• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.5. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, pengalaman usahatani dan status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani. Unit Pengelolaan Saraana Produksi Unit Pengelolaan Pengolahan Unit Pengelolaan usahatani Unit Perngelolaan Permodalan Unit Pemasaran Ketua Sekretaris Bendahara

Karakteristik responden secara umum meliputi umur, tingkat pendidikan, lama bertani, dan luas lahan. Karakteristik responden tersebut dianggap penting karena mempengaruhi cara petani responden dalam menjual hasil usahataninya.

Tabel 9 menunjukkan jenjang usia petani responden. Usia rata-rata responden dari hasil penelitian dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu responden berusia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan usia lebih dari 50 tahun.

Tabel 9. Sebaran Usia Responden Golongan

Usia (tahun)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 21-30 0 0 5 17,24 31-40 2 50 14 48,28 41-50 1 25 5 17,24 >50 1 25 5 17,24 Jumlah 4 100 29 100

Petani responden di tempat penelitian memulai usahataninya di atas 20 tahun karena usahatani dijadikan sebagai sumber utama pencarian petani. Hal ini dilakukan karena hampir seluruh petani melakukan usahatani setelah mereka menikah pada usia 20 tahun. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari menerapkan teknologi baru. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam.

Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan petani responden. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan metode yang digunakan dalam menjalankan usahatani dan keputusan petani dalam menentukan metode penjualan hasil panennya.

Tabel 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat

Pendidikan

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Tidak Tamat SD 1 25 7 24,14

Tamat SD 2 50 15 51,72

Tamat SMP 1 25 7 24,14

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi petani responden hanya hingga tingkat SMP saja. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani responden berpengaruh terhadap cara petani responden melakukan usahataninya, baik dari segi teknis seperti penerapan cara bertanam dan juga penyerapan informasi terhadap inovasi teknologi pertanian yang baru. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun, banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari penerapan teknologi baru tersebut. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam.

Tabel 11 menunjukkan tingkat pengalaman usahatani padi. Hal ini merupakan karakateristik yang cukup penting karena tingkat pengalaman usahatani dapat mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan terhadap cara menjalankan usatani dan pemilihan cara penjualan hasil usahatani.

Tabel 11. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Petani Responden Tingkat

Pengalaman (tahun)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 1-5 - - - - 6-10 - - 8 27,59 11-15 - - 5 17,24 > 15 4 100 16 55,17 Jumlah 16 100 29 100

Tingkat pengalaman usahatani petani responden berpengaruh terhadap cara petani dalam menjalankan usahataninya baik dari penerapan teknologi dan cara penjualan hasil usahatani. Petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih 15 tahun telah paham bagaimana cara menangani permasalahan teknis yang muncul dalam pengolahan lahannya karena mereka memiliki tingkat pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani yang tingkat pengalaman usahatani lebih rendah. Petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih lama juga menerapkan metode penjualan yang berbeda dibandingkan dengan yang tingkat pengalaman yang lebih rendah. Pada petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih dari 10

tahun lebih memilih menjual hasil padinya kepada tengkulak dibandingkan menjualnya kepada

Tabel 12 menunjukkan penguasaan luas lahan padi. Namun demikian, penguasaan luas lahan tidak dapat menentukan jumlah hasil panen yang akan didapat oleh petani responden. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal, jumlah pupuk yang digunakan, serangan hama dan jenis pengairan sawah. Tabel 12. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Padi

Luas Lahan (ha)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase 0,0001-0,5 1 25 13 41,38 0,5001-1 - - 4 17,25 1,0001-1,5 1 25 6 20,69 1,5001-2 1 25 3 10,34 >2 1 25 3 10,34 Jumlah 4 100 29 100

Luas lahan tidak berpengaruh terhadap keputusan petani responden dalam pemilihan metode penjualan gabah dan penerapan teknologi dalam bercocok tanam, seperti pada pemilihan SRG sebagai metode penjualan. Tidak semua petani yang memanfaatkan SRG memiliki luas lahan lebih dari satu hektar, begitu juga dengan teknik becocok tanam. Sebagai contoh, penggunaan pestisida oleh petani responden yang memiliki luas lahan lebih kecil ada yang lebih banyak dibandingkan dengan petani yang memiliki luas lahan lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh kebiasaan dari petani responden dalam penggunaan jumlah pestisida yang selalu habis digunakan dalam satu periode tanam. Luas lahan hanya berpengaruh terhadap cara penggunanan tenaga kerja pada tahap penanaman padi oleh petani. Petani responden dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar biasanya menerapkan metode tanam ceblok yaitu metode penanaman dimana pekerja yang menanam hanya diberi upah makan namun mendapatkan kepastian akan dipekerjakan kembali pada saat proses pemanenan. Pada petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 hektar, petani responden menerapkan menggunakan sistem borongan pada proses penanaman, dimana pekerja mendapat upah berdasar luas lahan yang ditanam kemudian dibagi jumlah pekerja yang menanam.

Tabel 13 menunjukkan jenis pengairan lahan petani. Jenis pengairan akan mempengaruhi besarnya pengeluaran oleh petani responden. Terdapat dua jenis sistem pengairan yang dilakukan oleh petani responden, yaitu pengairan teknis dan diesel.

Tabel 13. Sebaran Jenis Pengairan Lahan Padi Jenis

Pengairan

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) Persentase Jumlah (orang) Persentase Teknis 3 75 22 75,86 Diesel 1 25 7 24,14 Jumlah 4 100 29 100

Pengairan teknis adalah jenis pengairan dimana lahan petani tidak memerlukan alat tambahan untuk mengairi sawahnya. Pengairan diesel memerlukan bantuan alat tambahan untuk mengairi lahannya karena lahan tersebut jauh dari sumber air. Jenis pengairan akan berpengaruh terhadap pendapatan petani, dimana petani yang menggunakan jenis pengairan teknis hanya perlu membayar iuran berupa hasil panen sebanyak 75 kg per hektar dan 450 kg per hektar untuk jenis pengairan diesel.

Dokumen terkait