• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah melakukan survei langsung keadaan dari beberapa rumah singgah yang ada di dua kota yakni di kota Jakarta dan Surakarta, terdapat perbedaan persepsi yang mencolok mengenai rumah singgah. Jika di Jakarta rumah singgah hanya diperuntukan bagi anak jalanan yang berguna sebagai wadah pembinaan, pelatihan dan pendidikan anak jalanan, sedangkan di Surakarta rumah singgah yakni rumah/tempat yang dibuat oleh pemerintah sebagai tempal tinggal bagi seseorang yang berasal dari luar kota Surakarta dan ingin menentap sementara. Adapun beberapa rumah singgah yang diperuntukkan untuk anak jalanan khususnya, pada beberapa tahun belakangan ini kurang beroperasi sebagaimana seharusnya. Selain itu rumah singgah di kota Surakarta disewakan berbeda dengan yang ada di Jakarta yang diciptakan cuma-cuma untuk anak jalanan.

Adapun rumah singgah anak jalanan yanng dapat digunakan untuk preseden antara lain :

a) Rumah Singgah Kampung Jembatan dan DILTS

Rumah singgah yang dikunjungi di Jakarta yakni rumah singgah DILTS dan Kampung Jembatan. Di kedua rumah singgah ini memiliki kegiatan yang hampir sama pada setiap rumah singgah yang berfungsi utama untuk membina. Namun terdapat kekurangan arsitektur yang terlihat dari keterbatasannya ruangan sbagai wadah dari kegiatan yang dilakukan. Kedua rumah singgah ini hanya berupa rumah tinggal biasa yang disewa oleh LSM tersebut untuk kegiatan belajar, bermain, bersosialisasi dan berkarya. Karena keterbatasan ruang ini maka kegiatan dilakukan dalam 1 ruang yang menimbulkan ketidaknyamanan anak-anak jalanan untuk menerima pelajaran yang diajarkan. Selain itu walaupun mereka berkarya mereka masih sulit menemukan tempat untuk menjual karya mereka ke masyarakat umum, kalaupun ada letaknya jauh dan sedikit merugikan anak jalanan karena sistem bagi hasil dari penjualan tersebut.

Rumah singgah kampung jembatan dan DILTS memiliki konsep pembinaan yang sama dikarenakan dua rumah singgah ini dikelola oleh satu lembaga masyarakat yang sama yaitu DILTS foundation. Adapun konsep pengajaran dan pengembangan pendidikan serta bakat anak jalanan di rumah singgah ini yakni dengan memberikan pelajaran dan pendidikkan yang dijadwalkan setiap minggunya. Sehingga sebagian anak-anak jalanan yang tidak tinggal dirumah singgah ini sudah mengetahui waktu berkumpul untuk belajar.

Konsep pembelajaran ini sayangnya hanya dilakukan 1 kali dalam seminggu dalam waktu 2 jam. Hal ini sangat disayangkan karena pendidikan anak-anak jalanan menjadi kurang mendapatkan ilmu.

Sedangkan untuk pembinaan anak jalanan kebanyakan dari anggota DILTS foundation melakukan penyuluhan ditempat-tempat anak jalanan beroperasi seperti di perempatan jalanan, pinggir jalanan, pasar, terminal, dll untuk mengajak mereka belajar bersama pada waktu yang sudah ditentukan.

Untuk bangunannya sangat disayangkan karena bangunan ini hanya berupa rumah tinggal yang ruangannya digunakan multifungsi, yakni satu ruangan dapat digunakan sebagai beberapa ruang. Seperti ruang tamu yang digunakan

juga sebagai ruang makan, belajar dan tidur. Untuk tidur tetap dipisahkan antara anak jalanan laki-laki dan perempuan.

b) Rumah Singgah The Bamboe’S

Rumah singgah the bamboe’s ini terletak di jalan Stella III no.88, Medan, Sumatera Utara. Lokasi rumah singgah ini sangat amat mudah dicapai dari titik lokasi anak jalanan Medan. Karena bangunan ini tidak terlalu jauh dari pasar umum Medan, Terminal antar kota dan pusat kota. Rumah singgah ini awalnya merupakan kantor KKSP (Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) yang dipimpin oleh Bapak Ahmad Taufan Damanik.

Skema I. 1 Sejarah Rumah Singgah The Bamboe’s Sumber : www.google.com . 2010.

Gambar I. 1 rumah singgah The Bamboe’s Sumber : www.google.com . 2010.

Menurut Bapak Taufan latar belakang pendirian rumah singgah itu, karena dari tahun ke tahun jumlah anak jalanan dan maupun permasalahan anak di jalan terus meningkat. Dalam penanganan masalah anak jalanan, KKSP mempunyai dua konsep pendekatan. Pendekatan pertama disebut eleminasi.

Anak di jalanan ditarik dari jalanan kemudian diberikan pendidikan, diberi bantuan usaha, disupervisi usaha dan eksistensinya. Namun pendekatan ini tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Anak-anak jalanan itu kembali turun ke jalan.

Pendekatan kedua adalah pendekatan kultur. Anak jalanan tetap berada di jalanan. Mereka diajarkan agar respek dengan pasar mereka. Kalau mau berjualan, berjualan yang baik. Kalau memilih ngamen, ngamenlah dengan baik dan dibekali keterampilan agar karyanya bisa dihargai. Mereka dibekali wawasan dan bimbingan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat. Ada etika yang juga harus mereka taati agar bisa diterima sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat. Kebebasan yang mereka anut tidak mengganggu kehidupan lainnya. Bila ini terjadi akan timbul friksi antara mereka dengan masyarakat yang merugikan mereka sendiri, karena bisa dikucilkan dari kehidupan sosial masyarakat.

Berangkat dari kondisi ini, KKSP kemudian membuat program rumah singgah untuk anak jalanan di Medan pada awal tahun 1991. Fungsi utama rumah singgah sebagai tempat berteduh anak-anak jalanan yang tidak memiliki rumah. Selain itu menjadi tempat anak jalanan saling berinteraksi dan menjalin komunikasi. Di tempat ini mereka dididik bersolidaritas, mengasah kreativitas dan meningkatkan keterampilan. Polanya mengadopsi program serupa yang dilaksanakan beberapa lembaga peduli anak di Filipina.

Sedangkan untuk konsep pembinaan anak jalananan yang sudah masuk dan terdaftar dalam rumah singgah ini yaitu dengan memberikan pengajaran dan pembekalan ilmu, selain itu anak jalanan juga diasah untuk memperdalam bakat dan minat anak jalanan. Dalam rumah singgah ini pengasahan bakat mengenai bermusik sangat amat terlihat hal ini terbukti dengan terbentuknya sebuah kelompok musik bernama The Bamboe’s yang telah menghasilkan musik di dunia musik nasional. Hal ini tidak lepas dari fasilitas-fasilitas yang

sudah disediakan rumah singgah ini sehingga anak jalanan bisa berkarya dengan baik. Fasilitas studio musik dan alat-alat band merupakan suatu media untuk membina dan mengembangkan bakat anak jalanan salah satunya.

Suasana dalam rumah singgah ini sangatlah nyaman karena kedekatan para penghuni baik anak didik (anak jalanan) maupun pengasuh. Anak didik di rumah singgah ini yang terdata kurang lebih 100 orang dengan 50 pengasuh dan volounteer. Suasana kekeluargaan terasa sangat kental sehingga kesan nyaman tercipta. Adapun fasilitas yang disediakan juga sangat baik, terbukti dengan disediakannya ruang kumpul bersama dan juga aula.

Sedangkan mengenai fasilitas yang ada dalam rumah singgah ini tidak berbeda jauh dengan rumah singgah anak jalanan lainnya. Hanya saja rumah singgah ini lebih memiliki stuktur peruangan yang sangat lengkap.

Semisalnya saja terdapat taman bermain yang merupakan salah satu fasilitas yang dapat membantu kondisi psikologis anak. Untuk ruang tidur juga dibedakan antara ruang tidur anak perempuan dan laki-laki.

Gambat I. 2 Kegiatan Bermusik di The Bamboe’s Sumber : www.google.com . 2010.

Gambat I. 3 Ruang tamu & kumpul The Bamboe’s Sumber : www.google.com . 2010.

Untuk fasilitas servis dan yang lainnya rumah singgah ini juga memiliki konsep yang sangat baik. Karena rumah singgah ini memiliki ruang mandi, tempat cuci dan taman yang bagus. Hal ini sangat dibutuhkan bagi kegiatan sehari-hari anak jalanan. Taman juga merupakan media terbaik bagi kebutuhnan rekreasi anak jalanan sehingga anak jalanan tidak bosan.

Gambat I. 4 Kamar Tidur di The Bamboe’s Sumber : www.google.com . 2010.

Gambat I. 5 Fasilitas dalam Rumah singgah The Bamboe’s

Sumber : www.google.com . 2010.

D. PERMASALAHAN DAN PERSOALAN