• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian yuridis terhadap praktek pencucian uang melalui penyertaan modal di koperasi

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PRAKTEK PENCUCIAN UANG MELALUI PENYERTAAN MODAL DALAM KOPERASI

C. Kajian yuridis terhadap praktek pencucian uang melalui penyertaan modal di koperasi

Pemupukan modal koperasi yang berasal dari modal penyertaan, baik yang berasal dari dana pemerintah maupun dari dana masyarakat, dilakukan dalam rangka memperluas kemampuan untuk menjalankan kegiatan usaha koperasi: terutama usaha-usaha yang membutuhkan dana untuk usaha yang memerlukan proses jangka panjang. Kedudukan dari modal penyertaan ini sama dengan equity; jadi mengandung risiko bisnis. Dalam lembaga koperasi, pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara sama sekali dalam rapat anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, di Indonesia, ada ketentuan yang dibuat oleh pemerintah yang mengatur bahwa pemilik modal penyertaan dapat ikut serta dalam pengelolaan dan pengawasan usaha; biasanya

kewenangan pemodal dalam penyertaan ini diatur secara rinci di dalam akta perjanjian penyertaan modal yang dibuat oleh koperasi dan (para) pemodal.

Berdasarkan SK Menteri Koperasi No. 145/Menkop/1998, penanaman modal penyertaan dapat diperoleh dari pemerintah, dunia usaha dan badan usaha Iainnya baik yang berkedudkan di dalam negeri maupun di Iuar negeri, serta dari masyarakat umum. Untuk menawarkan atau mengundang para pemodal yang mau ikut memasukkan modal penyertaan ke dalam usaha koperasi, dapat dilakukan melalui media-masa (baik yang tertulis maupun elektronik).120

Dari ketentuan inilah maka koperasi dapat menghimpun modal dari masyarakat Iuas di Iingkungan sekitarnya, bahkan menarik modal dari Iuar negeri, baik secara manual konvensional maupun secara modern. Manajer koperasi (dengan dasar persetujuan rapat pengurus dan atau Rapat Anggota sesuai yang ditentukan oIeh Anggaran Dasar) dapat melakukan penggalangan dana sesuai dengan kebutuhan koperasi akan modal usaha. Manajer koperasi melalui kebijakan dan berdasarkan perhitungan bisnis yang profesional dapat menentukan alternatif penggalangan dana yang dapat memberi keuntungan kepada badan usaha koperasi. Hal yang demikian dapat juga dilakukan dengan cara bekerja sama dengan perusahaan lain yang memiliki modal—joint operation—sehingga keperluan modal dapat cukup untuk bersama-sama menjadi mitra dari badan usaha lain atau institusi-institusi pemberi kerja. Dengan demikian, dalam praktik, untuk mencari tambahan modal usaha yang cukup, koperasi dapat mencari berbagai alternatif penggalangan dana yang kita sebut di atas sebagai dana untuk modal penyertaan.

120

Apabila koperasi membutuhkan dana segar dari pihak ketiga, baik dari anggota maupun bukan anggota, maka dana tersebut dapat dikualifikasikan sebagai dana pinjaman. Bentuk pinjaman itu dapat disesuaikan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh koperasi dengan pihak ketiga yang bersangkutan; bentuk-nya dapat berupa perjanjian utang-piutang biasa atau dalam bentuk kerja sama modal dengan pembagian keuntungan. Namun pada dasarnya dana pinjaman tersebut dapat dikategorikan sebagai modal, baik sebagai modal pinjaman maupun sebagai modal penyertaan.

Alternatif-alternatif lain yang dilakukan untuk menggalang dana khusus, misalnya untuk dapat mengerjakan suatu usaha yang membutuhkan dana besar, maka sebagaimana layaknya sebuah badan-usaha, koperasi dapat menggalang dana dengan cara seperti didiskusikan di atas, antara lain sebagai berikut:

a. Menerbitkan obligasi dan surat utang;

b. Meminjam dana dari pihak ketiga (utang biasa);

c. Bekerja sama modal dengan pihak ketiga untuk pekerjaan-pekerjaan atau usaha-usaha tertentu;

d. Memberi kesempatan kepada masyarakat umum untuk menanam modal ke dalam koperasi dalam menjalankan usaha-usaha yang membutuhkan modal besar; baik melalui media massa maupun pasar modal.121

Dengan demikian pada dasarnya, semua alternatif-alternatif tersebut di atas maksudnya adalah sama, yaitu sebagai modal pinjaman ataupun sebagai modal

121

Andjar Pachta W, Hukum Koperasi Indonesia, (Depok, Fakultas Hukum Universitas Indonesia) hal. 125-127.

penyertaan di dalam sistem permodalan dan modal usaha dari organisasi badan usaha koperasi. Perbedaan dan macam-macam cara tersebut di atas hanya merupakan perbedaan yang muncul dari berbagai alternatif-alternatif tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan dibuat untuk memacu pemanfaatan modal penyertaan untuk mempercepat pengembangan koperasi. Walaupun sudah satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No. 33 Tahun 1998).122 Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi).123

Dengan adanya ketentuan hukum yang mengatur permodalan koperasi secara jelas dan tegas, maka keterbatasan dalam memformulasikan faktor modal usaha koperasi selama ini dapat dihilangkan; salah satu jalan misalnya dengan merombak struktur permodalan koperasi dan disesuaikan dengan kebutuhan koperasi selaku sebuah badan usaha. Dalam kenyataan, bahwa para pendiri dan para anggota koperasi selama ini pada dasarnya secara klasik menghadapi masalah yang sama dari

Dari minimnya pelaporan mengenai penyertaan modal dalam koperasi ke Menteri Koperasi dan UKM sampai saat ini mengindikasikan masih kecilnya peranan modal penyertaan dalam pengembangan koperasi.

122

pasal 3 dan pasal 4, PP No. 33 Tahun 1998 tentang modal penyertaan

123

waktu ke waktu; yaitu keterbatasan kemampuan ekonomi para anggota dalam memberikan kontribusi berupa dana yang cukup dan layak untuk dijadikan sebagai modal usaha.

Modal yang didapat dengan cara ini bukan merupakan modal yang langsung digunakan oleh koperasi tetapi mengambil mafaat dari kemampuan koperasi itu sendiri dalam rangka menekan biaya (baik biaya operasional maupun biaya produksi) yang pada dasarnya harus dikeluarkan koperasi dalam rangka menjalankan usahanya.

adanya ketentuan hukum yang mengatur permodalan koperasi secara jelas dan tegas, maka keterbatasan dalam memformulasikan faktor modal usaha koperasi selama ini dapat dihilangkan.

Caranya antara lain:

a) Menunda Pembayaran

Dengan cara melakukan penundaan pembayaran yang harus dibayar oleh koperasi kepada para mitra usahanya, maka akan terkumpul sejumlah dana yang dapat dipakai terlebih dulu oleh koperasi dalam rangka menunjang usaha yang membutuhkan dana untuk suatu periode tertentu. Dalam praktik, interval penundaan pembayaran biasanya berkisar 30 (tiga puluh) hari sampai 90 (sembilan puluh) hari sejak tagihan diterima. Dalam kurun waktu penundaan tersebut, koperasi dapat menggunakan dana yang sudah tersedia untuk dipakai sebagai modal dalam menjalankan usaha. Dengan cara penundaan ini, dapat dimengerti bahwa dana yang ditunda untuk dibayarkan dapat dialokasikan (sementara) sebagai modal usaha

koperasi. Di lain pihak, dalam memanfaatkan “pasokan” dari mitra usaha ke dalam proses pelayanan jasa maupun proses produksi, koperasi tidak perlu menyediakan atau mengeluarkan dana tunai untuk membayar barang-barang modal yang dipasok tersebut.

b) Memupuk Dana Cadangan

Dana cadangan adalah merupakan dana yang dimiliki oleh setiap organisasi termasuk organisasi badan usaha koperasi. Koperasi mendapatkan dana cadangan umumnya dari pengumpulan dana yang berasal dari sisa hasil usaha yang tidak dibagikan kepada anggota dan dialokasikan menjadi dana milik badan usaha koperasi atau equity. Tujuan menghimpun dana cadangan adalah untuk menutup keperluan dana yang tidak diduga sebelumnya; seperti untuk menutup kebutuhan akan barang modal yang harus diganti secara mendadak, atau untuk menutup kerugian usaha, atau kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya mendadak. Jadi, dana cadangan ini fungsinya sangat strategis dalam menunjang kebutuhan modal yang diperlukan secara tidak terduga. Fungsi strategis dari dana tersebut terletak pada keberadaannya yang setiap waktu dapat dipergunakan untuk menjaga dan menunjang kelancaran usaha koperasi.

Dalam praktik menjalankan usaha koperasi yang mempunyai pos dana cadangan, umumnya penggunaan dana cadangan ini hanya terbatas pada menutup atau mengganti nilai penyusutan dari barang-barang modal

valuation reserve seperti penyusutan nilai mesin-mesin dalam arti alat-alat produksi atau penggantian atas nilai perbaikan-perbaikan terhadap kerusakanan dari faktor produksi (tanah, mesin, gedung, bangunan-bangunan, sarana, dan alat-alat lain); kemudian untuk menutup kewajiban-kewajiban yang timbul sewaktu-waktu liabilities reserve atau dikarenakan terjadi perubahan dalam menjalankan usaha; atau digunakan untuk menutup kekurangan-kekurangan biaya yang tak terduga contingency reserves eperti adanya kebutuhan tambahan modal karena adanya kenaikan bahan baku atau kenaikan dari salah satu faktor produksi; juga dapat digunakan untuk menutup kekurangan modal kerja capital reserve yang dibutuhkan secara mendadak atau dapat juga dipakai untuk tambahan modal dalam menambah kapasitas usaha dan ekspansi usaha.

c) Melakukan Kerja Sama Usaha

Kerja sama usaha rnemang sangat membantu usaha koperasi; seperti dalam usaha memasarkan hasil produksi dari para anggotanya. Di Amerika Serikat, koperasi petani di sana sangat lazim bekerja sama dengan koperasi pemasaran dalam rangka memasarkan hasil-hasil produksi mereka. Ada yang di sebut Range Market, ada yang disebut Club Stores, ada juga yang bernama Q-DeliveryCoop, dan lain-lain. Tiga koperasi tersebut banyak diajak oleh koperasi produksi di Amerika Serikat, khususnya koperasi petani dan peternak, dalam rangka memasarkan hasil produksi dari para anggotanya karena mereka mempunyai pangsa pasar dan mempunyai kemampuan dalam memasarkan. Dengan bekerja sama ini, koperasi secara

praktis dapat mengurangi kebutuhan modal; bahkan dapat membuat perjanjian dalam hal mendapat bagian dari keuntungan dari usaha koperasi pemasaran tersebut. Kerja sama usaha dengan koperasi pemasaran tersebut secara tidak langsung telah menambah modal koperasi; dalam arti modal yang seharusnya dikeluarkan untuk memasarkan seperti untuk sewa toko, ongkos angkutan, dan lain-Iain menjadi tidak perlu dikeluarkan atau dipakai.

d) Mendirikan Badan Usaha Bersubsidi

Dengan mendirikan sebuah perusahaan yang khusus untuk menjadi penyalur atau pemasar dari hasil-hasil produksi dan penyedia kebutuhan dari koperasi maka koperasi tersebut mendapatkan modal secara tidak langsung dalam melakukan proses produksinya. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia (biasanya) ada subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan yang membantu perkembangan usaha kecil menengah dan koperasi. Perusahaan yang diberi subsidi ini merupakan modal dan milik dari koperasi yang menjadi sponsornya, dan mempunyai kewajiban utama memberikan pelayanan khusus kepada para sponsor dan anggotanya. Sebagai contoh, pernah di Indonesia didirikan sebuah (perusahaan) pabrik Gambric GKBI oleh Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) di Medari, Yogyakarta. Tujuan mendirikan pabrik ini adalah untuk memberi pelayanan kepada anggota GKBI; seperti kain-kain mori yang dibutuhkan sebagai bahan baku membuat kain batik. Bagi anggota GKBI, dengan didirikannya pabrik yang diberi subsidi tersebut

merupakan tambahan modal secara tidak langsung, karena bahan baku yang seharusnya dibeli dengan dana tertentu sudah disediakan oleh pabrik. Sedangkan harga kain mori yang seyogyanya dibayar secara tunai dapat ditunda dalam periode tertentu, paling tidak ada tenggang waktu dalam pembayaran. Sehingga anggota tidak perlu lagi untuk menyediakan dana tunai, baik untuk produksi, pembelian bahan baku, maupun melaksanakan pemasaran, pergudangan, pengemasan dan pengangkutan, dan keberadaan perusahaan bersubsisdi tersebut telah menjadi tambahan modal koperasi secara tidak langsung.124

Dari ketentuan dapat dilihat bahwa andanya kesempatan dalam koperasi untuk menanamkan atau menyertakan modal memiliki peluang besar bagi para pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyertakan modalnya kedalam koperasi. Koperasi dalam dalam mengembangkan usahanya pasti membtuhkan modal yang tidak sedikit. Sementara kemampuan para anggotanya yang cukup terbatas terkadang menjadi penghalang bagi koperasi untuk mengembangkan usahanya. Dengan demikian tidak adanya larangan bagi koperasi untuk menerima suntikan dana darimanapun sebagai modal menjadi peluang terjadinya praktek pencucian uang.

Dalam pasal 17 UU no 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang disebutkan bahwa koperasi bukanlah termasuk dalam penyedia jasa keuangan yang harus melaporkan transaksi keuangannya ke PPATK.

124

Disarikan dari buku: Andjar Pachta W, Hukum Koperasi Indonesia, (Depok, Fakultas Hukum Universitas Indonesia) hal. 107-114. http://keuanganlsm.com/sumber-modal-tak-langsung koperasi

Ini menandakan bahwa akan sulit mengidentifikasikan transaksi keuangan yang tidak patut di dalam koperasi itu sendiri. Berbeda halnya dengan lembaga keuangan lain atau penyedia jasa keuangan yang diwajibkan untuk melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan atau patut diduga sebagai tindak pidana pencucian uang.

D.Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana pencucian uang melalui