• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya seperti kalau peserta didik belajar di laboratorium, di lapangan, maupun melakukan serangkaian aktivitas di dalam kelas seperti berdiskusi, mencatat dan

sebagainya. Ketika seseorang belajar, ia tidak dapat menghindarkan diri dari suatu situasi untuk menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangkaian belajar. Situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian.

Proses belajar-mengajar yang dapat memungkinkan peserta didik aktif harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik. Dalam pelaksanaan mengajar, hendaknya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu proses belajar-mengajar peserta didik melakukan kegiatan belajar secara optimal. Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar peserta didik aktif yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respons yang dipelajari, penguatan dan umpan balik serta pemakaian dan pemindahan (Abu Ahmadi, 2013: 214).

Sebagaimana menurut filsafat konstruktivisme bahwa, pengetahuan itu adalah bentukan ( konstruksi), jelaslah bahwa untuk dapat mengetahui sesuatu, peserta didik haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar peserta didik harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh. Tanpa keaktifan peserta didik dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak akan mengerti apa- apa (Suparno, 2007: 9).

Menurut konstruktivisme, pelajar sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Disini peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Peserta didik harus aktif bertanya, aktif mengerjakan suatu bahan, aktif membuat laporan, aktif mengungkapkan gagasannya. Misalnya dalam pembelajaran sains,

peserta didik terlibat aktif dalam membuat hipotesis, mengerjakan percobaan, mengumpulkan data, meganalisa dan membuat kesimpulan. Dengan metode ilmiah tersebut, peserta didik dilatih untuk ikut menyimpulkan dan membentuk pengertian mereka sendiri. Dengan demikian prosesnya sungguh pembelajaran peserta didik, bukan pengajaran guru (Suparno, 2004: 32).

Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan peserta didik diwujudkan dalam perilaku- perilaku. Hal ini menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran (Hosnan, 2014: 13).

Cara belajar peserta didik aktif merupakan konsekuensi logis dari proses belajar-mengajar di sekolah. Persoalannya terletak dalam hal kadar keaktifan belajar peserta didik karena ada yang tingkat keaktifannya rendah dan ada pula yang tingkat keaktifannya tinggi. Di dalam dunia pendidikan, peserta didik sangat diharapkan meningkatkan keaktifan mereka secara yang optimal sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Berkaitan dengan strategi pembelajaran, Confusius mengatakan ribuan tahun yang lalu, “What I hear, I forget; What I see, I remember, and What I do, I

understand.” Bagi Confusius, strategi pembelajaran yang paling baik adalah melibatkan peserta didik berlaku aktif dalam praktik (berbuat) sebab dengan berbuat atau praktik, pesera didik memahami apa yang menjadi tujuan pembelajaran (Bermawi, 2014: 63). Aktivitas belajar tidak hanya terjadi dengan duduk mendengarkan guru saja, namun peserta didik terlibat dalam rangkaian belajar tersebut. Aktivitas belajar dapat berupa mendengarkan, memandang,

meraba, membau, mencicipi, menulis, mencatat, membaca, membuat iktisar, mengamati tabel- tabel, diagram-diagram, bagan- bagan, menyusun paper, mengingat/menghafal, berpikir, latihan atau praktek. Semua hal itu adalah aktivitas belajar.

Dalam aktivitas belajar Fisika, hal-hal di atas juga perlu dilaksanakan, diterapkan secara khusus yakni bahwa peserta didik melakukan praktikum di laboratorium. Learning by doing adalah konsep belajar yang menuntut adanya penyatuan usaha untuk mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk praktek. Latihan atau praktek termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Sebagai contoh, dalam belajar Fisika, peserta didik tidak cukup hanya dituntut untuk mendengarkan, mempelajari teori Fisika dan menulis kan rumus-rumus Fisika. Apabila hal itu yang dilakukan, kemungkinan besar teori dan rumus-rumus Fisika itu akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan atau praktikum.

Contohnya adalah praktek saat mempelajari pengukuran. Apabila peserta didik hanya dibekali dengan teori dan cara menghitung berapa hasil pengukuran yang diperoleh, kemungkinan peserta didik akan mengalami kebingungan dan kurang paham. Untuk mempermudah memahami dan memperkuat ingatan tentang pokok bahasan pengukuran, perlu diadakan latihan atau praktikum di laboratorium. Perlu dilatihkan bagaimana cara menggunakan alat, cara membaca skala dalam setiap alat ukur dan cara menghitung hasil pengukuran. Dengan demikian, peserta didik akan memahami, mengetahui dan mengingat pokok bahasan tersebut. Dengan banyak latihan, kesan-kesan yang diterima lebih

fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan atau praktek dapat mendukung upaya belajar yang optimal. Belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Pada hakekatnya, belajar yang bertumpu pada keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran di dalam kelas menuntut seorang guru untuk melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Pesera didik yang aktif dalam pembelajaran memiliki keseriusan dan perhatian yang tinggi pada pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam situasi belajar seperti ini, belajar mewujudkan keaktifan peserta didik yang tampak dalam upaya untuk mendengarkan, menulis, membuat sesuatu, mendiskusikan.

Dalam buku Psikologi Pendidikan dituliskan bahwa dalam tingkat keaktifan peserta didik dalam belajar terdapat rentang keaktifan antara teacher-centered melawan student-centered. Tingkat keaktifan tersebut ditentukan oleh beberapa unsur sebagai berikut (Noer. 2012: 305):

1. Partisipasi peserta didik dalam menetapkan tujuan pembelajaran di kelas

2. Tekanan pada afektifitas dalam pembelajaran di kelas

3. Partisipasi pesera didik dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama interaksi peserta didik dengan guru, dan sesama peserta didik di kelas

4. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi peserta didik yang kurang relevan bahkan salah sama sekali

5. Kesempaatan kepada peserta didik untuk mengambil keputusan- keputusan penting dalam pembelajaran di kelas.

Peserta didik sebagai subjek utama dalam kegiatan pembelajaran dengan alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja prinsip-prinsip belajar. Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik terwujud dalam perilaku-perilaku, seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu perhitungan fisika, membuat karya tulis dan sebagainya.

Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, pesera didik dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengelola perolehan belajarnya. Perilaku aktif atau keterlibatan peserta didik secara langsung dalam kegiatan belajar diharapkan dapat terwujud.

Dari uraian di atas, peneliti membuat indikator keaktifan belajar peserta didik yang akan dilakukan dalam penelitian ini seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik

No. Indikator

1. Kerjasama dalam kelompok

2. Bertanya dan Mampu mengemukakan pendapat 3. Mengerjakan percobaan dalam kelompok 4. Saling membantu dan menyelesaikan masalah

5. Membuat laporan percobaan, menganalisa dan menyimpulkan

Dokumen terkait