• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedelai merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang banyak digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan produk makanan. Kualitas kedelai berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu faktor internal yang berpengaruh terhadap kualitas kedelai adalah varietas. Masing-masing varietas berbeda dalam ukuran, bentuk, warna, kadar protein, kadar lemak dan flavor. Universitas Illinois memiliki koleksi kedelai sekitar 20000 varietas. Varietas kedelai komersial dari Amerika Serikat berjumlah kurang dari 10 % dari varietas yang ada. Selain faktor internal, kualitas kedelai juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tempat produksi, cuaca dan nutrisi tanah (Clarkson 2006).

Pemilihan kedelai sebagai bahan baku suatu produk pangan diputuskan berdasarkan beberapa hal, salah satunya jenis produk yang akan dibuat. Industri tempe biasanya memilih bahan baku berupa kedelai kuning dengan ukuran biji besar. Sifat ini dapat diperoleh dengan penggunaan kedelai impor yang memiliki kualitas baik dan seragam serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan kedelai lokal. Selain itu kedelai impor juga dapat memberikan rendemen tempe 25 % lebih besar. Hal ini berbeda pada kasus industri tahu, dimana bahan baku kedelai yang biasa dipilih merupakan kedelai yang memiliki kadar protein tinggi agar diperoleh rendemen tahu yang lebih besar. Produsen tahu lebih memilih kedelai lokal yang biasanya dipasarkan pada umur penyimpanan yang masih baru sehingga kadar protein didalamnya masih besar (Suharno dan Mulyana 1996). Sarwono dan Saragih (2003) menyebutkan bahwa varietas kedelai lokal yang memberikan rendemen tahu yang besar adalah Dempo dan Shakti yang besarnya lebih dari 220 %. Varietas Wilis, No 129 dan Galunggung menghasilkan tahu dengan rasa yang baik meskipun rendemennya hanya sedang yaitu 190-220 %. Varietas Shakti merupakan kedelai varietas lokal yang menghasilkan tahu dengan rendemen besar serta rasa yang baik. Untuk industri susu kedelai, produsen menghendaki kedelai yang berwarna kuning sementara industri kecap menggunakan kedelai hitam (Ginting et al 2009). Karakterisasi kedelai sebagai bahan baku perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kedelai terhadap produk yang dihasilkan.

1. Karakteristik Fisik Kedelai

Kedelai yang dipakai pada penelitian ini terdiri dari empat varietas kedelai impor asal Amerika Serikat. Kedelai A merupakan kedelai komersial yang telah dipasarkan di Indonesia, sementara kedelai B, G2 dan H merupakan tiga kedelai impor varietas baru yang diperoleh dari Forum Tempe Indonesia. Karakter fisik yang dianalisis dari kedelai adalah panjang biji dan massa per 100 biji. Karakteristik fisik kedelai dapat dilihat pada Tabel 8 sementara data analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Keempat kedelai pada penelitian ini merupakan kedelai kuning. Kedelai B dan G2 memiliki tingkat kebersihan yang baik. Pada kedelai A masih ditemukan butir belah dan butir keriput serta kontaminasi berupa potongan kecil ranting dan biji jagung. Sementara pada kedelai H masih ditemukan kedelai hitam. Kedelai A memiliki penampakan bulat dengan ukuran biji paling kecil dibandingkan ketiga varietas kedelai lainnya. Kedelai G2 dan H juga memiliki bentuk yang cenderung bulat, sementara kedelai B memiliki bentuk yang cenderung lonjong. Pengukuran secara geometri

dilakukan hanya satu dimensi, namun dapat dilihat dari panjang biji bahwa kedelai B memiliki panjang biji paling besar dibandingkan ketiga varietas kedelai lain dan berbeda nyata pada taraf 0.05.

Tabel 8. Karakteristik fisik kedelai

Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai G2 Kedelai H

Gambar

Bulat, terdapat butir belah dan

keriput

Lonjong, ukuran besar

Bulat, ukuran kecil Bulat, terdapat biji kedelai hitam Panjang biji (mm) 4.76 a 6.53 c 5.13 ab 5.44 b Massa 100 biji (gram) 14.81 a 20.01 c 18.43 b 15.90 a Kategori

biji besar besar besar besar

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p < 0.05)

Berdasarkan besar dan bobot bijinya, kedelai dibedakan menjadi tiga yaitu berbiji besar (13 gram per 100 biji), berbiji sedang (11-13 gram per 100 biji) dan berbiji kecil (7-11 gram per 100 biji) (Cahyadi 2004). Perbedaan ukuran biji merupakan akibat dari lingkungan selama masa pertumbuhan biji yang berpengaruh langsung pada rendemen tanaman (Egli 2010). Dilihat dari massa per 100 biji, keempat varietas kedelai dapat digolongkan memiliki ukuran biji yang besar. Meskipun dilihat dari panjang biji kedelai H berbeda dengan kedelai A yang merupakan kedelai komersial, namun kedelai H memiliki massa per 100 biji yang tidak berbeda nyata dengan kedelai A. Kedelai B memiliki massa per 100 biji yang berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai dengan ukuran biji yang besar disukai sebagai bahan baku pada industri tempe. Sementara pada industri tahu dan susu kedelai, ukuran biji tidak menjadi pertimbangan utama pemilihan bahan baku produk.

2. Komposisi Kimia Kedelai

Kadar zat gizi bahan pangan dapat beragam diakibatkan oleh banyak faktor yang saling bergantungan antara lain faktor genetik, sinar matahari, curah hujan, topografi, tanah, lokasi, musim, pemupukan dan derajat kemasakan (Harris 1989). Karakteristik kimia yang diukur dari kedelai meliputi analisis proksimat dan daya cerna protein dimana rekapitulasi hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 sementara data analisis lengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 3, 4, 5, 6, 7 dan 8.

Tabel 9. Komposisi kimia sampel kedelai

Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai G2 Kedelai H Kadar air (%bb) 9.03 a 8.81 a 8.82 a 8.94 a Kadar abu (%bk) 5.52 b 5.07 a 5.68 c 5.46 b Kadar protein (%bk) 38.44 bc 37.98 ab 38.85 c 37.58 a Kadar lemak (%bk) 25.75 c 25.27 b 22.74 a 22.76 a Kadar karbohidrat (%bk) 30.29 31.68 32.73 34.20 DC protein (%) 70.80 a 70.35 a 70.17 a 70.80 a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p < 0.05)

Air merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam bahan pangan, termasuk didalam kedelai. Pemanenan kedelai biasa dilakukan pada kedelai dengan kadar air 13-15 % untuk mengurangi resiko kehilangan karena pecahnya polong kedelai. Untuk meningkatkan umur simpan, kacang- kacangan biasanya dikeringkan hingga diperoleh kadar air sekitar 10-14 %. Penyimpanan pada kadar air 10-11 (%bb) dapat memberikan umur simpan kedelai hingga empat tahun (Ghosh and Jayas 2010). Pembagian mutu kedelai berdasarkan SNI 01-3922-1995 didasarkan oleh beberapa kriteria mutu, salah satunya adalah kadar air. Kedelai mutu I memiliki kadar air maksimal 13 %, mutu II dan III memiliki kadar air maksimal 14 % dan kedelai mutu IV dengan kadar air maksimal 16 %. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar air keempat kedelai berkisar 8.81-9.03 % dan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai varietas B memiliki kadar air terendah yang besarnya 8.81 %, sementara kedelai varietas A memiliki kadar air tertinggi yaitu 9.03 %. Jika hanya dilihat dari kadar air, keempat kedelai dapat dimasukkan dalam mutu I. Namun hal ini tidak dapat disimpulkan karena penentuan mutu juga menggunakan parameter lain yaitu butir belah, butir rusak, butir warna lain, kotoran dan butir keriput (BSN 1995).

Abu dimaksudkan sebagai bagian bahan pangan yang tidak dapat terbakar karena mengandung berbagai mineral di dalamnya. Semakin besar persentase abu diartikan semakin tinggi pula jumlah mineralnya. Kedelai memiliki kadar abu berkisar 5-6 % (Kumar et al 2010, Sugano 2006). Hasil analisis kedelai dari keempat varietas menghasilkan angka kadar abu dalam persentase basis kering (%bk) untuk varietas A sebesar 5.52, varietas B sebesar 5.07, varietas G2 sebesar 5.68 dan varietas H sebesar 5.46. Berdasarkan hasil pengolahan statistik, keempat kedelai memiliki kadar abu yang berbeda nyata pada taraf 0.05. Kedelai diketahui mengandung berbagai jenis mineral. Mineral dengan konsentrasi paling tinggi di dalam kedelai adalah kalium (2.3 %) yang direkomendasikan untuk mengurangi resiko hipertensi. Sementara itu mineral utama kedelai antara lain kalsium (0.2 %), magnesium (0.3 %), dan fosfor (0.6 %) (Kumar et al 2010).

Kelebihan kedelai dibandingkan kacang-kacangan lainnya adalah kadar proteinnya yang tinggi. Selain kadar proteinnya yang hampir menyamai protein hewani, kedelai juga memiliki kandungan asam amino yang agak berbeda dengan protein nabati lainnya. Kedelai memiliki kandungan asam amino esensial dalam jumlah yang cukup meskipun kadar asam amino belerang yaitu metionin dan sistein lebih rendah dibandingkan pola yang direkomendasikan oleh FAO (Muchtadi 2010a). Kadar protein kedelai umumnya sekitar 35 %, namun beberapa varietas tertentu dapat mencapai 45 %. Kedelai yang dipakai pada penelitian ini memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu varietas A sebesar 38.44 (%bk), varietas B sebesar 37.98 (%bk), varietas G2 sebesar 38.85 (%bk) dan varietas H sebesar 37.58 (%bk). Varietas G2 memiliki kadar protein tertinggi meskipun berdasarkan pengolahan statistik berada pada subset yang sama dengan kedelai komersial A. Kedelai varietas lokal memiliki

kadar protein yang dapat mencapai lebih dari 40 %. Kadar protein kedelai lokal memungkinkan untuk menghasilkan bobot dan tekstur tahu yang lebih baik dibandingkan kedelai impor (Ginting et al 2009). Kadar protein kedelai yang tinggi didukung pula oleh daya cernanya yang juga tinggi. Berdasarkan hasil analisis daya cerna protein yang dilakukan diketahui keempat kedelai memiliki daya cerna protein sekitar 70 % dan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Daya cerna protein berhubungan erat dengan ketersediaan protein bagi tubuh. Kedelai mengandung zat antigizi salah satunya antitripsin yang dapat menghalangi kecernaan protein dalam tubuh. Pengolahan kedelai menjadi produk pangan dapat mengurangi bahkan menghilangkan kandungan zat antigizi tersebut.

Selain memiliki kadar protein yang tinggi, kedelai juga dikenal sebagai sumber lemak yang baik. Kadar lemak kedelai dapat mencapai 20 %. Kadar lemak yang diperoleh dari hasil analisis untuk varietas A sebesar 25.75 (%bk), varietas B sebesar 25.72 (%bk), varietas G2 sebesar 22.74 (%bk) dan varietas H sebesar 22.76 (%bk). Lemak kedelai merupakan lemak baik karena tinggi akan asam lemak tak jenuh yang merupakan asam lemak esensial bagi tubuh.

Kadar karbohidrat kedelai dilakukan dengan metode by difference dimana nilainya berkisar antara 30.29 hingga 34.20 (%bk). Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 30 % yang dikelompokkan menjadi dua yaitu gula-gula larut air (sukrosa, stakiosa dan rafinosa) serta serat tidak larut. Kedelai kaya akan oligosakarida yaitu rafinosa (0.5 %) dan stakiosa (4.0 %). Meskipun diketahui dapat menimbulkan gejala flatulensi, oligosakarida diketahui memiliki manfaat bagi tubuh. Adanya oligosakarida dapat memicu tumbuhnya bifidobacteria dalam usus. Mikroflora ini dipercaya dapat menurunkan resiko kanker usus besar dan penyakit pencernaan lainnya (Golbitz and Jordan 2006). Selain itu oligosakarida juga mampu mencegah tumbuhnya bakteri patogen (Clostridium perfringensis, Escherichia coli, Salmonella, Campylobacter dan Listeria) serta mampu menambah serat sehingga dapat menyerap racun dan bakteri gram negatif dan mengeluarkannya dari saluran pencernaan (Kumar et al 2010).

Selain dilihat dari karakteristik fisik dan komposisi kimia kedelai, hal yang menjadi pertimbangan untuk memilih kedelai sebagai bahan baku produk pangan adalah keamanan dari produk bersangkutan. Rekayasa genetika telah dilakukan oleh beberapa negara untuk menghasilkan produk pertanian yang lebih baik. Rekayasa genetik pada kedelai menghasilkan varietas dengan karakteristik spesifik seperti rendemen yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit, kualitas minyak yang baik dan sebagainya. India telah menghasilkan sekitar 80 varietas kedelai hasil rekayasa genetik sejak pertengahan 1960-an. Sementara itu China telah membudidayakan sekitar 134 kultivar hasil rekayasa genetik pada 25 % area tanam sejak tahun 1980-an (Mishra and Verma 2010). Negara-negara di Amerika Selatan seperti Argentina dan Brazil telah mengijinkan penggunaan varietas kedelai hasil rekayasa genetik untuk dibudidayakan (Chianu et al 2010). Meskipun penggunaan rekayasa genetik telah berhasil menghasilkan produk pertanian yang lebih baik, keamanan produk bagi kesehatan manusia dan lingkungan masih diteliti. Oleh karena itu perlu kewaspadaan terhadap produk transgenik yang mungkin banyak beredar di pasaran.

Dokumen terkait