• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Kalau nanti ke Darat, jangan dibuang bapak, ya

Jangan sampai putus, gitu…”

M

anusia dan masyarakat dapat dipahami bukan hanya dengan bertatap muka langsung tetapi juga dari catatan dan kabar yang telah ditulis tentang mereka. Dari catatan yang kami dapatkan terlihat perubahan cara pandang kolonial terhadap masyarakat di Kepulauan Seribu. Awalnya, kita dapat memahami Orang Pulo hanya dengan kacamata para kontrolir Batavia yang tersusun dalam laporan pemerintahan. Selanjutnya, orang Belanda sendiri mulai tertarik pada masalah manusia di Pulo. Salah satu kabar kami dapatkan dari artikel berjudul “Vader en Kind, de Beweldige van Poeloe Panggang” (Ayah dan Anak, Si Hebat dari Pulau Panggang).

Begini ringkasan ceritanya …

Seorang juragan ikan di Pulo Panggang bernama Sanip didenda 3,50 gulden oleh pengadilan karena telah berbuat keributan di Pulo. Rupanya Sanip bertengkar dengan Moekmin, seorang nelayan miskin, yang istrinya meminta pisah lantaran tergiur dengan kekayaan milik sang juragan, Sanip. Istri mengucapkan, “ Nou tabeh! Slamat djalan!” Saat berpisah, anak semata wayang Moekmin ikut serta dengan sang mantan istri. Suatu hari sang anak sakit keras sehingga ibunya meminta Sanip (suami barunya) mengijinkan Moekmin datang menjenguk sang anak. Karena tidak dapat menahan amarah dan cemburu, Sanip berbuat keributan ketika Moekmin dan enam nelayan lainnya tengah berdoa untuk kesembuhan sang anak. Kasus ini berakhir di pengadilan dan Moekmin pasti lega karena Sanip dihukum denda.

Moral dari cerita ini sederhana, pihak yang benar mendapatkan keadilan. Kisah sederhana ini dimuat di harian berbahasa Belanda yang terbit di Medan, De Sumatra Post, pada 1939. Agak berbeda dengan berita tentang orang Pulo beberapa waktu terakhir, yang lebih membicarakan padamnya listrik, kurangnya air tawar, bangunan sekolah yang rusak, gagalnya pengiriman bantuan bencana karena cuaca buruk, dan pesona alam Pulo. Sejauh ini, kita berminat pada alam Pulo dan fasilitas di sana. Kisah Orang Pulo seolah karam di balik hiruk pikuk megapolitan Jakarta.

Tabeh!

129

Or ang Pulo ar ang

l t c

130

Or ang Pulo di Pulau K ar ang

Penutur

l t c

131

Or

ang Pulo ar

ang

132

Or ang Pulo di Pulau K ar ang

Aa, A.J.v.d. 1849. Nederlands Oost-Indië, of Beschrijving der Nederlandsche bezittingen in Oost-Indië. Amsterdam: J.F. Schleijer.

Ambary, H.M. 1984. L’Art Funéraire Musulman en Indonésie des Origines au XIXe Siècle: Etude Epigraphique et Typologique. Paris: Ecole Des Hautes Etudes En Sciences Sociales Paris.

Ambary, H..M. 1997. Makam-makam Islam di Aceh. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Anas, M. 2007. Jejak Bajak Laut di Pulau Panggang, Suara Merdeka, 8 Mei 2007. Semarang: (http://suaramerdeka.com).

Anonim. 1832. Advertentie: Nagelaten Boedels, Javasche Courant, No. 93, 7 Agustus 1832. Batavia: (Landsdrukker) (http://kranten.kb.nl/) Anonim, J.1853. Batavia, Java Bode, No. 41, 25 Mei 1853. Batavia: (Bruining) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1859. In Naam des Konings. Java Bode, No. 80 , 5 Oktober 1859. Batavia: (Bruining) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1861. Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indië, 1 Januari 1861, Aflevering 1. Amsterdam: P. N. van Kampen.

Anonim. 1876. Inlandsch Bestuur, De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, No. 85, 7 April 1876. Semarang: De Groot, Kolff & Co (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1883. Tweede Blad. De ramp van Krakatau, Het Niew van den Dag, No. 4183, 9 Oktober 1883. Amsterdam: (Steendrukkerij Roeloffzen en Hübner; NV De Kleine Courant) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1903. De Duizend-eilanden als oefenterrein voor de Vloot. De Sumatra Post, No. 49, 27 Pebruari 1903. Medan: (Hallermann, J.) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1924. Zesde Blad. Inspectie-tocht naar de Duizend Ellanden, Het Niews van den dag voor Nederlandsch-Indie, No.226, 20 September 1924. Batavia: (NV Mij tot Expl. van Dagbladen) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1932. Anonymous, Archipel, Aanmoediging Indlandsce visscherij, Beteeknb van Visscherij-station, De Sumatra Post, No. 290, 15 Desember 1932. Medan: (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1935. Rupsenplaag op Duizendeilanden, Afdoende Bestrijding niet loonend, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, No. 151, 4 Juli 1935. Batavia: (NV Mij tot Expl. van Dagbladen) (http://kranten.kb.nl/)

Anonim. 1939. Vader en Kind. De Geweldige van Poeloe-Panggang, De Sumatra Post, No 101, 5 Mei 1939. Medan: (Hallermann, J.) (http:// kranten.kb.nl/)

Arief, A., et al. 2011. Krakatau, Menyingkap Rahasia Kehidupan. Liputan Khusus Espedisi Cincin Api, Kompas, 19 November 2011. Jakarta: (Kompas). h. 33-44

Attahiyyat, C. (1991). Onrust: pulau tanpa istirahat, yang telah istirahat. Jakarta: Erasmus Huis dan Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Bellwood, P. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia, Prehistory of the Indo-Malaysia Archipelago (1997). Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Blink, H. 1905. Nederlandsch Oost-en West-indie. Leiden: Boekhandel en Drukkerij voorheen E.J. Brill. Boetzelaer, E. O. v. 1948. Regering van Nederlandsch-Indië No. 1, Staatsblad 1948, no. 178.

Brug, P.H.v.d. 2007. “Batavia yang tidak sehat dan kemerosotan VOC pada abad kedelapan belas” dalam Jakarta Batavia: esai sosio-kultural. (eds.) K. Grijns and P. J. M. Nas. Jakarta: Banana & , KITLV-Jakarta: 47-80.

Burkenroad, M.D. 1946. “The Development of Marine Resources in Indonesia.” The Far Eastern Quarterly 5(2): 189. Carnbee, B. M. v. 1853. Kaart de Residentie Batavia. KIT. Amsterdam: Royal Tropical Institute.

Carnbee, B. M. v. 1911. Noordkust Java Blad I Vierde Punt tot Tanjoeng Priok. KIT. Amsterdam: Royal Tropical Institute

Bacaan Orang Pulo di Pulau Karang

133

Or

ang Pulo ar

ang

Danandjaja, J. 1983. “Fungsi Teater Rakyat Bagi Kehidupan Masyarakat Indonesia.” Seni Dalam Masyarakat Indonesia: Bunga Rampai. (eds.) E. Sedyawati and S. D. Damono. Jakarta: PT Gramedia.

Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia: ilmu gosip, dongeng dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. DKI Jakarta. 2004. Inventarisasi Situs-situs Arkeologi di DKI Jakarta. 2004. Jakarta: DKP DKI Jakarta Djafar, H. 2010. Kompleks Percandian Batujaya, Rekonstruksi Sejarah Kebudayaan daerah Pantai Utara Jawa Barat, Cetakan Pertama, Juli

2010. Bandung: Penerbit Kiblat.

Eredia, M.G.d. 1630 ca. Iava Maior e Nuca Antara. Descobertas e explorações portuguesas, Biblioteca Nacional do Brasil.

Esten, Mursal. 1983. Randai dan Beberapa Permasalahannya, Seni Dalam Masyarakat Indonesia: Bunga Rampai. (eds.) E. Sedyawati and S. D. Damono. Jakarta: PT Gramedia.

Grijns, K. & Nas, P. J. M. (Ed.). 2007. Jakarta Batavia: esai sosio-kultural. Jakarta: Banana, KITLV-Jakarta.

Guillot, C. 2008. Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII, Cetakan Pertama, Desember 2008. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Gunawan, M.P., et al. 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Buku I Data dan Analisa, Laporan

Akhir, Desember 2000. Jakarta: Bapeda Prov. DKI Jakarta & Lembaga Penelitian ITB.

Haan, F.d. 1910. Priangan: De Preanger-Regentschappen, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia: G. Coiff & Co. Haan, G.d. 1761. Ligtende zeefakkel off de geheele Oost-Indische Waterweereldt beginnende van Batavia door de Straate Banca en Drioens

om de Noord tot Japan, van daar door de Zuidzee om de Oost tot Aqua Pulca, voors om de zuijd door de Philipijnsche eijlande langs Ternaten, de eijlande Ambon, Banda, Kust Java weder na Batavia, Kaartcollectie Buitenland Leupe.

Hermawan, W., et al. 2003. Mengayuh Dayung, Menyisir Ombak, Menggapai Harapan: Perencanaan Pembangunan Berbasis Masyarakat di Kelurahan P. Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu, (eds.) A. Baehaqie, E. Rustiadi, and M. Yamin. 2003, Jakarta: Yayasan Kalpataru. Heuken, A. & Pamungkas, G. 2000. Galangan kapal Batavia selama tiga ratus tahun. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka

Hurlbut, G.C. 1887. “Krakatau, from the study by R.D.M. Verbeek.” Journal of the American Geographical Society 19: 233 Hymes, Dell H. 1964. Language in Culture and Society. New York: Harper & Row

Iskandar, R. 1996. Determinasi dan Distribusi Pendapatan Nelayan di Dua Kelurahan Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Program Pascasarjana. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Kartodirdjo, S. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: P.T. Dunia Pustaka Jaya Kel. P. Panggang. 2011. Laporan Bulanan Kel. P. Panggang, bulan Oktober 2011. Jakarta Kel. P. Panggang. 2011. Laporan Demografi Kel. P. Panggang, bulan Oktober 2011. Jakarta

Khodijah, S.N. 2003. Variasi Skema Nelayan Pulau Panggang dalam Penangkapan Sumber Laut. Depok: Universitas Indonesia Depok Kussendrager, R. J. L. 1841. Natuur-en aardrijskundige beschrijving va het eiland Java. Amsterdam: J. Oomkens

Lapian, A.B. 2009. Orang Laut, bajak laut, raja laut: sejarah kawasan Laut Sulawesi abad XIX. Depok: Komunitas Bambu.

Leirissa, R.Z. 1991. Dari Sunda Kelapa ke Jayakarta. Beberapa Segi Sejarah Masyarakat-Budaya Jakarta. (ed.) A. Surjomihardjo. Jakarta: Dinas Museum & Sejarah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta: 14-31.

Lith, P.A.v. d., et al. 1896. Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Aflevering 1, 1 Januari 1896. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Lodewijcksz, W. 1597. Nova tabula Insularum Iavea, Sumatra, Borneonis et aliarum Malaccam usque delineata in Insula Iava, ubi ad vivum designantur vada et brevia scopulique interjacentes descripta, KIT. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Lohanda, M. 1994. The Kapiten Cina of Batavia 1837-1942, a History of Chinese Establishment in Colonial Society. Jakarta: Penerbit Djambatan & Perwakilan KITLV di Indonesia.

134

Or ang Pulo di Pulau K ar ang

_____. 2007. Komandan Inlander Batavia. Jakarta Batavia: esai sosio-kultural. (eds.) K. Grijns and P. J. M. Nas. Jakarta, Banana: KITLV-Jakarta: 123-32.

Lombard, D. 1979. “Regard nouveau sur les “pirates malais” (1ère moitié du XIXème siècle).” Archipel Vol. 18, 1979: 231-250. _____. 1996. Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia.

Lonkhuyzen, J. J. 1917. “Boeginese woningen op Poeloe Klappa, één van de Duizend eilanden in de Baai van Batavia.” Lonkhuyzen, J. J. 1917. “De aanlegsteiger bij één van de Duizend Eilanden, Poeloe Pangang.”

Maulana, R. 2009. Bahasa-bahasa di Kepulauan Seribu. Skripsi Sarjana, Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok. Depok: Universitas Indonesia Depok.

Moll, H. 1720. A Map of East-Indie. KIT. Amsterdam: Royal Tropical Institute.

Muchtar, M. 1960. Masjarakat – Nelajan Pulau Panggang, Ketjamatan Pulau Seribu Kotapradja Jakarta-Raya. Sarjana Muda Sosiografi Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan Masyarakat. Bandung: Universitas Negeri Pajajajaran Bandung.

Mutholib, I et al.. 1984. Laporan Penelitian Arkeologi No. XXIX. Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: suatu pengantar. Jakarta: Gramedia

Park, R.K., Crevello, P.D. , et al. 2010. Equatorial Carbonate Depositional Systems of Indonesia. Cenozoic Carbonate Systems of Australia. (ed.) W. A. Morgan. Oklahoma: Society for Sedimentary Geology: 41-78.

Perret, D. 2000. “Les stèles funéraires musulmanes dites batu Aceh de l’Etat de Johor (Malaisie).” Bulletin de l’Ecole Française d’Extréme-Orient Tome 87 N°2, 2000.: pp. 579-607.

_____. 2001. Batu Nisan Aceh: Dimensi Budaya dalam Membangun Persatuan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara. Palembang: Balai Penelitian Arkeologi

_____ & K. A. Razak 2003. “Un nouvel essai de classification des batu Aceh de la péninsule malaise.” Archipel Vol. 66, 2003: 29-45. _____, Razak, K.b.A.R. & Kalus, L. 2004. Batu Aceh Johor Dalam Perbandingan. Johor Bahru: Yayasan Warisan Johor.

_____. 2007. “Some Reflections On Ancient Islamic Tombstones Known As Batu Aceh In The Malay World.” Indonesia and the Malay World 35(103): 313-340.

Purnaningsih, W..J., 2006. Pengembangan Potensi Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dalam Perspektif Ketahanan Wilayah: Studi Kasus di 3 Wilayah Kelurahan (P. Untung Jawa, Pulau Panggang, Pulau Kelapa).

Reuter, J. 1940. Een Nieuwe Inheemsche Visscherij Door. Albrecht.

Ruchiat, R. 2011. Asal-usul Nama Tempat di Jakarta. Depok: Masuup Jakarta.

Samiya, M., 2011. Pengaruh Ikatan Patron-Klien Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Studi Kasus Pulau Panggang Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu, Departemen sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. 2011. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Selleger, H. 1906. De Duizend-eilanden. Tijdschrift voor het binnenlandsch bestuur, H. G. Aalst, Jaargang 1, Aflevering 30, 1 Januari 1906. Batavia: G. Kolf & Co. h. 414-30.

Simkin, T. & Fiske, R. S. 1983. Krakatau, 1883--the volcanic eruption and its effects. Smithsonian Institution Press.

Siswantiri. 2000. Kedudukan dan Peran Bek Betawi Dalam Pemerintahan Serta Masyarakat di Jakarta, Magister Humaniora, Program Ilmu Studi Sejarah Bidang Ilmu Budaya Program Pascasarjana Universitas Indonesia Depok. Depok: Universitas Indonesia Depok.

Wilardjito, S. 2008. Mereka Menodong Bung Karno: kesaksian seorang pengawal presiden. Yogyakarta: Galang Press.

l t c

135

Or

ang Pulo ar

ang

Suharno, I. 1978. Antropologi Linguistik. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin Makassar

Surjomihardjo, A. 1977. Perkembangan kota Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta Tideman, J. 1933. De Bevolking van de Regentschappen Batavia, Meester-Cornelis en Buitenzorg

Tjandrasasmita, U. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta: Dinas Museum & Pemugaran, Propinsi DKI Jakarta. Tomascik, T., A. J. Mah, et al. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. Part One., Periplus Editions (HK) Ltd.

Tsuchiya, K. 1975. “The Taman Siswa Movement: Its Early Eight Years and Javanese Background.” Journal of Southeast Asian Studies 6(2): 164. U.S. Army Map S.ervice. 1954. Pulau-Pulau Seribu (SB 48-8 Series T503). Indonesia.

Untoro, H. O. 2007. Kapitalisme Pribumi Awal, Kesultanan Banten 1522-1684: Kajian Arkeologi Ekonomi. Depok: Komunitas Bambu. Verstappen, H. Th. 1953. Jakarta Bay: A Geomorphological Study of Shoreline Development. s’Gravenhage: Drukkerij

Vickers, A.H., 1987. Hinduism and Islam in Indonesia: Bali and the Pasisir World. Indonesia: 1987(44): h. 31. Vickers, A.H., 1993. From Bali to Lampung on the Pasisir. Archipel, 1993. Vol. 45, 1993: h. 55-76.

Vickers, A.H., 2009. Peradaban Pesisir: Menuju Sejarah Budaya Asia Tenggara. 2009. Bali: Pustaka Larasan Udayana University Press. Widhyanto, M.A. et al. 2010. Aspek Budaya Pulau Panggang. Bogor: Crespent - P4W Institut Pertanian Bogor.

Winkler, C. 1906. Pokkenepidemie op de Duizend-Eilanden (Residentie Batavia) in 1905. Batavia: G. Kolff & Co.

Yatim, O.b.M. 1985. Batu Aceh: a study of 15th-19th century Islamic gravestones in Peninsular Malaysia, PhD dissertation. Durham: University of Durham.

136

Or ang Pulo di Pulau K ar ang

K

esan pertama membaca tulisan ini bahwa ia adalah hasil dari penelitian awal yang penting untuk dilanjutkan dengan penelitian-penelitian lain yang lebih terfokus dan mendalam. Kebudayaan “orang Pulo”, seperti yang ingin diraih oleh penelitian ini, sebagai buah interaksi manusia dengan kondisi ekologis, sebagai buah pertarungan antarkekuatan, dan sebagai “titik tengah” dari pusaran ingatan masa lalu dan imajinasi masa depan sangat penting dialamatkan kepada penelitian-penelitian berikutnya. Demikian pula pilihan perspektif dan konsep-konsep yang dipergunakan, konsistensi dan kemungkinan re-konseptualisasinya.

Menarik apa yang beberapa kali ditegaskan dalam tulisan ini tentang posisi “orang Pulo” di tengah riuhnya modernisasi megapolitan Jakarta. Meski tidak mendapatkan penjelasan yang memadai, posisi itu mengartikan adanya hubungan pusat-pinggir yang tidak seimbang bahkan subordinatif. Kepulauan Seribu, secara administratif memang merupakan bagian dari DKI Jakarta, tetapi karena posisi geografisnya yang terpencil – dan tersebar – di perairan Laut Jawa, dalam rentang waktu yang cukup lama nyaris tidak tersentuh oleh gegap-gempita modernisasi dan fasilitas seperti halnya wilayah DKI yang lain. Dibanding dengan wilayah DKI yang lain, Kepulauan Seribu juga lebih lamban dalam menapaki perubahan-perubahan fisik maupun sosial ekonomi, politik, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan yang drastis, terutama setelah kepulauan itu menjadi kabupaten tersendiri, justru berawal dari semakin menguatnya pandangan-pandangan kelas menengah Jakarta bahwa beberapa Pulau di Kepulauan Seribu cukup eksotis dan karena itu menarik bagi keperluan rekreasi dan wisata, sebuah pandangan yang dimungkinkan oleh kejenuhan-kejenuhan terhadap tempat-tempat “istirahat” yang monoton, seperti halnya Puncak, Bogor.

Sejumlah pihak, termasuk sebagian kalangan internal di Kepulauan Seribu sendiri, menyambut pandangan eksotis itu bagaikan “anugerah” yang diharapkan, karena dengan lirikan semacam itu, Kepulauan Seribu semakin mempunyai kemungkinan untuk terbangun dan “terawat” sekaligus membuka kemungkinan usaha-usaha ekonomi baru sebagai penyangga tempat-tempat hiburan dan rekreasi, yang seluruhnya sektor pinggir, dan terserapnya sejumlah tenaga kerja. Dalam kenyataannya, dari tahun ke tahun sejak saat itu, investasi sejumlah kelas menengah Jakarta di wilayah itu menunjukkan peningkatan yang signifikan, seperti yang terlihat di Pulau Putri, Pulau Air, Pulau Sepa, Pulau Bidadari, PulauMatahari, Pulau Kotok,dan Pulau Pantara terutama dalam bentuk pemilikan (monopoli) tanah, pembangunan resort, motel, dan lapangan golf, serta pengembangan ekowisata yang dilengkapi dengan penangkaran penyu dan terumbu karang.

Investasi kelas menengah Jakarta dan proyeksi Kepulauan Seribu sebagai daerah wisata bahari tersebut memang berdampak ikutan terhadap muncul dan semakin menjamurnya usahabisnis penyewaan rumah-rumah penduduk bagi para wisatawan domestik kelas menengah ke bawah di hari-hari libur seperti yang terlihat di Pulau Tidung dan Pulau Untung Jawa. Sebuah usaha yang, di samping mengalirkan keuntungan-keuntungan finasial tertentu, juga membuktikan kemampuan akses sebagian warga setempat terhadap perkembangan-perkembangan Kepulauan Seribu menjadi daerah pariwisata. Namun demikian, harus diakui bahwa usaha bisnis sejumlah warga setempat tersebut masih sangat terbatas: jumlah warga yang memasuki bisnis penyewaan rumah-rumah tersebut masih terlalu sedikit dibanding jumlah keseluruhan warga (penduduk) Kepulauan Seribu yang tidak

Membaca Dinamika Orang Pulo