Sejak tahun 2003 sampai akhir 2011, jumlah laporan hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi tindak pidana yang telah disampaikan kepada aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan KPK), sebanyak 318 kasus. Nilainya Rp33,87 triliun.
Dari 318 kasus tersebut, telah ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum sebanyak 186 kasus. Tindaklanjut kasus ini terdiri dari 37 kasus telah masuk pelimpahan ke jajaran penyidik aparat
penegak hukum; 21 kasus dalam proses ekspos, telaah, dan koordinasi; 30 kasus dalam proses penyelidikan; 10 kasus dalam proses penyidikan; dua kasus dalam proses sidang; 11 kasus dalam proses penuntutan; 64 kasus dalam tataran vonis/banding/kasasi; dan 11 kasus Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sedangkan sisanya, 132 kasus belum ditindaklanjuti dan tidak ada data tindaklanjutnya. Dalam tahun 2011 sendiri, terdapat 13 kasus yang telah disampaikan BPK kepada aparat penegak hukum.
2011
2011
"
BPK MENJADI SALAH SATU DARI SEDIKIT LEMBAGA NEGARA YANG DIIKUTKAN DALAM PILOT PROJECT REFORMASI BIROKRASI NASIONAL, YANG PERTAMA KALI DIGULIRKAN PADA TAHUN 2007.
Dua Capaian Penting
Pada tahun 2011, BPK mendapat dua penghargaan dalam menata kelembagaannya. Dua capaian penting tersebut mengiringi keikutsertaannya dalam program reformasi birokrasi yang dicanangkan sejak tahun 2007 dan akuntabilitas kinerjanya. BPK sendiri telah melakukan penataan kelembagaan melalui Rencana Strategis (Renstra) periode 2006-2010 dengan implementasi Renstranya.
Patut disyukuri, BPK menjadi salah satu dari tiga entitas -dua lainnya adalah Kementerian Keuangan dan Mahkamah Agung- yang dipilih untuk mengikuti pilot
project reformasi birokrasi pada tahun
2007. Artinya, sejak reformasi birokrasi dicanangkan, BPK punya andil sedari awal dalam melaksanakan program perbaikan birokrasi di Indonesia.
Periode reformasi birokrasi 2007-2010, pun telah dilalui dengan baik. Tim Quality Assurance (Penjamin Kualitas) Reformasi Birokrasi Nasional (Tim QA RBN) telah mengevaluasi dan menilai pelaksanaan reformasi birokrasi di BPK pada akhir tahun 2011. Hasilnya, Tim QA RBN memberi BPK predikat B, dengan nilai 85, 67.Evaluasi yang dilakukan oleh Tim QA RBN ini sendiri merupakan yang pertama kalinya dilakukan. Artinya, BPK merupakan entitas yang pertama kali dinilai capaian dan pelaksanaan program reformasi birokrasinya.
Tim QA RBN telah melakukan evaluasi di BPK sejak 21 November 2011 sampai 14 Desember 2011. Ada delapan area perubahan reformasi birokrasi yang dievaluasi. Kedelapan area perubahan yang dinilai tersebut, yaitu: pola pikir dan budaya kerja, penataan peraturan perundang-undangan, penataan
dan penguatan organisasi, peñata tatalaksana (business process), penataan sistem SDM Aparatur, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan.
Setelah dievaluasi, nilai akhirnya mencapai 85,67. Nilai tersebut masuk dalam predikat “Baik”. Adapun skor masing-masing area perubahan yang dievaluasi, yaitu:
1. Pola Pikir dan Budaya Kerja dengan bobot 10 mendapat skor 84,73, nilai akhirnya 8,47; 2. Penataan Peraturan Perundang-undangan
dengan bobot 10, mendapat skor 90,25 nilai akhirnya 9,03;
3. Penataan dan Penguatan Organisasi
dengan bobot 10, mendapat skor 88,25, nilai akhirnya 8,83;
4. Penataan Tatalaksana dengan bobot 10, mendapat skor 82,00, nilai akhirnya 8,20; 5. Penataan Sistem SDM Aparatur dengan
bobot 20, mendapat skor 85,95, nilai akhirnya 17,19;
6. Penguatan Pengawasan dengan bobot 10, mendapat skor 81,92, nilai akhirnya 8,19; 7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja dengan
bobot 10, mendapat skor 85,63, nilai akhirnya 8,56; dan
8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan bobot 20, mendapat skor 86,00, nilai akhirnya 17,20.
Walau dinilai baik, pada delapan area perubahan tersebut, Tim QA RBN juga memberikan masukan-masukannya sebagai bahan perbaikan yang perlu dilakukan BPK dalam pelaksanaan reformasi birokrasinya.
Selain penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi BPK dari Tim QA RBN dengan predikat “Baik”, BPK juga mendapat penilaian
Menjalankan tugas tak mudah dilakukan sendiri-sendiri. Perlu sebuah tim yang tangguh dan solid untuk menuntaskan tugas tersebut.
dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) terkait laporan akuntabalitas kinerja kementerian/lembaga tahun 2011. Hasil dari penilaian laporan akuntabilitas kinerja ini, BPK meraih predikat A atau “Sangat Baik”. Capaian ini lebih baik dibandingkan laporan akuntabilitas kinerja tahun sebelumnya, yang mendapat predikat B. Predikat A dari hasil evaluasi laporan akuntabilitas kinerja ini hanya dua entitas saja yang mendapatkannya: BPK dan KPK.
Laporan akuntabilitas kinerja sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam program reformasi birokrasi. Salah satu pelaksanaan dari area perubahan reformasi birokrasi, yaitu penguatan akuntabilitas kinerja. Adapun penilaian laporan
akuntabilitas kinerja sendiri didasarkan pada lima komponen manajemen kinerja, yaitu: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, dan capaian kinerja.
Perencanaan kinerja dengan bobot nilai 35. Komponen perencanaan kinerja ini meliputi kelengkapan, kualitas, dan pemanfaatan dokumen Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, dan Penetapan Kinerja. Pada penetapan kinerja di sini adalah menetapkan indikator kinerja utama (IKU) atau pekerjaan-pekerjaan utama pada bisnis proses di suatu entitas.
Pengukuran Kinerja dengan bobot nilai 20. Komponen pengukuran kinerja ini meliputi pemenuhan pengukuran, kualitas pengukuran, dan implementasi pengukuran. Pengukuran kinerja ini sebagai alat untuk mengukur realisasi dari target-target indikator kinerja utama. Atau, untuk mengukur apakah
target-target pekerjaan utama bisa direalisasikan dengan baik atau tidak.
Pelaporan Kinerja dengan bobot nilai 15. Komponennya meliputi pemenuhan pelaporan, penyajian informasi kinerja, dan pemanfaatan informasi kinerja. Komponen ini memberikan tujuan bahwa kinerja di setiap entitas ada laporannya. Kemudian laporan kinerja entitas tersebut disajikan dengan informasi yang lengkap atau tidak. Dan, informasi yang disajikan dalam laporan kinerja entitas tersebut punya manfaat yang positif baik bagi entitas itu sendiri dan juga bagi masyarakat atau kurang dimanfaatkan.
Evaluasi kinerja dengan bobot nilai 10. Komponennya meliputi pemenuhan evaluasi, kualitas evaluasi, dan pemanfaatan hasil evaluasi. Komponen evaluasi kinerja ini merupakan bagian dari tugas entitas dalam mengevaluasi kinerjanya sendiri dengan sistem yang ada di entitas tersebut.
Capaian Kinerja dengan bobot nilai 20. Komponennya meliputi kinerja yang dilaporkan baik hasilnya (output) maupun dampaknya (outcome). Pada capaian kinerja ini bisa terlihat sejauhmana realisasi target-target indikator kinerja utama (IKU) di suatu entitas tercapai yang tercermin dari hasil maupun dampaknya.
Reformasi Birokrasi Jilid Kedua
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, BPK mengikuti dan melaksanakan program reformasi birokrasi sejak program perbaikan birokrasi nasional dicanangkan pada tahun 2007. Pada waktu itu, ada empat komponen yang menjadi bagian reformasi birokrasi, yaitu: sektor kelembagaan, bisnis proses, sumber daya mausia (SDM), dan sarana prasarana.
2011
2011
Empat komponen birokrasi yang menjadibidang untuk direformasi itu kemudian mengalami perubahan. Kemudian terbit Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 serta Permenpan No.9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan peraturan tersebut, maka reformasi birokrasi pada entitas, baik pemerintah pusat, daerah, dan lembaga, tak terkecuali BPK harus dijalankan dalam koridor delapan area perubahan, yaitu: Manajemen
Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan
Organisasi, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, serta Monitoring dan Evaluasi. Maka, BPK pun melaksanakan reformasi birokrasi jilid keduanya.
BPK sendiri mengantisipasi perubahan peraturan tersebut dengan menyusun Road Map Reformasi Birokrasi BPK 2011-2015. Penyusunan Road Map ini merupakan komitmen BPK dalam melaksanakan
reformasi birokrasi secara berkesinambungan. Melanjutkan pelaksanaannya sejak tahun 2007.
Dengan Road Map ini diharapkan dapat memberikan arah pelaksanaaan reformasi birokrasi di BPK agar berjalan efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan. Dengan harapan tersebut maka Road Map ini juga diselaraskan dengan Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Implementasi Renstra (RIR) BPK 2011-2015.
Penyelarasannya dengan Renstra dan RIR ini juga bisa saling mendukung sehingga sesuai dengan salah satu tujuan strategis BPK yang tertuang dalam Renstra, yaitu “mewujudkan birokrasi yang modern”. Jadi, dalam Renstra tersebut terdapat unsur-unsur program reformasi birokrasi yang berimbas pada akuntabilitas kinerja BPK dalam kurun waktuyang telah ditetapkan.
Seiring dengan penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi jilid kedua ini, BPK juga menyusun tim reformasi birokrasi sebagai pelaksana untuk menjalankan program-program reformasi birokrasi berdasarkan
delapan area perubahan yang telah ditetapkan itu. Tim Reformasi Birokrasi ini dibentuk melalui Surat Keputusan Ketua BPK. Tim pelaksana ini sendiri meliputi seluruh satuan kerja Eselon I beserta jajarannya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi BPK 2011-2015 itu, agenda yang akan diprioritaskan dalam rangka mencapai sasaran program reformasi birokrasi jilid kedua ini adalah pengembangan pemeriksaan secara elektronik (e-Audit). Tujuannya, untuk mewujudkan suatu sistem pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang lebih efisien dan efektif.
Setidaknya ada tiga alasan mendasar pengembangan pemeriksaan secara elektronik ini menjadi salah satu prioritas pelaksanaan reformasi birokrasi jilid kedua. Pertama, berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra 2006–2010, outcome (hasil) yang diperoleh BPK masih belum optimal.
Pada tahun 2010 terdapat 63 Laporan Keuangan yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari 590 laporan keuangan yang diperiksa BPK. Hal itu menandakan bahwa tingkat transparansi informasi keuangan dalam laporan keuangan pemerintah masih rendah dan belum
memenuhi standar akuntansi pemerintah yang berlaku.
Kedua, harmonisasi antara BPK dan para pemangku kepentingan (sinergi eksternal). Khususnya dalam hal pemberian informasi kepada BPK oleh para pemangku kepentingan perlu didorong sehingga BPK dapat
melakukan perencanaan pemeriksaan yang tepat sasaran, sesuai dengan tema dan isu