• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Manusia Komunikan

BAB III PSIKOLOGI KOMUNIKASI

G. Karakteristik Manusia Komunikan

Yang dimaksud dengan karakteristik manusia komunikan adalah ciri-ciri atau sifat manusia sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

Dengan mengacu pada pola pikir atau bagan atau mind mapping ruang lingkup materi psikologi komunikasi, terlihat bahwa manusia menempati posisi penting atau strategis dalam pembahasan tentang psikologi komunikasi. Artinya manusia selain berfungsi sebagai subjek kajian dalam psikologi komunikasi sekaligus ia juga sebagai objek kajian. Oleh karena itu, perlu diketahui dan dipahami terdahulu secara mendalam bagaimana pandangan (ilmu) psikologi tentang makhluk yang dinamakan manusia itu. Jika politik memandang hakikat manusia sebagai makhluk yang cenderung berkuasa, ilmu ekonomi memandang hakikat manusia sebagai makhluk yang memproduksi dan mengonsumsi, maka perlu dipahami bagaimana pandangan psikologi tentang hakikat manusia.

Ada 4 teori dalam psikologi yang mencoba menjelaskan tentang manusia, yaitu konsepsi manusia menurut psikoanalisis, behavioralisme, kognitif dan humanistik.

1. Konsepsi Manusia menurut Psikoanalisis

Orang yang pertama kali berusaha merumuskan psikologi manusia dengan memperhatikan struktur jiwa manusia adalah Sigmund Freud. Sigmund Freud lahir di Freiberg, Moravia, Austria-Hungary, sekarang Republik Ceko, 6 Mei 1856. Wafat di London, Inggris, Britania Raya, 23 September 1939 pada umur 83 tahun). Ia adalah seorang psikiater Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, ia juga memberikan pernyataan bahwa perilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.

Freud adalah seorang penulis yang sangat produktif, menerbitkan lebih dari 320 buku, artikel dan esai. Dari sekian banyak karyanya, Freud menjelaskan The Interpretation of Dreams sebagai favorit pribadinya memiliki kontribusi paling signifikan untuk memahami pemikiran manusia.

Buku Freud yang terkenal The Interpretation of Dreams, yang terbit tahun 1899 merupakan buku yang berisi dasar-dasar teori dan ide yang membentuk psikoanalisis. Pada tahun 1902, Freud menyelenggarakan diskusi mingguan di rumahnya di Wina. Pertemuan-pertemuan informal ini kemudian tumbuh menjadi Vienna Psychoanalytic Society.

Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia yang disebutnya Id, Ego, dan superego.

a. Id

Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, atau disebut juga pusat instink (hawa nafsu).

Ada dua instink dominan, yaitu:

1) Libido; yaitu instink reproduktif untuk tujuan-tujuan konstruktif. Instink ini disebut juga instink kehidupan/eros, misalnya dorongan seksual, segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan, dan cinta diri/narcisme.

2) Thanatos; yaitu instink destruktif dan agresif. Instink ini disebut juga instink kematian.

Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan, ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id

adalah tabiat hewani manusia.

Walaupun id mampu melahirkan keinginan, tetapi ia tidak mampu memuaskan keinginannya. Id adalah bagian jiwa paling liar dan berpotensi jahat. Ada yang menafsirkan

id sebagai nafsu manusia yang mementingkan kebutuhan perut ke bawah. Di sisi lain, id tidak mempertimbangkan akibat dari pemenuhan hasratnya. Intinya, id adalah bagian jahat dari manusia yang beresiko merugikan orang lain dan diri sendiri. Id sebenarnya adalah yang menguasai manusia pada umur 0-2 tahun.

Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir atau sistem dasar kepribadian. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga menjadi komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak langsung memuaskan maka hasilnya adalah kecemasan atau ketegangan.

Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum.

Id ini sangat penting di awal hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.

Dorongan-dorongan dari id dapat dipusatkan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga cara:

1) Perbuatan

Seorang bayi yang sedang timbul dorongan primitifnya akan menangis, misalnya menangis karena ingin menyusu pada ibunya. Bayi akan berhenti menangis ketika ia menemukan puting susu ibunya dan mulai menyusu.

2) Fungsi kognitif

Yaitu kemampuan individu untuk membayangkan atau mengingat hal-hal yang memuaskan yang pernah dialami dan diperoleh. Dalam kasus ini individu akan berkhayal terhadap hal-hal yang nikmat atau menyenangkan seperti pengalaman seksual.

3) Ekspresi dari Afek atau Emosi

Yaitu dengan memperhatikan emosi tertentu akan terjadi pengurangan terhadap dorongan-dorongan primitifnya.

Jika seseorang diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, ia mungkin menemukan dirinya meraih hal- hal yang ia inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginannya sendiri. Menurut Freud, id

mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan (Riswandi:2013:21-23).

b. Ego

Ego berfungsi sebagai jembatan bagi tuntutan- tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan runtutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional.

Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. Misalnya, ketika id mendesak supaya seseorang membalas ejekan dengan ejekan lagi, ego segera memperingatkannya bahwa lawannya adalah bos yang dapat memecatnya. Kalau ia mengikuti desakan id, maka ia akan konyol. Setelah itu ia baru teringat bahwa tindakan tersebut akan membahayakannya jika ia berani melawan bos dalam budaya Indonesia.

Ego dibawa sejak lahir, tetapi berkembang seiring dengan hubungan individu dengan lingkungan. Prinsip ego

individu tidak bisa semata-mata bertindak sekedar mengikuti impuls-impuls atau dorongan-dorongan. Individu harus belajar menghadapi realitas. Sebagai ilustrasi dari pernyataan ini, seorang anak harus belajar bahwa ia tidak bisa mengambil makanan karena terdorong secara impulsif ketika ia melihat makanan. Jika ia mengambil makanan itu dari orang yang lebih besar, maka ia akan kena pukul. Ia harus memahami realita sebelum bertindak. Bagian dari jiwa atau struktur kepribadian yang menunda impuls secara langsung dan memahami realita seperti ini disebut Ego.

Menurut Freud, ego adalah struktur kepribadian yang berurusan dengan runtutan realita, berisi penalaran dan pemahaman yang tepat. Ego berusaha menahan tindakan sampai ia memiliki kesempatan untuk memahami realitas secara akurat, memahami apa yang sudah terjadi di dalam situasi yang serupa di masa lalu, dan membuat rencana yang realistik di masa depan. Tujuan ego adalah menemukan cara yang realistis dalam rangka memuaskan Id.

Ego mempunyai beberapa fungsi di antaranya: 1) Menahan menyalurkan dorongan.

2) Mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran.

3) Mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan yang diterima.

4) Berfikir logis.

5) Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa sebagai tanda adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar, agar kelak dapat dikategorikan dengan hal lain untuk memusatkan apa yang akan dilakukan sebaik- baiknya (Riswandi:2013:23-24).

c. Superego

Superego adalah polisi kepribadian yang mewakili dunia ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Superego akan memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan ke alam bawah sadar.

Baik id maupun superego berada dalam bawah sadar manusia, sedangkan ego berada di tengah, antara memenuhi

desakan id dan peraturan superego. Untuk mengatasi ketegangan, ia dapat menyerah pada runtutan id, tetapi berarti dihukum superego dengan perasan bersalah. Untuk menghindari ketegangan, konflik, atau frustrasi, ego secara sadar menggunakan mekanisme pertahanan ego, yaitu dengan mendistorsi realitas.

Secara singkat, dalam psikoanalisis, perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (id), komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego), atau unsur animal, rasional, dan moral (hewani, akal, dan nilai).

Pembentukan dan perkembangan superego sangat ditentukan oleh pengarahan atau bimbingan lingkungan sejak usia dini. Bila seseorang diasuh dalam lingkungan yang serba

cuek dan mau menang sendiri, bisa dipastikan, superego atau nuraninya tumpul, sedangkan superego ada dan muncul pada diri manusia pada umur 3 tahun ke atas. Superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang diperoleh dari kedua orang tua dan masyarakat. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego

bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku manusia. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam keadaan sadar, prasadar dan tidak sadar.

Id, ego dan superego mutlak ada pada diri manusia. Mereka memang muncul pada umur sekian dan sekian, tapi bukan berarti tidak akan pernah muncul lagi. Ketiga bagian jiwa ini akan terus saling berinteraksi menghiasi keseharian manusia. Dalam kenyataan sehari-hari pada diri seseorang, interaksi itu bisa berbentuk kerja sama (kooperasi), persaingan (kompetisi) atau pertentangan (konflik) dan bagian atau subsistem mana yang menang atau dominan

sangat tergantung pada diri masing-masing individu. Adakalanya id yang menang dan ada kalanya superego yang menang. Jika id destruktif yang menang maka individu tersebut dikenal dengan sebutan, misalnya, penjahat, dan jika

superego yang menang maka dikenal individu tersebut dengan sebutan, misalnya, pahlawan. Oleh karena itu dibutuhkan peran ego sebagai mediator kompromi yang berprinsip pada realitas untuk menjaga keseimbangan antara dorongan-dorongan dari id dan larangan atau ganjaran dari

superego agar perilaku individu tersebut berjalan dengan normal (smooth) dan dengan demikian keberadaan individu tersebut diterima oleh lingkungan dengan baik (Riswandi:2013:24-25).

2. Konsepsi Manusia menurut Behavioralisme

Berlainan dengan psikoanalisis yang menggambarkan bahwa secara tidak disadari dorongan nafsu-nafsu daya rendah banyak menentukan perilaku manusia, perilaku menunjukkan bahwa upaya rekayasa dan kondisi lingkungan luar adalah hal yang paling mempengaruhi dan menentukan kepribadian manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, psikologi perilaku menganggap manusia pada hakikatnya adalah netral, baik-buruknya perilaku terpengaruh dari pengaruh situasi dan perlakuan yang dialami. Asumsi-asumsi ini diperoleh melalui eksperimen-eksperimen dengan hewan dengan tujuan untuk mengetahui pola dasar perilaku manusia dan proses perubahannya. Usaha ilmiah itu dianggap sebagai reaksi terhadap psikoanalisis yang wawasan-wawasannya terlalu dianggap hipotesis dan intuitif dengan teori-teorinya yang konon kurang didukung oleh temuan-temuan riset empiris.

Psikologi perilaku memberikan kontribusi penting dengan ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak diamalkan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, pembentukan kebiasaan, perubahan sikap, dan penertiban sosial melalui law of enforcement, yakni:

a. Classical conditioning (pembiasaan klasik), yaitu rangsangan (stimulus) netral akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsangan itu sering diberikan bersamaan dengan

rangsangan lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.

b. Law of effec (hukum akibat), yakni perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang memuaskan pelaku cenderung diulangi; sebaliknya perilaku yang menimbulkan akibat tidak memuaskan atau merugikan cenderung dihentikan.

c. Operant conditioning (pembiasaan operan), yakni suatu pola perilaku akan mantap apabila berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan pelaku (penguat positif) atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tak diinginkan (penguat negatif). Di sisi lain suatu pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku itu mengakibatkan dialaminya hal-hal yang tidak menyenangkan (hukuman), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang menyenangkan pelaku (penghapusan).

d. Modelling (peneladanan), yakni perubahan perilaku dalam kehidupan sosial terjadi karena proses dan peneladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi dan dikagumi.

Keempat asas perubahan perilaku itu berkaitan langsung dengan proses belajar yang melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan), konasi (kemauan), dan aksi (tindakan), atau dengan kata lain meliputi unsur cipta, rasa, karsa, dan karya.

Behaviorisme atau aliran perilaku (juga disebut perspektif belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasarkan atas proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme yang termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati tapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan).

Aliran behaviorisme memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu di dalam suatu sistem kompleks yang bertingkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu

organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.

Kepribadian sehat behavioristik:

a. Manusia adalah makhluk perespon; lingkungan mengontrol perilaku.

b. Manusia tidak memiliki sikap diri sendiri. c. Mementingkan faktor lingkungan.

d. Menekankan pada faktor bagian.

e. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.

f. Sifatnya mekanis mementingkan masa lalu.

Manusia diperlakukan sebagai mesin, layaknya alat pengatur panas yang mengatur semuanya. Aliran ini menganggap manusia memberikan respons positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia dianggap tidak memiliki sikap diri sendiri. Ciri-cirinya yaitu tersusun baik, teratur dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup dan kreativitas.

Jadi, manusia dilihat oleh.para behavioris sebagai orang- orang yang bersifat pasif atau statis yang merespon setiap stimulus yang menerpanya dari luar.

Prinsip-prinsip dasar behaviorisme:

a. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak. b. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk

fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari. c. Penganjur utama adalah John Watson: overt, observable

behavior, adalah satu-satunya subjek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.

d. Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behavioris dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

e. Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

Behavioristik dipengaruhi oleh stimulus respon. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Penguatan tersebut terbagi atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.

Terapi perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior modification) atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa revolusi dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Pendekatan behavioristik yang dewasa ini banyak dipergunakan dalam rangka melakukan kegiatan psikoterapi dalam arti luas atau konseling dalam arti sempitnya, bersumber pada aliran behaviorisme. Aliran ini pada mulanya tumbuh subur di Amerika dengan tokohnya yang terkenal ekstrim, yakni John Broadus Watson, suatu aliran yang menitikberatkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor penting di mana seseorang dipengaruhi, seseorang belajar.

Pada abad ke l7, dunia pengetahuan filsafat ditandai oleh dua kubu besar, yakni kubu empiricism (physical science) dan kubu naturalism (biological science). Pada akhir abad yang lalu, kedua pemikiran ini mempengaruhi lahimya aliran behaviorisme dengan pendekatan-pendekatannya yang kemudian menjadi terkenal dengan terapi perilaku (behavior therapy) dan perubahan perilaku (behavior modification) (Riswandi:2013:25-27).

Konsep Manusia dalam Behavioristik

Para ahli psikologi behavioristik pada hakikatnya memandang seorang anak manusia (yang baru lahir) sebagai seseorang yang bersifat netral, dalam arti tidak baik dan tidak jahat. Para ahli yang melakukan pendekatan behavioristik, memandang manusia sebagai pemberi respons (responder), sebagai hasil dari proses kondisioning yang telah terjadi.

Berikut adalah beberapa pandangan behavioristik tentang konsep manusia, yakni :

a. Manusia dipandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang baik atau yang jahat, tetapi sebagai

individu yang selalu berada dalam keadaan sedang mengalami, yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua jenis perilaku.

b. Manusia mampu mengonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri.

c. Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru.

d. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain.

1) Ivey, et, al (1987) mengemukakan bahwa pernah para pendukung pendekatan behavioristik merumuskan manusia sebagai manusia yang mekanistik dan deterministik, di mana manusia dianggap bisa dibentuk sepenuhnya oleh lingkungan dan hanya sedikit memiliki kesempatan untuk memilih. Namun pendekatan behavioristik yang baru, menitikberatkan pada meningkatnya kebebasan dan pilihan melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang.

2) Corey (1991) mengemukakan bahwa pada terapi perilaku, perilaku adalah hasil dari belajar. Manusia adalah hasil dari lingkungan sekaligus adalah pencipta lingkungan. Tidak ada dasar yang berlaku umum yang bisa menjelaskan semua perilaku, karena setiap perilaku ada kaitannya dengan sumber yang ada di lingkungan yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku tersebut. 3) Albert Bandura (1974) yang terkenal sebagai tokoh teori

sosial-belajar, menolak suatu konsep bahwa manusia adalah pribadi yang mekanistik dengan model perilakunya yang deterministik. Pengubahan (modifikasi) perilaku bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang agar jumlah respon akan lebih banyak.

Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental.

Meskipun pandangan Behaviorisme sekilas tampak radikal dan mengubah pemahaman tentang psikologi secara drastis, Brennan (1991) memandang munculnya Behaviorisme lebih sebagai perubahan evolusioner daripada revolusioner. Dasar-dasar pemikiran Behaviorisme sudah ditemui berabad- abad sebelumnya.

Pemikiran behaviorisme sebenarnya sudah dikenal sejak masa filosof Yunani Kuno, Aristoteles yang berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa sama seperti meja lilin (tabularasa) yang siap dilukis oleh pengalaman.

Kemudian John Locke meminjam konsep ini, yang dikenal sebagai kaum empirisme. Menurut mereka, pada waktu lahir, manusia tidak mempunyai warna mental. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah jalan satu-satunya ke arah penguasaan pengetahuan. Secara psikologis, ini berarti bahwa seluruh perilaku manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku manusia, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu.

Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, salah satu paham filsafat etika memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan. Utilitarianisme mencoba mengkaji seluruh perilaku manusia pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonisme, maka akan ditemukan behaviorisme.

Kaum behaviorisme berpendapat bahwa organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau psikologis, perilaku adalah hasil pengalaman, dan perilaku digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan.

Pelaziman klasik akan menjelaskan bahwa setiap kali anak membaca, orang tuanya mengambil bukunya dengan paksa, maka anak akan benci pada buku. Bila kedatangan seseorang selalu bersamaan dengan datangnya malapetaka, maka kehadirannya akan membuat orang berdebar-debar.

Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Seorang ahli, Bandura, menambahkan konsep belajar sosial. Ia mengemukakan permasalahan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Ia mengatakan bahwa banyak perilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau peneguhan. Misalnya, mengapa anak yang berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya.

Kaum behavioris tradisional menjelaskan bahwa kata- kata yang semula tidak ada maknanya dipasangkan dengan lambang atau objek yang mempunyai makna. Menurut Bandura, belajar terjadi karena peniruan. Kemampuan meniru respon orang lain, misalnya meniru bunyi yang sering didengar, merupakan penyebab utama belajar. Ganjaran dan hukuman bukan faktor yang utama dalam belajar, tetapi merupakan faktor penting dalam melakukan suatu tindakan. Misalnya bila anak selalu diganjar/dihargai karena melakukan sesuatu hal atau dalam mengungkapkan perasaannya, maka ia akan sering melakukannya. Tetapi jika ia dihukum, maka ia akan menahan diri untuk melakukan sesuatu, meskipun ia mampu untuk