• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Katekese Model Sotarae

1. Katekese

bagi siswa-siswi yang tidak berangkat.

2. Pergi ke Gereja masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama Gereja, berjabat tangan dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak begitu kenal dan menerima komuni.

3. Motivasi mengikuti kegiatan di Gereja antara lain mengikuti teman, diajak teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, keinginan dari dalam diri dan mendapat tanda tangan.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang ada, maka penulis membatasi mengenai beberapa bentuk kegiatan Gereja tanpa

melupakan kegiatan di masyarakat sekitar. Tetapi yang menjadi titik tolak pemasalahan adalah kegiatan hidup menggereja.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas?

2. Bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja bagi siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas?

E. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

2. Menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu siswa-siwi meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese model sotarae.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk guru agar memiliki wawasan yang luas dengan menggunakan katekese model sotarae sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pentingnya terlibat dalam hidup menggereja.

4. Bagi Gereja

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Gereja agar semakin mendukung remaja untuk terlibat dalam hidup menggereja.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir, penulis menggunakan deskripsi analitis berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data-data yang digunakan penulis diperoleh melalui wawancara, studi pustaka yang mendukung, observasi dan skala perbedaan semantik.

H. Sistematika Penulisan

Judul yang dipilih oleh penulis adalah “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI

SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, skripsi ini akan dibahas menjadi lima bab dan pokok-pokoknya sebagai berikut: BAB I:

Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II:

Bab II berisi Kajian pustaka dan hipotesis yang terdiri dari empat bagian. Bagian yang pertama meliputi kajian teori dan pustaka yang berisi pengertian katekese, tujuan katekese, isi katekese, peserta katekese, sarana dan model berkatekese, pengertian model, sotarae, katekese model sotarae, pengertian keterlibatan hidup menggereja, bentuk-bentuk keterlibatan dalam hidup menggereja, faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan yang terdiri dari faktor pendukung dan penghambat. Bagian kedua terdiri dari penelitian yang relevan, bagian ketiga kerangka pikir dan bagian keempat hipotesis tindakan.

BAB III:

Bab III berisi uraian metodologi penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam bentuk siklus. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus dan setiap siklus dua kali pertemuan dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

BAB IV:

BAB IV berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan dari setiap siklus, rangkuman hasil penelitian tindakan untuk mengetahui adanya peningkatan keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja serta keterbatasan penelitian. BAB V:

BAB V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari Penelitian Tindakan Kelas. Dengan mengggunakan katekese model sotare dalam pendalaman iman dapat meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Katekese Model Sotarae 1. Katekese

a. Pengertian Katekese

Telaumbanua (1995: 4) mengemukakan istilah katekese terdapat pada Kitab Suci yaitu Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis 21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), I Kor 14;19 (mengajar), Gal 6:6 (mengajar). Dalam konteks ini katekese dipahami sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman. Peserta katekese adalah orang yang sudah dibaptis. Seiring dengan berjalannya waktu pada zaman Bapa Gereja, katekese diartikan sebagai pengajaran bagi para calon baptis yang dikenal sebagai katekese baptis sedangkan bagi baptisan baru disebut katekese mistagogi.

Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II mengartikan katekese sebagai:

Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).

Berdasarkan pengertian di atas katekese dipahami sebagai pembinaan iman untuk anak-anak, kaum muda dan orang dewasa berupa ajaran Kristus. Pembinaan iman diberikan secara terarah dan teratur supaya para peserta katekese dapat hidup penuh sesuai dengan ajaran Kristen atau nilai-nilai kristiani. Di dalam katekese

terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 5).

PKKI II yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juni-5 Juli 1980 di Klender Jakarta merumuskan arah katekese di Indonesia yaitu katekese umat yang diartikan sebagai:

Komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan dan mengandaikan perencanaan.

Rumusan ini menegaskan bahwa katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok di dalam suatu pertemuan katekese dengan suasana terbuka, saling menghargai, saling mendengarkan satu sama lain dan memberikan kesaksian tentang pengalaman iman yang dimiliki. Dengan adanya kesaksian peserta semakin diteguhkan dan menghayati imannya. Dalam katekese umat yang ditekankan penghayatan dan pengetahuan iman supaya peserta tidak hanya menghayati imannya tetapi peserta mengetahui apa yang diimaninya. Iman itu harus diwartakan, dan tidak hanya diwartakan namun pula diwujudnyatakan (Krispurwana, 2013: 13).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa katekese adalah pembinaan iman bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa yang isinya ajaran Kristus sendiri kemudian saling bertukar pengalaman iman, memberikan kesaksian

tentang pengalaman imannya agar iman semakin diteguhkan, diwartakan dan diwujudkan dalam tindakan konkret.

b. Tujuan Katekese

Tujuan katekese untuk memperoleh murid (calon katekumen), membantu umat mengimani Yesus, membina iman umat sehingga dapat membangun Gereja. Hal ini sesuai dengan perintah Kristus yang terakhir:

Katekese merupakan seluruh usaha dalam Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat untuk mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya (bdk I Yoh 1;1), dan untuk membina serta mendidik mereka dalam perihidup, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus (CT, art. 1). Catechesi Tradendaeartikel 20 menguraikan bahwa tujuan katekese adalah “mengembangkan iman umat yang baru mulai tumbuh, dan hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua”. Dengan demikian katekese bertujuan untuk mengembangkan iman menuju kedewasaan iman sehingga semakin mantap hidup menurut nilai-nilai kristiani bagi umat muda maupun tua. Oleh karena itu, katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman.

Huber (1981: 22-23) merumuskan tujuan komunikasi iman adalah:

a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

b. dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup Kristiani sehari-hari.

c. dengan demikian kita semakin supaya dalam terang Injil, kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

d. sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan hidup Kristiani semakin dikukuhkan.

e. sehingga sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup ditengah masyarakat.

Pada tujuan yang kesatu sampai ketiga memperhatikan pada peserta sendiri sedangkan tujuan keempat dan kelima menegaskan tujuan sebagai Gereja dan berpuncak pada hidup ditengah masyarakat (Huber, 1981: 23). Tugas katekese adalah mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat (Telaumbanua, 1999: 55).

Menurut Direktorium Kateketik Umum (1971) tujuan katekese membuat iman umat hidup, dasar dan aktif lewat cara pengajaran (DKU 17) dan karya gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang dewasa (DKU 21). Katekese ditujukan untuk perkembangan iman menuju kedewasaan atau kematangan iman.

Katekese berperan dalam pendidikan iman. Katekese sebagai pendidikan iman juga bertujuan untuk membantu orang beriman agar semakin terlibat dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Dalam hal ini Adisusanto (1995: 13) mengatakan katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk karya pewartaan Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makin mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja dan memasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

Tempat dan peranan katekese dalam bidang dasar karya pastoral pada kerygma (pewartaan) yang mempunyai fungsi untuk mewartakan Injil bagi umat manusia. Dalam mengemban fungsinya untuk mewartakan Injil, bidang kerygma

mewujudkan pelayanan diantaranya melalui evangelisasi, teologi, kotbah dan katekese.

c. Isi Katekese

Isi katekese yang diberikan untuk umat perlu disesuaikan dengan karakteristik umatnya yaitu permasalahan, latar belakang, situasi, kebutuhan dan pesertanya. Sumarno (2013: 4) mengatakan bahwa isi Katekese dapat bersumber dari Tradisi, Kitab Suci, refleksi iman dari para teolog, dan bacaan pada hari Minggu.

Menurut Catechesi Tradendaeart 26-27, Isi pokok katekese adalah seluruh peristiwa Yesus Kristus dan interpretasinya serta seluruh kekayaan iman Gereja. Pribadi Yesus Kristus yaitu tindakan dan sabda-Nya menampakkan cinta kasih dan kesetiaan Allah Bapa kepada umat manusia. Bahan dalam proses katekese harus mengarah pada Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah pola hidup umat. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya (Telaumbanua, 1999: 87). Selain bersumber pada Yesus Kristus, isi katekese juga dapat bersumber dari pengalaman hidup peserta sendiri. Langkah-langkah dari katekese meliputi tiga unsur yaitu pengalaman hidup nyata, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkrit pada hidup peserta katekese (Sumarno, 2013: 11).

d. Peserta Katekese

Rumusan PKKI II, dalam buku Katekese Umat yang ditulis oleh Huber (1981: 19) mengatakan:

Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pola hidup kelompok. Jadi, yang berkatekese ialah seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun disekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekatang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.

Dari rumusan PKKI II menjelaskan bahwa yang menjadi peserta katekese adalah seluruh umat. Katekese tidak hanya ditujukan kepada sebagian umat tetapi kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus. Katekese juga dilaksanakan di paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi.

Peserta katekese terbuka bagi umat yang belum dibaptis dan ingin mengenal Kristus (katekumen) sehingga seluruh umat memiliki peranan (kedudukan) penting, ikut bertanggung jawab, dan aktif mengambil bagian di dalam kehidupan dan perkembangan katekese. Katekese milik umat, dari, oleh dan untuk umat (Heryatno, 2010: 5).

e. Sarana dan Metode Berkatekese

Dalam berkatekese diperlukan adanya sarana dan metode. Dengan adanya sarana dapat memudahkan peserta mendalami pengalaman hidupnya begitu juga dengan metode yang menarik akan membuat proses katekese lebih menarik dan tidak membosankan sehingga tujuan katekese dapat tercapai. Yohanes Paulus II dalam anjuranCatechesi Tradendaemengatakan bahwa:

umur serta perkembangan nalar orang Kristen, taraf perkembangan rohani, serta bentuk-bentuk kepribadian yang lainnya menjadi titik tolak dalam menggunakan metode dalam proses pembinaan sehingga tujuan pelaksanaan katekese dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan (CT, art. 51).

Pemilihan sarana dalam berkatekese perlu diperhatikan agar sarana yang digunakan tidak menggangu dalam proses katekese dan dipersiapkan sebaik mungkin. Metode yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Dalam Catechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya sarana dalam berkatekese sebagai berikut:

Kami menghimbau, agar prakarsa-prakarsa yang dimaksudkan untuk memberi pembinaan Kristen kepada semua kelompok itu, memakai upaya-upaya yang cocok (sarana-sarana audiovisual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran), makin bertambah banyak, serta memampukan banyak orang dewasa untuk menutup kekosongan akibat suatu katekese yang serba kurang dan tidak memadai, untuk secara harmonis melengkapi pada taraf lebih tinggi katekese yang mereka terima waktu masih kanak-kanan, atau bahkan untuk menyiapkan diri secukupnya di bidang itu, agar mampu menolong sesama secara lebih serius (CT, art. 45).

Artikel di atas menjelaskan dalam memberikan pembinaan iman bahwa Yohanes Paulus II mengajurkan untuk menggunakan sarana yang cocok seperti audiovisual, buku-buku kecil, diskusi pelajaran sehingga dapat menolong umat dalam menghayati iman. Para Katekis dituntut untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan sarana yang ada untuk berkatekese dengan melihat latar belakang belakang peserta katekese agar dapat membantu peserta katekese sehingga imannya dapat berkembang. Metode-metode yang digunakan harus disesuaikan dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap pribadi yang bersangkutan (EN, art. 44).

2. Model Katekese: Sotarae

Dokumen terkait