• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI PENYERTAAN MODAL DI KOPERASI

D. Aspek Yuridis Tindak Pidana Pencucian Uang 7.Pengertian tindak pidana pencucian uang

11. Modus operandi tindak pidana pencucian uang

85

Diakses dari

Tindak pidana pencucian uang merupakan transnasional organized crime sehingga penanggulangannya tidak melulu merupakan tanggungjawab negara per negara, teteapi sudah merupakan kewajiban seluruh negara yang bisa diwujudkan dalam kerjasama regional atau internasional melalui forum bilateral atau multilateral.

undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberi pengertian tentang pencucian uang yaitu menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Undang-undang tindak pidana pencucian uang ini secara terbatas menyebut sebanyak 25 jenis kejahatan sebagai sumber perolehan uang haram yaitu tindak pidana di bidang; korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Dalam tindak pidana pencucian uang terkait dua tindak pidana, yaitu kejahatan menghasilkan uang haram (misalnya korupsi) dan pencucian uang haram. Kualifikasi tindak pidana pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain. Berdasarkan ketentuan ini maka adanya perbuatan korupsi tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu, cukup kalau ada pengetahuan atau dugaan bahwa uang haram tersebut berasal dari perbuatan korupsi, yaitu bila sudah terdapat bukti permulaan yang cukup.86

Dalam Pasal 17 KUHAP diatur bahwa: perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 14 KUHAP.87 Adapun Pasal 1 angka 14 KUHAP menjelaskan mengenai definisi tersangka sebagai seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.88

Dalam tindak pidana pencucian uang terdapat lembaga khusus yang berfungsi sebagai aparat penyidik yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga ini merupakan lembaga independen yang akan melakukan fungsi penyelidikan yaitu mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi

86 Diakses dari

tanggal 04 maret 2014

87

Pasal 17 KUHAP

88

informasi transaksi yang dicurigai dan diduga sebagai perbuatan pencucian uang, sebelum informasi itu diteruskan kepada penyidik untuk diproses berdasarkan KUHAP.

Dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002, ditegaskan bahwa di sidang pengadilan terdakwa “wajib” membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Perkataan wajib bagi terdakwa untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana mengandung pengertian bahwa dalam undang-undang ini dianut sistem pembuktian terbalik. Akan tetapi, dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa terdakwa “diberi kesempatan” untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana.

Namun, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di dalam Pasal 77 disebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Pada penjelasan pasal ini, tertera cukup jelas. Sehingga, konstruksi hukum pada Undang-undang yang mencabut UU No. 25 Tahun 2003 juncto UU No. 15 Tahun 2002 ini mengamanatkan bahwa terdakwa tidak lagi “diberi kesempatan” dalam pembuktian terbalik, namun “wajib” untuk melakukannya. Inilah kelebihan yang dimiliki Undang-undang pencucian uang yang baru dan sekarang berlaku tersebut.

Secara sederhana aktivitas pencucian uang dapat dilakukan melalui perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya terhadap hasil dari suatu tindak pidana, baik itu pelakunya organized crime maupun individu yang melakukan tindak pidana korupsi, perdagangan obat narkotika dan tindak pidana

lainnya dengan maksud menyembunyikan atau menaburkan asal-usul uang tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang halal.89

Instrumen yang paling dominan dalam tindak pidana pencucian uang biasanya menggunakan sistem keuangan. Perbankan merupakan alat utama yang paling menarik digunakan dalam pencucian uang mengingat perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling banyak menawarkan instrumen keuangan.

Pemanfaatan bank dalam pencucian uang dapat berupa :

1. Menyimpan uang hasil tindak pidana dengan nama palsu;

2. Menyimpan uang di bank dalam bentuk deposito /tabungan/ rekening /giro;

3. Menukar pecahan uang hasil kejahatan dengan pecahan lainnya yang lebih besar atau lebih kecil;

4. Menggunakan fasilitas transfer;

5. Melakukan transaksi ekspor-impor fiktif dengan menggunakan L/C (Letter of Credit) dengan memalsukan dokumen bekerja sama dengan oknum terkait;

6. Pendirian/pemanfaatan bank gelap.90

89 Satria Adiyasa Sindhuwijaya. Pengertian dan Metode Tindak Pidana Pencucian Uang .diakses dari tanggal 04 April 2014

90

Edi Setiadi & Rena Yulia.. Hukum Pidana Ekonomi. (Bandung: Graha Ilmu.2007), Hal 146 – 158.

Proses money laundering (The Money Laundering Process) biasanya dilakukan melalui tiga tahap, yaitu Placement, Layering, dan Integration. Placement adalah perbuatan kriminal penempatan untuk pertama kalinya atau tahap awal dari siklus pencucian uang haram. Uang/aset ditempatkan pada sistem finansial atau diselundupkan ke luar negeri, tujuannya untuk memindahkan uang/aset tersebut dari sumber asalnya. Untuk menghindari pengawasan pihak berwajib dan kemudian mengkonversinya ke dalam bentuk aset yang berbeda atau modus operandinya adalah dana ditempatkan jauh dari lokasi kejahatan. Umumnya dalam bentuk tunai, traveler cheque, giro pos, dan lain-lain. Biasanya dibawa ke luar negeri dan disetor ke bank dengan berbagai cara untuk mengelabui pelacakan. Atau kini dapat dilakukan dengan memasukkan dana langsung ke e-purse kalau perlu memecahnya ke dalam sejumlah transaksi di beberapa bank yang mempunyai layanan/product e-cash.91

Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari aktivitas kejahatan misalnya memecah uang tersebut dalam pecahan besar atau kecil untuk ditempatkan dalam sistem perbankan, atau placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah. Proses placement ini merupakan titik yang paling lemah dalam pencucian uang.

Layering adalah pengalihan dari suatu bentuk investasi ke bentuk investasi lainnya yang dilakukan untuk memperpanjang jalur pelacakan atas suatu tindakan

91 Ibid.

untuk menutupi sunber sebenarnya dari uang/aset dengan melakukan transaksi finansial yang berlapis-lapis yang dirancang untuk menghilangkan jejak dan menciptakan anonim.

Modus operandinya adalah dana ditransfer ke luar negeri misalnya sebagai bagian dari pembayaran impor melalui L/C yang dibayarkan ke perusahaan yang sah, setelah 2-3 kali ditransaksikan dan sudah sukar untuk dilacak karena tahap pencucian uang sudah dilakukan dengan melapis dana tidak sah dengan dana lain yang sah.

Dengan demikian layering dapat disimpulkan sebagai proses memisahkan hasil kejahatan dari sumbernya melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Layering dapat pula dilakukan melalui pembukaan sebanyak mungkin rekening-rekening perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank.92

Integration adalah perbuatan kriminal yang sudah melalui tahap placement dan layering untuk menjadi investasi yang terlihat benar-benar legal. Pada tahap ini uang/aset diintegrasikan ke dalam sistem finansial yang legal dan diasimilasikan dengan semua aset yang ada dalam sistem finansial. Jadi pelaku berusaha menetapkan landasan sebagai suatu legitimate explanation bagi hasil kejahatan.

Modus operandinya adalah dilakukan transaksi yang bersih. Dana yang telah terlapis tadi digunakan untuk pembayaran, kemudian transaksi itu dapat dilakukan melalui lembaga keuangan biasa sebagai bagian dari transaksi yang sahih. Misalnya pembayaran hutang atau tagihan lainnya.

92 Ibid.

Dari tahapan proses ini maka ada empat faktor yang dilakukan dalam proses money laundering, pertama merahasiakan siapa pemilik uang hasil kejahatan tersebut, kedua bentuk sehingga mudah dibawa kemana-mana, ketiga merahasiakan proses pemutihan sehingga menyulitkan pelacakan, dan keempat mudah diawasi oleh pemilik sebenarnya dari uang hasil kejahatan ini.

Perlu diketahui bahwa kegiatan money laundering berbeda dengan kegiatan pemalsuan uang. Tujuan pemalsuan uang adalah bagaimana memasukkan uang palsu ke dalam sirkulasi sistem pembayaran yang sah, sebaliknya pihak yang memutihkan uang haram menggunakan sistem pembayaran yang sah untuk merubah status uangnya dari ilegal menjadi legal.93

Money laundering makin mudah dilakukan di Indonesia antara lain karena Traveller Cheque pun dapat dijual tanpa memerlukan tanda tangan maupun identitas pembeli maupun penjualnya dan pelaku money laundering ini bisa institusi keuangan dan kalangan profesional. Institusi keuangan bisa berupa Fund Manager, Reksadana, Banker dan Asuransi, sedangkan kalangan profesional bisa meliputi akuntan, lawyer, dan bankir.

Menurut pemerintah Kanada yang dikeluarkan oleh Department of Justice yang berjudul Electronic Money Laundering: An Environmental Scan, Oktober 1988, mengemukakan beberapa dampak negatif terhadap masyarakat yang ditimbulkan oleh money laundering :

93 Ibid.

1. Money laundering memungkinkan para penjahat memperluas operasinya sehingga meningkatkan biaya penegakan hukum dalam pemberantasannya dan biaya perawatan bagi korban.

2. Money laundering merongrong masyarakat keuangan. Potensi korupsi semakin besar karena banyaknya uang haram yang beredar.

3. Pencucian mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan secara tidak langsung merugikan pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.

4. Mengganggu keamanan dalam negeri suatu negara.94