• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TENTANG SIFAT SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN TAHUN PELAJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TENTANG SIFAT SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN TAHUN PELAJARAN 2010 2011"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN

TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V

SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Disusun Oleh :

Farida Rahmawati

NIM X7107028

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN

TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V

SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Disusun Oleh :

Farida Rahmawati

NIM X7107028

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Farida Rahmawati.MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR

KRITIS TENTANG SIFAT - SIFAT BANGUN RUANG DENGAN MENERAPKAN TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS V SD NEGERI BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Kata kunci: Keterampilan Berpikir Kritis, Numbered Heads Together.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis tentang sifat – sifat bangun ruang dengan menerapkan tipe numbered heads

together pada siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 tahun pelajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 dengan jumlah siswa 21. Bentuk pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif yang berupa hasil tes, observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi wawancara, observasi, tes dan dokumentasi. Teknik validitas data yang digunakan adalah triangulasi. Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah diskriptif interaktif. Data diolah sejak tindakan pembelajaran dilaksanakan dan dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Strategi yang digunakan adalah strategi tindakan kelas. Prosedur penelitian ini terdiri dari dua siklus setiap siklus mempunyai empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan kemudian

refleksi dan masing – masing siklusnya ada dua kali pertemuan. Penelitian ini

dilaksanakan dalam dua siklus dan pada setiap pertemuan diadakan tes awal, tes proses dan post tes sehingga dapat diketahui ada tidaknya peningkatan

keterampilan berpikir kritis siswa tentang sifat – sifat bangun ruang pada pelajaran

Matematika dengan menerapkan tipe numbered heads together dalam pembelajarannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa

tentang sifat – sifat bangun ruang mengalami peningkatan, yaitu dari kondisi awal

nilai rata – rata siswa 45,86, pada siklus I nilai rata – rata siswa 68,90 dan nilai

rata – rata yang diperoleh pada siklus II adalah 84,09. Sebelum dilaksanakan

penelitian siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 8 siswa (38,10%), pada siklus I siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 15 siswa (71,42%), dan pada siklus II siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (66) sebanyak 18 siswa (85,71%). Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe numbered

(6)

commit to user

vi

sifat bangun ruang siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.

ABSTRACT

Farida Rahmawati. IMPROVING CRITICAL THINKING SKILLS ABOUT THE PROPERTIES OF GEOMETRY BY APPLYING NUMBERED HEADS TOGETHER TYPE IN FIFTH GRADE STUDENTS OF PUBLIC

ELEMENTARY SCHOOL BALEREJO 01 KEBONSARI MADIUN

ACADEMIC YEAR 2010/2011.

Minithesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University in Surakarta. 2011.

Key word: critical thinking skills, Numbered Heads Together.

The purpose of this research is to improve the ability to think critically about the properties of geometry by applying a type of numbered heads together in fifth grade students of public elementary school Balerejo 01 academic year 2010/2011.

The method used in this research is qualitative research with classroom action research (CAR). The subjects used in this study were teachers and students of fifth grade in Public Elementary School Balerejo 01 with the number of students 21. Form approach is descriptive qualitative. Data obtained in the form of quantitative data and qualitative data in the form of test results, observations, interviews and documentation. The data collection techniques include interviews, observation, testing and documentation. Validity of the technique used was triangulation of data. In this research, data analysis technique used is descriptive interactive. Data processed since the act of learning is implemented and developed during the applying a type of numbered heads together in learning.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

 Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh

(balasan) yang lebih baik darinya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.

(An – Naml:89)

 Nasib baik berpihak kepada yang jujur, santun, dan rajin.

Memperbaiki sikap adalah memperbaiki nasib.

(Mario Teguh)

 Tidak akan ada puasnya jika menginginkan yang sempurna,

menjadi diri sendiri, melakukan yang terbaik dan selalu bersyukur jauh lebih indah dan mengagumkan.

(Penulis)

 Harus ada target dalam hidup agar dapat melangkah lebih pasti,

meskipun tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud.

(8)

commit to user

(9)

commit to user

ix

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang tersusun ini dipersembahkan kepada :

 Allah SWT, yang selalu memberikan Anugerah Terindah, Rahmat,

Taufiq dan Hidayah-Nya kepada setiap nafasku.

 Bapak dan Ibundaku (Kusnudin & Suyatin) tercinta, yang tak

henti mendoakan, selalu sabar mendidik, dan memberikan segala hal terbaik baik material maupun spiritual serta membuatku mengerti bahwa setiap langkah hidupku sangat berharga.

 Kakak – kakakku (Eny, Muna dan Tin) tersayang yang senantiasa

memberikan dukungan dan doa.

 Semua guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya sehingga

saya dapat menempuh dan menyelesaikan studi S1 ini.

 Mas Rian yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi.

Sahabat – sahabat terbaik yang selalu ada dan memberikan

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

(10)

commit to user

x

 FKIP UNS, almamater tercinta.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi

sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Skripsi dengan judul Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan Tipe Numbered Heads Together

Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun Tahun Pelajaran

2010/2011 ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari

berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh sebab itu pada

kesempatan yang baik ini penulis ucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi PGSD

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Drs. Kuswadi, M.Ag. selaku Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. M. Shaifuddin, M.Pd., M.Sn. selaku Pembimbing II yang telah

memberikan semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Prof. Dr. Retno Winarni, M,Pd. selaku Pembimbing Akademik yang

senantiasa memberikan motivasi.

8. Semua Dosen Program Studi PGSD UNS yang membimbing dan

(11)

commit to user

xi

9. Keluarga besar SD Negeri Balerejo 01 Kecamatan Kebonsari Kabupaten

Madiun yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

10. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi yang tidak

dapat disebut satu per satu.

Semoga kebaikan dari semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah

SWT.

Disadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun

diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan

dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

Surakarta, April 2011

(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..……… i

HALAMAN PENGAJUAN ……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ..………...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...……….iv

ABSTRAK ………..v

ABSTRACT………... vi

MOTTO ……….. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. viii

KATA PENGANTAR ………... ix

B. Rumusan Masalah………...3

C. Identifikasi Masalah.………..3

(13)

commit to user

xiii

a. ... Kons

ep Dasar Pembelajaran Kooperatif …………

b. ... Tujua

n Pembelajaran Kooperatif ... ………...0

c. ...

Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ………...11

d. ... Bent

uk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif . …………....12

2. ... Num

bered Heads Together ………...……….13

a. ... Peng

ertian Numbered Heads Together ………...13

b. ... Tujua n dan Manfaat Numbered

Heads Together………..14

c. ... Lang kah-Langkah Penerapan Numbered Heads

Together ………15

3. ... Keter

ampilan Berpikir Kritis . ………19

a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis ……….19

b. ... Krakt

eristik Keterampilan Berpikir Kritis . …………...24

c. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis ……….. 26

d. ... Taha

pan Berpikir Kritis. ………29

4. ... Mate

ri Sifat- Sifat Bangun Ruang……….31

(14)

commit to user

xiv

b. ...

Jenis-jenis Bangun Ruang……….31 c. ...

Sifat-sifat BangunRuang. .. ……….32

d. ... Pener apan Tipe Numbered Heads Together

dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Pada Pembelajaran Matematika Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang ……….. 38

B. ... Penel

itian Yang Relevan .. ………...38

C. ... Kera

ngka Berpikir . ……….41

D. ... Hipot

esis Tindakan……….42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. ... Temp

at dan Waktu Penelitian ... ………..43

B. ... Suby

ek Penelitian . ……….44

C. ... Pend

ekatan dan Jenis Penelitian .. ………..44

D. ... Sumb

er Data .. ……….45

E. ... Tekni

k pengumpulan Data ... ………...46

F. ... Valid

itas data………....48

G. ... Tekni

(15)

commit to user A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………....56

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Tindakan Siklus I ………..60

2. Tindakan Siklus II………..71

C. Deskripsi Hasil Penelitian ………...82

D. Pembahasan Hasil Penelitian ………..90

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.a Kubus ... 32

Gambar 1.b Kubus II ... 35

Gambar 2. Balok ... 37

Gambar 3. Tabung ………38

Gambar 4. Prisma tegak segiempat ………..38

Gambar 5. Limas segiempat ……….38

Gambar 6. Limas segitiga ……….39

Gambar 7. Kerucut ………39

Gambar 8. Alur Kerangka Berpikir ... 42

Gambar 9. Spiral Penelitian Tindakan Kelas ... 45

Gambar 10. Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman……….50

Gambar 11. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)……….…51 32

34

36

36

37

37

37

37

42

45

50

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis ... .6

Tabel 2. Rincian Waktu Penelitian ... ..44

Tabel 3. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... ..59

Tabel 4. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Siklus I ... ..69

Tabel 5. Tabel Perkembangan Hasil Tes Pra Siklus dan Tes Siklus I Siswa

Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun ... ..70

Tabel 6. Tabel Data Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Pra Siklus II ... ..79

Tabel 7. Tabel Perkembangan Hasil Tes Pra Siklus dan Tes Siklus I Siswa

Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun ... ..80

Tabel 8. Tabel Perkembangan Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Kondisi Awal (Pra Siklus), Siklus I dan Siklus II ... ..90

Tabel 9. Tabel Rata-rata Aktifitas Siswa dan Kinerja Guru Kelas V SD

Negeri Balerejo 01 Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang ... ..92 26

44

59

69

70

79

80

90

(18)

commit to user

xviii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... ..60

Grafik 2. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Siklus I ... ..70

Grafik 3. Grafik Perkembangan Nilai Evaluasi Keterampilan Berpikir

Kritis Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang Pada Pra Siklus dan

Siklus I Setelah Menerapkan NHT...71

Grafik 4. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang

Sifat-sifat Bangun Ruang Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Pada Siklus II ... ..80

Grafik 5. Grafik Perkembangan Nilai Evaluasi Keterampilan Berpikir

Kritis Tentang Sifat-sifat Bangun Ruang Pada Siklus I dan

Siklus II Setelah Menerapkan NHT...

Grafik 6. Grafik Peningkatan Nilai Terendah Keterampilan Berpikir Kritis

Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri

Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II ...

Grfik 7. Grafik Peningkatan Nilai Tertinggi Keterampilan Berpikir Kritis

Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri

Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II ...

Grafik 8. Grafik Peningkatan Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis

Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri

Balerejo 01 Sebelum Tindakan, Siklus I, Siklus II………..

Grafik 9. Grafik Peningkatan Prosentase Nilai Ketuntasan Klasikal

(19)

commit to user

xix

Keterampilan Berpikir Kritis Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang

Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Sebelum Tindakan,

Siklus I, Siklus II………..

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Guru

Sebelum Penerapan NHT ... 100

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Guru Setelah Penerapan NHT ... 102

Lampiran 3. Silabus Matematika Kelas V ... 104

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 105

Lampiran 5. Pedoman Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 127

Lampiran 6. Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 131

Lampiran 7. Lembar Observasi Kinerja Guru... 132

Lampiran 8. Tes Pra-Siklus ... 135

Lampiran 9. LKS I ... 137

Lampiran 10. Tugas Individu I... 139

Lampiran 11. LKS II ... 141

Lampiran 12. Tugas Individu II ... 142

Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 143

Lampiran 14. LKS III ... 166

Lampiran 15. Tugas Individu III ... 168

Lampiran 16. LKS IV ... 170

Lampiran 17. Tugas Individu IV ... 171

Lampiran 18. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Kondisi Awal (Pra Siklus) ... 171

Lampiran 19. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Siklus I ... 173

Lampiran 20. Daftar Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan Nilai Tes Pada Siklus II ... 175

Lampiran 21. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas V

(20)

commit to user

xx

Dalam Pembelajaran Dengan Numbered Heads Together

Tentang Sifat – Sifat Bangun Ruang Pada Siklus I ...177

Lampiran 22. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas V

Dalam Pembelajaran Dengan Numbered Heads Together

Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Pada Siklus II...

Lampiran 23. Hasil Observasi Kinerja Guru Dalam Pelajaran Matematika

Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan

NHT Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Kebonsari Kabupaten Madiun Pada Siklus I……….…179

Lampiran 24. Hasil Observasi Kinerja Guru Dalam Pelajaran Matematika

Tentang Sifat - Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan

NHT Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

Kebonsari Kabupaten Madiun Pada Siklus II………....182

Lampiran 25. Daftar Nilai Rata-Rata Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Berdasarkan Nilai Tes

Pada Pra Siklus, Siklus I, Siklus II...

Lampiran 26. Kisi- Kisi Soal...

Lampiran 27. Dokumentasi (Foto)... 183

184

187

190

191

(21)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat berperan penting untuk menciptakan kehidupan yang

cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan

harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang

baik. Untuk memenuhi tuntutan itu berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dan

salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum. Saat ini pemerintah sedang

menerapkan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) sebagai

penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yang Berbasis Kompetensi (KBK).

Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum

yang lebih membebaskan sekolah untuk mengembangkan sendiri perangkat

pembelajaran sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Hal itu

ditunjukkan dengan adanya wewenang sekolah dalam hal ini guru untuk

menentukan sendiri indikator keberhasilan pencapaian kompetensi sesuai dengan

daerah dan kondisi siswa masing-masing sekolah. Inti dari Kurikulum Satuan

Tingkat Pendidikan (KTSP) sebenarnya sama dengan Kurikulum Berbasis

Kompetensi, yaitu guru hanya berperan sebagai fasilitator penyedia ”kondisi”

supaya proses belajar mengajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat

berlangsung dengan baik. Akan tetapi keberhasilan siswa juga ditentukan oleh

kinerja guru yang mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menarik.

Oleh karena itu guru harus lebih kreatif memilih strategi pembelajaran termasuk

dalam memilih model pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengobservasi dan wawancara

dengan guru diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis siswa kelas V SD

Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun terhadap pelajaran matematika tentang

sifat-sifat bangun ruang masih kurang. Pelajaran matematika tentang sifat-sifat

(22)

commit to user

merasa kurang percaya diri dan tidak mau berusaha. Hal tersebut tercermin dari

sikap siswa yang cenderung acuh dan sering tidak merespon apa yang

disampaikan guru, bahkan siswa cenderung menyembunyikan wajah agar tidak

ditunjuk oleh guru untuk mengerjakan di depan kelas tugas-tugas ataupun

soal-soal yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa kurang memahami materi yang

disampaikan guru yaitu pada sifat-sifat bangun ruang. Jika hal ini tidak diperbaiki

maka siswa akan kesulitan dalam menghitung luas dan volume

pada bangun ruang. Keadaan tersebut tidak hanya dikarenakan oleh siswa tetapi

juga pada strategi pembelajaran yang digunakan guru. Guru belum menggunakan

model pembelajaran inovatif yang mampu menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan dan merangsang berpikir kritis siswa pada sifat-sifat bangun

ruang. Hal ini berpengaruh terhadap hasil belajarnya, dimana secara umum hasil

belajar matematika tentang sifat-sifat bangun ruang kurang memuaskan. Keadaan

ini dapat dilihat dari hasil tes pra siklus (lampiran 18 halaman 177) dapat

diketahui yaitu siswa yang memperoleh nilai 0-10 ada 3 siswa, yang memperoleh

nilai 11-21 ada 2 siswa, yang mendapat nilai 22-32 ada 2 siswa, yang mendapat

nilai 33-43 ada 1 siswa, yang nilainya 44-54 ada 4 siswa, yang memperoleh nilai

55-65 ada 1 siswa, dan siswa yang memperoleh nilai 66-76 ada 8 siswa. Dengan

demikian rata-rata nilai yang diperoleh sebesar 45,86. Siswa yang mendapat nilai

kurang dari KKM sebanyak 13 siswa atau 61,90% sedangkan siswa yang

mendapat nilai di atas KKM ada 8 siswa atau 38,10%. Berdasarkan hasil tes pra

siklus diketahui bahwa siswa belum sungguh-sungguh dalam mengerjakan tes

karena masih banyak siswa yang belum memahami materi, tidak teliti, belum

mampu menjelaskan, dan belum dapat membedakan ciri masing-masing bangun

ruang.

Untuk itu, dirasa perlu melakukan penelitian tindakan kelas, sebagai upaya

untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada matematika tentang

sifat-sifat bangun ruang melalui pembelajaran kooperatif, sehingga diharapkan

dapat berdampak pada peningkatan hasil belajar mereka.

Slavin (2010:4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah

(23)

commit to user

metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu,

seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian

selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode

pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan

kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran.

Terdapat banyak metode atau tipe dalam pembelajaran kooperatif

diantaranya adalah Numbered Heads Together (NHT). Pemilihan ini didasarkan

atas hasil penelitian Lince, dkk (2001) dalam Kagan (2000) yang menyatakan

bahwa dari segi keterlibatan siswa maupun dari segi kemampuan akademik,

pembelajaran kooperatif dengan Numbered Heads Together (NHT) lebih baik

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Numbered Heads Together

(NHT) ini dikembengkan oleh Spencer Kagan dkk pada tahun 1993. Struktur

Kagan menghendaki agar siswa bekerjasama saling tergantung pada

kelompok-kelompok kecil secara kooperatif jadi setiap anggota mempunyai peran penting,

berhasil tidaknya suatu kelompok tergantung dari masing-masing anggota. Kagan

(2000) secara garis besar menjelaskan bahwa metode NHT melibatkan siswa

dalam menelaah ulang bahan yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan

memeriksa pemahaman siswa mengenai inti pelajaran yang telah mereka terima.

Metode atu tipe ini juga memiliki fungsi ganda yaitu untuk memberi penguatan

konsep dan mereview penguasaan materi yang dimiliki siswa sebelum tes.

Numbered head Together memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit

untuk memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan saling

membantu satu sama lain. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran tipe NHT

yang menekankan pada berpikir bersama dalam kelompok maka diharapakan akan

meningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal tentang

sifat-sifat bangun ruang.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan Numbered Heads Together tersebut maka

dilakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Berpikir

Kritis Tentang Sifat- Sifat Bangun Ruang Dengan Menerapkan Tipe

Numbered Heads Together Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01

(24)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

dapat dikemukakan rumusan masalah: “Dapatkah Penerapan Tipe Numbered Heads Together Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Tentang Sifat- Sifat

Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun

Tahun Pelajaran 2010/2011?”

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, dapat

diutarakan masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam proses

pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang. Seperti masih

rendahnya nilai keterampilan berpikir kritis siswa dalam materi sifat-sifat bangun

ruang. Keberhasila pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang

tidak hanya ditentukan oleh keterampilan siswa dalam mengembangkan

keterampilan berpikir secara kritis dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan guru atau kinerja guru.

Kurangnya keterampilan berpikir dan keaktifan siswa dalam matematika pada

materi sifat-sifat bangun ruang terjadi karena dalam pembelajaran guru cenderung

menggunakan model pembelajaran yang monoton dalam menyampaikan materi.

Dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads

Together diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian lebih efektif, efisien,

terarah dan dapat dikaji lebih mendalam. Adapun hal-hal yang membatasi

dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Rancangan pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat bangun ruang

(25)

commit to user

penerapan tipe numbered heads together dengan langkah – langkah :

pembentukan kelompok, numbering (penomoran), questioning (pemberian

pertanyaan), heads together (berpikir bersama), answering (pemberian

jawaban).

2. Materi sifat-sifat bangun ruang (prisma tegak, limas, kerucut, tabung) yang

dipelajari yaitu berdasarkan titik sudut, rusuk, dan sisi. Kemudian

menggambar masing-masing bangun berdasarkan sifat-sifatnya yang telah

dipelajari.

3. Keterampilan berpikir kritis dilihat dari kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal pada post tes setelah mengikuti langkah-langkah

pembelajarn tipe numbered heads together. Dengan Indikator keberhasilan :

1. Mampu mengidentifikasi.

2. Teliti dan tepat waktu dalam menyelesaikan soal.

3. Akurat atau benar, lengkap dan jelas.

4. Mampu membedakan.

5. Mampu memberikan alasan yang tepat.

6. Mampu menggambar.

7. Mampu menyimpulkan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijelaskan di atas,

maka penelitian yang akan dilaksanakan ini bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir kritis tentang sifat- sifat bangun ruang dengan menerapkan

tipe numbered heads together pada siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01

Kebonsari Madiun tahun pelajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Digunakan sebagai model pembelajaran alternatif dalam pelajaran

Matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan sifat-sifat bangun ruang

(26)

commit to user

Matematika melalui model pembelajaran koooperatif tipe NHT (Numbered

Heads Together).

2. Manfaat Praktis

a.Bagi Guru

1. Guru lebih profesional dalam

menjalankan tugas sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Memberikan masukan yang

berharga dalam proses pembelajaran Matematika terutama pada materi

sifat-sifat bangun ruang.

3. Sebagai masukan bagi guru untuk

melibatkan siswa secara aktif sehingga berdampak pada meningkatnya

kualitas pembelajaran.

4. Memberikan informasi bagi guru

untuk menentukan dan memanfaatkan model dan metode pembelajaran

yang tepat demi meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam

menyelesaikan masalah.

2. Bagi Siswa

1. Dapat memberikan pengalaman

baru dalam hal memecahkan masalah pembelajaran yang dialami

khususnya mata pelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang.

2. Penerapan Tipe Numbered Heads

Together diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis

siswa kelas V SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun Tahun Ajaran

2010 – 2011. Khususnya mata pelajaran matematika pada materi

sifat-sifat bangun ruang.

3. Bagi Peneliti

1. Peneliti lebih profesional dalam

melakukan penelitian terutama yang terkait dengan penelitian tentang

(27)

commit to user

2. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan informasi tambahan untuk melakukan penelitian yang sejenis

dalam lingkup yang lebih luas

4. Bagi Sekolah atau Lembaga

1. Memberikan gambaran tentang

kondisi siswa kelas V di SD Negeri Balerejo 01 Kebonsari Madiun

Tahun Ajaran 2010 – 2011.

2. Memberikan tambahan referensi

(28)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Kajian Teori

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Menurut Dahlan (1990) dalam Isjoni (2009: 72), model mengajar dapat

diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun

kurikulum, mengatur materi pelajaran dan pemberi petunjuk kepada pengajar

di kelas. Gagne (1985) dalam Isjoni (2009: 72) mengartikan pembelajaran

sebagai, “An active process and suggests that teaching involves facilitating active mental process by students.” Artinya bahwa, dalam proses pembelajaran sisa berada dalam posisi proses mental yang atif, dan guru

berfungsi menkondisikan terjadinya pembelajaran. Dalam penerapanya model

pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk model yang tepat

maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan. Kemudian

Joyce dan Weil (1980) dalam Rusman (2010:133) berpendapat bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lain.

Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah model

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini menggunakan kelompok-kelompok

kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar diskusi, saling

membantu dan mngajak satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar.

Pembelajaran kooperatif mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling

memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan masalah dalam

(29)

commit to user

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai

enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen

(Rusman,2010:202).

Model pembelajaran kooperatif banyak digunakan untuk mewujudkan

kegiatan belajar mengajar yang berpusat kepada siswa (student center),

terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam

mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa

yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model pembelajaran ini terbukti

dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Dalam

melaksanakan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti

lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi

dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar dengan siswa lainya.

Robert E. Slavin (2008:8) mengemukakan inti dari pembelajaran

kooperatif yaitu,” Dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan

duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk

menguasai materi yang disampaikan oleh guru.”

Menurut Isjoni (2009:20) pembelajaran kooperatif di definisikan

sebagai suatu pendekatan mengajar dimana murid bekerja sama diantara satu

sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas

individu atau kelompok yang diberikan oleh guru.

Menurut Nurulhayati (2002) dalam Rusman (2010: 203), pembelajaran

kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa

dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan

atas : 1) minat dan bakat siswa, 2) latar belakang kemampuan siswa, 3)

perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa (Rusman,

2010:204).

Dalam pembelajaran guru harus memahami model pembelajaran agar

(30)

commit to user

pembelajaran. Dalam penerapanya, model pembelajaran harus diterapkan

sesuai dengan kebutuhan siswa, karena masing-masing model pembelajaran

memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.

Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif di atas dapat

peneliti simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana sistam belajar dan bekerja secara kelompok-kelompok

kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif bekerjasama diantara satu

sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas

individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Dengan tujuan menciptakan

pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan ketrampilan

sosial yang bersifat akademik, humuanistik dan demokratis yang disesuaikan

dengan kemampuan siswa dan lingkungannya. sehingga merangsang siswa

lebih bergairah dalam belajar.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2005:4-5).

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum

Ibrahim, et al. (2000) dalam (Isjoni, 2009: 39) yaitu:

1) Hasil Belajar Akademik

Dalam pembelajaran kooperatif mencakup beragam tujuan sosial,

juga memperbaiki hasil belajar siswa atau tugas-tugas akademik penting

lainya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model

telah menunjukan, modal stuktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma

(31)

commit to user

2) Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya kelas

sosial, kemampuan dan ketidakmampuanya. Pembelajaran kooperatif

memberi peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi

untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan

melalui sruktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai

satu sama lain.

Dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator. Guru bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan siswa, karena itu perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kelas diusahakan tida menghambat dalam mewujudkan interaksi sosial yang efektif diantara siswa. Hubungan persahabatan antara beberapa orang siswa dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar. (Isjoni, 2009: 41)

3) Pengembangan Ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerjasama dan kolaborasi. Ketrampilan ini amat penting dimiliki siswa sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, karena mengingat kenyataan yang dialami bangsa ini dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi para peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global dan memenangkan persaingan tersebut. (Isjoni, 2009: 41).

Era global ditandai dengan persaingan dan kerja sama di segala

aspek kehidupan mempersyratkan siswa memiliki ketrampilan sosial.

Kertampilan serta sikap positif sosial sebagai anggota masyarakat lokal

maupun global yang demokratis dapat dikembangkan lebih lanjut melalui

pembelajaran kooperatif. Dengan demikian peserta didik mendapatkan

makna dan manfaat praktis dari setiap proses pembelajaran tersebut.

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja

kelompok, oleh sebab itu banyak guru mengatakan tidak ada suatu yana aneh

(32)

commit to user

menggunakanya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk

kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok disebut pembelajaran kooperatif.

Menurut Rusman (2010:208-209), ciri-ciri yang terjadi pada. kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan

materi belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan

tinggi,sedang, dan rendah

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,

suku, jenis kelamin berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2008:31-35) mengatakan tidak

semua kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus

diterapkan, yaitu:

1) Saling ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif,

keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang

dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok

ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena

itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling

ketergantungan.

2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat

tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu,

setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang

harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3) Tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap

anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi

untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok

lain.

4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa berpartisipasi aktif dan

(33)

commit to user

5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama

mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Kemudian Isjoni (2009: 27) menyebutkan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri yaitu: a) setiap anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, c) setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan

ketrampila-ketrampilan interpersonal kelompok ,dan e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

d. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009 : 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan , yaitu :

1) Student Team Achievement Division (STAD) 2) Jigsaw

3) Teams Games Tournaments (TGT) 4) Group Investigation (GI)

5) Rotating Trio Exchange 6) Group Resume

Menurut Suyitno (2004: 37), pembelajaran kooperatif di bagi kedalam tujuh tipe yaitu:

1) STAD (Student Teams Achievement Divisions).

2) TGT (Teams Games Tournament).

3) TAI (Teams Assisted Individualization).

4) Jigsaw I. 5) Jigsaw II.

6) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition).

Robert E. Slavin (2010:11) mengemukakan ada lima metode dalam pembelajaran kooperatif yaitu:

1) STAD (Student Team Achievement) 2) TGT (Team Game Tournament) 3) Jigsaw II (Teka-teki II)

4) CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) 5) TAI (Team Accelerated Instruction).

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:89), metode-metode Pembelajaran Kooperatif yaitu:

1) Jigsaw

2) Think-Pair-Share

(34)

commit to user 9) Bamboo Dancing

10)Point-Counter-Point 11) The Power of Two.

Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan

pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara

individu maupun kelompok. Berbeda dengan pendekatan konvensional,

tekanan utama pembelajaran kooperatif adalah ”belajar bersama”. Tujuan

dibentuknya kelompok kecil agar interaksi siswa menjadi maksimal dan

efektif. Namun demikian, belajar kelompok tidak selalu dapat digolongkan

sebagai pembelajaran kooperatif. Bila siswa dalam kelompok belajar tidak

saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian

hasil belajar tersebut tidak dapat digolongkan sebagai pembelajaran

kooperatif. Dari berbagai bentuk atau tipe-tipe model pembelajaran kooperatif

yang telah dijelaskan di atas, peneliti memilih tipe numbered heads together

yang digunakan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2. Numbered Heads Together

a. Pengertian Numbered Heads Together

Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu metode dalam

pembelajaran kooperatif. NHT merupakan metode yang dikembangkan oleh

Spencer Kagan (1992) dalam Anita Lie (2008:59). Teknik ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik

ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan

usia anak didik (Anita Lie, 2008:59). Metode ini memiliki prosedur yang

ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak waktu untuk

berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, melibatkan siswa

lebih banyak dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

(35)

commit to user

2003:37). Metode ini juga digunakan untuk memberi penguatan konsep dan

mereview pelajaran sebelum dilakukan tes. Metode ini memerlukan persiapan

dan dalam penyajiannnya haruslah dibuat semenarik mungkin sehingga siswa

dapat belajar dengan gembira.

Mengenai pengertian dari Numbered Heads Together juga

dijelaskan dalam http://www.teachervision.fen.com/groupwork/

cooperativelearning /48538.html: Numbered Heads Together is a

cooperative learning strategy that holds each student accountable for learning the material. Students are placed in groups and each person is given a number (from one to the maximum number in each group). The teacher poses a question and students "put their heads together" to figure out the answer. The teacher calls a specific number to respond as spokes person for the group. By having students work together in a group, this strategy ensures that each member knows the answer to problems or questions asked by the teacher. Because no one knows which number will be called, all team members must be prepared.

b. Tujuan dan Manfaat Numbered Heads Together

Ibrahim dalam (

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together/) mengemukakan tiga tujuan yang

hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1) Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik.

2) Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai latar belakang.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja

dalam kelompok dan sebagainya.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT

terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren

dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

(36)

commit to user

2) Memperbaiki kehadiran

3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5) Konflik antara pribadi berkurang

6) Pemahaman yang lebih mendalam

7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8) Hasil belajar lebih tinggi.

c. Langkah - Langkah Penerapan Numbered Heads Together Dalam

Pembelajaran

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep

Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :

1) Pembentukan kelompok

2) Diskusi masalah;

3) Tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim

(2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan.

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan

membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok.

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa

kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor

kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar

belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain

itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test)

sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

(37)

commit to user

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket

atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS

atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah.

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa

sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa

berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap

orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau

pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi,

dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban.

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan.

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan

yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode Numbered

Heads Together (NHT) menurut Nurhadi (2003) sebagai berikut:

1) Langkah 1- Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang

beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga

setiap siswa dalam tim tersebut mempunyai nomor yang berbeda-beda.

2) Langkah 2- Pengajuan pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat

bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum.

3) Langkah 3-Berpikir bersama (Head Together)

Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa

(38)

commit to user

4) Langkah 4- Pemberian jawaban (Answering)

Guru menyebut salah satu nomor dan siswa dari tiap kelompok yang

bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk

seluruh kelas.

a) Guru secara random memilih kelompok mana yang harus menjawab

pertanyaan tersebut.

b) Siswa dari kelompok yang ditunjuk akan mengangkat tangan dan

berdiri untuk menjawab pertanyaan. Pada Setiap jawaban diusahakan

agar siswa tersebut tidak mendapat bantuan dari kelompokya

Menurut Spancer Kagan (1992) dalam Yatim Riyanto (2009:273)

langkah-langkah Numbered Heads together adalah:

1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok

mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerjasama mereka.

5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang

lain.

6) Kesimpulan.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:92), pembelajaran

dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali

dengan Numbering. Kemudian Pembagian Kelompok, jumlah

kelompok menyesuaikan jumlah siswa dalam kelas. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor. Setelah itu, guru mengajukan beberapa pertanyaan. Pada kesempatan ini tiap-tiap

kelompok “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas

(39)

commit to user

Dalam implementasinya, NHT (Numbered Heads Together) Guru

memberi tugas, kemudian hanya siswa benomor yang berhak menjawab

(mencegah dominasi siswa tertentu).

Kelebihan pembelajaran dengan Numbered Heads Together (NHT) ini

antara lain: dapat meningkatkan prestasi siswa, memperdalam pemahaman

siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif dan

kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa saling memiliki dan rasa percaya

diri serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan (Hill,2005) dalam

Triyana (2008).

Jadi dengan Metode Numbered Heads Together (NHT) ini, secara

tidak langsung siswa dilatih untuk saling berbagi informasi, mendengarkan

dengan sertamerta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa dapat

lebih produktif dalam pembelajaran.

Walaupun memiliki persamaan dengan metode pembelajaran lain,

Numbered Head Together (NHT) ini ditekankan pada struktur khusus yang

dapat mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur tersebut

dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti

mengacungkan tangan terlebih dahulu kemudian ditunjuk oleh guru untuk

menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini dapat

menimbulkan persaingan diantara siswa dan membuat kegaduhan di dalam

kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk

menjawab pertanyaan dari guru. Dengan metode NHT ini, suasana kegaduhan

seperti tersebut di atas tidak akan dijumpai karena siswa akan menjawab

pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor

siswa atau anggota secara acak.

(40)

commit to user

3.Keterampilan Berpikir Kritis

a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis

Dijelaskan dalam Kamus Bahasa Indonesia Online, keterampilan

adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan bahasa adalah

kecakapan seseorang untuk memakai bahasa di menulis, membaca/ berbicara.

Sedangkan keterampilan tematis adalah kesanggupan pemakai bahasa untuk

menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola

gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dari satu bahasa ke

bahasa lain, dsb. Keterampilan dan kemampuan memiliki arti yang sama yaitu

mengenai kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas atau

permasalahan. Dalam penelitian ini yang menjadi pokok bahasan yaitu

mengenai keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran pada materi

sifat-sifat bangun ruang.

Vincent Ruggiero (1988) dalam Johnson (2010:187) mengartikan

berpikir sebagai ”segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau

memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk

memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pemcapaian

makna”.

Dalam (http://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/06/13/meng gunakan-ketrampilan-berpikir-untuk-meningkatkan-mutupembelajaran/) Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan

sebagai pedoman berpikir.

John Chafee (1994), Direktur Pusat Bahasa dan Pemikiran Kritis di

LaGuardi College, City University of New York (CUNY) dalam Johnson

(2010:187) menjelaskan bahwa berpikir sebagai ”sebuah proses aktif, teratur dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”. Dia

mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir untuk ”menyelidiki secara

sistematis proses berpikir itu sendiri”. Maksudnya tidak hanya memikirkan

dengan sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain

(41)

commit to user

Berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau apa saja, di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan

menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran

dan menerapkan standar-standar intelektual padanya (Paul,Fisher dan Nosich

1993 dalam Fisher 2009:4)

Menurut John Langrehr (2006:42) berpikir kritis meliputi penggunaan

kriteria yang relevan untuk menilai fitur informasi, seperti keakuratannya,

relevansinya, reliabilitas, konsistensi dan biasnya.

Ditegaskan Beyer (Filsaime, 2008: 56) bahwa berpikir kritis adalah

sebuah cara berpikir disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi

validitas sesuatu (pernyataan-penyataan, ide-ide, argumen, dan penelitian).

Menurut Johnson (2010:183), berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain.

Bloom (Filsaime, 2008 :74) mendaftar enam tingkatan berpikir kritis

dari tingkatan berpikir kritis yang paling sederhana sampai yang paling

kompleks. Daftar tersebut mulai dengan pengetahuan dan bergerak ke atas

menuju penguasaan, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pendagogi

berpikir kritis selalu mengacu pada teori Bloom.

Menurut Bloom (Filsaime, 2008 :75) Seseorang harus menguasai satu

tingkatan berpikir sebelum dia bisa menuju ke tingkatan atas berikutnya.

Alasannya adalah kita tidak bisa meminta seseorang untuk mengevaluasi jika

dia tidak mengetahui, tidak memahaminya, tidak bisa menginterpretasikannya,

tidak bisa menerapkannya, dan tidak bisa menganalisanya.

“Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir konvergen, yaitu menuju ke satu titik” (Supraptojiel, 2008: 2). Dan berpikir kritis dapat

dikatakan sama dengan ranah kognitif pada tingkat hapalan/pengetahuan (C1),

pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4) sesuai dengan pernyataan

(42)

commit to user

In covergent thingking the correct answere to a problem or question can be known in advance since it is fixed by the requirements of the subject matter or the problem or both. Knowledge (C1), comprehension (C2), application (C3), and Analysis (C4) can be regarded as convergent thinking (Bloom et. al, 1971 :244).

Johnson (2010:185) mengungkapkan berpikir kritis adalah kemampuan

untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri.

Menurut Halpern (Rudd et al, 2003:128) dalam

(http://fisikasmaonline.blogspot.com/2010/12/keterampilan-berpikikritis.html)

mendefinisikan critical thingking as „...the use of cognitive skills or strategies

that increase the probability of desirable outcome.‟

Sedangkan menurut Ennis (1996) dalam Fisher (2008:4), “Berpikir

kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk

memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.”

Menurut Halpen (1996) dalam (http://researchengines.com/1007

arief3.html) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi

kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan

tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran yang

merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka

memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai

kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua

keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.

Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan

kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor

pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut

directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.

Tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang

mengarahkan hidup kita setiap hari (Johnson, 2010:185).

(43)

commit to user

kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir. Satu contoh keterampilan

berpikir adalah menarik kesimpulan (inferring), yang didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau

informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu

prediksi hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan keterampilan

berpikir menarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif inferring

harus dipecah ke dalam langkah-langkah sebagai berikut: (a) mengidentifikasi

pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan dibuat, (b) mengidentifikasi

fakta yang diketahui, (c) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang

telah diketahui sebelumnya, dan (d) membuat perumusan prediksi hasil akhir.

Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir,

yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level

thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak

dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term

memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi

meliputi evaluasi, sintesis, dan analisis. Berpikir kompleks adalah proses

kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir kritis

merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu

titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir

divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik.

Keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan yang sangat

esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam

pendidikan sejak 1942.

Ketrampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau

modal intelektual yang sangat penting bagi setiap orang (Galbreath,1999;

Liliasari, 2002; Depdiknas, 2003; Trilling & Hood, 1999; Kubow, 2000) dan

merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia (Penner 1995

dalam Liliasari, 2000). Oleh karena itu, pengembangan Ketrampilan berpikir

(44)

commit to user

Ketrampilan berpikir kritis menggunakan dasar berpikir menganalisis argumen

dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap interpretasi untuk

mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, kemampuan

memahami asumsi, memformulasi masalah, melakukan deduksi dan induksi

serta mengambil keputusan yang tepat. Ketrampilan berpikir kritis adalah

potensi intelektual yang dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran.

Setiap manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi

pemikir yang kritis karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki hubungan

dengan pola pengelolaan diri ( self organization ) yang ada pada setiap mahluk

di alam termasuk manusia sendiri (Liliasari, 2001; Johnson, 2000).

Berdasarkan pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas

maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan

keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa

untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.

Wilson (2000) dalam (http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/

berpikir-kritis.html) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya

keterampilan berpikir kritis, yaitu:

1) Pengetahuan yang didasarkan pada hafalan telah didiskreditkan; individu

tidak akan dapat menyimpan ilmu pengetahuan dalam ingatan mereka

untuk penggunaan yang akan datang.

2) Informasi menyebar luas begitu pesat sehingga tiap individu

membutuhkan kemampuan yang dapat disalurkan agar mereka dapat

mengenali macam-macam permasalahan dalam konteks yang berbeda pada

waktu yang berbeda pula selama hidup mereka.

3) Kompleksitas pekerjaan modern menuntut adanya staf pemikir yang

mampu menunjukkan pemahaman dan membuat keputusan dalam dunia

kerja.

4) Masyarakat modern membutuhkan individu-individu untuk

menggabungkan informasi yang berasal dari berbagai sumber dan

(45)

commit to user

b. Karakteristik Keterampilan Berpikir Kritis

Wade (1995) dalam (http://re-searchengines.com/1007arief3.html)

mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:

1) Kegiatan merumuskan pertanyaan,

2) Membatasi permasalahan,

3) Menguji data-data,

4) Menganalisis berbagai pendapat dan bias,

5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional,

6) Menghindari penyederhanaan berlebihan,

7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan

8) Mentoleransi ambiguitas.

Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan

Beyer (1995: 12-15) dalam (http://re-searchengines.com/1007arief3.html)

secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

1) Watak (dispositions)

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap

skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap

berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian,

mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap

ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

2) Kriteria (criteria)

Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan.

Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk

diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari

beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda.

Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan

kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang

kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang

konsisten, dan pertimbangan yang matang.

Gambar

Tabel 9. Tabel Rata-rata Aktifitas Siswa dan Kinerja Guru Kelas V SD
Grafik 1. Grafik Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Tentang
Tabel. .1
Gambar 1.b Keterangan:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (kelas

Upaya yang dilakukan peneliti untuk meningkatkannya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together dan media untuk meningkatkan hasil belajar

Untuk mengatasinya, perlu dilakukan perbaikan dengan menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Berbasis Pendekatan Keterampilan Proses

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dan pembelajaran konvensional sebagai kelas Kontrol. Variabel terikat dalam penelitian

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun Ruang Siswa Kelas VIII

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dilengkapi Catatan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dilengkapi Catatan Terbimbing dapat meningkatkan kemampuan berpikir

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together