• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan , maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan dibuat untuk memacu pemanfaatan modal penyertaan untuk mempercepat pengembangan koperasi. Walaupun sudah satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No. 33 Tahun 1998). Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi). Dari minimnya pelaporan mengenai penyertaan modal dalam koperasi ke Menteri Koperasi dan UKM sampai saat ini mengindikasikan masih kecilnya peranan modal penyertaan dalam pengembangan koperasi. Rendahnya pemanfaatan modal penyertaan dalam pengembangan koperasi ini diduga karena adanya berbagai permasalahan

yang ada di koperasi yang menghambat masuknya modal ke koperasi.Berbagai permasalahan tersebut dapat disebabkan oleh bentuk kelembagaan koperasi, usaha koperasi, manajemen koperasi, sumberdaya koperasi, dan berbagai masalah dan kendala lainnya, terutama yang berkaitan dengan peraturan internal maupun dari eksternal (pemerintah). Permasalahan tersebut tentunya harus diatasi terlebih dahulu agar pihak luar tertarik untuk menanamkan modalnya dalam koperasi. Bagi penanam modal, setelah berbagai permasalahan tersebut dapat dikurangi, tentunya mereka melihat apakah menanamkan modalnya di koperasi akan lebih prospektif dibandingkan jika mereka menanamkan modalnya di badan usaha non koperasi, karena orientasi utama penanam modal adalah keuntungan yang sebesar-besarnya untuk modal yang mereka tanamkan.

2) Pencucian uang yang dapat terjadi dikoperasi melalui penyertaan modal diawali dengan kesempatan yang diberikan oleh UU No.12 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Dimana dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa ada 2 yang bisa melakukan penyertaan modal kedalam koperasi yaitu pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan modaal penyertaan. Dengan tidak adanya batasan siapa masayarakat yang bisa menyertakan modal kedalam koperasi memberikan kesempatan bagi masyarakat atau para pelaku kejahatan pencucian uang untuk menempatkan uang hasil kejahatan tersebut kedalam koperasi lewat penyertaan modal. Dalam Undang-Undang no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak menyebutkan koperasi sebagai penyedia jasa keuangan yang

wajib melaporkan transaksi keuangannya. Sehingga hal ini yang memberikan kesempatan dengan leluasa kepada para pelaku praktek pencucian uang bertransaksi secara bebas dikoperasi.

3) Penyertaan modal dalam koperasi yang diatur di dalam undang-undang no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak secara jelas dan tegas diatur bagaimana seseorang ataupun badan hukum dapat melakukan penyertaan modal di koperasi. Hal inilah yang bisa berpotensi bagi para pelaku kejahatan pencucian uang untuk mencucikan uang hasil kehajatan tersebut melalaui penyertaan modalnya di koperasi , sehingga modal yang disertakan tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Potensi praktek pencucian uang di koperasi melalui penyertaan modal ini semakin diperkuat dengan status koperasi sebagai penyedia jasa keuangan yang tidak wajib melaporkan transaksi keuanganya. Dalam Undang no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga tidak disebutkan bahwa koperasi tidak harus melaporkan transaksi keuanganya. Oleh sebab itu, pencegahan dan pemberantasan tindak pindana pencucian uang melalui penyertaan modal di koperasi ini belum dapat dimaksimalkan. Undang-Undang tentang perkoperasian dan Undang-Undang-Undang-Undang tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini merupakan 2 (dua) peraturan perundang-undangan yang sama-sama lemah dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang melalui penyertaan modal di koperasi. Sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang melalui penyertaan modal di koperasi hanya akan maksimal apabila kedua peraturan perundang-undang tersebut secara tegas mengatur

siapa yang dapat menyertakan modal ke dalam koperasi dan undang-undang tersebut juga harus menyatakan bahwa koperasi sebagai penyedia jasa keuangan yang harus melaporkan transaksi keuangannya. Agar ketika terdapat transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan PPATK sebagai lembaga keuangan yang berhak melakukan audit transaksi keuangan yang mencurigakan dapat dengan mudah memeriksanya.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan diatas, penulis mengajukan beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1) Kenyamanan dan keamanan koperasi sebagai badan usaha dalam menjalankan usahanya perlu dijamin dengan satu perlindungan hukum yang berkeadilan baik bagi masyarakat secara umum maupun bagi para anggota dan pengurus koperasi serta setiap pihak yang terlibat dalam koperasi. Termasuk bagi para pihak yang ikut serta dalam penyertaan modal di koperasi harus dijamin melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak multitafsir agar bisa membuat adanya transparansi demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di dalam koperasi.

2) Mengingat bahwa koperasi merupakan salah satu usaha masyarakat yang cukup penting dalam proses kelangsungan hidup masyarakat maka sangat perlu adanya ketegasan dalam Peraturan Perundang-Undangan agar koperasi tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab melalui transaksi-transaksi yang tidak sesuai dengan asas yang dianut oleh koperasi. Untuk itu Undang-Undang no 12 tahun 2012 tersebut perlu

diperbaharui dan dipertegas mengenai siapa dan bagaimana pemerintah atau masyarakat dapat menyertakan modl kedalam koperasi.

3) Koperasi sebagai lembaga keuangan non bank yang juga sebagai penyedia jasa keuangan haruslah menjadi bagian penting dari pengawasan lembaga pengawas keuangan. Agar setiap transaksi keuangan yang masuk maupun keluar dari koperasi tidak menjadi transaksi yang dapat mengakibat kerugian bagi para pihak yang terlibat dalam koperasi karena aliran-aliran dana yang tidak semestinya ada di koperasi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab termasuk melalui penyertaan modal dalam koperasi.

DAFTAR PUSTAKA