• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini menggunakan tepung tempe sebagai minuman. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembuatan minuman tepung tempe secara keseluruhan memiliki kekurangan pada proses, karakteristik fisik produk serta penerimaan konsumen. Keseluruhan tempe mengandung serat dan komponen tak larut lainnya yang akan mengendap. Seperti pada bubuk kedelai yang dihasilkan dengan penggilingan kedelai yang sebelumnya telah dikeringkan baik dengan udara panas maupun sangrai, akan terjadi pengendapan pada produk minuman. Untuk mengkonsumsinya perlu dilakukan pengadukan terlebih dahulu. Zalis (2000) melakukan penelitian penambahan CMC pada bubuk kedelai untuk menurunkan kemungkinan terjadinya pengendapan saat diseduh. Hasilnya penambahan CMC 4 % paling optimal untuk diaplikasikan. Namun hal ini berpengaruh terhadap produk akhir minuman dimana akan terjadi kenaikan viskositas.

Dilihat dari komposisi gizi yang diperoleh, tepung tempe memiliki kelebihan untuk diaplikasikan menjadi minuman seperti halnya bubuk kedelai komersial. Pembuatan fomula minuman tepung tempe didasarkan pada beberapa hal yaitu takaran saji bubuk kedelai M, superoralit dan preferensi konsumen terhadap minuman serbuk. Takaran saji yang disarankan pada kemasan bubuk kedelai M tepung adalah 20 gram bubuk minuman ditambahkan 300 ml air dengan atau tanpa penambahan gula dan atau perisa. Sudigbia (1996) menyatakan bahwa penggunaan tepung tempe dan air tajin dalam superoralit untuk pengobatan rehidarsi oral penderita diare akut anak dan kholera memberikan hasil cukup baik. Tempe seberat 40-50 gram setelah direbus dan dihaluskan atau 17-20 gram tepung tempe kering dilarutkan dalam satu liter air tajin atau 2 sdm tepung beras yang dilarutkan dalam satu liter air, kemudian ditambahkan elektrolit natrium klorida, kalsium klorida serta natrium bikarbonat sesuai dengan formula oralit WHO. Secara praktis dapat diberikan garam dapur 4-5 gram atau dengan mengganti tepung beras dengan gula pasir sehingga memiliki rasa yang lebih manis dan enak. Formula ini yang dijadikan sebagai acuan pembuatan minuman tepung tempe. Penggunaan tepung tempe dilakukan setengah resep dari takaran saji yaitu 10 gram dengan penyeduhan air sebanyak 150 ml atau dapat dilakukan satu resep yaitu 20 gram dengan air 300 ml. Minuman sachet yang beredar dipasaran biasanya memiliki berat sekitar 8-25 gram per kemasan saji. Berat yang kecil biasanya disebabkan oleh penggunaan bahan yang berupa perisa dan atau pemanis buatan. Sementara untuk minuman seperti kopi susu biasanya memiliki berat sekitar 20-30 gram. Penggunaan tepung tempe hingga 20 gram sebelum panambahan gula akan mendapatkan minuman dengan massa yang besar.

Penambahan gula ditentukan dari standar minuman serbuk yaitu 5-15 % dari volume minuman (Buckle et al 1985). Jika digunakan satu resep yaitu 20 gram tepung tempe yang diseduh dengan 300 ml air, dapat dihitung jumlah gula yang dapat ditambahkan adalah 15-45 gram. Dalam satuan sehari- hari, penggunaan 10 gram gula dapat diukur dengan 1 sendok makan. Penambahan gula dilakukan pada taraf 10 % dan 12.5 % dari volume minuman yang diharapkan.

Proses pembuatan minuman tepung tempe dilakukan dengan metode pencampuran kering dimana bahan-bahan yang sudah berbentuk kering dicampurkan hingga homogen. Penampakan minuman tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Karakteristik fisik pada formulasi minuman tepung tempe

Parameter F1 F2 F3 F4 F5 Gambar Setelah diseduh Penampakan Coklat kekuningan

Coklat Coklat Coklat gelap Coklat gelap

Formula terpilih ditentukan melalui analisis organoleptik hedonik atau kesukaan terhadap lima formula dengan nilai kesukaan 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Minuman tempe yang disajikan merupakan minuman yang berasal dari tepung tempe A saja. Hal ini didasari karena kedelai A sudah tersedia di pasaran Indonesia. Formula yang dipilih adalah formula yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi dari parameter warna, aroma, rasa dan keseluruhan. Analisis statistik pada data hasil organoleptik menunjukkan seberapa besar perbedaan kelima formula satu sama lain. Rekapitulasi hasil analisis organoleptik yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 16, sementara data dan pengolahan statistiknya dapat dilihat pada Lampiran 28.

Tabel 16. Tingkat kesukaan formulasi minuman tepung tempe

Formulasi Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan F1 4.1 a 3.8 a 4.0 ab 3.7 a 3.8 a F2 4.2 ab 4.7 bc 4.1 ab 3.8 a 4.0 ab F3 4.8 b 5.2 c 4.8 c 3.7 a 4.5 c F4 4.7 ab 5.0 bc 4.7 bc 3.8 a 4.3 c F5 4.1 a 4.7 b 3.9 a 3.8 a 3.9 ab Nilai pada satu kolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05)

Warna merupakan parameter yang paling pertama menjadi perhatian pada produk pangan. Warna dapat merepresentasikan bagaimana suatu minuman dan memberikan persepsi pertama bagi konsumen. Formula F1 memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah. Formula F1 tidak ditambahkan coklat bubuk sehingga diperoleh warna minuman cenderung putih dengan bintik coklat oleh karena ukuran tepung tempe yang terlihat masih besar. Warna coklat pada tepung mungkin cenderung tidak disukai, namun penambahan coklat bubuk memberikan kesan rasa coklat yang banyak digunakan pada produk makanan dan minuman. Penambahan coklat bubuk pada minuman tepung tempe memberikan hasil organoleptik yang lebih disukai oleh panelis. Berdasarkan pengolahan data statistik yang diperoleh, tingkat kesukaan warna untuk minuman yang paling tinggi adalah F3 sebesar 4.8 yang artinya agak suka hingga suka.

Beberapa penelitian menggunakan tepung tempe memberikan penilaian mutu produk yang menurun. Soegiharto (1995) menggunakan tepung tempe sebagai pengganti tepung terigu. Semakin besar penambahan tepung tempe akan menurunkan nilai kesukaan produk. Hal ini dikarenakan tepung tempe memiliki rasa getir atau pahit. Penambahan gula dan coklat bubuk dapat menutupi aroma dan rasa minuman tepung tempe. Minuman tepung tempe formula F3 memiliki tingkat kesukaan pada rasa dan aroma yang tinggi dibandingkan formula lainnya. Formula F1 yang hanya ditambahkan gula memiliki tingkat kesukaan terhadap aroma sebesar 3.8 dan rasa sebesar 4.0 yang cenderung lebih kecil dibandingkan formula lainnya. Penambahan gula dan coklat bubuk pada keempat formula lain dapat menutupi aroma dan rasa tempe sehingga nilai kesukaannya lebih tinggi. Panelis menyatakan bahwa tepung tempe cenderung memiliki rasa gurih yang kurang disukai jika disajikan sebagai minuman. Rasa gurih pada tepung tempe dikarenakan tingginya kandungan asam amino dalam tempe. Kedelai sebagai bahan baku tempe memiliki kandungan asam glutamat dan asam aspartat melimpah yang jumlahnya sekitar 45 % dari total asam amino (Sugano 2006).

Kandungan protein dan serat yang tidak larut air akan menimbulkan endapan seperti dapat dilihat pada Gambar 3 yang cenderung tidak disukai oleh konsumen. Ditambah dengan ukuran partikel yang masih terlalu besar membuat tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur minuman cenderung rendah. Ukuran partikel yang terlalu besar ini membuat tekstur minuman yang masir. Beberapa panelis menyarankan untuk menunggu partikelnya mengendap sebelum dikonsumsi seperti halnya dalam mengkonsumsi kopi tubruk. Namun karena tujuan dari pembuatan tepung adalah menghasilkan keseluruhan bagian tempe, solusi sementara untuk mengatasinya adalah dilakukan pengadukan sebelum dikonsumsi.

Gambar 3. Minuman tepung tempe setelah didiamkan beberapa saat

Formulasi terpilih didasarkan pada kesukaan panelis yang paling besar gabungan dari parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan. Dari hasil tersebut, formula F3 memiliki tingkat kesukaan yang paling tinggi untuk parameter warna, aroma, rasa dan keseluruhan. Oleh karena

itu formulasi yang dipilih adalah F3 dimana digunakan 10 gram tepung tempe yang ditambahkan 15 gram gula dan 1 gram coklat bubuk.

Dokumen terkait