Komponen Jumlah Energi 103.00 kal
2.2 Karakteristik Biji Picung
Pohon picung banyak ditemukan di hutan-hutan atau ditanam di pekarangan rumah, berikut ini taksonomi tanaman picung. Picung memiliki nama botani Pangium edule Reinw termasuk tanaman berkeping ganda (dicotiledon), menurut Heyne (1987) klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantarum Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledone
Ordo : Parietales (Cistales) Famili : Flacourtiaceae Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule Reinw
Gambar 1 Buah Picung (Pangium edule Reinw)
Menurut Burkill (1935) dan Heyne (1987). Picung sering pula disebut
pucung (Jakarta) atau kluwak (Jawa), pakem (didaerah Bali, Jawa, Kalimantan),
pacung atau picung (Sunda), gempani atau hapesong (Toba), kayu tuba buah
(Lampung), Jeho (Enggano), kapenceung, kapecong atau simaung
(Minangkabau), kuam (Kalimantan), pangi (Minahasa, Ambon), kalowa
(Sumbawa, Makasar), ngafu (Tanimbar), calli, lioja (Seram), kapait (Buru, Aru)
Tumbuhan picung dapat hidup pada berbagai kondisi tanah dan tumbuh liar di hutan maupun tempat-tempat lain yang dekat air, dengan ketinggian 300 - 1000 meter di atas permukaan laut, didaerah pinggiran sungai, daerah hutan jati, tanah yang kering ataupun tergenang air, tanah berlempung, bahkan kadang- kadang pada tanah yang berbatu dan ada juga yang disengaja ditanam orang. Tumbuhan ini berbatang besar dan tinggi, diameter batang bisa mencapai 2,5 meter dan tingginya dapat mencapai 10 - 40 meter (Heyne 1987).
Menurut Koorders dan Valeton (1896) dalam Heyne (1987) kayunya dianggap tidak awet dan seringkali digunakan sebagai batang korek api. Kulit kayu tanaman picung berwarna coklat kemerahan dan licin, tetapi kadang-kadang kasar dengan banyak celah mengeras. Daun tanaman picung berbentuk seperti jantung dengan permukaan licin dan mengkilap. Di bagian puncak banyak terdapat cabang yang masih muda berbulu, sedangkan cabang yang tua tak berbulu
Gambar 2 Daun Picung (Pangium edule Reinw)
Daun picung terkumpul pada ujung ranting, bertangkai panjang pada pohon muda berlekuk tiga, pada pohon tua bulat telur dan lebar, dengan pangkal yang terpancung atau berbentuk jantung, meruncing, mengkilat dan berwarna hijau tua. Tulang daun pada sisi bawah menonjol.
Menurut Burkill (1935) pohon picung berbuah sejak berumur 15 tahun secara terus menerus sepanjang musim. Buahnya agak tidak simetris, berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul. Ukuran buah bervariasi dengan panjang 17-30 cm dan lebar 7-10 cm atau lebih. Tangkai buah berukuran panjang 8-15 cm dengan diameter 7-12 mm. Di dalam buah picung terdapat banyak biji berwarna kelabu, berbentuk telur limas dan keras. Dalam biji terdapat daging biji yang banyak mengandung lemak picung. Menurut Heyne (1987), Musim berbuahnya jatuh pada awal musim hujan, 300 biji buah setiap pohonnya, di dalam picung terdapat 20-30 biji yang berbentuk segitiga dengan panjang 5 cm. Kulit biji kasar dengan perikarp setebal 6-10 mm, berkayu dan beralur. Biji-biji tersebut tertutup oleh daging buah yang berwarna putih apabila masih segar dan kehitaman jika sudah lama disimpan.
Gambar 3 Biji Picung (Pangium edule Reinw) 2.3 Komposisi Kimia dan Kegunaan Picung
Seluruh bagian dari tanaman picung bersifat racun. Tanaman picung mengandung asam sianida yang cukup besar jumlahnya baik pada batang, daun dan buah (Heyne 1987). Asam sianida ini adalah hasil hidrolisis dari glikosida sianogenik (Bishop 1997). Kadar hydrogen sianida dalam buah picung sekitar 1834 ug/g bobot kering (Voon-boon-hoc & Kuch-hong-siong. 1999). Biji dari Picung merupakan bagian paling beracun dari tanaman ini, karena banyak mengandung ginokardin, yaitu suatu glikosida yang mudah melepaskan asam sianida karena hidrolisa oleh enzim ginokardase. Asam sianida yang dilepaskan ini bersifat racun, yang pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan orang sakit
kepala, pusing, mual dan muntah apabila termakan atau terhirup pernapasan, dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Biji picung di Philipina digunakan sebagai campuran racun anak panah (Quisumbling 1947).
Daging biji picung sebagian besar terdiri atas air, lemak, karbohidrat, protein dan sebagian kecil mineral dan vitamin (Tabel 2).
Tabel 2 Komposisi Daging Biji Picung Segar Setiap 100 gr*
Komposisi penyusun
Kadar
Kalori (kal) 237.0 Protein (g) 10.0 Lemak (g) 24.0 Karbohidrat (g) 13.5 Kalsium (Ca) (mg) 40.0 Fosfor (P) (mg) 100.0 Besi (Fe) (mg) 2.0 Vitamin A (mg) 0 Vitamin B1 (mg) 0.15 Vitamin C (mg) 30.0 Air (g) 51.0
*Daftar komposisi bahan makanan, Dir. Gizi Depkes. (1995)
Lemak biji picung apabila diasamkan akan menghasilkan asam lemak siklik yang tidak jenuh yaitu asam hidnokarpat (C16H28O2) dan asam khaulmograt
(C18H32O2). Asam lemak siklik ini mempunyai sifat antibakteri (Hilditch dan
Williams 1964). Struktur kimia senyawa tersebut dapat dilihat pada gambar 4. A B C
(CH2)10COOH (CH2)6CH.CH(CH2)4COOH (CH)12COOH Gambar 4 Struktur Kimia Asam Hidnokarpat (A), Asam Gorlat (B) dan
Asam Khaulmograt (C) ( Hilditch dan Williams 1964)
Biji picung yang lebih tua mengandung ginokardin yang lebih sedikit dibandingkan dengan biji yang lebih muda. Bagi tanaman, glikosida tersebut berfungsi untuk menyembuhkan luka pada jaringan yang aktif, oleh karena itu zat ini terutama terdapat pada bagian vegetatif, khususnya biji. Setelah biji matang, jumlah glikosida berkurang dan pertumbuhan bijinya berhenti (Burkill 1935).
Anwar (1992) dan Panghegar (1990) mengisolasi komponen antioksidan alami dari daging biji picung. Komponen biji picung yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan antara lain : vitamin C, ion besi, B karoten dan golongan flavonoid. Aktivitas dari senyawa antioksidan ini diteliti lebih lanjut oleh Adidjaja (1991) dan Romlah (1992). Adidjaja (1991) meneliti aktivitas antioksidan alami dari biji picung, sedangkan Romlah (1991) mempelajari perubahan aktivitas antioksidan dan lemak selama fermentasi daging biji picung. Sedangkan Meirianto (1988) dalam Indriyati (1989) melaporkan bahwa pembaluran ikan mujair (Tilapia mossambica) dengan ekstrak 10% daging picung segar memberikan penurunan nilai TBA yang sama dengan penambahan antioksidan sintetis BHT sebanyak 0,01% dan 0,02%. Hal ini menunjukkan adanya komponen anti oksidasi lipid pada ikan mujair yang diberi ekstrak 10% daging picung segar.
Rumphius (1741-1755) dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa selama ini tanaman picung lebih banyak digunakan sebagai tanaman obat-obatan tradisional. Penggunaan tersebut antara lain : (1) daun dan biji setelah diseduh dapat digunakan sebagai desinfektan, (2) kulit, kayu dan daun picung digunakan sebagai racun ikan, (3) minyak dari daging picung digunakan untuk membuat ekstrak yang dipakai untuk obat rheumatik dan penyakit kulit, (4) daging biji picung segar yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk obat pembasmi kutu.
Seduhan dingin dari daun-daun segar ataupun biji-biji picung dapat digunakan sebagai obat antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit yang mustajab. Mengenai daya pembunuh yang kuat dari picung ini dapat dimanfaatkan bagi pemberantasan serangga perusak tanaman budidaya. Sifat atsiri dari racunnya memiliki keuntungan karena setelah penggunaannya tidak ada bau atau rasa apapun yang tertinggal pada tanaman yang telah diperlakukan dengannya (Greshoff (1893) dalam Heyne 1987).
Menurut Rumphius (1660-1701) yang dikutip Jacaline (1960) dalam Heyne (1987) kulit kayu dari picung yang diremas-remas dan ditaburkan di perairan dapat mematikan ikan oleh karena itu digunakan sebagai tuba ikan. Demikian juga daunnya dapat dipakai dengan cara yang sama untuk menangkap
udang. Seduhan dari daun-daunnya yang diteteskan dalam luka terlantar akan mematikan ulat-ulat dan organisme hewan lainnya.