• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese model sotarae dalam pendalaman iman siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur Cawas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja melalui katekese model sotarae dalam pendalaman iman siswa-siswi di SMP Pangudi Luhur Cawas."

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.

(2)

viii ABSTRACT

This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.

The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.

The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.

(3)

MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus yang selalu membimbing langkah hidupku

Kedua orangtua Felicianus Haryoko dan Maria Magdalena Setyowati

(8)

v

MOTTO

“Jangan patah semangat saat kehidupan ini tak berjalan seperti rencanamu,

ingatlah hidupmu ada untuk menggenapi rencana Tuhan bukan rencanamu”

(Mario Teguh)

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya

(Pengkotbah 3: 11)

(9)

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya

ilmiah

yang saya

tulis

ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaiman a layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Penulis

Yohana Luviasari

(10)

vii ABSTRAK

Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.

(11)

viii ABSTRACT

This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.

The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.

The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.

(12)

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah

ini,

saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yohana Luviasari

NIM

: l0l124011

Demi pengembangan

ilmu

pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :

"UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP

MENGGEREJA

MELALUI

KATEKESE

MODEL

SOTARAE

DALAM

Pf,NDALAMAN

IMAN

SISWA-SISWA

DI

SMP

PANGUDI

LUHUR CAWAS"

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak untuk

menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media

lain,

mengelolanya

dalam bentuk

pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain

untuk

kepentingan akademis

tanpa

perlu

meminta

izin

dari

saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pemyataan

ini

penulis buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 8 Januari 2015 Yang Menyatakan

lx

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas

berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi dengan baik serta

lancar seturut rencana-Nya. Skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN BAGI SISWA-SISWA DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS disusun untuk meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Selain itu,

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan

dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M. Pd sebagai dosen pembimbing utama yang

telah banyak meluangkan waktu dengan setia membimbing dan memberikan

masukan kepada penulis dari awal sampai akhir sehingga skripsi bisa

terselesaikan dengan baik.

2. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ sebagai dosen penguji kedua dan dosen

pembimbing akademik yang memberikan arahan dari awal perkuliahan serta

(14)

xi

3. Rm. Drs. F.X. Heryatno, W.W, SJ., M. Ed sebagai dosen penguji ketiga dan

Kaprodi IPPAK yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan

skripsi serta memberikan saran demi perbaikan skripsi.

4. Ibu Ch. Eny Sulistyanti, S. Pd sebagai Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur

Cawas yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.

5. Ibu Yustina Daryanti, S. Pd dan Br. L. Haryono, FIC., S. Ag sebagai guru

pendidikan agama katolik yang telah membantu penulis dalam penelitian.

6. Seluruh siswa-siswi Katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang bersedia

meluangkan waktu dan memberikan dukungan selama penelitian.

7. Segenap staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, membagikan

ilmunya dan membimbing penulis selama perkuliahan sampai selesainya

skripsi.

8. Segenap staf Sekretariat dan karyawan Perpustakaan Prodi IPPAK,

Perpustakaan Kolsani serta Perpustakaan Sanata Dharma yang telah

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.

9. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2010 yang telah

memberikan semangat dan berjuang bersama dalam keadaan suka maupun

duka untuk menyelesaikan skripsi.

10. Bapak, ibu, adikku dan masku yang telah memberikan semangat, dukungan

(15)

I

l.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi

ini

masih banyak kekurangan. Tiada gading yang

tak

retak. Oleh karena

itu,

penulis mengharapkan

kritik

dan saran yang berguna

demi

perbaikan

skripsi.

Semoga

skripsi

ini

berguna bagi pembaca untuk mengembangkan penelitian tindakan kelas.

Yogyakarta, 8 Januari 2015

Penulis

Yohana Luviasari

(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penulisan ... 11

F. Manfaat Penulisan... 11

G. Metode Penulisan ... 12

(17)

xiv

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS... 15

A. Katekese Model Sotarae ... 15

1. Katekese... 15

a. Pengertian Katekese ... 16

b. Tujuan Katekese ... 17

c. Isi Katekese ... 19

d. Peserta Katekese ... 19

e. Sarana dan Metode Berkatekese ... 20

2. Model Katekese: Sotarae ... 21

a. Pengertian Model ... 21

b. Aspek-aspek Model ... 22

c. Latar Belakang Sotarae ... 24

d. Langkah-langkah Sotarae... 24

e. Unsur-unsur Pokok Sotarae... 26

f. Sistem Sosial Sotarae ... 28

g. Sistem Pendukung Sotarae ... 28

h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae ... 28

B. Keterlibatan Hidup Menggereja... 29

1. Pengertian Keterlibatan ... 29

2. Hidup Menggereja... 29

3. Keterlibatan Hidup Menggereja... 47

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Hidup Menggereja... 48

a. Faktor Pendukung ... 48

(18)

xv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 57

A. Rancangan Penelitian ... 57

B. Subjek dan Objek Penelitian... 57

C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 58

D. Prosedur Penelitian ... 58

1. Siklus I... 58

2. Siklus II... 59

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 60

1. Variabel Penelitian ... 60

2. Definisi Konseptual Variabel... 61

3. Definisi Operasional Variabel... 61

4. Jenis Instrumen ... 62

5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian... 63

6. Teknik dan Alat... 68

F. Sumber Data ... 69

G. Indikator Keberhasilan ... 69

H. Teknik Analisis Data... 71

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

1. Deskripsi Penelitian Pratindakan ... 75

a. Hasil Observasi Pratindakan... 75

b. Hasil Pengukuran Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan... 75

2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I... 78

a. Pertemuan I... 78

b. Pertemuan II ... 87

3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 96

a. Pertemuan I... 96

b. Pertemuan II ... 105

B. Pembahasan ... 114

(19)

xvi

2. Siklus I... 115

a. Siklus I: Pertemuan I ... 115

b. Siklus I: Pertemuan II... 116

3. Rangkuman Siklus I ... 117

4. Siklus II... 118

a. Siklus II: Pertemuan I ... 118

b. Siklus II: Pertemuan II ... 119

5. Rangkuman Siklus II ... 120

6. Rangkuman Pratindakan, Siklus I dan Siklus II ... 121

C. Keterbatasan Penelitian ... 122

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 123

A. Kesimpulan... 123

B. Saran... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN ... 129

Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian... (1)

Lampiran 2 : Satuan Persiapan I / Siklus I... (2)

Lampiran 3 : Satuan Persiapan II / Siklus I... (10)

Lampiran 4 : Satuan Persiapan I / Siklus II... (16)

Lampiran 5 : Satuan Persiapan II / Siklus II ... (22)

Lampiran 6 : Skala Perbedaan Semantik ... (29)

Lampiran 7 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan ... (34)

Lampiran 8 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan I... (36)

Lampiran 9 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan II ... (38)

Lampiran 10 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan I... (40)

Lampiran 11 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan II ... (43)

(20)

xvii

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja sebagai orang yang berada dalam masa peralihan dari anak-anak

menjadi orang dewasa yang berumur kurang lebih berusia 13-18 tahun (LPK,

1995: 7). Dalam masa peralihan ini mereka mengalami permasalahan tentang

kepribadian dan perkembangannya untuk mencari dan menemukan jati diri. Hal

ini sesuai dengan yang ditulis di AnjuranCatechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengatakan:

Itulah masa anak menemukan diri serta dunia batinnya sendiri, masa munculnya rencana-rencana yang mencerminkan idealisme, masa bangkitnya perasaan mencintai, disertai naluri-naluri biologi seksualitas, masa anak menginginkan kebersamaan, masa kegembiraan yang intensif secara khas berkaitan dengan penemuan hidup yang membawa kesegaran (CT, art. 38).

Masa peralihan membuat mereka sulit memilih nilai kehidupan yang

bermakna dan berguna bagi mereka. Adanya kemajuan zaman tentu

mempengaruhi perkembangan masa remaja salah satu diantaranya dalam hal

perkembangan iman. Mereka lebih memilih ke warnet, bermain game, facebookan

dan nonton TV daripada terlibat dalam hidup menggereja. Situasi yang berubah

inilah yang membuat pola berfikir dan bertindak berbeda.

SMP Pangudi Luhur Cawas merupakan salah satu sekolah swasta Katolik

yang mendidik siswa-siswinya tidak hanya cerdas dalam hal intelektual tetapi juga

dalam pengembangan spiritualitas untuk terlibat dalam hidup menggereja dan

(22)

terlibat dalam kegiatan pengembangan iman maupun dalam kegiatan

kemasyarakatan (Nota Pastoral KAS, 2008: 46). Dalam pengembangan iman

siswa-siswi, sekolah mewajibkan siswa-siswi Katolik untuk mengikuti

pendalaman iman sehingga diharapkan dapat memberikan dampak kepada siswa

untuk mewujudkan imannya secara nyata dalam perbuatan sehari-hari.

Berdasarkan wawancara dengan guru agama SMP Pangudi Luhur Cawas

bahwa siswa masih kurang terlibat dalam hidup menggereja. Hal ini dapat dilihat

saat persiapan penerimaan Sakramen Krisma, guru agama di sekolah mewajibkan

untuk membuat catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan nama kegiatan

yang diikuti selama persiapan Sakramen Krisma. Ketika guru memberikan tugas

yang demikian, siswa-siswi bersemangat untuk mengikuti kegiatan dan Ekaristi.

Akan tetapi setelah tugas itu selesai, siswa-siswi kurang termotivasi untuk terlibat

dalam hidup menggereja. Ada pula siswa yang merasakan keberatan adanya tugas

tersebut sehingga sampai saat ini catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan

nama kegiatan juga macet. Demikian pula siswa-siswi yang terlibat dalam hidup

menggereja bermacam-macam motivasinya di antaranya mengikuti teman, diajak

teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, takut dimarahi orangtua,

keinginan dari dalam diri dan ingin mendapat tanda tangan. Pendalaman iman

sebagai salah satu kegiatan pengembangan iman di sekolah juga mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya progam yang tersusun dengan

baik selama satu tahun, metode yang kurang menarik sehingga di setiap

pertemuannya banyak siswa yang tidak mengikuti pendalaman iman dan

(23)

wawancara dengan siswa-siswi dalam pendalaman iman kegiatannya menonton

film, membaca Kitab Suci, menyanyi dan menghafalkan doa, sakramen, kedua

belas rasul dan lain-lain. Ada siswa-siswi yang senang untuk mengikuti dan ada

pula siswa yang merasakan kebosanan. Berdasarkan data awal yang telah

dikumpulkan dari 42 siswa, keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP

Pangudi Luhur Cawas secara umum dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel I. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja

No Bentuk

Keterlibatan

Kelas 7 Kelas 8 Jumlah Jumlah (Bentuk Persentase)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Putra Altar 10 12 22 52 %

2 Koor 6 17 23 54,7 %

3 Bakti Sosial - 2 2 4,7 %

4 Misa 8 13 21 50 %

5 Rekoleksi 1 1 2 4,7 %

6 Pendalaman Iman 6 6 12 28,5 %

7 PIA/PIR 1 9 10 23,8 %

*sumber : Guru agama

Beribadah ke Gereja setiap satu minggu sekali merupakan kewajiban umat

kristiani baik usia balita, remaja, orang muda, orangtua dan lansia. Pergi ke Gereja

masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama Gereja, berjabat tangan

dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak begitu kenal dan menerima

komuni. Sebagai seorang yang telah dibaptis kita semua dipanggil dan diutus

untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Mengambil bagian

(24)

Adanya situasi kemajukan religius dan permasalahan membuat hidup menjadi

terancam. Dalam konteks itulah kesadaran mengenai wujud baru hidup

menggereja juga semakin kuat, yakni hidup menggereja yang mempunyai ciri

dialogal dan transformatif (Banawiratma, 1992: 9).

Peran dari orangtua dibutuhkan untuk mendukung remaja dalam mengikuti

kegiatan hidup menggereja. Keluarga-keluarga katolik hendaknya sejak awal

mengajak anak-anak mereka terlibat dalam kehidupan Gereja, seperti aktif di

PIA, PIR, Mudika, Koor, menjadi Lektor, Pemazmur, dan lain-lain (Nota

Pastoral, 2008: 44). Maka dalam Nota Pastoral KAS, keluarga sebagai tempat

pendidikan utama dan pertama bagi anak mempunyai peran untuk mendorong

anak untuk mengikuti kegiatan di Gereja.

Setiap remaja dipanggil untuk hidup dengan panggilan khusus. Gereja

secara rohani diartikan sebagai umat Allah dan Kepalanya yaitu Kristus. Jadi

terlibat dalam kehidupan menggereja adalah sebuah panggilan istimewa. Gereja

mempunyai banyak tempat dan bentuk pelayanan yang melibatkan remaja,

misalnya Putra-putri altar, paduan suara, doa lingkungan, lektor, dan lain-lain.

Melalui tempat dan kegiatan tersebut, Gereja mengharapkan agar remaja

berkembang dalam iman dan kepribadian sebagai murid-murid Kristus. Akan

tetapi pada kenyataannya siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas belum

sepenuhnya menyadari bahwa terlibat dalam kehidupan menggereja sebagai

panggilan yang istimewa.

Gereja menyadari bahwa pewartaan penting bagi munculnya iman serta

(25)

kristiani yang telah dibaptis mengemban tugas perutusan yang diberikan Yesus

”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka

dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan

segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku

menyertai kamu sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20).

Mardiatmadja (1986: 1) memahami bahwa pendidikan adalah usaha

bersama dalam proses terpadu terorganisasi untuk membantu manusia

mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat dalam

pengembangan masyarakat dan dirinya dihadapan Sang Pencipta. Pendidikan

yang dimaksud adalah seluruh pribadi manusia yaitu tubuh, pikiran, perasaan,

kehendak, jiwa dan hubungan dengan Allah. Relevansinya pendidikan iman untuk

menuju perkembangan dan kedewasaan manusia.

Adisusanto (1995: 3-5) mengemukakan bahwa aspek iman yaitu sabda

Allah yang menuntut jawaban dari manusia, iman merupakan jawaban pribadi dan

menyeluruh dari manusia kepada Tuhan, iman adalah anugerah dan rahmat serta

dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi.

Pendidikan iman bukan campur tangan langsung pendidik atas iman, tetapi untuk

membantu dan mempermudah perkembangan iman yang merupakan tindakan

cuma-cuma dan langsung dari Allah atas manusia dan hasilnya jawaban bebas

manusia kepada Allah. Dengan demikian bahwa iman dan perkembangan adalah

rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah untuk manusia (Adisusanto, 1995: 6).

Katekese sebagai pendidikan iman adalah salah satu bentuk karya pewartaan

(26)

makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja, baik sebagai pribadi maupun

kelompok (Adisusanto, 1995: 3). Oleh karena itu, pendidikan iman bersifat

menyeluruh yang mencakup aspek iman yaitu pengetahuan iman, perayaan iman

dan penghayatan iman. Menurut Adisusanto (1995: 8) orang yang maju dalam

hidup berimannya tidak hanya mengetahui apa yang diimani, tetapi juga

merayakannya dalam kehidupan sakramentil dan menghayatinya dalam kehidupan

konkret sehari-hari.

Proses perkembangan hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju

kematangan iman dengan melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga

komponen: pengetahuan, afeksi dan perilaku. Oleh karena itu perkembangan iman

ini terjadi dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat melalui interaksi

ketiga komponen yaitu pengetahuan, afeksi dan tingkah laku iman (Adisusanto,

1995: 11)

Menurut Ardhisubagyo (1987: 24-33) hidup menggereja terbagi dalam

empat peranan dasariah yaitu koinonia, leitourgia, kerygma dan diakonia. Keempat peranan tersebut merupakan satu kesatuan. Semuanya merupakan

kesaksian hidup Gereja tentang Allah yang menyelamatkan umat manusia

(martyria).Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA, art. 10).

Berdasarkan pendapat Adisusanto dan Ardhisubagyo dapat dilihat bahwa

iman dan perkembangannya adalah rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah yang

membutuhkan tanggapan dari manusia dengan sikap atau tindakan. Oleh karena

(27)

imannya semakin mendalam, berkembang dan dewasa. Proses perkembangan

hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju kematangan iman dengan

melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga komponen: pengetahuan,

afeksi dan perilaku. Dengan demikian bahwa orang yang berkembang imannya

bertitik tolak pertobatan, membutuhkan pendidikan iman dan bersedia untuk

menanggapi rahmat Allah dengan mewujudkan sikap iman dalam kehidupan

menggereja dan masyarakat. Orang yang maju dalam kehidupan berimannya tidak

hanya mengetahui apa yang diimaninya tetapi merayakan dan menghayati dalam

kehidupan sehari-hari (Adisusanto, 1995: 8).

Penyebab dari rendahnya keterlibatan dalam hidup menggereja dari faktor

internal karena kurangnya motivasi, kurangnya kemauan dan kurang menanggapi

rahmat Allah. Dari faktor eksternal, pelaksanaan pendalaman iman yang

dilakukan pendamping kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik

dan belum sesuai dengan konteks remaja. Pada dasarnya pendidikan adalah

tindakan sedangkan iman dan perkembangan dipengaruhi oleh anugerah dan

jawaban. Hal ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:

Siswa-siswi kurang termotivasi,

kurangnya kemauan dari dalam

diri dan kurang menanggapi

rahmat Allah

Pendalaman iman kurang

terprogam dengan baik, metode

kurang menarik dan belum sesuai

konteks remaja

(28)

Melihat akar permasalahan yang demikian, siswa-siswi SMP Pangudi Luhur

Cawas perlu mendapatkan katekese model sotarae yang dapat meningkatkan

keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja. Sebagaimana dalam tujuan

katekese, umat semakin giat menjemaat sehingga Gereja lokal dan semesta

semakin berkembang (Heryatno, 2010). Dengan kata lain bahwa tujuan katekese

agar umat semakin aktif dalam mengikuti kegiatan di paguyuban yang membuat

paguyuban dan iman umat semakin berkembang. Banyaknya model katekese

seperti katekese konteksual, katekese shared christian praxsis, katekese analisis sosial dan katekese audio visual dapat digunakan untuk berkatekese. Sehubungan

dengan akar permasalahan tersebut dipilih katekese dengan model sotarae yang

dapat digunakan dalam mendorong siswa untuk terlibat dalam hidup menggereja.

Dasar dari pertemuan sotarae adalah metode lama yaitu

melihat-menilai-bertindak, yang diperkaya dengan bahasa audiovisual dan teknik belajar kelompok

(Olivera, 1989: 13)

Pertemuan katekese dengan model sotarae merupakan pertemuan kelompok

dengan menggunakan media audiovisual seperti film, gambar, bahasa foto,

majalah, permainan, poster (Olivera, 1989: 18). Media tersebut mempunyai peran

sebagai pengantar untuk menemukan pesan yang akan disampaikan, sehingga

menyadarkan peserta akan situasinya dan kemudian dapat menerapkan pesan

tersebut dalam kehidupan konkret. Pada zaman era digital seperti sekarang ini

memerlukan pewartaan yang dapat mengena umat seiringnya bekembangnya

(29)

peluang positif dari media dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak

negatif dari media (Iswarahadi, 2013: 20-21).

Tahapan-tahapan katekese dengan model sotarae terdiri dari unsur Situasi,

Obyektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi (Olivera, 1989: 30-32).

Dari langkah-langkah sotarae, pertama memilih dokumen terlebih dahulu yang

akan didalami sehubungan dengan tema. Dokumen tersebut berupa media

meliputi film, surat kabar, potongan majalah, poster, kaset atau hal-hal semacam

itu yang dapat digunakan untuk memulai pertemuan (Olivera, 1989: 18). Kedua,

peserta diajak menggali dari dokumen melalui pertanyaan-pertanyaan kemudian

dirangkum berupa poin-poin dan dibuat urutan sesuai prioritas. Ketiga

menentukan tema yang disusun menurut prioritas. Langkah keempat menganalisis

tema yang sedang dibahas dan merangkum dari yang telah dibahas sambil

menunjukkan persoalan. Langkah keenam adalah aksi yang berupa usulan konkret

yang diwujudkan dalam tindakan nyata.

Dengan demikian katekese model sotarae merupakan katekese yang

menekankan aksi atau tindakan nyata untuk meningkatkan keterlibatan hidup

menggereja. Oleh karena itu, hasil dari katekese dengan model sotarae tidak

hanya pengetahuan, tetapi juga perasaan yang dapat menyadarkan kemudian

diwujudkan dalam tindakan nyata .

Katekese dengan model sotarae yang menekankan aksi perlu diupayakan

dan dikemas lebih menarik karena cocok untuk remaja siswa-siswi Katolik SMP

Pangudi Luhur Cawas agar lebih menghayati sebagai pribadi yang beriman,

(30)

melalui kegiatan yang positif dalam hidup menggereja. Berdasarkan pada

permasalahan ini penulis mengambil judul “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan

sebagai berikut :

1. Katekese di sekolah kurang mendapat respon dari siswa, progam tidak

tersusun dengan baik, metodenya kurang menarik dan kurangnya perhatian

bagi siswa-siswi yang tidak berangkat.

2. Pergi ke Gereja masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama

Gereja, berjabat tangan dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak

begitu kenal dan menerima komuni.

3. Motivasi mengikuti kegiatan di Gereja antara lain mengikuti teman, diajak

teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, keinginan dari dalam

diri dan mendapat tanda tangan.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang

(31)

melupakan kegiatan di masyarakat sekitar. Tetapi yang menjadi titik tolak

pemasalahan adalah kegiatan hidup menggereja.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, secara umum permasalahan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi

Luhur Cawas?

2. Bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan

dalam hidup menggereja bagi siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas?

E. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP

Pangudi Luhur Cawas.

2. Menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan

keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu siswa-siwi

(32)

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk guru agar memiliki wawasan

yang luas dengan menggunakan katekese model sotarae sehingga dapat

meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai

pentingnya terlibat dalam hidup menggereja.

4. Bagi Gereja

Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Gereja agar semakin mendukung

remaja untuk terlibat dalam hidup menggereja.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan tugas akhir, penulis menggunakan deskripsi analitis

berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data-data yang digunakan penulis

diperoleh melalui wawancara, studi pustaka yang mendukung, observasi dan

skala perbedaan semantik.

H. Sistematika Penulisan

(33)

SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, skripsi ini akan dibahas menjadi lima bab dan pokok-pokoknya sebagai berikut:

BAB I:

Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II:

Bab II berisi Kajian pustaka dan hipotesis yang terdiri dari empat bagian.

Bagian yang pertama meliputi kajian teori dan pustaka yang berisi pengertian

katekese, tujuan katekese, isi katekese, peserta katekese, sarana dan model

berkatekese, pengertian model, sotarae, katekese model sotarae, pengertian

keterlibatan hidup menggereja, bentuk-bentuk keterlibatan dalam hidup

menggereja, faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan yang terdiri dari faktor

pendukung dan penghambat. Bagian kedua terdiri dari penelitian yang relevan,

bagian ketiga kerangka pikir dan bagian keempat hipotesis tindakan.

BAB III:

Bab III berisi uraian metodologi penelitian. Metode penelitian yang

digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam bentuk

siklus. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus dan setiap siklus dua kali

(34)

BAB IV:

BAB IV berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan dari setiap

siklus, rangkuman hasil penelitian tindakan untuk mengetahui adanya peningkatan

keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja serta keterbatasan penelitian.

BAB V:

BAB V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari

Penelitian Tindakan Kelas. Dengan mengggunakan katekese model sotare dalam

pendalaman iman dapat meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam hidup

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Katekese Model Sotarae

1. Katekese

a. Pengertian Katekese

Telaumbanua (1995: 4) mengemukakan istilah katekese terdapat pada Kitab

Suci yaitu Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis

21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), I Kor 14;19 (mengajar), Gal 6:6 (mengajar).

Dalam konteks ini katekese dipahami sebagai pengajaran, pendalaman, dan

pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman. Peserta katekese adalah

orang yang sudah dibaptis. Seiring dengan berjalannya waktu pada zaman Bapa

Gereja, katekese diartikan sebagai pengajaran bagi para calon baptis yang dikenal

sebagai katekese baptis sedangkan bagi baptisan baru disebut katekese mistagogi.

Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II

mengartikan katekese sebagai:

Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).

Berdasarkan pengertian di atas katekese dipahami sebagai pembinaan iman

untuk anak-anak, kaum muda dan orang dewasa berupa ajaran Kristus. Pembinaan

iman diberikan secara terarah dan teratur supaya para peserta katekese dapat hidup

(36)

terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan,

pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 5).

PKKI II yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juni-5 Juli 1980 di Klender

Jakarta merumuskan arah katekese di Indonesia yaitu katekese umat yang

diartikan sebagai:

Komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan dan mengandaikan perencanaan.

Rumusan ini menegaskan bahwa katekese umat diartikan sebagai

komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau

kelompok di dalam suatu pertemuan katekese dengan suasana terbuka, saling

menghargai, saling mendengarkan satu sama lain dan memberikan kesaksian

tentang pengalaman iman yang dimiliki. Dengan adanya kesaksian peserta

semakin diteguhkan dan menghayati imannya. Dalam katekese umat yang

ditekankan penghayatan dan pengetahuan iman supaya peserta tidak hanya

menghayati imannya tetapi peserta mengetahui apa yang diimaninya. Iman itu

harus diwartakan, dan tidak hanya diwartakan namun pula diwujudnyatakan

(Krispurwana, 2013: 13).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa katekese adalah pembinaan

iman bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa yang isinya ajaran Kristus

(37)

tentang pengalaman imannya agar iman semakin diteguhkan, diwartakan dan

diwujudkan dalam tindakan konkret.

b. Tujuan Katekese

Tujuan katekese untuk memperoleh murid (calon katekumen), membantu

umat mengimani Yesus, membina iman umat sehingga dapat membangun Gereja.

Hal ini sesuai dengan perintah Kristus yang terakhir:

Katekese merupakan seluruh usaha dalam Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat untuk mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya (bdk I Yoh 1;1), dan untuk membina serta mendidik mereka dalam perihidup, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus (CT, art. 1).

Catechesi Tradendaeartikel 20 menguraikan bahwa tujuan katekese adalah “mengembangkan iman umat yang baru mulai tumbuh, dan hari ke hari

memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan hidup Kristen

umat beriman, muda maupun tua”. Dengan demikian katekese bertujuan untuk

mengembangkan iman menuju kedewasaan iman sehingga semakin mantap hidup

menurut nilai-nilai kristiani bagi umat muda maupun tua. Oleh karena itu,

katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman.

Huber (1981: 22-23) merumuskan tujuan komunikasi iman adalah:

a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

b. dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup Kristiani sehari-hari.

c. dengan demikian kita semakin supaya dalam terang Injil, kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.

(38)

e. sehingga sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup ditengah masyarakat.

Pada tujuan yang kesatu sampai ketiga memperhatikan pada peserta sendiri

sedangkan tujuan keempat dan kelima menegaskan tujuan sebagai Gereja dan

berpuncak pada hidup ditengah masyarakat (Huber, 1981: 23). Tugas katekese

adalah mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat

(Telaumbanua, 1999: 55).

Menurut Direktorium Kateketik Umum (1971) tujuan katekese membuat iman umat hidup, dasar dan aktif lewat cara pengajaran (DKU 17) dan karya

gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang

dewasa (DKU 21). Katekese ditujukan untuk perkembangan iman menuju

kedewasaan atau kematangan iman.

Katekese berperan dalam pendidikan iman. Katekese sebagai pendidikan

iman juga bertujuan untuk membantu orang beriman agar semakin terlibat dalam

hidup menggereja dan memasyarakat. Dalam hal ini Adisusanto (1995: 13)

mengatakan katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk karya

pewartaan Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka

makin mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup

menggereja dan memasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

Tempat dan peranan katekese dalam bidang dasar karya pastoral pada

(39)

mewujudkan pelayanan diantaranya melalui evangelisasi, teologi, kotbah dan katekese.

c. Isi Katekese

Isi katekese yang diberikan untuk umat perlu disesuaikan dengan

karakteristik umatnya yaitu permasalahan, latar belakang, situasi, kebutuhan dan

pesertanya. Sumarno (2013: 4) mengatakan bahwa isi Katekese dapat bersumber

dari Tradisi, Kitab Suci, refleksi iman dari para teolog, dan bacaan pada hari

Minggu.

Menurut Catechesi Tradendaeart 26-27, Isi pokok katekese adalah seluruh

peristiwa Yesus Kristus dan interpretasinya serta seluruh kekayaan iman Gereja.

Pribadi Yesus Kristus yaitu tindakan dan sabda-Nya menampakkan cinta kasih

dan kesetiaan Allah Bapa kepada umat manusia. Bahan dalam proses katekese

harus mengarah pada Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah pola hidup umat.

Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam

Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya

(Telaumbanua, 1999: 87). Selain bersumber pada Yesus Kristus, isi katekese juga

dapat bersumber dari pengalaman hidup peserta sendiri. Langkah-langkah dari

katekese meliputi tiga unsur yaitu pengalaman hidup nyata, teks Kitab Suci atau

Tradisi dan penerapan konkrit pada hidup peserta katekese (Sumarno, 2013: 11).

d. Peserta Katekese

(40)

Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pola hidup kelompok. Jadi, yang berkatekese ialah seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun disekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekatang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.

Dari rumusan PKKI II menjelaskan bahwa yang menjadi peserta katekese

adalah seluruh umat. Katekese tidak hanya ditujukan kepada sebagian umat tetapi

kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus.

Katekese juga dilaksanakan di paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi.

Peserta katekese terbuka bagi umat yang belum dibaptis dan ingin mengenal

Kristus (katekumen) sehingga seluruh umat memiliki peranan (kedudukan)

penting, ikut bertanggung jawab, dan aktif mengambil bagian di dalam kehidupan

dan perkembangan katekese. Katekese milik umat, dari, oleh dan untuk umat

(Heryatno, 2010: 5).

e. Sarana dan Metode Berkatekese

Dalam berkatekese diperlukan adanya sarana dan metode. Dengan adanya

sarana dapat memudahkan peserta mendalami pengalaman hidupnya begitu juga

dengan metode yang menarik akan membuat proses katekese lebih menarik dan

tidak membosankan sehingga tujuan katekese dapat tercapai. Yohanes Paulus II

dalam anjuranCatechesi Tradendaemengatakan bahwa:

(41)

Pemilihan sarana dalam berkatekese perlu diperhatikan agar sarana yang

digunakan tidak menggangu dalam proses katekese dan dipersiapkan sebaik

mungkin. Metode yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta.

Dalam Catechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya sarana dalam berkatekese sebagai berikut:

Kami menghimbau, agar prakarsa-prakarsa yang dimaksudkan untuk memberi pembinaan Kristen kepada semua kelompok itu, memakai upaya-upaya yang cocok (sarana-sarana audiovisual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran), makin bertambah banyak, serta memampukan banyak orang dewasa untuk menutup kekosongan akibat suatu katekese yang serba kurang dan tidak memadai, untuk secara harmonis melengkapi pada taraf lebih tinggi katekese yang mereka terima waktu masih kanak-kanan, atau bahkan untuk menyiapkan diri secukupnya di bidang itu, agar mampu menolong sesama secara lebih serius (CT, art. 45).

Artikel di atas menjelaskan dalam memberikan pembinaan iman bahwa

Yohanes Paulus II mengajurkan untuk menggunakan sarana yang cocok seperti

audiovisual, buku-buku kecil, diskusi pelajaran sehingga dapat menolong umat

dalam menghayati iman. Para Katekis dituntut untuk lebih kreatif dalam

memanfaatkan sarana yang ada untuk berkatekese dengan melihat latar belakang

belakang peserta katekese agar dapat membantu peserta katekese sehingga

imannya dapat berkembang. Metode-metode yang digunakan harus disesuaikan

dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap pribadi yang bersangkutan (EN, art. 44).

2. Model Katekese: Sotarae

a. Pengertian Model

Untuk memahami pengertian model dalam konteks katekese, perlulah

(42)

Pendekatan diartikan sebagai titik tolak terhadap proses pembelajaran. Strategi

dalam konteks dunia pendidikan dikenal sebagai strategi pembelajaran. Dalam

melaksanakan strategi digunakan metode sebagai cara untuk melaksanakan

strategi. Oleh karena itu, strategi dapat digunakan lebih dari satu metode sehingga

dalam menjalankan metode dapat menentukan teknik yang sesuai dengan metode.

Model adalah suatu konstruksi teoritis, skematis, dan abstrak yang

menawarkan pokok-pokok pemikiran yang menghubungkan secara sistematis

unsur-unsur pembentuk realitas dan hubungan-hubungannya (Sumarno, 2011: 43)

Model adalah pola pembelajaran dan dapat disebut dengan strategi

(Dapiyanta, 2012: 2). Sedangkan menurut Trianto (2009 :21) model diartikan

sebagai sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih

komprehensif. Model merupakan seperangkat untuk mewujudkan proses,

pemilihan media dan evaluasi. Banyaknya model dapat dipilih yang sesuai,

efektif digunakan dan mempertimbangkan aspek-aspeknya sehingga tujuan yang

direncanakan dapat tercapai dengan melihat kekurangan dan kelebihan.

Dari beberapa pengertian model di atas dapat disimpulkan bahwa model

dalam konteks katekese adalah suatu rencana atau pola yang disusun meliputi

materi, media, metode dan langkah-langkah dalam proses katekese untuk

mencapai suatu tujuan.

b. Aspek– Aspek Model

Menurut Trianto (2009: 24-25), suatu model memiliki aspek-aspek sebagai

(43)

1) Sintaks (Pola urutan)

Sintaks adalah urutan dari langkah-langkah dari serangkaian kegiatan.

Urutan dalam model terdapat unsur yang sama. Sintaks dalam konteks

pembelajaran menunjuk pada kegiatan apa yang dilakukan guru dan siswa secara

jelas (Trianto, 2009: 24).

2) Prinsip reaksi

Prinsip reaksi merupakan hubungan timbal balik antara pendamping dengan

peserta. Prinsip reaksi adanya partisipasi aktif. Dalam hal ini berkaitan bagaimana

pendamping memandu peserta, menanggapi pertanyaan peserta, merespon

jawaban peserta bila diterapkan dalam konteks katekese.

3) Sistem sosial

Sistem sosial merupakan komponen-komponen dalam model yang berfungsi

untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses pembelajaran komponen tersebut

seperti adanya guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan kurikulum. Sedangkan

dalam berkatekese adanya pendamping dan peserta.

4) Sistem pendukung

Sistem pendukung adalah semua hal yang dapat mendukung dalam model

seperti adanya sarana, media, materi atau bahan yang diperlukan, alat dan bahan.

5) Dampak Instruksional dan Dampak pengiring

Dampak Instruksional adalah hasil yang dicapai sesuai tujuan secara

langsung. Sedangkan dampak pengiring lebih pada hasil belajar lain yang

(44)

c. Latar Belakang Sotarae

Pada tahun 1830, media komunikasi sosial mengalami perkembangan yang

sangat besar sehingga dibagi menjadi empat golongan yaitu media raksasa, media

ukuran besar atau umum, ukuran sedang dan ukuran kecil. Adanya media

komunikasi sosial dan kelompok muncul suatu diskusi kelompok di dalam

pertemuan kelompok yang disebut “group media”. Bahwa yang mendasari

pertemuan adalah metode lama: melihat, menilai-bertindak (Olivera, 1989: 13).

Tujuan dari pertemuan membuat hidup lebih manusiawi dan bermartabat.

Pertemuan ini mempunyai maksud untuk bantuan berpikir, memberikan pendapat,

memperkaya pengetahuan dan membandingkan pandangan pribadi dengan

pandangan oranglain. Cara yang dipakai untuk menganalisa dokumen dalam

group media menggunakan langkah-langkah sotarae. Sotarae adalah petunjuk

untuk mempermudah pengkajian suatu dokumen (Olivera, 1989: 32). Dokumen

tersebut seperti foto, majalah, film, surat kabar, kaset sebagai media untuk di

dalami sehingga dapat menemukan pesan yang dapat berguna bagi kehidupan

peserta kemudian diwujudkan dalam tindakan konkret. Sotarae merupakan

singkatan dari Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi.

d. Langkah-langkah Sotarae

Menurut Olivera (1989: 30-32), langkah-langkah sotarae dapat diuraikan

sebagai berikut:

1) S : Situasi

Langkah pertama menjajagi kesan dari peserta dari dokumen yang telah

(45)

majalah, poster, kaset, permainan, bahasa foto, cerita bergambar, peristiwa. Pada

langkah ini pendamping memberikan suatu pertanyaan kepada peserta misalnya

tentang perasaan yang muncul ketika melihat dokumen atau hal apa saja yang

diungkapkan dalam dokumen yang telah ditampilkan.

2) O : Objektif

Langkah kedua peserta diajak untuk melihat, menemukan fakta objektif

yang ada didalam dokumen dan bagaimana fakta tersebut mempengaruhi

kehidupan. Pada langkah ini menulusuri dengan detail seperti tokoh, alur dan isi.

Tujuan yang ingin dicapai dalam langkah kedua yaitu mengembangkan

kemampuan mengobservasi, mengungkapkan apa yang telah dilihat dan didengar

serta menyediakan waktu yang cukup untuk mengendapkan buah-buah pikiran,

sehingga penilaian yang tergesa-gesa dihindari. Dalam langkah ini menelusuri isi

dari suatu dokumen meliputi tokoh, jalan cerita dan isi cerita.

3) T : Tema

Pada langkah ketiga setelah melihat dan menemukan fakta objektif atau

pokok-pokok pesan kemudian merumuskan tema. Tema pokok dibuat sesuai

prioritas untuk dibahas.

4) A : Analisis

Langkah keempat membuka pembicaraan dengan membahas tema yang

telah dipilih kemudian dianalisis. Unsur-unsur yang diikutsertakan dalam

menganalisis seperti apa yang menonjol jelas, hal implisit dan jelas meskipun

(46)

maupun yang dirugikan dan situasi. Dalam langkah analisis memberikan suatu

gambaran mengenai tema yang dianalisis.

5) R : Rangkuman

Langkah kelima pendamping merangkum sambil menunjukkan

persoalan-persoalan yang telah menjadi jelas maupun yang masih harus dipikirkan lebih

lanjut. Dalam langkah ini ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari hasil diskusi

pertemuan bersama.

6) A : Aksi

Langkah keenam merencanakan suatu aksi atau tindakan nyata

bersama-sama maupun pribadi. Dalam langkah aksi ini berupa usulan konkret dan

dilakukan.

7) E : Evaluasi

Langkah yang terakhir mengevaluasi dari proses yang telah dilaksanakan.

Hal ini perlu untuk memperbaiki pertemuan selanjutnya dan bisa digunakan untuk

mengevaluasi aksi yang telah dilaksanakan.

e. Unsur – Unsur Pokok Sotarae

Menurut Olivera (1989: 19-20), unsur-unsur pokok sotarae sebagai berikut:

1) Kelompok Orang

Kelompok orang yang dimaksud seperti kaum muda, guru, murid, pasangan

suami istri, serikat buruh, dan lain-lain atau orang yang berminat untuk

memperluas pengetahuan mengenai suatu persoalan. Hal yang ditekankan adalah

(47)

mengungkapkan kepada yang lain sehingga semua peserta merasa senang serta

siap menyumbangkan sesuatu demi tujuan kelompok.

2) Tempat yang Cocok

Tempat yang digunakan untuk pertemuan disesuaikan dengan jumlah

peserta yang mengikuti dan diatur sebaik mungkin agar dalam pertemuan merasa

nyaman serta semua peserta dapat mendengarkan pendapat satu sama lain.

3) Dokumen yang menarik

Dokumen meliputi film, surat kabar, potongan majalah, bahasa foto, poster,

kaset atau permainan. Dokumen tersebut sebagai media yang digunakan dalam

pertemuan dan dipilih sesuai dengan keefektifitasannya waktu, menyesuaikan

situasi serta kondisi kelompok.

4) Perlengkapan yang tepat

Di dalam pertemuan menggunakan perlengkapan yang dibutuhkan dan

sesuai pada tempatnya. Sebelum memulai pertemuan perlu diteliti kembali

perlengkapan yang menyangkut hal-hal teknis agar pertemuan nantinya dapat

berjalan dan terlaksana dengan baik serta lancar.

5) Seorang pengarah (moderator)

Seorang pengarah mempunyai tugas untuk mempermudah dialog antar

peserta, memberi kesempatan kepada peserta untuk berbicara dan membantu

peserta untuk mengungkapkan pendapatnya dan merangkum dari keseluruhan

pembicaraan. Seorang pengarah perlu menguasai isi dan bisa mengarahkan

(48)

f. Sistem Sosial Sotarae

Dalam melaksanakan katekese sotarae terdapat komponen-komponen yang

mendukung yaitu adanya peserta dan pendamping. Pendamping berperan sebagai

fasilator untuk mengarahkan jalannya pertemuan, menciptakan suasana keakraban

sedangkan peserta turut berpartisipasi untuk mengungkapkan pendapat. Kedua

komponen tersebut harus ada karena tanpa peserta dan pendamping pertemuan

tidak bisa terlaksana dan tujuan tidak akan tercapai.

g. Sistem Pendukung Sotarae

Sistem pendukung berkaitan dengan hal-hal yang mendukung dalam

katekese seperti film, cuplikan video, peristiwa, cergam, fotocopy artikel, gambar

dari internet, koran, dan lain-lain. Selain materi atau bahan yang dipergunakan,

sarana dan prasarana yaitu pengeras suara atau speaker, LCD dan tempat juga

perlu diperhatikan serta dipersiapkan sebaik mungkin agar dalam pertemuan

lancar.

h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae

Dampak disebut pula dengan tujuan yang dihasilkan. Dampak Instruksional

dari katekese dengan model sotarae untuk mengembangkan kemampuan,

menghargai orang lain dan menanamkan pemikiran ke dalam praktek nyata.

Sedangkan dampak pengiring dari katekese model sotarae membuat pertemuan

(49)

B. Keterlibatan Hidup Menggereja

1. Pengertian Keterlibatan

Menurut Katekismus Gereja Katolikart. 1913 keterlibatan diartikan sebuah

pengabdian yang sukarela dan luhur dari pribadi-pribadi dalam peranannya semua

orang harus turut serta dalam peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan

dilaksanakan secara sukarela oleh setiap pribadi, keinginan yang timbul dari

dalam dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

Menurut Dua Gete (1975: 9) keterlibatan adalah suatu sikap manusia untuk

mencurahkan tenaganya serta perhatiannya sepenuh-penuhnya, dengan jiwa raga,

kepada suatu pekerjaan atau usaha.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan adalah

suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela karena keinginan

dari dalam diri untuk memberikan tenaga, pikiran dan kemampuan pada suatu

pekerjaan atau usaha.

2. Hidup Menggereja

Definisi Gereja sangatlah luas tergantung dari konteksnya. Pengertian

Gereja terdapat dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja yang tidak mengenal batasan

arti. Menurut buku Iman Katolik (1996: 333), di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tiga nama yang dipakai untuk Gereja: Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait

Roh Kudus. Selain itu, Gereja diartikan sebagai paguyuban. Pada hakikatnya

Gereja adalah suatu paguyuban, suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang

(50)

Dengan adanya lembaga Gereja, umat Allah mendapat tempat untuk ikut

berperanserta dalam karya Allah untuk terlibat dalam dunia ini (Ardhisubagyo,

1987: 22). Gereja berdiri kokoh atas dasar Kristus sebagai Kepala dan Allah yang

berkarya memanggil umatnya untuk diberikan tanggung jawab dan kebebasan.

Hidup menggereja diartikan sebagai pengabdian secara sukarela untuk mengambil

bagian dalam bidang koinonia, kerygma, leitourgiadan diakonia.

Menurut Prasetya (2003: 40), umat beriman yang telah dibaptis dan

menerima sakramen krisma umat diharapkan untuk mengambil bagian dalam

tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Dalam perkembangan

dalam gereja, kaum awam dapat melibatkan diri secara aktif sebagai misdinar,

lektor, menjadi pemazmur, dirigen, anggota paduan suara, organis, petugas doa

umat, petugas persembahan, prodiakon, katekis, menjadi pengurus dalam

kepemimpinan Gereja. Sedangkan di luar gereja, kaum awam juga dapat

mengambil bagian ditengah-tengah masyarakat seperti dalam sosio-edukatif,

politik, ekonomi, religius, kesehatan dan lingkungan hidup (Prasetya, 2003:

111-198). Oleh karena itu, sebagai awam melaksanakan tugas Kristus sebagai Imam,

Nabi dan Raja. Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi

dan Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA,

art. 10).

Ensiklik Lumen Fidei yang ditulis oleh Bapa Paus Benediktus XVI dan Fransiskus pesan dasarnya adalah, bangunlah hidup di atas dasar iman;iman yang

selaras dengan akal budi, dan iman yang diwartakan serta diwujudkan dalam

(51)

Para teolog dalam Ardisubagyo (1987: 23) tugas-tugas Gereja yang didasari

dalam tiga segi pelayan Yesus disebut Harvey Cox yaitu kerygma (pewartaan Kerajaan Allah, diakonia (pelayanan penyembuhan, pengampun dosa), koinonia (persaudaraan sebagai penampakan ciri Kerajaan Allah) kemudian ditambahkan

leitourgia(perayaaan iman akan Yesus Kristus).

Menurut Ardhisubagyo (1987:24-33), hidup menggereja terbagi dalam

empat peranan dasariah sebagai berikut:

1) Persekutuan – Persaudaraan (Koinonia)

Koinonia diartikan sebagai semangat persaudaraan dan kesetiakawanan. Selain itu, dalam pedoman karya pastoral kaum muda (1993: 39), koinonia diartikan sebagai tanggung jawab dan keterlibatan setiap anggota umat Allah

dalam mengembangkan hidup komunitas, untuk menciptakan dan memperkuat

persaudaraan, kesatuan, keutuhan, kehangatan sehingga umat merasa memiliki

karena ada perasaan sehati sejiwa sebagai umat Allah. Yang menjadi dasar

koinonia adalah cara hidup jemaat perdana (Kis 4:32-35). Cara hidup jemaat perdana yaitu sehati dan sejiwa, memiliki rasa percaya, segala sesuatu yang

dimiliki merupakan milik bersama, hidup dalam kasih dengan karunia yang

melimpah dan tidak ada yang kekurangan adalah dasar dari koinonia. Cara hidup

bersama ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memiliki sikap

keterbukaan, mencintai dan peka terhadap sesama yang menderita dan dilanda

(52)

(a) Paguyuban PIR

Paguyuban PIR sebagai tempat pertemuan remaja katolik untuk

mengembangkan iman. Di dalam paguyuban tersebut remaja dapat belajar dan

membangun Gereja bersama dengan teman seusianya. Dengan adanya paguyuban

tersebut dapat mengembangkan metode pertemuan yang kreatif, sehingga remaja

merasa senang dan tertarik untuk terlibat dalam paguyuban (Nota Pastoral KAS

2008: 46).

(b) Paguyuban Misdinar

Paguyuban Misdinar adalah sekolompok orang yang berusia anak-anak

(minimal kelas 4 SD) dan usia remaja yang mempunyai tugas untuk melayani

pastor pada waktu perayaan Ekaristi. Misdinar seringkali disebut sebagai

putra-putri altar. Di setiap paroki, misdinar membentuk suatu paguyuban di Gereja dan

memiliki kepengurusan dibawah Tim Kerja Misdinar. Adapun kepengurusan

mempunyai tugas untuk mengkoordinir para anggotanya yang bertugas setiap

perayaan Ekaristi pada hari minggu, hari raya, misa harian dan latihan-latihan.

Paguyuban misdinar juga memiliki kegiatan seperti pertemuan misdinar se paroki

setiap seminggu sekali, pertemuan di kevikepan, mengikuti perlombaan di

kevikepan, ziarah rutin, pembekalan dari tim liturgi dan lain-lain.

(c) Paguyuban Orang Muda Katolik

Menurut Pedoman Karya Pastoral Pemuda (1993: 8), kaum muda adalah mereka yang berusia antara 13 s.d 30 tahun dan belum menikah, sambil tetap

(53)

muda merupakan paguyuban yang berpartisipasi dalam bidang communio (persekutuan-persaudaraan) Gereja. Dalam paguyuban tersebut memiliki struktur

kepengurusan, pembina dan pendamping. Selain itu, orang muda dibina dalam

bidang kemandirian dan kehidupan bersama yang meliputi kehidupan iman dan

menggereja. Dengan adanya paguyuban OMK diharapkan iman orang muda

semakin berkembang karena kaum muda sebagai harapan Gereja (CFL, art. 46).

(d) Paguyuban Lektor

Lektor sebagai Pewarta Sabda Tuhan membentuk suatu paguyuban

tersendiri. Dalam paguyuban tersebut para anggota lektor saling mendukung,

menguatkan dan berusaha untuk lebih baik untuk mewartakan Sabda Tuhan.

Mewartakan Sabda Tuhan tidak hanya sekedar membaca dari Kitab Suci, tetapi

benar-benar mewartakan Sabda Tuhan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu,

dalam paguyuban lektor, para anggota lektor diberikan pembekalan yang cukup

oleh pastor paroki agar dapat menjalankan tugas sebagai pewarta dengan baik.

Kegiatan paguyuban lektor seperti pelatihan membaca, pertemuan rutin satu bulan

sekali, pembekalan bagi calon lektor baru dan evaluasi tugas.

(e) Paguyuban Legio Maria

Legio Maria adalah suatu perkumpulan umat Katolik yang berdiri atas

Gereja dan bimbingan kuat dari Bunda Maria. (Surono, 2010: 1). Tujuannya untuk

memuliakan Tuhan dengan doa dan karya dan memperluas Kerajaan Allah di

dunia secara nyata. Anggota dari paguyuban ini ialah semua orang Katolik yang

(54)

dengan acara rapat presidium yang terdiri dari doa pembukaan dan Rosario,

pembacaan rohani, pembacaan notulen, penerimaan tamu, instruksi tetap, daftar

anggota (presensi), surat menyurat, berita dewan, laporan bendahara, laporan

anggota, doa katena, alokusio, derma rahasia diedarkan, laporan dilanjutkan,

pembagian tugas, mempelajari buku pegangan, laporan anggota auksilier,

soal-soal lain, doa penutup (Surono, 2010: 8-9). Tugas yang dikerjakan oleh anggota

Legio Maria meliputi bidang kerygma, leitourgia, communio, diakonia dan martyria. Bentuk dari keterlibatan pelayanan pastoral, kerasulan dan kemasyarakatan seperti mengajar agama, mengunjungi orang sakit, membersihkan

Gereja, mendoakan orang sakit dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam paguyuban

Legio Maria tidak hanya berdevosi kepada Bunda Maria tetapi ada aksi nyata

yang dilakukan berupa tindakan yang nantinya dilaporkan saat sidang.

(f) Paguyuban Ibu-Ibu Paroki

Merupakan sekumpulan umat terdiri dari ibu-ibu yang berkumpul untuk

mengadakan pertemuan dengan acara arisan dan pendalaman kitab suci.

Paguyuban ibu-ibu paroki berkumpul setiap satu bulan sekali di aula gereja

bahkan ada pula bergiliran di rumah umat yang menjadi anggota paguyuban ibu

paroki. Di dalam paguyuban tersebut selain mengadakan acara arisan dan

pendalaman kitab suci disetiap pertemuan juga mengadakan ziarah, menjenguk

orang sakit, kunjungan ke novisiat, menghadiri pertemuan-pertemuan yang

diselenggarakan keuskupan atau kegiatan kunjungan yang telah disepakati oleh

(55)

2) Pewartaan Injil (Kerygma)

Penginjilan (evangelisasi) berarti membawa Kabar baik kepada segala

tingkat kemanusiaan dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari

dalam dan membuatnya menjadi baru (EN, art. 18). Isi evangelisasimemberikan

kesaksian tentang kasih, mewartakan penebusan Yesus Kristus, mewartakan kasih

kepada semua orang, saling mengampuni, membantu sesama, berbuat baik,

menghayati sakramen, berdoa, hidup di masyarakat dengan menciptakan

perdamaian dan keadilan. Kerygma merupakan keterlibatan aktif dari tiap-tian anggota umat Allah dalam pengajaran dan pewartaan kabar gembira melalui

usaha-usaha saling mengajar dan saling meneguhkan, memperkaya iman dan

pemahamannya dengan sharing, katekese umat, katekese sekolah, katekese

katekumenat dan pendalaman iman (Komisi Kepemudaan, 1993: 39). Mewartakan

Kabar Gembira tidak cukup dengan hanya membaca dan mendengarkan Sabda

Tuhan tetapi diwujudkan berupa tindakan secara nyata untuk memperluas

Kerajaan Allah di dunia. Metode-Metode evangelisasi seperti mencari

sarana-sarana yang cocok, kesaksian hidup, Kotbah, liturgi sabda, katekese,

menggunakan media massa, sakramen, kesalehan yang merakyat (EN, art. 40-48).

Bentuk-bentuk keterlibatan dalam bidang kerygmasebagai berikut:

(a) Katekese

Isi dari katekese adalah Yesus Kristus, pengalaman peserta, Tradisi, Ajaran

gereja dan Ajaran moral. Katekese sebagai salah satu tugas pastoral Gereja tidak

hanya dilaksanakan pada persiapan penerimaan sakramen tetapi juga

(56)

merupakan bentuk katekese. Ruang lingkup katekese terdiri dari lima bagian yaitu

keluarga, paroki, sekolah, masyarakat dan komunitas basis (Sumarno, 2011: 59).

(1) Katekese Persiapan Baptis Dewasa

Sakramen Baptis merupakan pintu gerbang sakramen lainya. Oleh karena

itu, orang yang akan masuk katolik harus menerima sakramen baptis. Sebelum

menerima sakramen baptis, para katekumen wajib mengikuti pelajaran baptis atau

katekese persiapan baptis. Katekese persiapan katekese baptis dewasa intinya

mempersiapkan para calon Baptis (katekumen) untuk mengenal Gereja Katolik

dengan semua ajarannya, mengakui pokok-pokok iman katolik, dan menghayati

dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari katekese yaitu mengembangkan dan

membina pengetahuan dan penghayatan iman para katekumen (Komkat KAS,

2012: 17). Oleh karena, katekumen tidak hanya diberikan peng

Gambar

Tabel I. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja
Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Keterlibatan Hidup Menggereja dengan Skala Perbedaan Semantik
Tabel 3. Kisi-Kisi Panduan Pertanyaan Wawancara
Tabel 4. Indikator Keberhasilan Rata-rata Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait