• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

[Depdag] Departemen Perdagangan. 2008. Buku Saku Sistem Resi Gudang.

Jakarta : BAPPEBTI, Departemen Perdagangan.

Gandhi. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hasian, DE. 2008. Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hidayat. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Jambu Getas Merah Studi Kasus Kelurahan Sukaresmi Tanahsareal Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Indrayani 2008. Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mariani 2007. Analisis Perbandingan Keuntungan Usahatani Bebas Pestisida dan

Padi Anorganik di kecamatan Cigombong. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Murdani. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pemerintah Desa Mangunjaya Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu. 2010.

Monografi Desa Mangunjaya Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu.

Bogor : Pemerintah Desa Mangunjaya.

Pratama. 2008. Efektivitas Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(2)

Saheda, AA. 2008. Preferensi dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Varietas Lokal Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rachmawati, S. 2003. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soeharjo, A dan D Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogorr: Departemen Ilmu-ilmu Sosial ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi dan Soeharjo, A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia.

(3)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan hasil produksi pertanian1. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa negara kita dikenal sebagai negara agraris yang mempunyai areal pertanian yang cukup luas, dengan sumber daya alam yang masih perlu digali, dan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia.

Sasaran utama pembangunan pertanian dewasa ini adalah peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani, karena itu kegiatan di sektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar dengan peningkatan produk pangan yang baik. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani.

Tingkat pendapatan petani secara umum dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu jumlah produksi, harga jual, dan biaya-biaya yang dikeluarkan petani dalam usahataninya. Biaya-biaya tersebut banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah di bidang pertanian, sehingga diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih intensif terhadap sektor pertanian dalam usaha untuk memperbaiki taraf kehidupan petani.

Pendapatan petani di Indonesia secara umum masih rendah, tetapi petani masih melakukan usaha di bidang petanian seperti sayuran ataupun tanaman pangan, salah satunya adalah padi. Alasan padi masih diusahakan oleh petani di Indonesia karena Indonesia adalah negara dengan penduduk yang mengkonsumsi beras sebagai makanan utama. Dengan demikian, usahatani padi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai prospek menambah pendapatan para petani. Hal tersebut dapat memberi motivasi tersendiri bagi petani untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan produksinya, dengan harapan pada saat panen dapat memperoleh hasil penjualan tinggi guna memenuhi kebutuhannya. Setiap

1

(4)

musim panen petani sering menghadapi masalah yang sama yaitu anjloknya harga komoditi di pasaran, padahal mereka membutuhkan uang untuk menutupi modal dan pinjaman yang telah dikeluarkan sebelumnya serta untuk memenuhi kebutuhannya.

Untuk memperoleh pendapatan yang memadai, maka petani dituntut kecermatannya dalam mempelajari perkembangan harga agar dapat menentukan pilihan dalam memutuskan untuk menjual atau menahan hasil produksinya. Selain itu, petani juga harus memahami fungsi penyimpanan, fungsi standarisasi mutu dan grading pada produk pertanian agar mampu meningkatkan posisi tawar petani yang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan petani.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang berhasil menjadi lumbung padi yang mampu memenuhi kebutuhan akan konsumsi beras dalam negeri setiap tahunnya. Pada tahun 2009, Jawa Barat menjadi provinsi penghasil padi terbanyak di Indonesia sebesar 11.322.681 ton, dengan luas lahan 1.950.203 hektar. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1, dari segi produktivitas, Jawa Barat berada di atas rata±rata produktivitas provinsi di Indonesia, yaitu sebesar 58,06 kuintal per hektar, sedangkan produktivitas rata±

rata provinsi di Indonesia hanya 49,99kuintal per hektar. Berdasarkan luas lahan yang digunakan secara produktif untuk usahatani padi, Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki luas lahan terbesar jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

Tabel 1. Lima Besar Provinsi Penghasil Padi di Indonesia dengan Luas Lahan, Produktivitas, dan Total Produksinya Tahun 2009

No Provinsi Luas Lahan(Ha) Produktivitas(Kuintal/Ha) Produksi

Sumber : Badan Pusat Statistik, 20102

2

(5)

Berdasarkan data BPS, Indramayu merupakan salah satu wilayah sentra padi di Jawa Barat dengan produksi sekitar 1,03 juta ton atau sekitar 11 persen total produksi padi di Jawa Barat pada tahun 2006. Indramayu selama ini dikenal dengan lumbung padi Jawa Barat. Tingginya produksi padi di Indramayu ini disebabkan oleh luasnya lahan sawah yang ada. Berdasarkan luas wilayah Indramayu yang mencapai 204 ribu ha, sekitar 114 ribu ha (55 persen) di antaranya adalah lahan sawah. Indramayu menempati urutan pertama untuk luas lahan dan produksi padi di Jawa Barat.

Sektor pertanian merupakan salah satu pilar penting penggerak perekonomian Indramayu. Pada tahun 2006 menunjukkan kontribusi sektor ini mencapai 13,37 persen dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Indramayu3. Pembangun sektor ini, selain akan meningkatkan pendapatan perkapita, juga akan memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.

Dalam usahatani padi, harga jual menjadi salah satu masalah bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selama ini petani dihadapkan dengan permasalahan harga yang mereka terima dirasa lebih rendah dibandingkan dengan harga pasaran yang berlaku. Hal ini dikarenakan informasi harga yang mereka terima terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Selain itu petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi karena petani harus langsung menjual gabahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki pilihan selain menjual hasil taninya tanpa bisa menunggu sampai mendapatkan tawaran harga yang menurut mereka menguntungkan.

Dalam rangka peningkatan posisi tawar petani dan untuk melindungi kepentingan konsumen, pemerintah saat ini mencoba menawarkan suatu sistem pemasaran baru yaitu melalui Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang. Sistem Resi Gudang berdasarkan UU No. 9 Tahun 2006 memiliki fungsi penyimpanan dalam sistem pemasaran komoditi pertanian. Resi Gudang

(warehouse receipt) merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas (contoh : gabah) dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan dalam suatu gudang.

3

(6)

Berdasarkan skema SRG, petani tidak lagi terpaksa harus menjual hasil panennya dengan harga yang rendah, melainkan dapat melakukan tunda jual dengan menyimpan hasil panennya di gudang, memperoleh resi gudang, dan memanfaatkan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan non bank. Pinjaman tersebut dapat dimanfaatkannya untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, atau membeli bibit melanjutkan kegiatan usahanya, sambil menunggu harga komoditas membaik. Saat harga komoditas membaik, petani dapat menjual atau mengalihkan SRG miliknya, sehingga petani dapat merasakan dan memperoleh keuntungan optimal dari usahanya.

Dalam pelaksanaan skema SRG, cara untuk memanfaatkan SRG tersebut adalah dengan mengikuti beberapa proses terlebih dahulu sebelum dikeluarkan surat dokumen SRG atas komoditas tertentu. Pertama pemilik barang mengajukan permohonan penyimpanan barang kepada pengelola gudang. Jika masih ada ruang yang tersedia untuk meletakkan barang di gudang, maka pengelola gudang akan mengkonfirmasi untuk kepada pemohon SRG. Tahap selanjutnya adalah pembuatan surat perjanjian yang isinya adalah waktu pengujian mutu barang. Setelah disepakati waktu pengujian maka barang diuji oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). Jika hasil uji mutu sudah sesuai standar yang ditentukan maka barang tersebut siap untuk dimasukkan ke gudang dengan terlebih dahulu sudah mendapat kepastian waktu untuk memasukkan barang. Setelah barang masuk ke gudang, pihak pengelola akan membantu menerbitkan polis asuransi untuk barang yang dititipkan ke gudang. Setelah polis asuransi telah diterbitkan, dokumen SRG akan diterbitkan dan diberikan kepada penyewa gudang.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu desa yang berdekatan dengan lokasi gudang SRG adalah Desa Mangunjaya yang diharapkan memanfaatkan skema SRG tersebut. Bertani di Desa Mangunjaya merupakan mata pencaharian utama penduduk desa. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia maka permintaan konsumsi akan beras juga akan meningkat. Meskipun demikian, pendapatan yang diterima oleh petani belum cukup untuk memenuhi kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan rata-rata petani di Desa Mangunjaya merupakan petani kecil dengan luas lahan rata-rata kurang dari 0,4 ha.

Petani-petani di Desa Mangunjaya ini kemudian tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam menjalankan usahatani mereka. Salah satu kendala yang muncul adalah masalah pendanaan usahatani. Di lokasi penelitian petani yang menggunakan metode tebas dalam penjualannya, terkadang tidak mendapat hasil yang sesuai dengan keadaan sebenarnya dari jumlah padi yang dipanen. Hal ini dikarenakan padi petani dalam penjualannya hanya dikira-kira oleh pembeli. Penjualaan kepada tengkulak juga dirasakan petani kurang membantu petani dalam pembiayaan usahatani karena seringnya keterlambatan pembayaran dari waktu yang dijanjikan. Berdasarkan kondisi tersebut, pembangunan SRG yang dikelola oleh PT Pertani diharapkan mampu menjadi salah satu instrumen penting dan efektif sebagai solusi dalam sistem pembiayaan usahatani, khususnya dengan memberikan payung hukum pemberian kredit bagi petani atau pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) terkait dengan kesulitan yang dialami petani dalam pendanaan usahataninya.

Pada tahun 2010 beberapa petani yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani sudah memanfaatkan SRG dengan mendapatkan harga yang lebih baik daripada petani yang tidak memanfaatkan SRG. Meskipun begitu masih banyak petani lain yang belum mau memanfaatkan SRG karena menurut petani yang belum memanfaatkan SRG mereka tidak melihat perbedaan yang signifikan dari petani yang telah memanfaatkan SRG.

(8)

1.3. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah : 1. Membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi yang menerapkan Sistem

Resi Gudang dan yang tidak memanfaatkannya.

2. Mengidentifikasi manfaat dari penerapan Sistem ResiGudang bagi petani.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya dalam hal ini

adalah Pemerintah Daerah Indramayu untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan posisi tawar petani.

2. Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan penulis tentang masalah pertanian khususnya sektor tanaman padi.

3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan pengkajian masalah yang relevan.

1.5. Ruang Lingkup

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis, sektor ini masih memberikan pertumbuhan yang positif. Menurut data BPS 1999 pertumbuhan nilai ekspor komoditi hasil sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,22 persen di tahun 1998. Sementara pertumbuhan sektor lain negatif, misalnya pertumbuhan sektor pertambangan dan migas negatif 4,16 persen, dan pertumbuhan sektor industri negatif 12,74 persen (BPS, 1999). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi.

Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membangkitkan dinamika ekonomi masyarakat di tengah penurunan ekonomi dewasa ini. Pengembangan sektor pertanian beserta program lanjutannya, dalam hal ini agroindustri, memiliki nilai strategis untuk keluar dari krisis ekonomi.

(10)

6DKHGD GDODP SHQHOLWLDQQ\D \DQJ EHUMXGXO ³3UHIHUHQVL dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Varietas Lokal Pandan Wangi di

.DEXSDWHQ &LDQMXU´ \DQJ EHUWXMXDQ XQWXN PHQJLGHQWLILNDVL SURVHV SHQJDPELODQ

keputusan para petani terhadap penggunaan benih padi pandan wangi, menganalisis kepuasan para petani terhadap atribut-atribut benih padi pandan wangi, dan menentukan alternatif strategi dalam rangka pencapaian tujuan kepuasan terhadap atribut-atribut benih padi pandan wangi.

Berdasarkan analisis tahap proses pengambilan keputusan petani terhadap pembelian benih bersertifikat dan penggunaan benih tidak bersertifikat padi pandan wangi, diketahui bahwa yang menjadi motivasi para petani untuk menanam benih bersertifikat padi pandan wangi adalah karena harga jual yang tinggi, dan para petani menganggap bahwa penggunaan benih bersertifikat penting untuk digunakan. Sedangkan para petani yang tidak menggunakan benih bersertifikat menganggap bahwa penggunaan benih bersertifikat biasa saja dan sebagian besar petani mengetahui informasi benih padi pandan wangi dan sumber yang dipercaya untuk penggunaan benih berasal dari kelompok tani, diri sendiri dan lainnya yaitu keluarga. Atribut harga jual gabah dijadikan dasar dalam pertimbangan untuk pembelian dan penggunaan benih tidak tidak bersertifikat.

(11)

Indrayani (2008) dalam penelitiann\D \DQJ EHUMXGXO ³$QDOLVLV 3ROD .HPLWUDDQ 'DODP 3HQJDGDDQ %HUDV 3DQGDQZDQJL %HUVHUWLILNDW´ PHQ\HEXWNDQ

bahwa salah satu contoh kegiatan kemitraan agribisnis dibidang pertanian khususnya tanaman pangan adalah antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV. Quasindo. Kemitraan yang terjalin merupakan kemitraan dalam pengadaan beras pandan wangi brsertifikat. Kemitraan ini terjalin sejak April 2007, dengan melibatkan tiga pelaku utama yakni Gapoktan, CV. Quasindo serta Lembaga Sertifikasi Beras.

2.2. Sistem Resi Gudang

Resi Gudang (warehouse receipt) adalah surat berharga berupa dokumen bukti kepemilikan atas barang yang di simpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang yang dapat diperdagangkan, dipertukarkan dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Selain itu, resi gudang juga dapat digunakan sebagai jaminan atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak deribatf yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam kontrak berjangka. Dengan demikian, SRG dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Resi gudang dapat digunakan sebagai agunan karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi. Sistem ini telah dipergunakan secara luas di negara-negara maju atau di negara-negara-negara-negara dimana pemerintah telah mulai mengurangi perannya dalam menstabilisasi harga komoditi, terutama komoditi agribisnis. Beberapa negara yang telah menerapkan SRG antara lain adalah India, Malaysia, Filipina, Ghana, Mali, Turki, Polandia, Meksiko dan Uganda.

(12)

Tujuan diberlakukannya UU tentang SRG adalah untuk memberikan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi masyarakat dan memperluas akses mereka untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan usaha. UU Sistem Resi Gudang memberikan manfaat terutama bagi pengusaha kecil dan menengah, petani dan kelompok tani, perusahaan pengelola gudang, perusahaan pemberi pinjaman dan bank untuk mengakses permodalan guna meningkatkan usahanya.

SRG merupakan terobosan instrument penjamin pengganti fixed asset. Hal ini dikarenakan resi gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang dan dapat digunakan sebagai dokumen penyerahan barang, sebagai document of title,

maka resi gudang dapat dijadikan sebagai jaminan utang sepenuhnya tanpa perlu dipersyaratkan adanya jaminan lain. Ketentuan ini diharapkan akan sangat membantu usaha kecil dan menengah, petani serta kelompok tani yang selama ini mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses kredit, karena pada umumnya mereka tidak memiliki fixed asset untuk dijadikan sebagai agunan.

(13)

Tabel 2. Daftar Pengelola Gudang SRG yang Mendapat Persetujuan BAPPEBTI. No Pengelola Gudang Alamat Kantor Pusat

1. PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR)

Jalan Kali Besar Timur Nomor 5-7, Jakarta 11110.

2. PT. Pertani Jalan Pertani Nomor 1 ± 7 Durentiga Pancoran Jakarta Selatan 12760

3. PT. Petindo Daya Mandiri Jalan Cempaka Putih Timur No. 3 Jakarta Pusat 10510.

4. PT. Sucofindo Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 DKI Jakarta 12780

5. PT. Reksa Guna Interservice

Gd. Dana Graha Lt. 2 Jl. Gondangdia Kecil No. 12-14 Jakarta Pusat 10350

6. Koperasi Tani Bidara Tani Jalan A. Yani Nomor 84, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur

Sumber : BAPPEPTI 2008

Lembaga kedua adalah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). LPK adalah suatu lembaga terakreditasi yang melakukan kegiatan penilaian untuk membuktikan bahwa persyaratan tertentu mengenai produk, sistem, proses, dan atau sumber daya manusia yang dimiliknya telah terpenuhi dan sesuai dengan standar. Kegiatan penilaian kesesuaian ini mencakup lembaga inspeksi, laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi sistem mutu. LPK yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI seluruhnya diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kegiatan penilaian kesesuaian yang dilakukan mencakup kegiatan sertifikasi, inspeksi dan pengujian yang berkaitan dengan barang, gudang dan pengelola gudang.

(14)

Tabel 3. Daftar Lembaga Penilai Kesesuaian yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI.

NO LPK Alamat

1 Inspeksi Gudang (Penunjukan

Kabappebti)

a. PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero)

Jalan Kali Besar Timur Nomor 5-7, Jakarta 11110.

b. PT. SUCOFINDO Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 2. Sertifikat

Manajemen Mutu

PT. SUCOFINDO Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 3. Uji Mutu Kav. 34 Jakarta 12780

b. BPSMB

Jl. Jend. Sudirman No. 829 Purwokerto ±

Jateng

Sumber : BAPPEBTI 2008

(15)

Registrasi dapat memantau pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas resi gudang, mencegah terjadinya penjaminan ganda dan melakukan tersediannya stok nasional untuk komoditi tertentu. Pusat Registrasi yang telah mendapat Persetujuan dari BAPPEBTI adalah PT. Kliring Berjangka Indonesia.

Lembaga terakhir adalah Badan Pengawas Resi Gudang. Badan ini merupakan unit organisasi di bawah Menteri Perdagangan yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan SRG. Badan ini antara lain berwenang memberikan persetujuan sebagai Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pusat Registrasi. Saat ini tugas, fungsi dan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh BAPPEBTI.

(16)

Tabel 4. Standar Mutu Komoditi Gabah Seperti Tercantum dalam SNI 01-0224-Sumber : BAPPEBTI 2008

Untuk mendapatkan Resi Gudang Petani terlebih dahulu mendatangi Pengelola Gudang dengan membawa komoditi yang akan diresigudangkan. Sebelum masuk gudang, komoditi tersebut terlebih dahulu diuji mutu dan kuantitasnya oleh LPK yang ada di Gudang atau Kantor Pengelola Gudang. Sementara itu Pengelola Gudang akan membuat perjanjian pengelolaan barang yang berisi deskripsi barang dan asuransi. Diskripsi barang dibuat berdasarkan sertifikat hasil uji mutu yang dikeluarkan oleh LPK.

Surat perjanjian pengelolaan barang yang telah ditandatangani, selanjutnya Pengelola Gudang akan menghubungi Pusat Registrasi untuk meminta kode registrasi. Pengelola Gudang dapat langsung menerbitkan Dokumen Resi Gudang tepat setelah menerima kode registrasi dari Pusat Registrasi. Dokumen Resi Gudang yang sah akan mencantumkan informasi antara lain judul dan jenis komoditi, nama pemilik komoditi, lokasi gudang, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, nomor registrasi, deskripsi barang (kuantitas dan kualitas), waktu jatuh tempo, biaya simpan, nilai barang dan harga pasar.

2.3. Kajian Empiris Mengenai Usahatani

(17)

pemilik (3,14 dan 1,35) yang lebih besar dari petani penggarap (1,19 dan 1,18) pada penelitian Rachmawati dan nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) yang lebih besar dari petani penggarap (1,07 dan 1,88) pada penelitian Gandhi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa usahatani yang dilakukan, baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap, masih menguntungkan karena rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya totalnya lebih besar dari satu.

Hidayat (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pendapatan usahatani jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi dikelompokkan berdasarkan status penguasaan lahan yaitu petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani pemilik lahan yaitu Rp 12.727.000,00 lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani penyewa lahan yaitu Rp 9.056.000,00. Begitu pula berdasarkan perhitungan pendapatan atas biaya total, maka pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani pemilik lahan yaitu Rp 8.146.666,67 lebih besar daripada pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani penyewa lahan yaitu Rp 8.047.333,33. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik lahan yang lebih tinggi (2,69 dan 1,67) dari biaya tunai petani maupun biaya total penyewa lahan (1,81dan 1,66).

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pada penelitian Rachmawati, Gandhi dan Hidayat. Persamaan penelitian yang diteliti oleh Rachmawati, Gandhi dan Hidayat adalah analisis usahatani dengan rasio R/C petani pemilik lahan lebih besar daripada rasio R/C petani penggarap baik atas biaya tunai maupun biaya total. Perbedaan penelitian ini adalah jenis komoditi yang diteliti yaitu jambu merah yang diteliti oleh Hidayat, dan padi yang diteliti oleh Rachmawati dan Gandhi.

(18)

penelitian usahatani dan tataniaga. Pada penelitian mereka tidak menggunakan analisis lembaga dan fungsi tataniaga, sehingga kurang memberikan gambaran kondisi tataniaga karena penelitian lebih kuantitatif. Begitu pula pada penelitian Murdiani (2008) yang menggunakan metode analisis yang sama dalam menganalisis penelitiannya yaitu analisis pendapatan usahatani, rasio R/C, marjin tataniaga,dan IDUPHU¶V VKDUHWalaupun pada kedua penelitian tersebut analisis usahatani lebih dalam karena menambahkan analisis pendapatan usahatani, namun analisis tataniaga terutama kondisi kualitatif seperti fungsi tataniaga dan analisis lembaga tataniaga kurang dibahas secara komperhensif.

Pada penelitian Gandhi (2008) dan Hidayat (2010), merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis yang paling lengkap dalam menganalisis penelitian untuk topik usahatani dan tataniaga. Keduanya melakukan analisis kuantitatif yang baik dalam analisis usahatani dan tataniaga, juga melakukan analisis kualitatif tataniaga dengan baik.

(19)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharja dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Menurut Hernanto (1989) ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu :

1. Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari.

2. Tenaga Kerja

(20)

ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam. Oleh karena itu dalam prakteknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga.

3. Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa.

4. Manajemen

(21)

perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan dan (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.

Pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai tujuan sebaik²baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukaran-kesukaran lain yang yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya (Soekartawi, 1986). Seorang penyuluh pertanian memiliki peran yang penting dalam memberikan petunjuk kepada petani dengan cara membantu petani melihat permasalahannya, menganalisis permasalahan tersebut dan mengambil keputusan dengan benar.

Lebih lanjut Soekartawi (1986) menambahkan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara ilmu usahatani dengan ilmu ekonomi. Hal ini dikarenakan ilmu usahatani pada dasaranya memperhatikan cara-cara petani dalam memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya, maka disiplin induknya adalah ekonomi. Penelitian usahatani dianggap mempunyai sifat multi disiplin karena harus memperhatikan informasi, prinsi dan teori dari ilmu yang sangat erat kaitannya, seperti sosiologi dan psikologi maupun berbagai bidang ilmu tanaman dan ilmu hewan. Menurut Soekartawi (1986) umumnya penelitian usahatani merupakan penelitian terapan dan mempunyai salah satu atau kedua tujuan umum di bawah ini:

1. Menyediakan informasi yang dapat membantu petani dalam mengelola usahataninya sehingga mereka lebih mampu mencapai tujuannya.

2. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai petani dan pengelolaannya sehingga membantu di dalam perumusan kebijsanaan dan perencanaan pembangunan yang lebih baik.

3.1.2. Keuntungan Usahatani

(22)

(intangible). Keuntungan ekonomi adalah keuntungan berupa besar atau tidaknya pendapatan dan efisien atau tidaknya suatu penelitian yang digambarkan oleh nilai rasio R/C nya. Keuntungan non ekonomi terdiri dari kesuburan lingkungan, pemandangan yang menjadi indah dan sebagainya.

Keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahataninya. Pendapatan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai selisih pengurangan dari nilai penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses usahatani. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor produksi, karena itu pendapatan usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani (Mariani, 2007).

Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditentukan. Kegunaan anailisi ini adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan di masa yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973)

Menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan usahatani mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produk dengan harga pasar yang berlaku, sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan kepada produk yang bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan ada pula biaya yang diperhitungkan, yaitu nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk memperhitungkan berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.

(23)

seperti biaya pembelian saran produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai kerja kerluarga diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Salah satu masalah yang dihadapi negara Indonesia sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pertanian. Hal ini bisa dilihat dengan semakin banyak digalakkannya pembangunan di bidang pertanian utamanya sub sektor pangan. Salah satu sub sektor pangan adalah usahatani padi. Petani padi dalam melakukan proses produksi untuk menghasilkan output, diperlukan biaya pengeluaran-pengeluaran yang digunakan dalam mempertahankan kelangsungan proses produksi tersebut.

Dalam usahatani padi diharapkan adanya peningkatan pendapatan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petani padi pada khususnya. Hal ini menjadi salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peningkatan pendapatan dari petani tersebut.

Dalam usaha meningkatkan pendapatan usaha tani padi, pemerintah mengeluarkan salah satu kebijakan baru yaitu Sistem Resi Gudang (SRG). Namun pada pelaksanaannya belum banyak petani di Indonesia yang sudah memanfaatkan peraturan ini. Salah satu Resi Gudang tersebut berada di daerah Indramayu, Jawa Barat. Tujuan dibangunnya Gudang tersebut di Indramayu karena Indramayu merupakan sentra penghasil padi di Jawa Barat, dimana Jawa Barat merupakan wilayah penghasil padi terbanyak di Indonesia.

(24)
(25)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Gabah dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jayatani Indramayu

Pendapatan yang diperoleh petani gapoktan Jayatani rendah.

Petani SRG

Manfaat non ekonomis Manfaat ekonomis

Analisis Pendapatan Usahatani

xAnalisis keragaan usahatani

xAnalisis pendapatan usahatani

- Penerimaan usahatani

- Biaya usahatani

xAnalisis efisiensi usahatani

Rekomendasi kepada petani dan pemerintah tentang pemanfaatan Sistem Resi Gudang dalam usahatani di Desa Mangunjaya Indramayu

xUpaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

xPembangunan di bidang pertanian sub sektor pertanian pangan.

xPeraturan pemerintah tentang Sistem Resi Gudang.

xJawa Barat merupakan sentra penghasil padi di Indonesia.

xPembangunan Gudang di Indramayu

J B t

(26)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mangunjaya, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan para petani yang belum memanfaatkan sitem tersebut yang tergabung dalam Gapoktan Jayatani. Pemilihan lokasi ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut dekat dengan letak Gudang Resi Gudang yang ada di Indramayu. Penelitian lapang dilakukan selama tiga bulan, dimulai pada bulan April 2011 sampai bulan Juli 2011 untuk pengumpulan data. Karena pada saat tersebut di wilayah Desa Mangunjaya dalam musim panen dan menunggu hasil penjualan gabah yang ada di gudang SRG.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan sebagai sumber data dan informasi adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari pengamatan langsung ke lapangan, yaitu hasil wawancara dengan petani responden yang belum dan sudah memanfaatkan SRG dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner).

2. Data Sekunder

(27)

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara melalui pengisian kuisioner yang pertanyaanya disampaikan kepada petani responden. Penentuan petani responden dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu pengambilan contoh secara acak (stratified sampling) untuk petani yang belum memanfaatkan SRG dan metode teknik sensus untuk petani yang sudah memanfaatkannya.

Pengambilan petani responden didasarkan pada petani yang tergabung didalam suatu gabungan kelompok tani. Jumlah responden yang diambil sebanyak 33 orang petani responden yang terdiri dari 29 petani yang belum memanfaatkan SRG dan empat orang petani responden yang sudah memanfaatkan SRG. Jumlah responden untuk petani yang belum memanfaatkan SRG diambil berdasarkan kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani yang menanam padi. Kemudian setelah dibagi menjadi lima kelompok tani, untuk menentukan contoh di tiap kelompok tani dilakukan dengan cara acak dan didapat 29 orang petani responden. Sementara itu pemilihan petani yang telah memanfaatkan SRG sebanyak empat petani karena dalam Gapoktan tersebut hanya empat petani tersebut saja yang memanfaatkan SRG dengan menggunakan metode teknik sensus.

4.4. Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilalanjutkan dengan pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani gabah di Desa Cipancuh sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan yang belum memanfaatkanya berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani yang dikeluarkan, sedangkan R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani.

(28)

pengeluaran total. Rumus penerimaan, total biaya dan pendapatan adalah (Soekartawi, 1986) :

TR = P x Q

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan

ʌDWDVELD\DWXQDL = TR - biaya tunai

ʌDWDVELD\DWRWDO = TR ± TC Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani yang dijual dalam bentuk gabah (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)

P : harga output (Rp/Kg) Q : jumlah output (Kg)

ʌ : pendapatan atau keuntungan (Rp)

Pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan.

Salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio) adalah analisis R/C. Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rasio R/C yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1986) :

(29)

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)

Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1986).

Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan

No Keterangan Jumlah Harga per

Satuan (Rp)

4 Tenaga kerja luar keluarga 5 Irigasi

Total biaya tunai

C Biaya yang diperhitungkan

1 Penyusutan 2 Sewa lahan

3 Tenaga kerja keluarga

Total biaya yang diperhitungkan D Total biaya (B+C)

E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) F Pendapatan atas biaya total (A-D) G R/C atas biaya tunai (A/B)

(30)

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Wilayah dan Topografi

Desa Mangunjaya memiliki wilayah administratif dengan batas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Cilandak, sebelah selatan dengan Desa Bugis Tua, sebelah barat dengan Mekarjaya Kabupaten Subang, dan sebelah timur dengan Desa Bugis. Desa Mangunjaya memiliki luas wilayah sebesar 11.063,37 hektar dan dihuni oleh 6.428 jiwa penduduk (Monografi Desa Mangunjaya, 2010).

Topografi Desa Mangunjaya memiliki rata-rata ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Desa Mangunjaya memiliki kondisi iklim yang cukup tinggi dengan suhu rata-rata tiap bulan mencapai 29,5°C dengan suhu terendah 25°C dan suhu tertinggi 34°C. Tingkat kelembaban udara yang dimiliki yaitu sebesar 70 persen dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 2000 mm dan curah hujan tertinggi berada pada bulan Januari dan Februari. Kondisi alam tersebut mendukung potensi agribisnis pada Desa Mangunjaya, seperti padi dan tanaman palawija.

Padi merupakan salah satu potensi agribisnis yang sangat potensial untuk dikembangkan di Desa Mangunjaya dimana luas lahan sawah di Desa Mangun jaya yang mencapai 480 hektar atau sekitar 4,3 persen dari total luas wilayah. Selain padi, hortikultura merupakan salah satu potensi agribisnis yang dapat dikembangkan lagi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

5.2 Sosial Ekonomi Masyarakat

(31)

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Warga Desa Mangunjaya Berdasarkan Lokasi Dusun Tahun 2010 (Orang)

Jenis

Pekerjaan

Lokasi

Persentase

(%)

No Mangunsari Bodas Karangjaya Jumlah

1 PNS 7 9 6 22 0,37

2 TNI/Polri 0 0 2 2 0,04

3 Pensiunan 0 0 1 1 0,02

4 Wiraswasta 2 31 41 73 1,14

5 Industri kecil 7 1 5 13 0,20

6 Pedagang 14 51 50 115 1,80

7 Nelayan 0 0 0 0 0

8 Petani 708 644 699 2.051 31,94

9 Buruh tani 793 674 695 2.162 33,70

10 Pelajar 362 504 491 1.357 21,20

11 Mahasiswa 16 12 11 39 0,64

12 Lain-lain 294 129 152 575 8,95

Total 6.428 100

Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010

(32)

Tabel 7. Data Usia Sekolah Warga Desa Mangunjaya Berdasarkan Lokasi Dusun

Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010

Aktivitas usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Mangunjaya terdiri dari dua jenis komoditas utama, yaitu padi dan hortikultura. Tanaman hortikultura yang menjadi produk andalan adalah tanaman jeruk nipis.

5.3. Gudang Sistem Resi Gudang Indramayu

Gudang SRG terletak di Desa Cipancuh, Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu. Gudang SRG ini dibangun pada tahun 2008 sebanyak dua gudang yang dikelola oleh PT Pertani. Dalam pelaksanaannya gudang SRG ini dibagi menjadi dua, yang pertama dijadikan gudang untuk menyimpan komoditi beras dan yang satu lagi dijadikan sebagai tempat penyimpanan komoditi gabah. Kapasitas gudang SRG di Indramayu sebesar 3500 ton untuk masing-masing gudang. Pada tahun 2011 jumlah komoditi yang disimpan di gudang SRG telah mencapai 861,6 ton dengan perincian 350 ton beras milik petani, 200 ton gabah milik petani, 53,6 ton gabah milik gapoktan, 98 ton gabah milik poktan dan 160 ton gabah milik koperasi.

(33)

1. Konstruksi : Kerangka, atap, dinding, talang air, pintu dan lantai.

2. Fasilitas : Lorong-lorong air, listrik, hydrant, penangkal petir dan kantor. 3. Peralatan : Timbangan, palet, hygrometer, thermometer, tamgga staple dan

pemadam.

Dalam penerapan SRG, pengelola gudang bertugas untuk menjaga barang yang dititipkan baik dari segi keamanan dan kualitas. Dalam upaya menjaga kualitas brang, pengelola gudang melakukan perawatan dengan fumigasi dan

spraying untuk mencegah munculnya kutu pada beras dan gabah yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Gabah dan beras di gudang diletakkan di atas palet atau alas dari kayu. Hal ini dilakukan agar gabah dan beras tidak bersentuhan langsung dengan lantai yang menyebabkan gabah dan beras menjadi lembab. Perawatan yang dilakukan oleh pengelola gudang dilakukan unuk menjaga mutu barang yang dititipkan. Kondisi fisik gudang SRG Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 12.

5.4. Profil Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani

Gabungan kelompok tani (Gapoktan) Jaya Tani merupakan suatu organisasi petani yang dibentuk pada 4 Januari 2006 di Desa Mangunjaya sebagai wadah menampung aspirasi para petani yang terdapat di Desa Mangunjaya. Gapoktan Jayatani terdiri dari enam kelompok tani dimana lima kelompok tani mengusahakan padi dan satu kelompok tani mengusahakan palawija.

(34)

mensejahterakan petani anggotanya. Untuk mewujudkan visi tersebut maka Gapoktan Jaya Tani menyusun beberapa misi, yaitu :

1) Mendorong peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil pertanian 2) Mendorong kemandirian dan peran serta petani, kelembagaan tani, dan

pengusaha pertanian dalam pembangunan pertanian.

3) Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan posisi tawar.

Tabel 8. Nama Kelompok Tani, Luas Lahan Garapan dan Jenis Tanaman yang Diusahakan Gapoktan Jaya Tani Tahun 2011.

No Nama Kelompok Tani Luas lahan (ha) Jenis Tanaman

1 Bidun Utara 142 Padi

2 Bidun Selatan 100 Padi

3 Sahartepak Barat 78 Padi

4 Sahartepak Tengah 75 Padi

5 Karya Tani Mandiri 85 Padi

6 Karya Tani Bakti 75 Hortikultura Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010

Berdasarkan Tabel 8 hanya kelompok tani Karya Tani Bakti saja yang mengusahakan tanaman hortikultura sebagai komoditas utamanya, sedangkan sisanya mengusahakan padi sebagai komoditas utamanya. Padi yang ditanam mencapai 86,49 persen luas lahan dari total lahan yang diusahakan oleh petani yang tergabung di dalam Gapoktan Jaya Tani di Desa Mangunjaya.

(35)

Gambar 2. Struktur Organisasi Gapoktan Jaya Tani Tahun 2010 Sumber : Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya 2010

5.5. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, pengalaman usahatani dan status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani.

Unit Pengelolaan Saraana Produksi

Unit Pengelolaan

Pengolahan

Unit Pengelolaan usahatani

Unit Perngelolaan Permodalan

Unit Pemasaran Ketua

(36)

Karakteristik responden secara umum meliputi umur, tingkat pendidikan, lama bertani, dan luas lahan. Karakteristik responden tersebut dianggap penting karena mempengaruhi cara petani responden dalam menjual hasil usahataninya.

Tabel 9 menunjukkan jenjang usia petani responden. Usia rata-rata responden dari hasil penelitian dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu responden berusia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan usia lebih dari 50 tahun.

Tabel 9. Sebaran Usia Responden Golongan

Usia (tahun)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

21-30 0 0 5 17,24

31-40 2 50 14 48,28

41-50 1 25 5 17,24

>50 1 25 5 17,24

Jumlah 4 100 29 100

Petani responden di tempat penelitian memulai usahataninya di atas 20 tahun karena usahatani dijadikan sebagai sumber utama pencarian petani. Hal ini dilakukan karena hampir seluruh petani melakukan usahatani setelah mereka menikah pada usia 20 tahun. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari menerapkan teknologi baru. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam.

Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan petani responden. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan metode yang digunakan dalam menjalankan usahatani dan keputusan petani dalam menentukan metode penjualan hasil panennya.

Tabel 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat

Pendidikan

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Tidak Tamat SD 1 25 7 24,14

Tamat SD 2 50 15 51,72

Tamat SMP 1 25 7 24,14

(37)

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi petani responden hanya hingga tingkat SMP saja. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani responden berpengaruh terhadap cara petani responden melakukan usahataninya, baik dari segi teknis seperti penerapan cara bertanam dan juga penyerapan informasi terhadap inovasi teknologi pertanian yang baru. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun, banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari penerapan teknologi baru tersebut. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam.

Tabel 11 menunjukkan tingkat pengalaman usahatani padi. Hal ini merupakan karakateristik yang cukup penting karena tingkat pengalaman usahatani dapat mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan terhadap cara menjalankan usatani dan pemilihan cara penjualan hasil usahatani.

Tabel 11. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Petani Responden Tingkat

Pengalaman (tahun)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

1-5 - - - -

6-10 - - 8 27,59

11-15 - - 5 17,24

> 15 4 100 16 55,17

Jumlah 16 100 29 100

(38)

tahun lebih memilih menjual hasil padinya kepada tengkulak dibandingkan menjualnya kepada

Tabel 12 menunjukkan penguasaan luas lahan padi. Namun demikian, penguasaan luas lahan tidak dapat menentukan jumlah hasil panen yang akan didapat oleh petani responden. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal, jumlah pupuk yang digunakan, serangan hama dan jenis pengairan sawah. Tabel 12. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Padi

Luas Lahan (ha)

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

0,0001-0,5 1 25 13 41,38

(39)

Tabel 13 menunjukkan jenis pengairan lahan petani. Jenis pengairan akan mempengaruhi besarnya pengeluaran oleh petani responden. Terdapat dua jenis sistem pengairan yang dilakukan oleh petani responden, yaitu pengairan teknis dan diesel.

Tabel 13. Sebaran Jenis Pengairan Lahan Padi Jenis

Pengairan

Petani SRG Petani Konvensional Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

Teknis 3 75 22 75,86

Diesel 1 25 7 24,14

Jumlah 4 100 29 100

(40)

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

6.1. Keragaan Usahatani Padi

Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Usahatani padi merupakan usaha yang telah lama diusahakan oleh warga di Desa Mangunjaya. Hal ini terlihat dari tingkat pengalaman petani yang rata-rata telah mengusahakan padi lebih dari 15 tahun. Keragaan usahatani dilakukan dengan mengidentifikasikan penggunaan input produksi, teknik budidaya, dan output yang dihasilkan dari usahatani padi.

6.1.1. Pola Tanam

Padi merupakan produk utama yang diusahakan oleh anggota Gapoktan Jayatani di Desa Mangujaya. Usahatani padi yang dilakukan oleh anggota Gapoktan Jaya Tani dilakukan dalam dua periode tiap tahunnya, yaitu pada periode Januari-April pada musin rendeng atau penghujan dan pada periode Juni-Oktober pada musim rendeng atau kemarau. Pola tanam yang hanya dilakukan dua kali dalam setahun dikarenakan di Desa Mangunjaya selalu diadakan acara-acara hajatan dan semacamnya pada saat selang waktu antara musim tanam satu dan yang lainnya sehingga para petani tidak menanam padi.

6.1.2. Input Produksi

(41)

Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Petani SRG dan Konvensional per Hektar Periode Januari-April 2011

No Komponen

Input

Petani SRG Petani Konvensional

Jumlah Harga

Bibit yang digunakan oleh petani baik petani SRG dan konvensional adalah bibit yang dibeli dari kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Varietas bibit yang digunakan adalah jenis padi ciherang. Pemilihan jenis padi ciherang dikarenakan menurut petani di lokasi penelitian, harga jual yang didapat relatif lebih tinggi di banding varietas padi yang lainnya seperti padi IR 64. Selain harga yang lebih tinggi, petani memilih menanam padi jenis ciherang karena varietas ini merupakan varietas yang cocok untuk ditanam di musim hujan maupun musim kemarau. Alasan utama petani memilih menanam jenis padi ciherang adalah karena jenis padi ini memiliki umur masa tanam yang lebih pendek dibanding varietas lain seperti IR 64.

Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani SRG pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 15,40 kilogram per hektar. Sedangkan Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani konvensional pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 16,45 kilogram per hektar. Penggunaan jumlah bibit padi akan mempengaruhi total pengeluaran untuk input produksi padi.

6.1.2.2. Pupuk

(42)

kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Begitu juga dengan pupuk (pupuk urea, SP36, NPK, Phonska dan Za) diperoleh petani dengan membelinya di kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Penggunaan pupuk organik (pupuk kompos) hanya dilakukan oleh seorang petani SRG. Dimana petani lainnya baik petani SRG maupun konvensional masih bergantung terhadap pupuk anorganik saja. Jumlah penggunaan pupuk oleh petani SRG dan konvensional bisa dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Jenis Pupuk, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Rata-rata Petani Berdasar Sistem Penjualan Periode Januari-April 2011.

No. Jenis

Pestisida yang digunakan oleh petani tergantung dari petani itu sendiri. Pada saat penelitian dilakukan banyak lahan sawah petani yang terserang hama wereng sehingga menyebabkan banyaknya jumlah pestisida yang digunakan oleh petani. Banyaknya pestisida yang digunakan juga dikarenakan menurut petani hama wereng yang menyerang sawah mereka sudah kebal terhadap pestisida yang diberikan oleh petani, baik itu pestisida bubuk dan pestisida cair. Hal ini dikarenakan petani di Desa Mangunjaya sering memberikan pestisida terhadap tanaman padinya meskipun tanaman padi tersebut tidak sedang dijangkiti hama wereng. Petani responden di Desa Mangunjaya beranggapan dengan memberikan pestisida ke tanamannya maka akan menyebabkan tanamannya tahan terhadap hama.

(43)

konsentrat padat ataupun cair tersebut kemudian disemprotkan ke tanaman padi. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari. Rata-rata penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan sesuai dengan keinginan petani tersebut. Jika oleh petani dinilai tanaman padinya memerlukan pestisida, penyemprotan bisa dilakukan hingga empat kali dalam satu masa tanam.

Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan oleh petani pemilik SRG per hektar lahan pada periode tanam Januari-April 2011 sebanyak 0,828 liter pestisida cair dan 2,15 kilogram pestisida bubuk. Untuk rata-rata jumlah pestisida yang digunakan oleh petani konvensional adalah sebanyak 5,16 liter pestisida cair dan 2,22 kilogram pestisida bubuk. Dengan demikian, rata-rata penggunaan pestisida yang digunakan oleh petani konvensional lebih banyak dibandingkan dengan petani SRG.

6.1.2.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG dan petani konvensional terbagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam semua kegiatan usahatani padi yang dilakukan di lokasi penelitian seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyemprotan pestisida dan pemanenan.

Pada jenis kegiatan penanaman terdapat dua cara dalam pembayaran tenaga kerja yang dilakukan. Cara pertama adalah dengan cara ceblok, yaitu petani hanya membayar upah makan dengan kisaran biaya Rp 10.000,00-Rp 15.000,00 dengan kondisi tenaga kerja yang digunakan akan mendapat kepastian akan dipekerjakan kembali ketika kegiatan pemanenan. Hal ini biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kecil. Cara kedua adalah dengan cara

(44)

Cara pembayaran bawon adalah cara pembayaran bagi hasil dimana tenaga kerja akan mendapatkan satu per enam dari hasil panen petani. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam analisis usahatani padi menggunakan satuan HKP (Hari Kerja Pria). Di lokasi penelitian lama jam kerja tidak ditentukan oleh petani. Petani hanya menginginkan dengan upah yang dibayar suatu jenis pekerjaan bisa selesai dalam satu hari dimana untuk satu HKP adalah delapan jam per hari.

Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode Januari-April 2011 untuk petani SRG adalah 29,761 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 7,53 HKP pada proses penanaman, 14,081 HKP pada proses pemanenan dan 8,15 HKP untuk proses lainnya. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG adalah 3,92 HKP. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode Januari-April 2011 untuk petani konvensional adalah 41,49 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 10,86 HKP pada proses penanaman, 15,85 HKP pada proses pemanenan dan 7,39 HKP untuk proses lainnya untuk tenaga kerja luar keluarga. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani konvensional adalah 4,24 HKP. Dengan demikian, jumlah penggunaan tenaga kerja petani konvensional lebih banyak daripada petani SRG.

6.1.2.5. Alat-Alat Pertanian

Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan padi adalah cangkul, arit, ember, linggis, pompa air, alat semprot hama dan traktor. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah, arit digunakan untuk menyiangi ilalang yang ada di sekitar lahan sawah, linggis digunakan untuk membalikkan tanah dan memecah tanah keras, pompa air digunakan untuk membantu mengairi sawah, alat semprot hama digunakan sebagai wadah penyemprot pestisida untuk memberantas hama dan traktor digunakan untuk membajak sawah dan menggemburkan tanah. Peralatan yang digunakan oleh petani responden adalah milik pribadi.

(45)

sebesar Rp 794.006,6 dan Rp 818.039,90 untuk nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani konvensional.

6.1.3. Teknik Budidaya

Teknik budidaya merupakan faktor penting pada usahatani dalam menentukan jumlah output yang diharapkan. Pada usahatani padi, teknik budidaya terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) dan pemanenan.

6.1.3.1. Persiapan Lahan

Tahap persiapan lahan dilakukan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi lebih lembut. Hal ini dilakukan agar gulma yang ada pada lahan sawah mati dan membusuk menjadi humus. Pada tahap persiapan lahan dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah dan selokan. Pengaturan pematang sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga sawah tidak boros air dan mempermudah dalam perawatan tanaman. Setelah perbaikan pematang sawah kemudian dilakukan tahap pencangkulan. Pencangkulan dilakukan untuk memperlancar pada tahap pembajakan sawah menggunakan traktor. Pembajakan dilakukan untuk membuat tanah menjadi gembur dan percampuran unsur-unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

6.1.3.2. Penanaman

(46)

6.1.3.3. Pemupukan

Pada kegiatan usahatani, pemupukan dilakukan dengan tujuan agar tanaman padi dapat tumbuh optimal dan menghasilkan output yang baik. Pemupukan yang dilakukan oleh petani SRG dilakukan dengan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk organik (pupuk kompos) dan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36, Phonska dan pupuk Za). Sedangkan pada petani konvensional, pemupukan hanya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36,NPK, Phonska dan pupuk Za).

6.1.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian hama dalam kegiatan usahatani padi merupakan salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan usahatani padi. Pada petani di Desa Mangunjaya, pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani responden adalah dengan menyemprotkan pestisida ke tanaman padi dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi munculnya hama dan penyakit pada tanaman. Pada saat penelitian berlangsung, hama yang banyak menjangkiti tanaman padi adalah hama wereng. Hama wereng akan menyebabkan tanaman padi menjadi kering dan mati karena wereng menghisap cairan nutrisi yang ada pada tanaman padi.

Selain dengan penyemprotan, cara lain yang dilakukan petani dalam mengatasi permasalahan hama wereng adalah dengan melakukan pola tanam serentak. Meskipun telah dianjurkan penanaman dengan pola tanam serentak namun masih banyak sawah petani yang terjangkit hama wereng. Hal ini disebabkan oleh petani yang tidak mau mengikuti penyeragamaan pola tanam yang dilakukan.

6.1.3.5. Pemanenan

(47)

menggunakan mesin perontok. Perontokan padi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Penggunaan mesin perontok dilakukan agar persentase rendemen padi rendah. Selain itu persentase padi yang tidak rontok rendah bila dibandingkan dengan menggunakan sistem gebot atau dibanting. Dengan demikian, hasil gabah yang didapat juga lebih banyak.

6.2. Analisis Penerimaan Usahatani Padi

Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai hasil dari penjualan produksi usahataninya. Penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk konsumsi padi dari hasil usahataninya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan total petani untuk tiap kilogram padi yang dijual. Harga yang diterima petani atas padinya memiliki banyak ragam, hal ini dikarenakan perbedaan waktu panen, kualitas padi yang dijual dan metode penjualan hasil padi yang dilakukan. Penerimaan tunai adalah hasil perkalian antara hasil produksi yang dijual dengan harga yang diterima ditambah dengan padi yang disimpan dikurangi padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga jual yang berlaku saat itu. Penerimaan yang diperhitungkan adalah hasil perkalian dari jumlah padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga yang berlaku saat padi tersebut disimpan. Pada penelitian ini hasil usahatani petani responden dijual dalam dua jenis gabah, yaitu gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG).

(48)

yang dikonsumsi dengan nilai Rp 417.210,00. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 18.933.751,1

Tabel 16. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi gudang Periode Januari-April 2011

Penerimaan Jumlah (kg/ha) Harga

Rata-rata (Rp/kg) Nilai (Rp) Gabah Kering Panen 1446,89 2.884,46 4.173.496,33 Gabah Kering Giling 3.658,94 3.920,00 14.343.044,8

Penerimaan Tunai 18.516.541,13

Konsumsi RT

Gabah Kering Panen 139,07 3.000,00 417.210

Gabah Kering Giling - -

Penerimaan Diperhitungkan 417.210

Total Penerimaan 18.933.751,13

Tabel 17 menunjukkan penerimaan penjualan padi dengan menggunakan metode konvensional. Pada petani yang masih menerapkan metode penjualan konvensional dalam penjualan hasil usahataninya, harga gabah kering produksi (GKP) terendah yang diterima petani adalah sebesar Rp 2.600,00 dan RP 3.300,00 untuk harga tertinggi dengan rata-rata harga RP 2919,23. Harga gabah kering giling yang diterima petani sebesar Rp 3,300,00 untuk harga terendah Rp 3.600 untuk harga tertinggi dan Rp 3.400,00 untuk harga rata-rata. Penerimaan tunai yang diterima oleh petani responden berdasarkan Tabel 16 adalah Rp 14.852.477,54 sedangkan untuk penerimaan yang diperhitungkan adalah GKP yang dikonsumsi dengan nilai Rp 313.813,5. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 15.166.291,04

Tabel 17. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani dengan Metode Penjualan Konvensional Periode Januari-April 2011

Penerimaan Jumlah (kg/ha) Harga

Rata-rata (Rp/kg) Nilai (Rp) Gabah Kering Panen 3.904,80 2.919,23 11.399.000,3 Gabah Kering Giling 1.015,73 3400 3.453.477,24

Penerimaan Tunai 14.852.477,54

Konsumsi RT

Gabah Kering Panen 51,14 3025 154.698,5 Gabah Kering Giling 48,40 3287,5 159.115

Penerimaan Diperhitungkan 313.813,5

(49)

Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata penerimaan total per hektar yang diterima petani yang memanfaatkan SRG lebih besar dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan SRG. Selain itu harga GKG tertinggi didapat petani karena memanfaatkan SRG sehingga memperoleh informasi harga dari PT Pertani selaku pengelola Resi Gudang dan mampu memperoleh harga terbaik. Hal ini dikarenakan harga yang diterima oleh petani yang memanfaatkan SRG lebih baik daripada petani yang menggunakan metode penjualan konvensional.

6.3. Analisis Biaya Usahatani

Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam betuk uang tunai, yang termasuk dalam biaya tunai pada usahatani adalah biaya input pembelian bibit, pupuk dan pestisida, sewa lahan, sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya pajak, biaya sewa gudang dan bunga peminjaman uang. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, yaitu biaya penyusutan alat pertanian dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

Pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden yang memanfaatkan SRG, biaya tunai terbesar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar Rp 4.264.252,00. Tenaga kerja menjadi kompenen terbesar dalam biaya usahatani karena dalam setiap kegiatan usahatani yang dilakukan mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan, hampir seluruh petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Di lokasi penelitian, petani responden menerapkan dua cara dalam memberikan upah untuk penanaman yaitu dengan menggunakan sistem ceblok dan borongan.

(50)

hektar dan Rp 500.000,00 untuk biaya terbesarnya. Dari total biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang dikeluarkan, biaya pemanenan merupakan biaya terbesar dengan nilai Rp 3.428.692,00 dari total Rp 4.264.251,68 untuk total biaya tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena petani pada lokasi penelitian menerapkan sistem bawon pada saat pemanenan, dimana tenaga kerja akan mendapatkan padi seperenam dari total padi yang dipanen untuk upah. Upah untuk tenaga kerja pria rata-rata sebesar Rp 30.000,00 dengan jam kerja per hari selama delapan jam kerja.

Biaya lain yang menjadi salah satu biaya terbesar adalah biaya pembelian pupuk sebesar Rp 1.211.407,50 dan biaya pembelian pestisida sebesar Rp 115.768,6. Biaya penggunaan pupuk menjadi salah satu komponen biaya yang besar dikarenakan penggunaan pupuk oleh petani responden dalam menjalankan usahataninya melebihi anjuran yang disarankan oleh dinas pertanian sebesar 250 kg -300 kg per hektar, sedangkan rata-rata penggunaan pupuk anorganik oleh petani responden mencapai 632,446 kg per hektar. Pestisida yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua jenis yaitu pestisida cair dan pestisida bubuk, dimana rata-rata penggunaan pestisida cair mencapai 0,83 liter per hektar dan 2,15 kg per hektar untuk pestisida bubuk. Banyaknya penggunaaan pestisida oleh petani responden dikarenakan padi di sawah petani responden sempat terjangkit wabah wereng. Terdapat kepercayaan petani di lokasi penelitian bahwa dengan menggunakan banyak pestisida mampu mencapai produksi yang diharapkan karena dengan menggunakan pestisida petani berharap tanaman padinya akan tahan terhadap hama yang akan menyerang tanaman padinya.

(51)

Tabel 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani SRG per Hektar di Desa

Transportasi Barang 3.046,36 kg 50 152.318

Jemur Gabah 3.046,36 kg 30 91.390,8

Total Biaya Tunai 8.206.249,02

Biaya Diperhitungkan TKDK

1. Pria 3,92 HKP 30000 117.600

Penyusutan 1 794.006,6

Total Biaya Diperhitungkan 911.606,6

Total Biaya 9.117.855,62

(52)

sebesar Rp 4.014.184,35. Dari total tersebut upah pemanenan merupakan biaya terbesar dari biaya TKLK yaitu sebesar Rp 3.209.259,10. Pada biaya tenaga kerja untuk pemanenan meskipun nilai HOK petani konvensional lebih besar daripada petani resi gudang, namun biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan petani konvensional lebih kecil daripada petani resi gudang. Hal ini dikarenakan nilai gabah yang didapat konvensional rendah. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani konvensional rata-rata per hektar adalah sebesar 629,47 kg dengan biaya Rp 1.246.339,00.

Tabel 19. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Konvensional per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari ± April 2011

Penanaman 13.78 574.306,26

Pemanenan 19,78 3.209.259,10

Air Irigasi 1 655.685,55

Sewa Alat Tani 1 1.045.261,29

Pajak 1 184.422,40

Jemur Gabah 1.064,13 30 31.923,9

Total Biaya Tunai 7.539.987,54

Gambar

Tabel 3. Daftar Lembaga Penilai Kesesuaian yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Gabah
Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per
Gambar 2. Struktur Organisasi Gapoktan Jaya Tani Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai faktor akibat penerapan ultrasonik akan meningkatkan transfer energi secara molekuler pada reaktan dan energi aktivasi dalam waktu yang realtif

Sistem pengukuran kinerja dalam kaitannya terhadap peningkatan kejelasan peran individu dilakukan dengan cara, yaitu dengan menjelaskan akan peranan tersebut, menjelaskan

diagram hasil olah data analisis SEM pada Gambar 2 terungkap bahwa terdapat pengaruh positif variabel eksogen (keputusan struktur modal) ter- hadap variabel endogen

Paling tidak siapapun tidak akan pernah terhindar dari masalah waris, dimana seseorang bisa menjadi pewaris (pemberi waris) dan atau menjadi ahli waris (penerima

Menyediakan baucer pembetul (Journal Voucher) untuk dihadapkan ke Jabatan Perbendaharaan dengan menyertakan penyata perbelanjaan, salinan resit perbendaharaan bagi

Jawaban dari permasalahan tersebut adalah bahwa rekayasa balik yang dilakukan dalam rangka pembuatan program keygen termasuk perbuatan yang dilarang dalam pasal 30 ayat

Aplikasi pembelajaran dunia hewan untuk pembelajaran ini penulis menggunakan perangkat lunak Eclipse IDE dan Android Development Tools (ADT). Aplikasi berisi

Wahono (2005) melakukan penelitian mengenai penciptaan pengetahuan perusahaan dan inovasi pada perusahaan batik di empat daerah industri batik di Jawa Tengah, dengan menggunakan