• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR NAFKAH RUMAHTANGGA BURUH PERKEBUNAN

Kotak 04. Kasus Responden Bapak ALT (39 tahun)

Bapak ALT adalah seorang karyawan pabrik Teh Walini. Sudah 8 tahun bapak ALT bekerja di perkebunan. Sebelumnya bapak ALT pernah menjadi perawat lepas selama 3 tahun. Istrinya Ibu YUL (31 tahun) seorang ibu rumah tangga yang membuka warung sembako di rumahnya. Pasangan ini dikaruniai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Penghasilan bersih bapak ALT dari perkebunan berkisar 600 ribu per bulan. Selain menjadi petugas agro di Pabrik Teh Walini, Bapak ALT juga bahu membahu bersama istrinya mengembangkan warung sembako di rumahnya yang memiliki omset 150 ribu per harinya. Penghasilan warung dapat mencapai 4.5 juta per bulan. Penghasilan total bapak ALT per tahun dari perkebunan sebesar 7.2 juta ditambah penghasilan dari warung 54 juta. Jika ditotal penghasilan per tahun yang diperolah bapak ALT dan ibu YUL adalah 61.2 juta.

perkebunan bagi Karyawan Tetap lebih utama dibandingkan mengandalkan ketidakpastian pendapatan di luar perkebunan.

Total Pendapatan Rumahtangga

Tingkat pendapatan total rumahtangga adalah jumlah seluruh pendapatan yang diperoleh baik dari sektor perkebunan, pertanian, maupun non pertanian dalam kurun waktu setahun. Kurun waktu setahun ditetapkan karena memperhitungkan penghasilan pertanian yang dihitung berdasarkan hasil panen dalam waktu setahun. Pada tabel di bawah ini menjelaskan persentase golongan buruh perkebunan berdasarkan tingkat pendapatan total selama setahun.

Tingkat pendapatan kategori rendah berkisar di bawah Rp7 527. 893, tingkat pendapatan kategori sedang berkisar antara Rp7 527 893,2 sampai Rp19 431 307 sedangkan tingkat pendapatan kategori tinggi berkisar di atas Rp19 431 307. Penggolongan tersebut diperoleh dari rata-rata penghasilan responden dalam waktu setahun kemudian dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan pendapatan rendah, golongan pendapatan sedang, golongan pendapatan tinggi.

Tabel 15 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan total rumahtangga buruh dalam setahun di Desa Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung Tahun 2013

No Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)

1 Rendah 10 33.33

2 Sedang 17 56.67

3 Tinggi 3 10.00

Total 30 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa dari pendapatan total seluruh responden dalam setahun lebih dari separuh responden yaitu sebesar 56.67 persen termasuk dalam kategori tingkat pendapatan sedang. Sebesar 33.33 persen termasuk pada kategori rendah dan sisanya 10 psersen termasuk pada kategori tinggi. Lebih dari separuh responden termasuk dalam kategori tingkat pendapatan sedang. Sedangkan pada Tabel 16 menunjukkan struktur nafkah rumahtangga buruh dari total pendapatan baik dari sektor perkebunan, pertanian dan non- pertanian pada setiap kategori lapisan pendapatannya.

Tabel 16 Sumbangan sumber pendapatan perkebunan, pertanian, dan non- pertanian terhadap struktur nafkah rata-rata rumahtangga buruh pada setiap lapisan pendapatan Tahun 2013

Sumber pendapatan Rata-rata pendapatan rumahtangga buruh/tahun (Rp)

rendah Sedang tinggi

Perkebunan 5 286 000 9 317 647.1 14 800 000

Pertanian 0 1 135 765 0

Non-pertanian 348 000 1 585 588 26 656 666.7

Tabel 17 Persentase pendapatan responden dari berbagai sumber pendapatan per tahun menurut lapisan pendapatannya Tahun 2013

Tingkat Pendapa tan Nama Pendapatan perkebunan per tahun (juta) Pendapatan pertanian per tahun (juta) Pendapatan non pertanian per tahun (juta) Total pendapatan per tahun Rp % Rp % Rp % Rp % Rendah DDG 3.2 87.1 0 0 0.5 12.9 3.7 100 ATG 4.2 100 0 0 0 0 4.2 100 OJI 4.8 100 0 0 0 0 4.8 100 ALT 4.6 88.4 0 0 0.6 11.6 5.2 100 DIN 6 100 0 0 0 0 6 100 DSP 3.6 60 0 0 2.4 40 6 100 AGS 6 100 0 0 0 0 6 100 IKG 6.1 100 0 0 0 0 6.1 100 ENT 7.2 100 0 0 0 0 7.2 100 ADE 7.2 100 0 0 0 0 7.2 100 Rata-rata 5.29 93.8 0 0 0.4 6.2 5.6 100 Sedang DDE 8.4 100 0 0 0 0 8.4 100 AEP 3.6 42.9 0 0 4.8 57.1 8.4 100 RHM 9.6 100 0 0 0 0 9.6 100 HAR 4.8 50 4.8 50 0 0 9.6 100 IWI 8.4 87.5 1.2 12.5 0 0 9.6 100 TTN 10.2 100 0 0 0 0 10.2 100 IWN 2.4 21.1 0 0 8.9 78.9 11.3 100 GND 4.8 41 4.5 38.5 2.4 20.5 11.7 100 TTG 9.6 80 0 0 2.4 20 12 100 DNA 7.2 60 0 0 4.8 40 12 100 MIN 12 100 0 0 0 0 12 100 DDN 12 100 0 0 0 0 12 100 AEP 10.8 81.8 2.4 18.2 0 0 13.2 100 DDG 10.8 75 0 0 3.6 25 14.4 100 ROH 15 100 0 0 0 0 15 100 HAM 16.8 100 0 0 0 0 16.8 100 IKN 12 65.2 6.4 34.8 0 0 18.4 100 Rata-rata 9.3 77.4 1.1 9.4 1.6 13.2 12 100 Tinggi WWN 19.2 90.7 0 0 1.9 9.3 21.1 100 AYI 18 42.9 0 0 24 57.1 42 100 ALT 7.2 11.8 0 0 54 88.2 61.2 100 Rata-rata 14.8 35.7 0 0 26.6 64.3 41.4 100 Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat dilihat rata-rata sumbangan sumber pendapatan dari sektor perkebunan, sektor pertanian dan sektor non-pertanian terhadap struktur rumahtangga buruh dibagi menjadi tiga kategori menurut lapisan pendapatan yaitu lapisan pendapatan rendah, lapisan pendapatan sedang, lapisan

pendapatan tinggi. Pada rumahtangga lapisan tinggi, sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh adalah sektor non-pertanian, dengan pendapatan per tahun sebesar Rp26 656 666.7. pada rumahtangga buruh dengan lapisan pendapatan sedang, sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh adalah sektor perkebunan dengan pendapatan per tahun sebesar Rp9 317 647.1. Kemudian pada rumahtangga buruh dengan lapisan pendapatan rendah, sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh adalah sektor perkebunan, dengan pendapatan per tahun sebesar Rp5 286 000.

Sumber pendapatan dari sektor perkebunan memberikan pemasukan terbesar bagi sumbangan pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh, ini terlihat pada Tabel 16 di atas di lapisan pendapatan rendah dan lapisan pendapatan sedang. Sektor perkebunan berpengaruh besar dalam memberikan sumbangan pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh di Desa Patengan dibandingkan sektor pertanian. Sumber pendapatan dari sektor pertanian tidaklah terlalu besar memberikan sumbangan pendapatan terhdap struktur nafkah rumahtangaa buruh. Hal ini dikarenakan para buruh di Desa Patengan tidak memiliki lahan sama sekali di Desa Patengan. Bahkan untuk rumah atau tempat tinggal berada dalam kawasan lahan milik perkebunan. Akibatnya, para buruh yang juga menjadi petani menggunakan lahan milik Perhutani dengan cara pinjam pakai dan disertai ketentuan yang berlaku.

Sumber dari sektor non-pertanian memberikan sumbangan pendapatan terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh pada setiap lapisan, baik lapisan pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Persentase sumbangan sektor non- pertanian meningkat sejalan dengan lapisan pendapatan. Itu artinya, semakin besar pendapatan yang diperoleh rumahtanggga buruh maka semakin besar pula sumbangsih sektor non-pertanian. Hal ini memperkuat tesis White bahwa terjadi proses orang terdorong ke luar (pertanian) atau dalam hal ini perkebunan, karena imbalan di luar pertanian (perkebunan) lebih baik sebagai suatu strategi bertahan hidup.

Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bandung pada tahun 2013 sebesar Rp 1 388 333 berdasarkan permenakertrans No.13 Tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, pasal 8 “upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”4, apabila dikonversikan dalam setahun mencapai Rp16 659 996. Berdasarkan Tabel 17 pada kategori tingkat pendapatan sedang hanya terdapat dua rumahtangga buruh perkebunan yang memiliki pendapatan lebih dari UMR. Sedangkan, semua rumahtangga buruh perkebunan kategori tingkat pendapatan tinggi memiliki pendapatan lebih dari UMR. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar rumahtangga buruh perkebunan (83.33%) memiliki pendapatan di bawah UMR. Selanjutnya pada Tabel 18 dan Gambar 6 di bawah ini angka presentase sumbangan sumber pendapatan perkebunan, sektor pertanian maupun sektor non- pertanoan terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh pada setiap kategori menurut lapisan pendapatannya.

4

Tabel 18 Persentase kontribusi sumbangan sumber pendapatan dari perkebunan, pertanian dan non-pertanian terhadap struktur nafkah rumahtangga buruh pada setiap lapisan pendapatan Tahun 2013

Sumber pendapatan Persentase pendapatan rumahtangga buruh/ tahun (%)

rendah Sedang tinggi

Perkebunan 93.8 77.4 35.7

Pertanian 0 9.4 0

Non-pertanian 6.6 13.2 64.3

Sumber: Analisis data primer

Sumber: Analisis data primer

Gambar 5 Persentase sumber pendapatan dalam setiap lapisan pendapatan responden Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase terbesar dalam setiap golongan pendapatan masih didominasi oleh perkebunan. Sumber pendapatan rumahtangga buruh perkebunan golongan rendah sebesar 93.8 persen berasal dari perkebunan dan 6.2 persen dari non-pertanian. Itu artinya rumahtangga buruh perkebunan golongan pendapatan rendah cenderung beralih ke sektor non-pertanian daripada pertanian. Pada rumahtangga buruh perkebunan golongan pendapatan sedang terdapat 77.4 persen berasal dari perkebunan, 9.4 persen dari pertanian dan 13.2 persen non-pertanian. Pada rumahtangga buruh perkebunan golongan tinggi persentase perkebunan turun menjadi 35.7 persen sedangkan untuk non-pertanian naik menjadi 64.3 persen. Pada rumahtangga buruh perkebunan golongan tinggi juga tidak terdapat persentase pada sektor pertanian. Hal ini dikarenakan prospek non-pertanian dinilai lebih baik dalam mendatangkan penghasilan per bulannya.

93.8 77.4 35.7 0 9.4 0 6.2 13.2 64.3

rendah sedang tinggi tingkat pendapatan

Persentase sumber pendapatan dalam setiap lapisan pendapatan

perkebunan pertanian non-pertanian

Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Buruh Perkebunan

Garis kemiskinan memiliki ukuran yang berbeda-beda. Dalam mengukur tingkat kemiskinan tersebut tergantung menggunakan cara pandang siapa yang digunakan. Sayogjo pada tahun 1964 menganalisis kemiskinan menggunakan tingkat konsumsi beras dalam rumahtangga per tahun. Terdapat tiga ukuran kemiskinan menurut Sayogjo yaitu, miskin, sangat miskin dan melarat. BPS menghitung kemiskinan berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi (Susenas). Sedangkan, World Bank menghitung tingkat dan jumlah penduduk miskin dengan menggunakan ukuran tunggal yang seragam untuk semua negara yaitu sebesar $US 2 per hari. Pada analisis pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menggunakan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh World Bank. Tabel 19 Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut

lapisan pendapatan berdasarkan sumber pendapatan Tahun 2013

Sumber pendapatan Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh/tahun (Rp)

Rendah sedang Tinggi

Perkebunan 3 036 000 5 921 176 5 500 000

Pertanian 0 2 327 000 0

Non-pertanian 373 333 1 535 000 8 316 667

Sumber: Analisis data primer

Sumber: Analisis data primer

Gambar 6 Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh menurut lapisan pendapatan Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 18 dan Gambar 6 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per tahun berdasarkan sumber pendapatan yang diperoleh dari perkebunan, pertanian dan non pertanian dalam satu tahun. Lapisan pendapatan

3036000 5921176 5500000 0 2327000 0 373333 1535000 8316667 0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000 16000000

rendah sedang tinggi

Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh menurut lapisan pendapatan Tahun 2013

non pertanian pertanian perkebunan

tinggi dari rata-rata pendapatan per kapita per tahun dari sektor perkebunan sebesar Rp5 500 000 yang terdiri dari 3 responden, kemudian dari sektor non pertanian sebesar Rp8 316 667 dengan responden yang sama. Pada lapisan ini tidak terdapat sektor pertanian.

Lapisan pendapatan sedang dari rata-rata pendapatan per kapita per tahun dari sektor perkebunan sebesar Rp5 921 176 yang terdiri dari 17 responden, pada sektor pertanian sebesar Rp2 327 000 yang teridri dari 4 responden, sedangkan pada sektor non pertanian sebesar Rp 1 535 000 yang terdiri dari 4 responden. Kemudian pada lapisan pendapatan bawah dari rata-rata pendapatan per kapita per tahun dari sektor perkebunan sebesar Rp3 036 000 yang terdiri dari 10 responden, dari sektor non pertanian sebesar Rp373 333 yang terdiri dari 3 responden.

Selanjutnya pada Tabel 19 dan Gambar 7 lebih merinci rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per tahun menjadi rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per hari berdasarkan sumber pendapatan yang diperoleh dari sektor perkebunan, sektor pertanian, dan sektor non pertanian dalam satu harinya di tahun 2013. Kemudian apakah dari rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh menurut lapisan pendapatan per hari sudah berada da atas garis kemiskinan menurut ukuran kemiskinan World Bank.

Tabel 20 Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per hari berdasarkan sumber pendapatan Tahun 2013

Sumber pendapatan Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh/tahun (Rp)

rendah sedang Tinggi

Perkebunan 8 433 16 448 15 278

Pertanian 0 6 464 0

Non-pertanian 1 037 4 264 23 102

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan Tabel 20 di atas dan Gambar 7 di bawah dapat terlihat bahwa rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga menurut lapisan pendapatan per hari dari sumber pendapatan sektor perkebunan pada lapisan tinggi sebesar Rp15 278. Dapat diketahui bahwa sumber pendapatan sektor perkebunan pada lapisan tinggi di bawah angka $2.00 per kapita per hari atau ± Rp20 000 per kapita per hari. Rat- rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan per hari dari sumber pendapatan sektor non pertanian pada lapisan tinggi sebesar Rp23 102. Dapat diketahui bahwa sumber pendapatan sektor non pertanian dari lapisan pendapatan tinggi sudah berada di atas garis kemiskinan, karena berada di atas angka $2.00 per kapita per hari atau ± Rp20 000 per kapita per hari. Kemudan pada lapisan pendapatan sedang maupun rendah dari seluruh sumber pendaptan berada di bawah $2.00 per kapita per hati ± Rp20 000 per kapita per hari.

Sumber: Analisis data primer

Gambar 7 Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per hari berdasarkan sumber pendapatan Tahun 2013

Berdasarkan Tabel 20 dan Gambar 7 dapat diketahui bahwa pada lapisan pendapatan sedang dan rendah masih di bawah garis kemsikinan menurut ukuran World Bank , kemudian pada lapisan pendapatan tinggi hanya sumber pendapatan non pertanian sebesar Rp23 102 yang melewati batas $2.00 per kapita per hari. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber pendapatan dari sektor perkebunan belum bisa mengangkat rumahtangga buruh perkebunan untuk keluar dari kemiskinan. Pada lapisan pendapatan rendah hanya terdapat dua sumber pendapatan dari sektor perkebunan dan non pertanian dan keduanya di bawah batas $2.00 per kapita per hari. Pada lapisan pendapatan menengah atau sedang terdapat tiga sumber pendapatan yaitu sektor perkebunan, pertanian dan non pertanian yang ketiganya juga di bawah batas $2.00 per kapita per hari. Sedangkan, pada lapisan atas hanya sektor non pertanian yang melewati batas garis kemiskinan World Bank.

Pada ketiga lapisan pendapatan baik rendah, sedang maupun tinggi sektor perkebunan ternyata belum mampu menjadi jalan keluar dari kemiskinan bagi rumahtangga petani perkebunan. Sektor pertanian pun masih sangat terbatas karena akses lahan dan modal yang tidak memadai bagi para rumahtanggaburuh lapisan pendapatan rendah untuk menjadikan alternatif. Akibatnya pada lapisan pendapatan rendah, cenderung memilih sektor non pertanian dalam meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan bagi sektor non pertanian, semakin tinggi tingkat pendapatan maka sumbangsih sektor non pertanian semakin besar dalam sumber pendapatan. Bahkan sumber pendapatan non pertanian melebihi persentase sumber perkebunan pada lapisan pendapatan tinggi. 8433 16448 15278 0 6464 0 1037 4264 23102 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

rendah sedang tinggi

Rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga buruh perkebunan menurut lapisan pendapatan per hari berdasarkan sumber pendapatan

non pertanian pertanian perkebunan

garis kemiskinan

Ikhtisar

Terdapat tiga sumber pendapatan bagi penduduk Desa Patengan yaitu, sumber pendapatan dari sektor perkebunan, pertanian dan non-pertanian. Sebagian besar responden didominasi oleh karyawan lepas yang itu artinya belum terikat secara menyeluruh terhadap perkebunan. Penghasilan bersih yang diberikan perkebunan bagi karyawan lepas berkisar 300 ribu - 500 ribu per bulan tergantung hasil pekerjaannya tanpa ditunjang jaminan oleh perkebunan. Sedangkan, penghasilan perkebunan yang diberikan kepada karyawan tetap berkisar 500 ribu - 1,5 juta per bulan pada level yang sama dengan karyawan lepas.

Sektor pertanian Desa Patengan memberikan dua alternatif yang ditempuh masyarakat jika ingin bertani, yaitu dengan meminjam lahan tidur milik perkebunan atau menjadi mengikuti program PHBM milik Perhutani. Terdapat 13 persen dari responden yang dapat mengakses lahan. Sebesar 10 persen mengakses lahan Perhutani dan 3 persen lahan milik perkebunan. Oleh karena itulah penduduk Desa Patengan termasuk dalam kategori landless. Bahkan, masih terdapat responden yang mengambil alternatif pekerjaan menjadi buruh tani di lahan Perhutani yang notabene juga dipinjam oleh penduduk Desa Patengan. Namun, tanah pertanian garapan sempit sekalipun ternyata menghasilkan pendapatan yang sangat substansial.

Sebagian besar rumahtangga buruh perkebunan (83.33%) memiliki pendapatan di bawah UMR Kabupaten Bandung. Hal ini mengindikasikan bekerja di sektor formal seperti perkebunan besar, ternyata penghasilannya tidak lebih besar, bahkan lebih kecil dari sektor informal. Walaupun penghasilan dari perkebunan sangat kecil, namun tetap dipertahankan oleh penduduk Desa Patengan. Sedangkan untuk rata-rata pendapatan per kapita rumahtangga menurut lapisan pendapatan per hari hanya sumber pendapatan sektor non pertanian pada lapisan tinggi sebesar Rp23 102 yang melewati garis kemiskinan yang ditetapkan oleh World Bank. Hal tersebut dikarenakan rata-rata pendapatan per kapita per hari dari sektor non pertanian pada lapisan pendpaatan tinggi berada di atas angka $2.00 per kapita per hari atau ± Rp20 000 per kapita per hari. Kemudan pada lapisan pendapatan sedang maupun rendah dari seluruh sumber pendaptan berada di bawah $2.00 per kapita per hati ± Rp20 000 per kapita per hari. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber pendapatan dari sektor perkebunan belum bisa mengangkat rumahtangga buruh perkebunan untuk keluar dari kemiskinan.

PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH