vii ABSTRAK
Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.
viii ABSTRACT
This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.
The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.
The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.
MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Yohana Luviasari NIM: 101124011
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus yang selalu membimbing langkah hidupku
Kedua orangtua Felicianus Haryoko dan Maria Magdalena Setyowati
v
MOTTO
“Jangan patah semangat saat kehidupan ini tak berjalan seperti rencanamu,
ingatlah hidupmu ada untuk menggenapi rencana Tuhan bukan rencanamu”
(Mario Teguh)
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktu-Nya
(Pengkotbah 3: 11)
PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya
ilmiah
yang sayatulis
ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaiman a layaknya karya ilmiah.Yogyakarta, 8 Januari 2015
Penulis
Yohana Luviasari
vii ABSTRAK
Penulisan skripsi dengan model penelitian tindakan kelas (PTK) dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mendalami ptk suatu jenis penelitian yang saat ini masih berkembang dalam dunia pendidikan dan keprihatinan penulis terhadap siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dalam hidup menggereja. Dari faktor internal, siswa-siswi kurang termotivasi dan kurang menanggapi rahmat Allah serta faktor eksternal pendalaman iman kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik dan belum sesuai dengan konteks remaja. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas dan menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang berjumlah 39 orang.
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing terdiri dari dua kali pertemuan, dengan tahapan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun indikator keberhasilan dari siklus I rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,0 dan jumlah yang terlibat 28 siswa sedangkan siklus II rata-rata skala keseluruhan kegiatan 3,5 dan jumlah yang terlibat 32 siswa.
viii ABSTRACT
This thesis used classroom action research with wished background by the writer for in deep classroom action research which this research development on world education in the writer onxius for Pangudi Luhur Cawas Junior High School students on ecclesiastical. From internal factor, the students less motivation and less responded to God charity with external factor deep faith less good progam, uninterested method and not yet match for the youth. The problem of this research is how live participation ecclesiastical of Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and how catechesis sotarae model can improved participation live ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas.
The purpose of this research is for to know how live participation of ecclesiastical Junior High School students Pangudi Luhur Cawas and to described about catechesis sotarae model can improved live participation eccleastical Junior High School Pangudi Luhur Cawas. The subject of this research is catholic students Junior High School Pangudi Luhur Cawas amount 39 students.
The classroom action research performed on two section that is first section and second cycle which each from twice meeting, with the planning, acting, observation and reflection. The succeed indication from first cycle is average scale 3,0 an d the amount is 28 students where as second section is average scale 3,5 and the amount is 32 students.
PUBLIKASI KARYA
ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah
ini,
saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:Nama : Yohana Luviasari
NIM
: l0l124011Demi pengembangan
ilmu
pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :"UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP
MENGGEREJA
MELALUI
KATEKESE
MODEL
SOTARAE
DALAM
Pf,NDALAMAN
IMAN
SISWA-SISWA
DI
SMP
PANGUDI
LUHUR CAWAS"
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharmahak untuk
menyimpan, mengalihkandalam bentuk media
lain,
mengelolanyadalam bentuk
pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lainuntuk
kepentingan akademistanpa
perlu
meminta
izin
dari
saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.Demikian pemyataan
ini
penulis buat dengan sebenamya.Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 8 Januari 2015 Yang Menyatakan
lx
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas
berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi dengan baik serta
lancar seturut rencana-Nya. Skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN BAGI SISWA-SISWA DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS disusun untuk meningkatkan keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas. Selain itu,
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan
dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M. Pd sebagai dosen pembimbing utama yang
telah banyak meluangkan waktu dengan setia membimbing dan memberikan
masukan kepada penulis dari awal sampai akhir sehingga skripsi bisa
terselesaikan dengan baik.
2. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ sebagai dosen penguji kedua dan dosen
pembimbing akademik yang memberikan arahan dari awal perkuliahan serta
xi
3. Rm. Drs. F.X. Heryatno, W.W, SJ., M. Ed sebagai dosen penguji ketiga dan
Kaprodi IPPAK yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan
skripsi serta memberikan saran demi perbaikan skripsi.
4. Ibu Ch. Eny Sulistyanti, S. Pd sebagai Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur
Cawas yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.
5. Ibu Yustina Daryanti, S. Pd dan Br. L. Haryono, FIC., S. Ag sebagai guru
pendidikan agama katolik yang telah membantu penulis dalam penelitian.
6. Seluruh siswa-siswi Katolik SMP Pangudi Luhur Cawas yang bersedia
meluangkan waktu dan memberikan dukungan selama penelitian.
7. Segenap staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, membagikan
ilmunya dan membimbing penulis selama perkuliahan sampai selesainya
skripsi.
8. Segenap staf Sekretariat dan karyawan Perpustakaan Prodi IPPAK,
Perpustakaan Kolsani serta Perpustakaan Sanata Dharma yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
9. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2010 yang telah
memberikan semangat dan berjuang bersama dalam keadaan suka maupun
duka untuk menyelesaikan skripsi.
10. Bapak, ibu, adikku dan masku yang telah memberikan semangat, dukungan
I
l.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi
ini
masih banyak kekurangan. Tiada gading yangtak
retak. Oleh karenaitu,
penulis mengharapkankritik
dan saran yang bergunademi
perbaikanskripsi.
Semogaskripsi
ini
berguna bagi pembaca untuk mengembangkan penelitian tindakan kelas.Yogyakarta, 8 Januari 2015
Penulis
Yohana Luviasari
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 10
C. Pembatasan Masalah... 10
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penulisan ... 11
F. Manfaat Penulisan... 11
G. Metode Penulisan ... 12
xiv
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS... 15
A. Katekese Model Sotarae ... 15
1. Katekese... 15
a. Pengertian Katekese ... 16
b. Tujuan Katekese ... 17
c. Isi Katekese ... 19
d. Peserta Katekese ... 19
e. Sarana dan Metode Berkatekese ... 20
2. Model Katekese: Sotarae ... 21
a. Pengertian Model ... 21
b. Aspek-aspek Model ... 22
c. Latar Belakang Sotarae ... 24
d. Langkah-langkah Sotarae... 24
e. Unsur-unsur Pokok Sotarae... 26
f. Sistem Sosial Sotarae ... 28
g. Sistem Pendukung Sotarae ... 28
h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae ... 28
B. Keterlibatan Hidup Menggereja... 29
1. Pengertian Keterlibatan ... 29
2. Hidup Menggereja... 29
3. Keterlibatan Hidup Menggereja... 47
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Hidup Menggereja... 48
a. Faktor Pendukung ... 48
xv
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 57
A. Rancangan Penelitian ... 57
B. Subjek dan Objek Penelitian... 57
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 58
D. Prosedur Penelitian ... 58
1. Siklus I... 58
2. Siklus II... 59
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 60
1. Variabel Penelitian ... 60
2. Definisi Konseptual Variabel... 61
3. Definisi Operasional Variabel... 61
4. Jenis Instrumen ... 62
5. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian... 63
6. Teknik dan Alat... 68
F. Sumber Data ... 69
G. Indikator Keberhasilan ... 69
H. Teknik Analisis Data... 71
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 73
A. Hasil Penelitian ... 73
1. Deskripsi Penelitian Pratindakan ... 75
a. Hasil Observasi Pratindakan... 75
b. Hasil Pengukuran Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan... 75
2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I... 78
a. Pertemuan I... 78
b. Pertemuan II ... 87
3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 96
a. Pertemuan I... 96
b. Pertemuan II ... 105
B. Pembahasan ... 114
xvi
2. Siklus I... 115
a. Siklus I: Pertemuan I ... 115
b. Siklus I: Pertemuan II... 116
3. Rangkuman Siklus I ... 117
4. Siklus II... 118
a. Siklus II: Pertemuan I ... 118
b. Siklus II: Pertemuan II ... 119
5. Rangkuman Siklus II ... 120
6. Rangkuman Pratindakan, Siklus I dan Siklus II ... 121
C. Keterbatasan Penelitian ... 122
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 123
A. Kesimpulan... 123
B. Saran... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 126
LAMPIRAN ... 129
Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian... (1)
Lampiran 2 : Satuan Persiapan I / Siklus I... (2)
Lampiran 3 : Satuan Persiapan II / Siklus I... (10)
Lampiran 4 : Satuan Persiapan I / Siklus II... (16)
Lampiran 5 : Satuan Persiapan II / Siklus II ... (22)
Lampiran 6 : Skala Perbedaan Semantik ... (29)
Lampiran 7 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Pratindakan ... (34)
Lampiran 8 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan I... (36)
Lampiran 9 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus I / Pertemuan II ... (38)
Lampiran 10 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan I... (40)
Lampiran 11 : Hasil Keterlibatan Hidup Menggereja Siklus II / Pertemuan II ... (43)
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja sebagai orang yang berada dalam masa peralihan dari anak-anak
menjadi orang dewasa yang berumur kurang lebih berusia 13-18 tahun (LPK,
1995: 7). Dalam masa peralihan ini mereka mengalami permasalahan tentang
kepribadian dan perkembangannya untuk mencari dan menemukan jati diri. Hal
ini sesuai dengan yang ditulis di AnjuranCatechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengatakan:
Itulah masa anak menemukan diri serta dunia batinnya sendiri, masa munculnya rencana-rencana yang mencerminkan idealisme, masa bangkitnya perasaan mencintai, disertai naluri-naluri biologi seksualitas, masa anak menginginkan kebersamaan, masa kegembiraan yang intensif secara khas berkaitan dengan penemuan hidup yang membawa kesegaran (CT, art. 38).
Masa peralihan membuat mereka sulit memilih nilai kehidupan yang
bermakna dan berguna bagi mereka. Adanya kemajuan zaman tentu
mempengaruhi perkembangan masa remaja salah satu diantaranya dalam hal
perkembangan iman. Mereka lebih memilih ke warnet, bermain game, facebookan
dan nonton TV daripada terlibat dalam hidup menggereja. Situasi yang berubah
inilah yang membuat pola berfikir dan bertindak berbeda.
SMP Pangudi Luhur Cawas merupakan salah satu sekolah swasta Katolik
yang mendidik siswa-siswinya tidak hanya cerdas dalam hal intelektual tetapi juga
dalam pengembangan spiritualitas untuk terlibat dalam hidup menggereja dan
terlibat dalam kegiatan pengembangan iman maupun dalam kegiatan
kemasyarakatan (Nota Pastoral KAS, 2008: 46). Dalam pengembangan iman
siswa-siswi, sekolah mewajibkan siswa-siswi Katolik untuk mengikuti
pendalaman iman sehingga diharapkan dapat memberikan dampak kepada siswa
untuk mewujudkan imannya secara nyata dalam perbuatan sehari-hari.
Berdasarkan wawancara dengan guru agama SMP Pangudi Luhur Cawas
bahwa siswa masih kurang terlibat dalam hidup menggereja. Hal ini dapat dilihat
saat persiapan penerimaan Sakramen Krisma, guru agama di sekolah mewajibkan
untuk membuat catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan nama kegiatan
yang diikuti selama persiapan Sakramen Krisma. Ketika guru memberikan tugas
yang demikian, siswa-siswi bersemangat untuk mengikuti kegiatan dan Ekaristi.
Akan tetapi setelah tugas itu selesai, siswa-siswi kurang termotivasi untuk terlibat
dalam hidup menggereja. Ada pula siswa yang merasakan keberatan adanya tugas
tersebut sehingga sampai saat ini catatan buku kecil yang berisi tanda tangan dan
nama kegiatan juga macet. Demikian pula siswa-siswi yang terlibat dalam hidup
menggereja bermacam-macam motivasinya di antaranya mengikuti teman, diajak
teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, takut dimarahi orangtua,
keinginan dari dalam diri dan ingin mendapat tanda tangan. Pendalaman iman
sebagai salah satu kegiatan pengembangan iman di sekolah juga mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya progam yang tersusun dengan
baik selama satu tahun, metode yang kurang menarik sehingga di setiap
pertemuannya banyak siswa yang tidak mengikuti pendalaman iman dan
wawancara dengan siswa-siswi dalam pendalaman iman kegiatannya menonton
film, membaca Kitab Suci, menyanyi dan menghafalkan doa, sakramen, kedua
belas rasul dan lain-lain. Ada siswa-siswi yang senang untuk mengikuti dan ada
pula siswa yang merasakan kebosanan. Berdasarkan data awal yang telah
dikumpulkan dari 42 siswa, keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP
Pangudi Luhur Cawas secara umum dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel I. Keterlibatan dalam Hidup Menggereja
No Bentuk
Keterlibatan
Kelas 7 Kelas 8 Jumlah Jumlah (Bentuk Persentase)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Putra Altar 10 12 22 52 %
2 Koor 6 17 23 54,7 %
3 Bakti Sosial - 2 2 4,7 %
4 Misa 8 13 21 50 %
5 Rekoleksi 1 1 2 4,7 %
6 Pendalaman Iman 6 6 12 28,5 %
7 PIA/PIR 1 9 10 23,8 %
*sumber : Guru agama
Beribadah ke Gereja setiap satu minggu sekali merupakan kewajiban umat
kristiani baik usia balita, remaja, orang muda, orangtua dan lansia. Pergi ke Gereja
masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama Gereja, berjabat tangan
dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak begitu kenal dan menerima
komuni. Sebagai seorang yang telah dibaptis kita semua dipanggil dan diutus
untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Mengambil bagian
Adanya situasi kemajukan religius dan permasalahan membuat hidup menjadi
terancam. Dalam konteks itulah kesadaran mengenai wujud baru hidup
menggereja juga semakin kuat, yakni hidup menggereja yang mempunyai ciri
dialogal dan transformatif (Banawiratma, 1992: 9).
Peran dari orangtua dibutuhkan untuk mendukung remaja dalam mengikuti
kegiatan hidup menggereja. Keluarga-keluarga katolik hendaknya sejak awal
mengajak anak-anak mereka terlibat dalam kehidupan Gereja, seperti aktif di
PIA, PIR, Mudika, Koor, menjadi Lektor, Pemazmur, dan lain-lain (Nota
Pastoral, 2008: 44). Maka dalam Nota Pastoral KAS, keluarga sebagai tempat
pendidikan utama dan pertama bagi anak mempunyai peran untuk mendorong
anak untuk mengikuti kegiatan di Gereja.
Setiap remaja dipanggil untuk hidup dengan panggilan khusus. Gereja
secara rohani diartikan sebagai umat Allah dan Kepalanya yaitu Kristus. Jadi
terlibat dalam kehidupan menggereja adalah sebuah panggilan istimewa. Gereja
mempunyai banyak tempat dan bentuk pelayanan yang melibatkan remaja,
misalnya Putra-putri altar, paduan suara, doa lingkungan, lektor, dan lain-lain.
Melalui tempat dan kegiatan tersebut, Gereja mengharapkan agar remaja
berkembang dalam iman dan kepribadian sebagai murid-murid Kristus. Akan
tetapi pada kenyataannya siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas belum
sepenuhnya menyadari bahwa terlibat dalam kehidupan menggereja sebagai
panggilan yang istimewa.
Gereja menyadari bahwa pewartaan penting bagi munculnya iman serta
kristiani yang telah dibaptis mengemban tugas perutusan yang diberikan Yesus
”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20).
Mardiatmadja (1986: 1) memahami bahwa pendidikan adalah usaha
bersama dalam proses terpadu terorganisasi untuk membantu manusia
mengembangkan diri dan menyiapkan diri guna mengambil tempat dalam
pengembangan masyarakat dan dirinya dihadapan Sang Pencipta. Pendidikan
yang dimaksud adalah seluruh pribadi manusia yaitu tubuh, pikiran, perasaan,
kehendak, jiwa dan hubungan dengan Allah. Relevansinya pendidikan iman untuk
menuju perkembangan dan kedewasaan manusia.
Adisusanto (1995: 3-5) mengemukakan bahwa aspek iman yaitu sabda
Allah yang menuntut jawaban dari manusia, iman merupakan jawaban pribadi dan
menyeluruh dari manusia kepada Tuhan, iman adalah anugerah dan rahmat serta
dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi.
Pendidikan iman bukan campur tangan langsung pendidik atas iman, tetapi untuk
membantu dan mempermudah perkembangan iman yang merupakan tindakan
cuma-cuma dan langsung dari Allah atas manusia dan hasilnya jawaban bebas
manusia kepada Allah. Dengan demikian bahwa iman dan perkembangan adalah
rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah untuk manusia (Adisusanto, 1995: 6).
Katekese sebagai pendidikan iman adalah salah satu bentuk karya pewartaan
makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja, baik sebagai pribadi maupun
kelompok (Adisusanto, 1995: 3). Oleh karena itu, pendidikan iman bersifat
menyeluruh yang mencakup aspek iman yaitu pengetahuan iman, perayaan iman
dan penghayatan iman. Menurut Adisusanto (1995: 8) orang yang maju dalam
hidup berimannya tidak hanya mengetahui apa yang diimani, tetapi juga
merayakannya dalam kehidupan sakramentil dan menghayatinya dalam kehidupan
konkret sehari-hari.
Proses perkembangan hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju
kematangan iman dengan melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga
komponen: pengetahuan, afeksi dan perilaku. Oleh karena itu perkembangan iman
ini terjadi dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat melalui interaksi
ketiga komponen yaitu pengetahuan, afeksi dan tingkah laku iman (Adisusanto,
1995: 11)
Menurut Ardhisubagyo (1987: 24-33) hidup menggereja terbagi dalam
empat peranan dasariah yaitu koinonia, leitourgia, kerygma dan diakonia. Keempat peranan tersebut merupakan satu kesatuan. Semuanya merupakan
kesaksian hidup Gereja tentang Allah yang menyelamatkan umat manusia
(martyria).Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA, art. 10).
Berdasarkan pendapat Adisusanto dan Ardhisubagyo dapat dilihat bahwa
iman dan perkembangannya adalah rahmat: anugerah cuma-cuma dari Allah yang
membutuhkan tanggapan dari manusia dengan sikap atau tindakan. Oleh karena
imannya semakin mendalam, berkembang dan dewasa. Proses perkembangan
hidup beriman bertitik tolak dari pertobatan menuju kematangan iman dengan
melalui perkembangan sikap iman, yang memiliki tiga komponen: pengetahuan,
afeksi dan perilaku. Dengan demikian bahwa orang yang berkembang imannya
bertitik tolak pertobatan, membutuhkan pendidikan iman dan bersedia untuk
menanggapi rahmat Allah dengan mewujudkan sikap iman dalam kehidupan
menggereja dan masyarakat. Orang yang maju dalam kehidupan berimannya tidak
hanya mengetahui apa yang diimaninya tetapi merayakan dan menghayati dalam
kehidupan sehari-hari (Adisusanto, 1995: 8).
Penyebab dari rendahnya keterlibatan dalam hidup menggereja dari faktor
internal karena kurangnya motivasi, kurangnya kemauan dan kurang menanggapi
rahmat Allah. Dari faktor eksternal, pelaksanaan pendalaman iman yang
dilakukan pendamping kurang terprogam dengan baik, metode kurang menarik
dan belum sesuai dengan konteks remaja. Pada dasarnya pendidikan adalah
tindakan sedangkan iman dan perkembangan dipengaruhi oleh anugerah dan
jawaban. Hal ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:
Siswa-siswi kurang termotivasi,
kurangnya kemauan dari dalam
diri dan kurang menanggapi
rahmat Allah
Pendalaman iman kurang
terprogam dengan baik, metode
kurang menarik dan belum sesuai
konteks remaja
Melihat akar permasalahan yang demikian, siswa-siswi SMP Pangudi Luhur
Cawas perlu mendapatkan katekese model sotarae yang dapat meningkatkan
keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja. Sebagaimana dalam tujuan
katekese, umat semakin giat menjemaat sehingga Gereja lokal dan semesta
semakin berkembang (Heryatno, 2010). Dengan kata lain bahwa tujuan katekese
agar umat semakin aktif dalam mengikuti kegiatan di paguyuban yang membuat
paguyuban dan iman umat semakin berkembang. Banyaknya model katekese
seperti katekese konteksual, katekese shared christian praxsis, katekese analisis sosial dan katekese audio visual dapat digunakan untuk berkatekese. Sehubungan
dengan akar permasalahan tersebut dipilih katekese dengan model sotarae yang
dapat digunakan dalam mendorong siswa untuk terlibat dalam hidup menggereja.
Dasar dari pertemuan sotarae adalah metode lama yaitu
melihat-menilai-bertindak, yang diperkaya dengan bahasa audiovisual dan teknik belajar kelompok
(Olivera, 1989: 13)
Pertemuan katekese dengan model sotarae merupakan pertemuan kelompok
dengan menggunakan media audiovisual seperti film, gambar, bahasa foto,
majalah, permainan, poster (Olivera, 1989: 18). Media tersebut mempunyai peran
sebagai pengantar untuk menemukan pesan yang akan disampaikan, sehingga
menyadarkan peserta akan situasinya dan kemudian dapat menerapkan pesan
tersebut dalam kehidupan konkret. Pada zaman era digital seperti sekarang ini
memerlukan pewartaan yang dapat mengena umat seiringnya bekembangnya
peluang positif dari media dan meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak
negatif dari media (Iswarahadi, 2013: 20-21).
Tahapan-tahapan katekese dengan model sotarae terdiri dari unsur Situasi,
Obyektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi (Olivera, 1989: 30-32).
Dari langkah-langkah sotarae, pertama memilih dokumen terlebih dahulu yang
akan didalami sehubungan dengan tema. Dokumen tersebut berupa media
meliputi film, surat kabar, potongan majalah, poster, kaset atau hal-hal semacam
itu yang dapat digunakan untuk memulai pertemuan (Olivera, 1989: 18). Kedua,
peserta diajak menggali dari dokumen melalui pertanyaan-pertanyaan kemudian
dirangkum berupa poin-poin dan dibuat urutan sesuai prioritas. Ketiga
menentukan tema yang disusun menurut prioritas. Langkah keempat menganalisis
tema yang sedang dibahas dan merangkum dari yang telah dibahas sambil
menunjukkan persoalan. Langkah keenam adalah aksi yang berupa usulan konkret
yang diwujudkan dalam tindakan nyata.
Dengan demikian katekese model sotarae merupakan katekese yang
menekankan aksi atau tindakan nyata untuk meningkatkan keterlibatan hidup
menggereja. Oleh karena itu, hasil dari katekese dengan model sotarae tidak
hanya pengetahuan, tetapi juga perasaan yang dapat menyadarkan kemudian
diwujudkan dalam tindakan nyata .
Katekese dengan model sotarae yang menekankan aksi perlu diupayakan
dan dikemas lebih menarik karena cocok untuk remaja siswa-siswi Katolik SMP
Pangudi Luhur Cawas agar lebih menghayati sebagai pribadi yang beriman,
melalui kegiatan yang positif dalam hidup menggereja. Berdasarkan pada
permasalahan ini penulis mengambil judul “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA MELALUI KATEKESE MODEL SOTARAE DALAM PENDALAMAN IMAN SISWA-SISWI DI SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1. Katekese di sekolah kurang mendapat respon dari siswa, progam tidak
tersusun dengan baik, metodenya kurang menarik dan kurangnya perhatian
bagi siswa-siswi yang tidak berangkat.
2. Pergi ke Gereja masih diartikan sebagai pergi ke sebuah tempat bernama
Gereja, berjabat tangan dengan orang yang mengikuti Yesus tetapi tidak
begitu kenal dan menerima komuni.
3. Motivasi mengikuti kegiatan di Gereja antara lain mengikuti teman, diajak
teman, mendapat teman banyak, mengisi waktu luang, keinginan dari dalam
diri dan mendapat tanda tangan.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang
melupakan kegiatan di masyarakat sekitar. Tetapi yang menjadi titik tolak
pemasalahan adalah kegiatan hidup menggereja.
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, secara umum permasalahan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi
Luhur Cawas?
2. Bagaimanakah katekese model sotarae dapat meningkatkan keterlibatan
dalam hidup menggereja bagi siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas?
E. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejauhmana keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP
Pangudi Luhur Cawas.
2. Menggambarkan mengenai katekese model sotarae dapat meningkatkan
keterlibatan hidup menggereja siswa-siswi SMP Pangudi Luhur Cawas.
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu siswa-siwi
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk guru agar memiliki wawasan
yang luas dengan menggunakan katekese model sotarae sehingga dapat
meningkatkan keterlibatan dalam hidup menggereja.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
pentingnya terlibat dalam hidup menggereja.
4. Bagi Gereja
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Gereja agar semakin mendukung
remaja untuk terlibat dalam hidup menggereja.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan tugas akhir, penulis menggunakan deskripsi analitis
berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data-data yang digunakan penulis
diperoleh melalui wawancara, studi pustaka yang mendukung, observasi dan
skala perbedaan semantik.
H. Sistematika Penulisan
SMP PANGUDI LUHUR CAWAS”. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, skripsi ini akan dibahas menjadi lima bab dan pokok-pokoknya sebagai berikut:
BAB I:
Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II:
Bab II berisi Kajian pustaka dan hipotesis yang terdiri dari empat bagian.
Bagian yang pertama meliputi kajian teori dan pustaka yang berisi pengertian
katekese, tujuan katekese, isi katekese, peserta katekese, sarana dan model
berkatekese, pengertian model, sotarae, katekese model sotarae, pengertian
keterlibatan hidup menggereja, bentuk-bentuk keterlibatan dalam hidup
menggereja, faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan yang terdiri dari faktor
pendukung dan penghambat. Bagian kedua terdiri dari penelitian yang relevan,
bagian ketiga kerangka pikir dan bagian keempat hipotesis tindakan.
BAB III:
Bab III berisi uraian metodologi penelitian. Metode penelitian yang
digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam bentuk
siklus. Penelitian dilaksanakan dengan dua siklus dan setiap siklus dua kali
BAB IV:
BAB IV berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan dari setiap
siklus, rangkuman hasil penelitian tindakan untuk mengetahui adanya peningkatan
keterlibatan siswa-siswi dalam hidup menggereja serta keterbatasan penelitian.
BAB V:
BAB V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari
Penelitian Tindakan Kelas. Dengan mengggunakan katekese model sotare dalam
pendalaman iman dapat meningkatkan keterlibatan siswa-siswi dalam hidup
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Katekese Model Sotarae
1. Katekese
a. Pengertian Katekese
Telaumbanua (1995: 4) mengemukakan istilah katekese terdapat pada Kitab
Suci yaitu Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis
21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), I Kor 14;19 (mengajar), Gal 6:6 (mengajar).
Dalam konteks ini katekese dipahami sebagai pengajaran, pendalaman, dan
pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman. Peserta katekese adalah
orang yang sudah dibaptis. Seiring dengan berjalannya waktu pada zaman Bapa
Gereja, katekese diartikan sebagai pengajaran bagi para calon baptis yang dikenal
sebagai katekese baptis sedangkan bagi baptisan baru disebut katekese mistagogi.
Menurut Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II
mengartikan katekese sebagai:
Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).
Berdasarkan pengertian di atas katekese dipahami sebagai pembinaan iman
untuk anak-anak, kaum muda dan orang dewasa berupa ajaran Kristus. Pembinaan
iman diberikan secara terarah dan teratur supaya para peserta katekese dapat hidup
terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan,
pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 5).
PKKI II yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juni-5 Juli 1980 di Klender
Jakarta merumuskan arah katekese di Indonesia yaitu katekese umat yang
diartikan sebagai:
Komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese umat tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan dan mengandaikan perencanaan.
Rumusan ini menegaskan bahwa katekese umat diartikan sebagai
komunikasi iman atau bertukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau
kelompok di dalam suatu pertemuan katekese dengan suasana terbuka, saling
menghargai, saling mendengarkan satu sama lain dan memberikan kesaksian
tentang pengalaman iman yang dimiliki. Dengan adanya kesaksian peserta
semakin diteguhkan dan menghayati imannya. Dalam katekese umat yang
ditekankan penghayatan dan pengetahuan iman supaya peserta tidak hanya
menghayati imannya tetapi peserta mengetahui apa yang diimaninya. Iman itu
harus diwartakan, dan tidak hanya diwartakan namun pula diwujudnyatakan
(Krispurwana, 2013: 13).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa katekese adalah pembinaan
iman bagi anak-anak, kaum muda dan orang dewasa yang isinya ajaran Kristus
tentang pengalaman imannya agar iman semakin diteguhkan, diwartakan dan
diwujudkan dalam tindakan konkret.
b. Tujuan Katekese
Tujuan katekese untuk memperoleh murid (calon katekumen), membantu
umat mengimani Yesus, membina iman umat sehingga dapat membangun Gereja.
Hal ini sesuai dengan perintah Kristus yang terakhir:
Katekese merupakan seluruh usaha dalam Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat untuk mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan dalam nama-Nya (bdk I Yoh 1;1), dan untuk membina serta mendidik mereka dalam perihidup, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus (CT, art. 1).
Catechesi Tradendaeartikel 20 menguraikan bahwa tujuan katekese adalah “mengembangkan iman umat yang baru mulai tumbuh, dan hari ke hari
memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan hidup Kristen
umat beriman, muda maupun tua”. Dengan demikian katekese bertujuan untuk
mengembangkan iman menuju kedewasaan iman sehingga semakin mantap hidup
menurut nilai-nilai kristiani bagi umat muda maupun tua. Oleh karena itu,
katekese merupakan tahap pengajaran dan pendewasaan iman.
Huber (1981: 22-23) merumuskan tujuan komunikasi iman adalah:
a. Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
b. dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup Kristiani sehari-hari.
c. dengan demikian kita semakin supaya dalam terang Injil, kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari.
e. sehingga sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup ditengah masyarakat.
Pada tujuan yang kesatu sampai ketiga memperhatikan pada peserta sendiri
sedangkan tujuan keempat dan kelima menegaskan tujuan sebagai Gereja dan
berpuncak pada hidup ditengah masyarakat (Huber, 1981: 23). Tugas katekese
adalah mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat
(Telaumbanua, 1999: 55).
Menurut Direktorium Kateketik Umum (1971) tujuan katekese membuat iman umat hidup, dasar dan aktif lewat cara pengajaran (DKU 17) dan karya
gerejani, yang menghantarkan kelompok maupun perorangan kepada iman yang
dewasa (DKU 21). Katekese ditujukan untuk perkembangan iman menuju
kedewasaan atau kematangan iman.
Katekese berperan dalam pendidikan iman. Katekese sebagai pendidikan
iman juga bertujuan untuk membantu orang beriman agar semakin terlibat dalam
hidup menggereja dan memasyarakat. Dalam hal ini Adisusanto (1995: 13)
mengatakan katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk karya
pewartaan Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka
makin mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup
menggereja dan memasyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
Tempat dan peranan katekese dalam bidang dasar karya pastoral pada
mewujudkan pelayanan diantaranya melalui evangelisasi, teologi, kotbah dan katekese.
c. Isi Katekese
Isi katekese yang diberikan untuk umat perlu disesuaikan dengan
karakteristik umatnya yaitu permasalahan, latar belakang, situasi, kebutuhan dan
pesertanya. Sumarno (2013: 4) mengatakan bahwa isi Katekese dapat bersumber
dari Tradisi, Kitab Suci, refleksi iman dari para teolog, dan bacaan pada hari
Minggu.
Menurut Catechesi Tradendaeart 26-27, Isi pokok katekese adalah seluruh
peristiwa Yesus Kristus dan interpretasinya serta seluruh kekayaan iman Gereja.
Pribadi Yesus Kristus yaitu tindakan dan sabda-Nya menampakkan cinta kasih
dan kesetiaan Allah Bapa kepada umat manusia. Bahan dalam proses katekese
harus mengarah pada Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah pola hidup umat.
Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam
Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya
(Telaumbanua, 1999: 87). Selain bersumber pada Yesus Kristus, isi katekese juga
dapat bersumber dari pengalaman hidup peserta sendiri. Langkah-langkah dari
katekese meliputi tiga unsur yaitu pengalaman hidup nyata, teks Kitab Suci atau
Tradisi dan penerapan konkrit pada hidup peserta katekese (Sumarno, 2013: 11).
d. Peserta Katekese
Yang berkatekese ialah umat, artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus; Kristus menjadi pola hidup pribadi, pun pola hidup kelompok. Jadi, yang berkatekese ialah seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun disekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekatang. Penekanan peranan umat pada katekese ini sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja itu sendiri.
Dari rumusan PKKI II menjelaskan bahwa yang menjadi peserta katekese
adalah seluruh umat. Katekese tidak hanya ditujukan kepada sebagian umat tetapi
kepada semua umat yang terpanggil untuk mendalami iman secara terus menerus.
Katekese juga dilaksanakan di paguyuban, sekolah dan perguruan tinggi.
Peserta katekese terbuka bagi umat yang belum dibaptis dan ingin mengenal
Kristus (katekumen) sehingga seluruh umat memiliki peranan (kedudukan)
penting, ikut bertanggung jawab, dan aktif mengambil bagian di dalam kehidupan
dan perkembangan katekese. Katekese milik umat, dari, oleh dan untuk umat
(Heryatno, 2010: 5).
e. Sarana dan Metode Berkatekese
Dalam berkatekese diperlukan adanya sarana dan metode. Dengan adanya
sarana dapat memudahkan peserta mendalami pengalaman hidupnya begitu juga
dengan metode yang menarik akan membuat proses katekese lebih menarik dan
tidak membosankan sehingga tujuan katekese dapat tercapai. Yohanes Paulus II
dalam anjuranCatechesi Tradendaemengatakan bahwa:
Pemilihan sarana dalam berkatekese perlu diperhatikan agar sarana yang
digunakan tidak menggangu dalam proses katekese dan dipersiapkan sebaik
mungkin. Metode yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta.
Dalam Catechesi Tradendae, Yohanes Paulus II mengungkapkan pentingnya sarana dalam berkatekese sebagai berikut:
Kami menghimbau, agar prakarsa-prakarsa yang dimaksudkan untuk memberi pembinaan Kristen kepada semua kelompok itu, memakai upaya-upaya yang cocok (sarana-sarana audiovisual, buku-buku kecil, diskusi-diskusi, pelajaran-pelajaran), makin bertambah banyak, serta memampukan banyak orang dewasa untuk menutup kekosongan akibat suatu katekese yang serba kurang dan tidak memadai, untuk secara harmonis melengkapi pada taraf lebih tinggi katekese yang mereka terima waktu masih kanak-kanan, atau bahkan untuk menyiapkan diri secukupnya di bidang itu, agar mampu menolong sesama secara lebih serius (CT, art. 45).
Artikel di atas menjelaskan dalam memberikan pembinaan iman bahwa
Yohanes Paulus II mengajurkan untuk menggunakan sarana yang cocok seperti
audiovisual, buku-buku kecil, diskusi pelajaran sehingga dapat menolong umat
dalam menghayati iman. Para Katekis dituntut untuk lebih kreatif dalam
memanfaatkan sarana yang ada untuk berkatekese dengan melihat latar belakang
belakang peserta katekese agar dapat membantu peserta katekese sehingga
imannya dapat berkembang. Metode-metode yang digunakan harus disesuaikan
dengan usia, kebudayaan dan sikap-sikap pribadi yang bersangkutan (EN, art. 44).
2. Model Katekese: Sotarae
a. Pengertian Model
Untuk memahami pengertian model dalam konteks katekese, perlulah
Pendekatan diartikan sebagai titik tolak terhadap proses pembelajaran. Strategi
dalam konteks dunia pendidikan dikenal sebagai strategi pembelajaran. Dalam
melaksanakan strategi digunakan metode sebagai cara untuk melaksanakan
strategi. Oleh karena itu, strategi dapat digunakan lebih dari satu metode sehingga
dalam menjalankan metode dapat menentukan teknik yang sesuai dengan metode.
Model adalah suatu konstruksi teoritis, skematis, dan abstrak yang
menawarkan pokok-pokok pemikiran yang menghubungkan secara sistematis
unsur-unsur pembentuk realitas dan hubungan-hubungannya (Sumarno, 2011: 43)
Model adalah pola pembelajaran dan dapat disebut dengan strategi
(Dapiyanta, 2012: 2). Sedangkan menurut Trianto (2009 :21) model diartikan
sebagai sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih
komprehensif. Model merupakan seperangkat untuk mewujudkan proses,
pemilihan media dan evaluasi. Banyaknya model dapat dipilih yang sesuai,
efektif digunakan dan mempertimbangkan aspek-aspeknya sehingga tujuan yang
direncanakan dapat tercapai dengan melihat kekurangan dan kelebihan.
Dari beberapa pengertian model di atas dapat disimpulkan bahwa model
dalam konteks katekese adalah suatu rencana atau pola yang disusun meliputi
materi, media, metode dan langkah-langkah dalam proses katekese untuk
mencapai suatu tujuan.
b. Aspek– Aspek Model
Menurut Trianto (2009: 24-25), suatu model memiliki aspek-aspek sebagai
1) Sintaks (Pola urutan)
Sintaks adalah urutan dari langkah-langkah dari serangkaian kegiatan.
Urutan dalam model terdapat unsur yang sama. Sintaks dalam konteks
pembelajaran menunjuk pada kegiatan apa yang dilakukan guru dan siswa secara
jelas (Trianto, 2009: 24).
2) Prinsip reaksi
Prinsip reaksi merupakan hubungan timbal balik antara pendamping dengan
peserta. Prinsip reaksi adanya partisipasi aktif. Dalam hal ini berkaitan bagaimana
pendamping memandu peserta, menanggapi pertanyaan peserta, merespon
jawaban peserta bila diterapkan dalam konteks katekese.
3) Sistem sosial
Sistem sosial merupakan komponen-komponen dalam model yang berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses pembelajaran komponen tersebut
seperti adanya guru, siswa, kepala sekolah, karyawan dan kurikulum. Sedangkan
dalam berkatekese adanya pendamping dan peserta.
4) Sistem pendukung
Sistem pendukung adalah semua hal yang dapat mendukung dalam model
seperti adanya sarana, media, materi atau bahan yang diperlukan, alat dan bahan.
5) Dampak Instruksional dan Dampak pengiring
Dampak Instruksional adalah hasil yang dicapai sesuai tujuan secara
langsung. Sedangkan dampak pengiring lebih pada hasil belajar lain yang
c. Latar Belakang Sotarae
Pada tahun 1830, media komunikasi sosial mengalami perkembangan yang
sangat besar sehingga dibagi menjadi empat golongan yaitu media raksasa, media
ukuran besar atau umum, ukuran sedang dan ukuran kecil. Adanya media
komunikasi sosial dan kelompok muncul suatu diskusi kelompok di dalam
pertemuan kelompok yang disebut “group media”. Bahwa yang mendasari
pertemuan adalah metode lama: melihat, menilai-bertindak (Olivera, 1989: 13).
Tujuan dari pertemuan membuat hidup lebih manusiawi dan bermartabat.
Pertemuan ini mempunyai maksud untuk bantuan berpikir, memberikan pendapat,
memperkaya pengetahuan dan membandingkan pandangan pribadi dengan
pandangan oranglain. Cara yang dipakai untuk menganalisa dokumen dalam
group media menggunakan langkah-langkah sotarae. Sotarae adalah petunjuk
untuk mempermudah pengkajian suatu dokumen (Olivera, 1989: 32). Dokumen
tersebut seperti foto, majalah, film, surat kabar, kaset sebagai media untuk di
dalami sehingga dapat menemukan pesan yang dapat berguna bagi kehidupan
peserta kemudian diwujudkan dalam tindakan konkret. Sotarae merupakan
singkatan dari Situasi, Objektif, Tema, Analisis, Rangkuman, Aksi, Evaluasi.
d. Langkah-langkah Sotarae
Menurut Olivera (1989: 30-32), langkah-langkah sotarae dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) S : Situasi
Langkah pertama menjajagi kesan dari peserta dari dokumen yang telah
majalah, poster, kaset, permainan, bahasa foto, cerita bergambar, peristiwa. Pada
langkah ini pendamping memberikan suatu pertanyaan kepada peserta misalnya
tentang perasaan yang muncul ketika melihat dokumen atau hal apa saja yang
diungkapkan dalam dokumen yang telah ditampilkan.
2) O : Objektif
Langkah kedua peserta diajak untuk melihat, menemukan fakta objektif
yang ada didalam dokumen dan bagaimana fakta tersebut mempengaruhi
kehidupan. Pada langkah ini menulusuri dengan detail seperti tokoh, alur dan isi.
Tujuan yang ingin dicapai dalam langkah kedua yaitu mengembangkan
kemampuan mengobservasi, mengungkapkan apa yang telah dilihat dan didengar
serta menyediakan waktu yang cukup untuk mengendapkan buah-buah pikiran,
sehingga penilaian yang tergesa-gesa dihindari. Dalam langkah ini menelusuri isi
dari suatu dokumen meliputi tokoh, jalan cerita dan isi cerita.
3) T : Tema
Pada langkah ketiga setelah melihat dan menemukan fakta objektif atau
pokok-pokok pesan kemudian merumuskan tema. Tema pokok dibuat sesuai
prioritas untuk dibahas.
4) A : Analisis
Langkah keempat membuka pembicaraan dengan membahas tema yang
telah dipilih kemudian dianalisis. Unsur-unsur yang diikutsertakan dalam
menganalisis seperti apa yang menonjol jelas, hal implisit dan jelas meskipun
maupun yang dirugikan dan situasi. Dalam langkah analisis memberikan suatu
gambaran mengenai tema yang dianalisis.
5) R : Rangkuman
Langkah kelima pendamping merangkum sambil menunjukkan
persoalan-persoalan yang telah menjadi jelas maupun yang masih harus dipikirkan lebih
lanjut. Dalam langkah ini ditarik kesimpulan yang menjadi inti dari hasil diskusi
pertemuan bersama.
6) A : Aksi
Langkah keenam merencanakan suatu aksi atau tindakan nyata
bersama-sama maupun pribadi. Dalam langkah aksi ini berupa usulan konkret dan
dilakukan.
7) E : Evaluasi
Langkah yang terakhir mengevaluasi dari proses yang telah dilaksanakan.
Hal ini perlu untuk memperbaiki pertemuan selanjutnya dan bisa digunakan untuk
mengevaluasi aksi yang telah dilaksanakan.
e. Unsur – Unsur Pokok Sotarae
Menurut Olivera (1989: 19-20), unsur-unsur pokok sotarae sebagai berikut:
1) Kelompok Orang
Kelompok orang yang dimaksud seperti kaum muda, guru, murid, pasangan
suami istri, serikat buruh, dan lain-lain atau orang yang berminat untuk
memperluas pengetahuan mengenai suatu persoalan. Hal yang ditekankan adalah
mengungkapkan kepada yang lain sehingga semua peserta merasa senang serta
siap menyumbangkan sesuatu demi tujuan kelompok.
2) Tempat yang Cocok
Tempat yang digunakan untuk pertemuan disesuaikan dengan jumlah
peserta yang mengikuti dan diatur sebaik mungkin agar dalam pertemuan merasa
nyaman serta semua peserta dapat mendengarkan pendapat satu sama lain.
3) Dokumen yang menarik
Dokumen meliputi film, surat kabar, potongan majalah, bahasa foto, poster,
kaset atau permainan. Dokumen tersebut sebagai media yang digunakan dalam
pertemuan dan dipilih sesuai dengan keefektifitasannya waktu, menyesuaikan
situasi serta kondisi kelompok.
4) Perlengkapan yang tepat
Di dalam pertemuan menggunakan perlengkapan yang dibutuhkan dan
sesuai pada tempatnya. Sebelum memulai pertemuan perlu diteliti kembali
perlengkapan yang menyangkut hal-hal teknis agar pertemuan nantinya dapat
berjalan dan terlaksana dengan baik serta lancar.
5) Seorang pengarah (moderator)
Seorang pengarah mempunyai tugas untuk mempermudah dialog antar
peserta, memberi kesempatan kepada peserta untuk berbicara dan membantu
peserta untuk mengungkapkan pendapatnya dan merangkum dari keseluruhan
pembicaraan. Seorang pengarah perlu menguasai isi dan bisa mengarahkan
f. Sistem Sosial Sotarae
Dalam melaksanakan katekese sotarae terdapat komponen-komponen yang
mendukung yaitu adanya peserta dan pendamping. Pendamping berperan sebagai
fasilator untuk mengarahkan jalannya pertemuan, menciptakan suasana keakraban
sedangkan peserta turut berpartisipasi untuk mengungkapkan pendapat. Kedua
komponen tersebut harus ada karena tanpa peserta dan pendamping pertemuan
tidak bisa terlaksana dan tujuan tidak akan tercapai.
g. Sistem Pendukung Sotarae
Sistem pendukung berkaitan dengan hal-hal yang mendukung dalam
katekese seperti film, cuplikan video, peristiwa, cergam, fotocopy artikel, gambar
dari internet, koran, dan lain-lain. Selain materi atau bahan yang dipergunakan,
sarana dan prasarana yaitu pengeras suara atau speaker, LCD dan tempat juga
perlu diperhatikan serta dipersiapkan sebaik mungkin agar dalam pertemuan
lancar.
h. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Sotarae
Dampak disebut pula dengan tujuan yang dihasilkan. Dampak Instruksional
dari katekese dengan model sotarae untuk mengembangkan kemampuan,
menghargai orang lain dan menanamkan pemikiran ke dalam praktek nyata.
Sedangkan dampak pengiring dari katekese model sotarae membuat pertemuan
B. Keterlibatan Hidup Menggereja
1. Pengertian Keterlibatan
Menurut Katekismus Gereja Katolikart. 1913 keterlibatan diartikan sebuah
pengabdian yang sukarela dan luhur dari pribadi-pribadi dalam peranannya semua
orang harus turut serta dalam peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan
dilaksanakan secara sukarela oleh setiap pribadi, keinginan yang timbul dari
dalam dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.
Menurut Dua Gete (1975: 9) keterlibatan adalah suatu sikap manusia untuk
mencurahkan tenaganya serta perhatiannya sepenuh-penuhnya, dengan jiwa raga,
kepada suatu pekerjaan atau usaha.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela karena keinginan
dari dalam diri untuk memberikan tenaga, pikiran dan kemampuan pada suatu
pekerjaan atau usaha.
2. Hidup Menggereja
Definisi Gereja sangatlah luas tergantung dari konteksnya. Pengertian
Gereja terdapat dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja yang tidak mengenal batasan
arti. Menurut buku Iman Katolik (1996: 333), di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru tiga nama yang dipakai untuk Gereja: Umat Allah, Tubuh Kristus dan Bait
Roh Kudus. Selain itu, Gereja diartikan sebagai paguyuban. Pada hakikatnya
Gereja adalah suatu paguyuban, suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang
Dengan adanya lembaga Gereja, umat Allah mendapat tempat untuk ikut
berperanserta dalam karya Allah untuk terlibat dalam dunia ini (Ardhisubagyo,
1987: 22). Gereja berdiri kokoh atas dasar Kristus sebagai Kepala dan Allah yang
berkarya memanggil umatnya untuk diberikan tanggung jawab dan kebebasan.
Hidup menggereja diartikan sebagai pengabdian secara sukarela untuk mengambil
bagian dalam bidang koinonia, kerygma, leitourgiadan diakonia.
Menurut Prasetya (2003: 40), umat beriman yang telah dibaptis dan
menerima sakramen krisma umat diharapkan untuk mengambil bagian dalam
tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Dalam perkembangan
dalam gereja, kaum awam dapat melibatkan diri secara aktif sebagai misdinar,
lektor, menjadi pemazmur, dirigen, anggota paduan suara, organis, petugas doa
umat, petugas persembahan, prodiakon, katekis, menjadi pengurus dalam
kepemimpinan Gereja. Sedangkan di luar gereja, kaum awam juga dapat
mengambil bagian ditengah-tengah masyarakat seperti dalam sosio-edukatif,
politik, ekonomi, religius, kesehatan dan lingkungan hidup (Prasetya, 2003:
111-198). Oleh karena itu, sebagai awam melaksanakan tugas Kristus sebagai Imam,
Nabi dan Raja. Karena berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi
dan Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja (AA,
art. 10).
Ensiklik Lumen Fidei yang ditulis oleh Bapa Paus Benediktus XVI dan Fransiskus pesan dasarnya adalah, bangunlah hidup di atas dasar iman;iman yang
selaras dengan akal budi, dan iman yang diwartakan serta diwujudkan dalam
Para teolog dalam Ardisubagyo (1987: 23) tugas-tugas Gereja yang didasari
dalam tiga segi pelayan Yesus disebut Harvey Cox yaitu kerygma (pewartaan Kerajaan Allah, diakonia (pelayanan penyembuhan, pengampun dosa), koinonia (persaudaraan sebagai penampakan ciri Kerajaan Allah) kemudian ditambahkan
leitourgia(perayaaan iman akan Yesus Kristus).
Menurut Ardhisubagyo (1987:24-33), hidup menggereja terbagi dalam
empat peranan dasariah sebagai berikut:
1) Persekutuan – Persaudaraan (Koinonia)
Koinonia diartikan sebagai semangat persaudaraan dan kesetiakawanan. Selain itu, dalam pedoman karya pastoral kaum muda (1993: 39), koinonia diartikan sebagai tanggung jawab dan keterlibatan setiap anggota umat Allah
dalam mengembangkan hidup komunitas, untuk menciptakan dan memperkuat
persaudaraan, kesatuan, keutuhan, kehangatan sehingga umat merasa memiliki
karena ada perasaan sehati sejiwa sebagai umat Allah. Yang menjadi dasar
koinonia adalah cara hidup jemaat perdana (Kis 4:32-35). Cara hidup jemaat perdana yaitu sehati dan sejiwa, memiliki rasa percaya, segala sesuatu yang
dimiliki merupakan milik bersama, hidup dalam kasih dengan karunia yang
melimpah dan tidak ada yang kekurangan adalah dasar dari koinonia. Cara hidup
bersama ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan memiliki sikap
keterbukaan, mencintai dan peka terhadap sesama yang menderita dan dilanda
(a) Paguyuban PIR
Paguyuban PIR sebagai tempat pertemuan remaja katolik untuk
mengembangkan iman. Di dalam paguyuban tersebut remaja dapat belajar dan
membangun Gereja bersama dengan teman seusianya. Dengan adanya paguyuban
tersebut dapat mengembangkan metode pertemuan yang kreatif, sehingga remaja
merasa senang dan tertarik untuk terlibat dalam paguyuban (Nota Pastoral KAS
2008: 46).
(b) Paguyuban Misdinar
Paguyuban Misdinar adalah sekolompok orang yang berusia anak-anak
(minimal kelas 4 SD) dan usia remaja yang mempunyai tugas untuk melayani
pastor pada waktu perayaan Ekaristi. Misdinar seringkali disebut sebagai
putra-putri altar. Di setiap paroki, misdinar membentuk suatu paguyuban di Gereja dan
memiliki kepengurusan dibawah Tim Kerja Misdinar. Adapun kepengurusan
mempunyai tugas untuk mengkoordinir para anggotanya yang bertugas setiap
perayaan Ekaristi pada hari minggu, hari raya, misa harian dan latihan-latihan.
Paguyuban misdinar juga memiliki kegiatan seperti pertemuan misdinar se paroki
setiap seminggu sekali, pertemuan di kevikepan, mengikuti perlombaan di
kevikepan, ziarah rutin, pembekalan dari tim liturgi dan lain-lain.
(c) Paguyuban Orang Muda Katolik
Menurut Pedoman Karya Pastoral Pemuda (1993: 8), kaum muda adalah mereka yang berusia antara 13 s.d 30 tahun dan belum menikah, sambil tetap
muda merupakan paguyuban yang berpartisipasi dalam bidang communio (persekutuan-persaudaraan) Gereja. Dalam paguyuban tersebut memiliki struktur
kepengurusan, pembina dan pendamping. Selain itu, orang muda dibina dalam
bidang kemandirian dan kehidupan bersama yang meliputi kehidupan iman dan
menggereja. Dengan adanya paguyuban OMK diharapkan iman orang muda
semakin berkembang karena kaum muda sebagai harapan Gereja (CFL, art. 46).
(d) Paguyuban Lektor
Lektor sebagai Pewarta Sabda Tuhan membentuk suatu paguyuban
tersendiri. Dalam paguyuban tersebut para anggota lektor saling mendukung,
menguatkan dan berusaha untuk lebih baik untuk mewartakan Sabda Tuhan.
Mewartakan Sabda Tuhan tidak hanya sekedar membaca dari Kitab Suci, tetapi
benar-benar mewartakan Sabda Tuhan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu,
dalam paguyuban lektor, para anggota lektor diberikan pembekalan yang cukup
oleh pastor paroki agar dapat menjalankan tugas sebagai pewarta dengan baik.
Kegiatan paguyuban lektor seperti pelatihan membaca, pertemuan rutin satu bulan
sekali, pembekalan bagi calon lektor baru dan evaluasi tugas.
(e) Paguyuban Legio Maria
Legio Maria adalah suatu perkumpulan umat Katolik yang berdiri atas
Gereja dan bimbingan kuat dari Bunda Maria. (Surono, 2010: 1). Tujuannya untuk
memuliakan Tuhan dengan doa dan karya dan memperluas Kerajaan Allah di
dunia secara nyata. Anggota dari paguyuban ini ialah semua orang Katolik yang
dengan acara rapat presidium yang terdiri dari doa pembukaan dan Rosario,
pembacaan rohani, pembacaan notulen, penerimaan tamu, instruksi tetap, daftar
anggota (presensi), surat menyurat, berita dewan, laporan bendahara, laporan
anggota, doa katena, alokusio, derma rahasia diedarkan, laporan dilanjutkan,
pembagian tugas, mempelajari buku pegangan, laporan anggota auksilier,
soal-soal lain, doa penutup (Surono, 2010: 8-9). Tugas yang dikerjakan oleh anggota
Legio Maria meliputi bidang kerygma, leitourgia, communio, diakonia dan martyria. Bentuk dari keterlibatan pelayanan pastoral, kerasulan dan kemasyarakatan seperti mengajar agama, mengunjungi orang sakit, membersihkan
Gereja, mendoakan orang sakit dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam paguyuban
Legio Maria tidak hanya berdevosi kepada Bunda Maria tetapi ada aksi nyata
yang dilakukan berupa tindakan yang nantinya dilaporkan saat sidang.
(f) Paguyuban Ibu-Ibu Paroki
Merupakan sekumpulan umat terdiri dari ibu-ibu yang berkumpul untuk
mengadakan pertemuan dengan acara arisan dan pendalaman kitab suci.
Paguyuban ibu-ibu paroki berkumpul setiap satu bulan sekali di aula gereja
bahkan ada pula bergiliran di rumah umat yang menjadi anggota paguyuban ibu
paroki. Di dalam paguyuban tersebut selain mengadakan acara arisan dan
pendalaman kitab suci disetiap pertemuan juga mengadakan ziarah, menjenguk
orang sakit, kunjungan ke novisiat, menghadiri pertemuan-pertemuan yang
diselenggarakan keuskupan atau kegiatan kunjungan yang telah disepakati oleh
2) Pewartaan Injil (Kerygma)
Penginjilan (evangelisasi) berarti membawa Kabar baik kepada segala
tingkat kemanusiaan dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari
dalam dan membuatnya menjadi baru (EN, art. 18). Isi evangelisasimemberikan
kesaksian tentang kasih, mewartakan penebusan Yesus Kristus, mewartakan kasih
kepada semua orang, saling mengampuni, membantu sesama, berbuat baik,
menghayati sakramen, berdoa, hidup di masyarakat dengan menciptakan
perdamaian dan keadilan. Kerygma merupakan keterlibatan aktif dari tiap-tian anggota umat Allah dalam pengajaran dan pewartaan kabar gembira melalui
usaha-usaha saling mengajar dan saling meneguhkan, memperkaya iman dan
pemahamannya dengan sharing, katekese umat, katekese sekolah, katekese
katekumenat dan pendalaman iman (Komisi Kepemudaan, 1993: 39). Mewartakan
Kabar Gembira tidak cukup dengan hanya membaca dan mendengarkan Sabda
Tuhan tetapi diwujudkan berupa tindakan secara nyata untuk memperluas
Kerajaan Allah di dunia. Metode-Metode evangelisasi seperti mencari
sarana-sarana yang cocok, kesaksian hidup, Kotbah, liturgi sabda, katekese,
menggunakan media massa, sakramen, kesalehan yang merakyat (EN, art. 40-48).
Bentuk-bentuk keterlibatan dalam bidang kerygmasebagai berikut:
(a) Katekese
Isi dari katekese adalah Yesus Kristus, pengalaman peserta, Tradisi, Ajaran
gereja dan Ajaran moral. Katekese sebagai salah satu tugas pastoral Gereja tidak
hanya dilaksanakan pada persiapan penerimaan sakramen tetapi juga
merupakan bentuk katekese. Ruang lingkup katekese terdiri dari lima bagian yaitu
keluarga, paroki, sekolah, masyarakat dan komunitas basis (Sumarno, 2011: 59).
(1) Katekese Persiapan Baptis Dewasa
Sakramen Baptis merupakan pintu gerbang sakramen lainya. Oleh karena
itu, orang yang akan masuk katolik harus menerima sakramen baptis. Sebelum
menerima sakramen baptis, para katekumen wajib mengikuti pelajaran baptis atau
katekese persiapan baptis. Katekese persiapan katekese baptis dewasa intinya
mempersiapkan para calon Baptis (katekumen) untuk mengenal Gereja Katolik
dengan semua ajarannya, mengakui pokok-pokok iman katolik, dan menghayati
dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari katekese yaitu mengembangkan dan
membina pengetahuan dan penghayatan iman para katekumen (Komkat KAS,
2012: 17). Oleh karena, katekumen tidak hanya diberikan peng