa yang memperoleh nilai 66-76 ada 8 siswa. Dengan
demikian rata-rata nilai yang diperoleh sebesar 45,86. Siswa yang mendapat nilai
kurang dari KKM sebanyak 13 siswa atau 61,90% sedangkan siswa yang
mendapat nilai di atas KKM ada 8 siswa atau 38,10%. Berdasarkan hasil tes pra
siklus diketahui bahwa siswa belum sungguh-sungguh dalam mengerjakan tes
karena masih banyak siswa yang belum memahami materi, tidak teliti, belum
mampu menjelaskan, dan belum dapat membedakan ciri masing-masing bangun
ruang.
Untuk itu, dirasa perlu melakukan penelitian tindakan kelas, sebagai upaya
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada matematika tentang
sifat-sifat bangun ruang melalui pembelajaran kooperatif, sehingga diharapkan
dapat berdampak pada peningkatan hasil belajar mereka.
Slavin (2010:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah
commit to user
metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu,
seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian
selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode
pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan
kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran.
Terdapat banyak metode atau tipe dalam pembelajaran kooperatif
diantaranya adalah Numbered Heads Together (NHT). Pemilihan ini didasarkan
atas hasil penelitian Lince, dkk (2001) dalam Kagan (2000) yang menyatakan
bahwa dari segi keterlibatan siswa maupun dari segi kemampuan akademik,
pembelajaran kooperatif dengan Numbered Heads Together (NHT) lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Numbered Heads Together
(NHT) ini dikembengkan oleh Spencer Kagan dkk pada tahun 1993. Struktur
Kagan menghendaki agar siswa bekerjasama saling tergantung pada
kelompok-kelompok kecil secara kooperatif jadi setiap anggota mempunyai peran penting,
berhasil tidaknya suatu kelompok tergantung dari masing-masing anggota. Kagan
(2000) secara garis besar menjelaskan bahwa metode NHT melibatkan siswa
dalam menelaah ulang bahan yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan
memeriksa pemahaman siswa mengenai inti pelajaran yang telah mereka terima.
Metode atu tipe ini juga memiliki fungsi ganda yaitu untuk memberi penguatan
konsep dan mereview penguasaan materi yang dimiliki siswa sebelum tes.
Numbered head Together memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit
untuk memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran tipe NHT
yang menekankan pada berpikir bersama dalam kelompok maka diharapakan akan
meningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal tentang
sifat-sifat bangun ruang.
Berdasarkan kelebihan-kelebihan Numbered Heads Together tersebut maka
dilakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis Tentang Sifat- Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan Tipe
Numbered Heads Together Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01
commit to user
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat dikemukakan rumusan masalah: “Dapatkah Penerapan Tipe Numbered Heads Together Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Tentang Sifat- Sifat
Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun
Tahun Pelajaran 2010/2011?”
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, dapat
diutarakan masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam proses
pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang. Seperti masih
rendahnya nilai keterampilan berpikir kritis siswa dalam materi sifat-sifat bangun
ruang. Keberhasila pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang
tidak hanya ditentukan oleh keterampilan siswa dalam mengembangkan
keterampilan berpikir secara kritis dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan guru atau kinerja guru.
Kurangnya keterampilan berpikir dan keaktifan siswa dalam matematika pada
materi sifat-sifat bangun ruang terjadi karena dalam pembelajaran guru cenderung
menggunakan model pembelajaran yang monoton dalam menyampaikan materi.
Dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian lebih efektif, efisien,
terarah dan dapat dikaji lebih mendalam. Adapun hal-hal yang membatasi
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Rancangan pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang
commit to user
penerapan tipe numbered heads together dengan langkah – langkah :
pembentukan kelompok, numbering (penomoran), questioning (pemberian
pertanyaan), heads together (berpikir bersama), answering (pemberian
jawaban).
2. Materi sifat-sifat bangun ruang (prisma tegak, limas, kerucut, tabung) yang
dipelajari yaitu berdasarkan titik sudut, rusuk, dan sisi. Kemudian
menggambar masing-masing bangun berdasarkan sifat-sifatnya yang telah
dipelajari.
3. Keterampilan berpikir kritis dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal pada post tes setelah mengikuti langkah-langkah
pembelajarn tipe numbered heads together. Dengan Indikator keberhasilan :
1. Mampu mengidentifikasi.
2. Teliti dan tepat waktu dalam menyelesaikan soal.
3. Akurat atau benar, lengkap dan jelas.
4. Mampu membedakan.
5. Mampu memberikan alasan yang tepat.
6. Mampu menggambar.
7. Mampu menyimpulkan.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan di atas,
maka penelitian yang akan dilaksanakan ini bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis tentang sifat- sifat bangun ruang dengan menerapkan
tipe numbered heads together pada siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01
Kebonsari Madiun tahun pelajaran 2010/2011.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Digunakan sebagai model pembelajaran alternatif dalam pelajaran
Matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan sifat-sifat bangun ruang
commit to user
Matematika melalui model pembelajaran koooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together).
2. Manfaat Praktis
a.Bagi Guru
1. Guru lebih profesional dalam
menjalankan tugas sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Memberikan masukan yang
berharga dalam proses pembelajaran Matematika terutama pada materi
sifat-sifat bangun ruang.
3. Sebagai masukan bagi guru untuk
melibatkan siswa secara aktif sehingga berdampak pada meningkatnya
kualitas pembelajaran.
4. Memberikan informasi bagi guru
untuk menentukan dan memanfaatkan model dan metode pembelajaran
yang tepat demi meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan masalah.
2. Bagi Siswa
1. Dapat memberikan pengalaman
baru dalam hal memecahkan masalah pembelajaran yang dialami
khususnya mata pelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang.
2. Penerapan Tipe Numbered Heads
Together diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun Tahun Ajaran
2010 – 2011. Khususnya mata pelajaran matematika pada materi
sifat-sifat bangun ruang.
3. Bagi Peneliti
1. Peneliti lebih profesional dalam
melakukan penelitian terutama yang terkait dengan penelitian tentang
commit to user
2. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan informasi tambahan untuk melakukan penelitian yang sejenis
dalam lingkup yang lebih luas
4. Bagi Sekolah atau Lembaga
1. Memberikan gambaran tentang
kondisi siswa kelas V di SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun
Tahun Ajaran 2010 – 2011.
2. Memberikan tambahan referensi
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kajian Teori
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Menurut Dahlan (1990) dalam Isjoni (2009: 72), model mengajar dapat
diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pelajaran dan pemberi petunjuk kepada pengajar
di kelas. Gagne (1985) dalam Isjoni (2009: 72) mengartikan pembelajaran
sebagai, “An active process and suggests that teaching involves facilitating active mental process by students.” Artinya bahwa, dalam proses pembelajaran sisa berada dalam posisi proses mental yang atif, dan guru
berfungsi menkondisikan terjadinya pembelajaran. Dalam penerapanya model
pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk model yang tepat
maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan. Kemudian
Joyce dan Weil (1980) dalam Rusman (2010:133) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain.
Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok
kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar diskusi, saling
membantu dan mngajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar.
Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling
memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan masalah dalam
commit to user
Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen
(Rusman,2010:202).
Model pembelajaran kooperatif banyak digunakan untuk mewujudkan
kegiatan belajar mengajar yang berpusat kepada siswa (student center),
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa
yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini terbukti
dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Dalam
melaksanakan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti
lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi
dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar dengan siswa lainya.
Robert E. Slavin (2008:8) mengemukakan inti dari pembelajaran
kooperatif yaitu,” Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan
duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk
menguasai materi yang disampaikan oleh guru.”
Menurut Isjoni (2009:20) pembelajaran kooperatif di definisikan
sebagai suatu pendekatan mengajar dimana murid bekerja sama diantara satu
sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas
individu atau kelompok yang diberikan oleh guru.
Menurut Nurulhayati (2002) dalam Rusman (2010: 203), pembelajaran
kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa
dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas : 1) minat dan bakat siswa, 2) latar belakang kemampuan siswa, 3)
perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman,
2010:204).
Dalam pembelajaran guru harus memahami model pembelajaran agar
commit to user
pembelajaran. Dalam penerapanya, model pembelajaran harus diterapkan
sesuai dengan kebutuhan siswa, karena masing-masing model pembelajaran
memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistam belajar dan bekerja secara kelompok-kelompok
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif bekerjasama diantara satu
sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas
individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Dengan tujuan menciptakan
pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan ketrampilan
sosial yang bersifat akademik, humuanistik dan demokratis yang disesuaikan
dengan kemampuan siswa dan lingkungannya. sehingga merangsang siswa
lebih bergairah dalam belajar.
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2005:4-5).
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
Ibrahim, et al. (2000) dalam (Isjoni, 2009: 39) yaitu:
1) Hasil Belajar Akademik
Dalam pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki hasil belajar siswa atau tugas-tugas akademik penting
lainya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
telah menunjukan, modal stuktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
commit to user
2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya kelas
sosial, kemampuan dan ketidakmampuanya. Pembelajaran kooperatif
memberi peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan
melalui sruktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
Dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan siswa, karena itu perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kelas diusahakan tida menghambat dalam mewujudkan interaksi sosial yang efektif diantara siswa. Hubungan persahabatan antara beberapa orang siswa dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. (Isjoni, 2009: 41)
3) Pengembangan Ketrampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerjasama dan kolaborasi. Ketrampilan ini amat penting dimiliki siswa sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, karena mengingat kenyataan yang dialami bangsa ini dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi para peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global dan memenangkan persaingan tersebut. (Isjoni, 2009: 41).
Era global ditandai dengan persaingan dan kerja sama di segala
aspek kehidupan mempersyratkan siswa memiliki ketrampilan sosial.
Kertampilan serta sikap positif sosial sebagai anggota masyarakat lokal
maupun global yang demokratis dapat dikembangkan lebih lanjut melalui
pembelajaran kooperatif. Dengan demikian peserta didik mendapatkan
makna dan manfaat praktis dari setiap proses pembelajaran tersebut.
c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja
kelompok, oleh sebab itu banyak guru mengatakan tidak ada suatu yana aneh
commit to user
menggunakanya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk
kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok disebut pembelajaran kooperatif.
Menurut Rusman (2010:208-209), ciri-ciri yang terjadi pada. kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan
tinggi,sedang, dan rendah
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin berbeda-beda.
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Roger dan David Johnson dalam Lie (2008:31-35) mengatakan tidak
semua kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
diterapkan, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif,
keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang
dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena
itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling
ketergantungan.
2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat
tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu,
setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
3) Tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap
anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi
untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok
lain.
4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa berpartisipasi aktif dan
commit to user
5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Kemudian Isjoni (2009: 27) menyebutkan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri yaitu: a) setiap anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, c) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan
ketrampila-ketrampilan interpersonal kelompok ,dan e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
d. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2009 : 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan , yaitu :
1) Student Team Achievement Division (STAD) 2) Jigsaw
3) Teams Games Tournaments (TGT) 4) Group Investigation (GI)
5) Rotating Trio Exchange 6) Group Resume
Menurut Suyitno (2004: 37), pembelajaran kooperatif di bagi kedalam tujuh tipe yaitu:
1) STAD (Student Teams Achievement Divisions).
2) TGT (Teams Games Tournament).
3) TAI (Teams Assisted Individualization).
4) Jigsaw I. 5) Jigsaw II.
6) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition).
Robert E. Slavin (2010:11) mengemukakan ada lima metode dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
1) STAD (Student Team Achievement) 2) TGT (Team Game Tournament) 3) Jigsaw II (Teka-teki II)
4) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) 5) TAI (Team Accelerated Instruction).
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:89), metode-metode Pembelajaran Kooperatif yaitu:
1) Jigsaw
2) Think-Pair-Share
commit to user 9) Bamboo Dancing
10)Point-Counter-Point 11) The Power of Two.
Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan
pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara
individu maupun kelompok. Berbeda dengan pendekatan konvensional,
tekanan utama pembelajaran kooperatif adalah ”belajar bersama”. Tujuan
dibentuknya kelompok kecil agar interaksi siswa menjadi maksimal dan
efektif. Namun demikian, belajar kelompok tidak selalu dapat digolongkan
sebagai pembelajaran kooperatif. Bila siswa dalam kelompok belajar tidak
saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian
hasil belajar tersebut tidak dapat digolongkan sebagai pembelajaran
kooperatif. Dari berbagai bentuk atau tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
yang telah dijelaskan di atas, peneliti memilih tipe numbered heads together
yang digunakan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2. Numbered Heads Together
a. Pengertian Numbered Heads Together
Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu metode dalam
pembelajaran kooperatif. NHT merupakan metode yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1992) dalam Anita Lie (2008:59). Teknik ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik
ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
usia anak didik (Anita Lie, 2008:59). Metode ini memiliki prosedur yang
ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak waktu untuk
berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, melibatkan siswa
lebih banyak dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
commit to user
2003:37). Metode ini juga digunakan untuk memberi penguatan konsep dan
mereview pelajaran sebelum dilakukan tes. Metode ini memerlukan persiapan
dan dalam penyajiannnya haruslah dibuat semenarik mungkin sehingga siswa
dapat belajar dengan gembira.
Mengenai pengertian dari Numbered Heads Together juga
dijelaskan dalam http://www.teachervision.fen.com/groupwork/
cooperativelearning /48538.html: Numbered Heads Together is a
cooperative learning strategy that holds each student accountable for learning the material. Students are placed in groups and each person is given a number (from one to the maximum number in each group). The teacher poses a question and students "put their heads together" to figure out the answer. The teacher calls a specific number to respond as spokes person for the group. By having students work together in a group, this strategy ensures that each member knows the answer to problems or questions asked by the teacher. Because no one knows which number will be called, all team members must be prepared.
b. Tujuan dan Manfaat Numbered Heads Together
Ibrahim dalam (
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/) mengemukakan tiga tujuan yang
hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1) Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik.
2) Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai latar belakang.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren
dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
commit to user
2) Memperbaiki kehadiran
3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5) Konflik antara pribadi berkurang
6) Pemahaman yang lebih mendalam
7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8) Hasil belajar lebih tinggi.
c. Langkah - Langkah Penerapan Numbered Heads Together Dalam
Pembelajaran
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
1) Pembentukan kelompok
2) Diskusi masalah;
3) Tukar jawaban antar kelompok.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim
(2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan.
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok.
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor
kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar
belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test)
sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
commit to user
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS
atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah.
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa
berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap
orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau
pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi,
dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban.
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan.
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode Numbered
Heads Together (NHT) menurut Nurhadi (2003) sebagai berikut:
1) Langkah 1- Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga
setiap siswa dalam tim tersebut mempunyai nomor yang berbeda-beda.
2) Langkah 2- Pengajuan pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum.
3) Langkah 3-Berpikir bersama (Head Together)
Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
commit to user
4) Langkah 4- Pemberian jawaban (Answering)
Guru menyebut salah satu nomor dan siswa dari tiap kelompok yang
bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.
a) Guru secara random memilih kelompok mana yang harus menjawab
pertanyaan tersebut.
b) Siswa dari kelompok yang ditunjuk akan mengangkat tangan dan
berdiri untuk menjawab pertanyaan. Pada Setiap jawaban diusahakan
agar siswa tersebut tidak mendapat bantuan dari kelompokya
Menurut Spancer Kagan (1992) dalam Yatim Riyanto (2009:273)
langkah-langkah Numbered Heads together adalah:
1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain.
6) Kesimpulan.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:92), pembelajaran
dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali
dengan Numbering. Kemudian Pembagian Kelompok, jumlah
kelompok menyesuaikan jumlah siswa dalam kelas. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor. Setelah itu, guru mengajukan beberapa pertanyaan. Pada kesempatan ini tiap-tiap
kelompok “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas
commit to user
Dalam implementasinya, NHT (Numbered Heads Together) Guru
memberi tugas, kemudian hanya siswa benomor yang berhak menjawab
(mencegah dominasi siswa tertentu).
Kelebihan pembelajaran dengan Numbered Heads Together (NHT) ini
antara lain: dapat meningkatkan prestasi siswa, memperdalam pemahaman
siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif dan
kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa saling memiliki dan rasa percaya
diri serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan (Hill,2005) dalam
Triyana (2008).
Jadi dengan Metode Numbered Heads Together (NHT) ini, secara
tidak langsung siswa dilatih untuk saling berbagi informasi, mendengarkan
dengan sertamerta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa dapat
lebih produktif dalam pembelajaran.
Walaupun memiliki persamaan dengan metode pembelajaran lain,
Numbered Head Together (NHT) ini ditekankan pada struktur khusus yang
dapat mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur tersebut
dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti
mengacungkan tangan terlebih dahulu kemudian ditunjuk oleh guru untuk
menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini dapat
menimbulkan persaingan diantara siswa dan membuat kegaduhan di dalam
kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan dari guru. Dengan metode NHT ini, suasana kegaduhan
seperti tersebut di atas tidak akan dijumpai karena siswa akan menjawab
pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor
siswa atau anggota secara acak.
commit to user
3.Keterampilan Berpikir Kritis
a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis
Dijelaskan dalam Kamus Bahasa Indonesia Online, keterampilan
adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan bahasa adalah
kecakapan seseorang untuk memakai bahasa di menulis, membaca/ berbicara.
Sedangkan keterampilan tematis adalah kesanggupan pemakai bahasa untuk
menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola
gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dari satu bahasa ke
bahasa lain, dsb. Keterampilan dan kemampuan memiliki arti yang sama yaitu
mengenai kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas atau
permasalahan. Dalam penelitian ini yang menjadi pokok bahasan yaitu
mengenai keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran pada materi
sifat-sifat bangun ruang.
Vincent Ruggiero (1988) dalam Johnson (2010:187) mengartikan
berpikir sebagai ”segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau
memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk
memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pemcapaian
makna”.
Dalam (http://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/06/13/meng gunakan-ketrampilan-berpikir-untuk-meningkatkan-mutupembelajaran/) Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan
sebagai pedoman berpikir.
John Chafee (1994), Direktur Pusat Bahasa dan Pemikiran Kritis di
LaGuardi College, City University of New York (CUNY) dalam Johnson
(2010:187) menjelaskan bahwa berpikir sebagai ”sebuah proses aktif, teratur dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”. Dia
mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk ”menyelidiki secara
sistematis proses berpikir itu sendiri”. Maksudnya tidak hanya memikirkan
dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain
commit to user
Berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau apa saja, di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan
menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran
dan menerapkan standar-standar intelektual padanya (Paul,Fisher dan Nosich
1993 dalam Fisher 2009:4)
Menurut John Langrehr (2006:42) berpikir kritis meliputi penggunaan
kriteria yang relevan untuk menilai fitur informasi, seperti keakuratannya,
relevansinya, reliabilitas, konsistensi dan biasnya.
Ditegaskan Beyer (Filsaime, 2008: 56) bahwa berpikir kritis adalah
sebuah cara berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi
validitas sesuatu (pernyataan-penyataan, ide-ide, argumen, dan penelitian).
Menurut Johnson (2010:183), berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain.
Bloom (Filsaime, 2008 :74) mendaftar enam tingkatan berpikir kritis
dari tingkatan berpikir kritis yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks. Daftar tersebut mulai dengan pengetahuan dan bergerak ke atas
menuju penguasaan, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pendagogi
berpikir kritis selalu mengacu pada teori Bloom.
Menurut Bloom (Filsaime, 2008 :75) Seseorang harus menguasai satu
tingkatan berpikir sebelum dia bisa menuju ke tingkatan atas berikutnya.
Alasannya adalah kita tidak bisa meminta seseorang untuk mengevaluasi jika
dia tidak mengetahui, tidak memahaminya, tidak bisa menginterpretasikannya,
tidak bisa menerapkannya, dan tidak bisa menganalisanya.
“Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir konvergen, yaitu menuju ke satu titik” (Supraptojiel, 2008: 2). Dan berpikir kritis dapat
dikatakan sama dengan ranah kognitif pada tingkat hapalan/pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) sesuai dengan pernyataan
commit to user
In covergent thingking the correct answere to a problem or question can be known in advance since it is fixed by the requirements of the subject matter or the problem or both. Knowledge (C1), comprehension (C2), application (C3), and Analysis (C4) can be regarded as convergent thinking (Bloom et. al, 1971 :244).
Johnson (2010:185) mengungkapkan berpikir kritis adalah kemampuan
untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri.
Menurut Halpern (Rudd et al, 2003:128) dalam
(http://fisikasmaonline.blogspot.com/2010/12/keterampilan-berpikikritis.html)
mendefinisikan critical thingking as „...the use of cognitive skills or strategies
that increase the probability of desirable outcome.‟
Sedangkan menurut Ennis (1996) dalam Fisher (2008:4), “Berpikir
kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk
memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.”
Menurut Halpen (1996) dalam (http://researchengines.com/1007
arief3.html) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi
kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan
tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran yang
merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua
keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor
pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut
directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang
mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang
mengarahkan hidup kita setiap hari (Johnson, 2010:185).
commit to user
kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan
berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau
informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu
prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan
berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif inferring
harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: (a) mengidentifikasi
pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b) mengidentifikasi
fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang
telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir.
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir,
yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level
thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak
dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term
memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi
meliputi evaluasi, sintesis, dan analisis. Berpikir kompleks adalah proses
kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis
merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu
titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir
divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik.
Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang sangat
esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek
kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam
pendidikan sejak 1942.
Ketrampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau
modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang (Galbreath,1999;
Liliasari, 2002; Depdiknas, 2003; Trilling & Hood, 1999; Kubow, 2000) dan
merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia (Penner 1995
dalam Liliasari, 2000). Oleh karena itu, pengembangan Ketrampilan berpikir
commit to user
Ketrampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis argumen
dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi untuk
mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan
memahami asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi
serta mengambil keputusan yang tepat. Ketrampilan berpikir kritis adalah
potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran.
Setiap manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi
pemikir yang kritis karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki hubungan
dengan pola pengelolaan diri ( self organization ) yang ada pada setiap mahluk
di alam termasuk manusia sendiri (Liliasari, 2001; Johnson, 2000).
Berdasarkan pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas
maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan
keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa
untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.
Wilson (2000) dalam (http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/
berpikir-kritis.html) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya
keterampilan berpikir kritis, yaitu:
1) Pengetahuan yang didasarkan pada hafalan telah didiskreditkan; individu
tidak akan dapat menyimpan ilmu pengetahuan dalam ingatan mereka
untuk penggunaan yang akan datang.
2) Informasi menyebar luas begitu pesat sehingga tiap individu
membutuhkan kemampuan yang dapat disalurkan agar mereka dapat
mengenali macam-macam permasalahan dalam konteks yang berbeda pada
waktu yang berbeda pula selama hidup mereka.
3) Kompleksitas pekerjaan modern menuntut adanya staf pemikir yang
mampu menunjukkan pemahaman dan membuat keputusan dalam dunia
kerja.
4) Masyarakat modern membutuhkan individu-individu untuk
menggabungkan informasi yang berasal dari berbagai sumber dan
commit to user
b. Karakteristik Keterampilan Berpikir Kritis
Wade (1995) dalam (http://re-searchengines.com/1007arief3.html)
mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1) Kegiatan merumuskan pertanyaan,
2) Membatasi permasalahan,
3) Menguji data-data,
4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias,
5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
6) Menghindari penyederhanaan berlebihan,
7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
8) Mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan
Beyer (1995: 12-15) dalam (http://re-searchengines.com/1007arief3.html)
secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1) Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap
berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian,
mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap
ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2) Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan.
Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk
diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari
beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda.
Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan
kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang
kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang
konsisten, dan pertimbangan yang matang.