• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR, PENGEMBANGAN NILAI KARAKTER DAN KEAKTIFAN PESERTA DIDIK KELAS X SMA KATOLIK SANG TIMUR JAKARTA PADA BAHASAN GERAK LURUS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR, PENGEMBANGAN NILAI KARAKTER DAN KEAKTIFAN PESERTA DIDIK KELAS X SMA KATOLIK SANG TIMUR JAKARTA PADA BAHASAN GERAK LURUS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Me"

Copied!
253
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR, PENGEMBANGAN

NILAI KARAKTER DAN KEAKTIFAN PESERTA DIDIK KELAS X SMA

KATOLIK SANG TIMUR JAKARTA PADA BAHASAN GERAK LURUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

OLEH :

THERESIA V SIMBOLON

NIM: 141424015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu

(Manete In Me)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

1. Kongregasi Suster PIJ yang selalu mendoakan dan mendukung dalam suka

dan perjuangan.

2. Teman- teman Pendidikan Fisika 2014 yang telah menjadi teman

seperjuangan selama menempuh pendidikan di Sanata Dharma, dan

menjadi teman, sahabat dalam perjalanan.

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Simbolon, T. V. 2018. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar, Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Disik Kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan Gerak Lurus .

Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peningkatan hasil belajar, (2) pengembangan nilai karakter, (3) keaktifan peserta diidk kelas X SMA Sang Timur Jakarta pada bahasan Gerak Lurus.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen kuantitatif dan kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIPA SMA Sang Timur dengan jumlah total 85 orang yang terbagi dalam tiga kelas yaitu X-MIPA A dengan jumlah 29 peserta didik, X-MIPA B dengan jumlah 29 peserta didik dan X-MIPA C dengan jumlah 27 peserta didik. Penelitian ini menggunakan dua kelas

(X-MIPA A dan X-MIPA B) yang diberikan treatment dengan pembelajaran

menggunakan metode eksperimen dan satu kelas kontrol (X-MIPA C) yang menggunakan metode pembelajaran ceramah aktif. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini yaitu tes tertulis (pretest dan posttest, kuesioner nilai karakter dan rekaman video keaktifan peserta didik. Hasil test tertulis dan kuesioner nilai karakter dianalisis secara statistik berbantu program SPSS 23.0, sedangkan keaktifan peserta didik menggunakan rekaman video dan catatan peneliti selama proses pembelajaran dan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) metode eksperimen

meningkatkan hasil belajar peserta didik, (2) metode eksperimen mengembangkan nilai karakter peserta didik di kelas eksperimen, (3) keaktifan belajar dengan metode eksperimen berpengaruh terhadap keaktifan peserta didik.

(9)

ix ABSTRACT

Simbolon, T. V. 2018. The Influence Experimental Method Learning Toward Character values and Activeness of Students for Class X SMA Katolik Sang Timur Jakarta about Straight Motion. Thesis. Yogyakarta: Physics Education, Department of Mathematics and Sciences Education, Faculty of Teacher and Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aims to improve (1) student’s knowledge, (2) character values, (3) promote activeness of the students of X Class of SMA Katolik Sang Timur Jakarta about Straight Motion.

This type of research is quantitative and qualitative experimental. The subject of this research are all students (85 students) of X class MIPA of SMA Katolik Sang Timur Jakarta who are divided into three classes which are X-MIPA A with a total of 29 students, X-MIPA B with a total of 29 students and X-MIPA C with a total of 27 students. This research uses two classes (MIPA A and X-MIPA B) with the treatment of experimental methode and one control class (X-MIPA C) with active lecture learning. Instruments used in this research to collect data are written tests (pretest and posttest), questionnaire on character values and video recording about student’s activeness. The result of the written test and test on character values are analyzed statistically using SPSS 23.0 program, whereas student’s activeness are analyzed using video recording and researcher’s notes during the learning process and is analyzed qualitatively.

The result of this research shows that (1) experimental method improves student’s knowledge (2) experimental method develops the character values of students in the experimental class, (3) the activity of learning with the experimental method is very influential and the activity of students.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Mahakuasa atas segala berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh

Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar,

Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Didik Kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada Bahasan Gerak Lurus”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu persyaratan

kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal skripsi ini dapat

diselesaikan karena bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ., M.S.T, selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar membimbing, memberikan masukan dan motivasi kepada penulis

dalam pembuatan skripsi ini.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika

Universitas Sanata Dharma.

4. Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

(11)

xi

5. Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., sebagai validator yang bersedia memberikan

masukan dan saran kepada penulis dalam membuat instrumen soal sehingga

menjadi lebih baik.

6. Dr. S. Eko Riyadi, Pr yang telah mendukung, membantu dalam mengoreksi

kalimat dan bahasa dalam pembuatan skripsi.

7. Segenap karyawan sekretariat JPMIPA yang telah membantu dalam

melancarkan pembuatan surat perizinan penelitian.

8. Sr. Marcela, PIJ. S.Pd., selaku kepala sekolah SMA Katolik Sang Timur

Jakarta yang telah mendukung dan memberikan izin penelitian.

9. Dewan Pimpinan Kongregasi PIJ Provinsi Indonesia yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mendalami bidang pendidikan

Fisika di Universitas Sanata Dharma.

10. Para Suster PIJ Komunitas Sentul serta seluruh anggota kongregasi Suster PIJ

yang telah mendoakan, mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Theresia Sugiati, S.Pd., selaku guru bidang studi fisika kelas X SMA Katolik

Sang Timur Jakarta yang telah membantu dan memberi masukan kepada

penulis selama mempersipakan dan melaksanakan penelitian.

12. Peserta didik kelas X MIPA A, X MIPA B, dan X MIPA C SMA Katolik

Sang Timur Jakarta tahun ajaran 2018/2019 yang sudah bersedia menjadi

subyek penelitian dan membantu kelancaran penelitian.

13. Kedua orangtua saya, Bapak S. Simbolon dan Ibu H. Sinaga, serta kakak,

abang, ponakan yang selalu memberikan semangat dan mendukung penulis di

(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Error! Bookmark not defined. LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN . Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II ... 9

LANDASAN TEORI ... 9

A. Belajar ... 9

B. Hasil Belajar ... 14

C. Metode Eksperimen ... 16

1. Macam-macam Eksperimen ... 17

2. Karakteristik Metode Eksperimen ... 20

3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Metode Eksperimen . 21 4. Prosedur Eksperimen ... 22

5. Tahap Eksperimen ... 24

6. Langkah- langkah Metode Eksperimen ... 25

(14)

xiv

8. Kelemaham Metode Eksperimen ... 27

D. Keaktifan ... 28

E. Nilai Karakter ... 34

F. Gerak Lurus ... 44

BAB III ... 51

METODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

C. Desain Penelitian ... 52

D. Sampel ... 53

E. Treatment ... 54

F. Instrumen Penelitian... 56

G. Validitas ... 67

H. Analisis ... 68

BAB IV ... 77

DATA DAN ANALISIS DATA ... 77

A. Deskripsi Penelitian ... 77

B. Data dan Analisis Data ... 93

1. Hasil belajar Peserta didik ... 93

2. Nilai Karakter ... 102

3. Keaktifan ... 120

C. Pembahasan umum... 124

D. Keterbatasan Penelitian ... 127

BAB V ... 128

KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 130

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik ... 33

Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai pendidikan Karakter ... 35

Tabel 2.3 Nilai Karakter ... 42

Tabel 2.4 Kisi- kisi Kuesioner Nilai Karakter ... 42

Tabel 3.1 Desain Kelompok Pretest dan Posttest ... 52

Tabel 3.2 Rincian Jumlah Peserta didik Kela Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Tabel 3.3 Kisi- Kisi Soal Pretest ... 59

Tabel 3.4 Kisi- kisi Soal Posttest ... 62

Tabel 3.5 Kisi- kisi Kuesioner Nilai Karakter ... 65

Tabel 3.6 Pedoman Penilaian Soal Pretest ... 68

Tabel 3.7 Pedoman Penilaian Soal Posttest ... 70

Tabel 3.8 Skor untuk setiap pernyatan ... 75

Tabel 3.9 Kriteria Tingkat Nilai Karakter Peserta didik ... 76

Tabel 4.1 Rencana jadwal Penelitian ... 78

Tabel 4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Kelas Eksperimen ... 78

Tabel 4.3 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.4 Kehadiran Peserta didik ... 81

Tabel 4.5 Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik Kelas Eksperimen Kelas X- MIPA A ... 93

Tabel 4.6 Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik Kelas Eksperimen Kelas X- MIPA B95 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Mean, Standar Deviasi Pretest dan Posttest kelas Eksperimen ... 96

Tabel 4.8 Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 96

Tabel 4.9 Hasil uji t-independent nilai prestest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 98

Tabel 4.10 Hasil uji t-dependent nilai prestest dan posttest peserta didik kelas eksperimen ... 99

Tabel 4.11 Hasil uji t-dependent nilai prestest dan posttest peserta didik kelas kontrol . 100 Tabel 4.12 Hasil uji t-independent nilai posttest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 101

Tabel 4. 13 Skor Nilai Karakter Kelas Eksperimen ... 103

Tabel 4. 14 Skor Nilai Karakter Kelas Kontrol... 105

Tabel 4.15 Hasil uji t-independent nilai karakter awal peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 107

(16)

xvi

Tabel 4.18 Hasil uji t-independent nilai posttest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 111 Tabel 4.19 Hasil uji t-independent selisih awal dan akhir nilai karakter peserta didik

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 113 Tabel 4. 20 Prosentasi Kerjasama Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol

... 114 Tabel 4.21 Prosentasi Tanggung Jawab Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas

Kontrol ... 116 Tabel 4. 22 Prosentasi Jujur Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol ... 117 Tabel 4.23 Prosentasi Toleransi Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Langkah Pendidikan Nilai Karakter ... 38

Gambar 2.2 Grafik jarak terhadap waktu pada GLB ... 46

Gambar 2.3 Grafik kelajuan terhadap waktu pada GLB ... 47

Gambar 4.1 Peserta didik mengerjakan soal pretest ... 198

Gambar 4.2 Situasi Kelas Ketika ... 198

selesai mengerjakan pretest ... 198

Gambar 4.3 Penjelasan LKS ... 198

Gambar 4.4 Peserta didik melakukan eksperimen ... 198

Gambar 4.5 Kegiatan Praktikum GLBB ... 198

Gambar 4.6 Peserta didik mengerjakan tugas dengan kelompok ... 198

Gambar 4.7 Peserta didik mendengarkan kelompok sedang memaparkan hasil diskusi 199 Gambar 4.8 Peserta didik mengerjakan latihan soal ... 199

Gambar 4.10 Foto bersama setelah pembelajar dan pamitan ... 199

Gambar 4.9 Peserta didik mengerjakan posttest ... 199

Gambar 4.12 Peserta didik mengerjakan soal pretest dan mengisi kuesioner ... 199

Gambar 4.11 Perkenalan peneliti ... 199

Gambar 4.15 Peseta didik berdiskusi ... 200

Gambar 4.16 Peserta didik melakukan eksperimen GLBB ... 200

Gambar 4.18 Kelompok eksperimen ... 200

Gambar 4.17 Keadaan kelas melakukan eksperimen ... 200

Gambar 4.20 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 200

Gambar 4.19 Peserta didik menganggapi ... 200

Gambar 4.22 Foto bersama peserta didik dan pamitan ... 201

Gambar 4.22 Foto bersama peserta didik dan pamitan ... 201

Gambar 4.24 Peserta didik mengerjakan soal pretest ... 201

Gambar 4.23 Perkenalan dan penyampain tujuan peneliti sebelum pretest ... 201

Gambar 4.26 Peserta didik mengerjakan latihan soal ... 201

Gambar 4.25 Penjelasan Materi ... 201

Gambar 4.28 Peserta didik bertanya ... 202

Gambar 4.27 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 202

Gambar 4.30 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 202

Gambar 4.29 Peserta didik mencatat penjelasan ... 202

Gambar 4.32 Foto bersama dan pamitan ... 202

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN ... 134

Lampiran 2 SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN ... 135

Lampiran 3 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)KELAS EKSPERIMEN ... 136

Lampiran 4 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)KELAS KONTROL ... 146

Lampiran 5 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIKGERAK LURUS BERATURAN (GLB) ... 155

Lampiran 6 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKS)GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB) ... 157

Lampiran 7 Soal Pretest ... 160

Lampiran 8 Soal Posttest ... 166

Lampiran 9 LEMBAR KUISIONER NILAI KARAKTER ... 172

Lampiran 10 LEMBARAN VALIDITAS SOAL DAN JAWABAN ... 176

Lampiran 11 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 198

Lampiran 12 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 199

Lampiran 13 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 200

Lampiran 14 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 201

Lampiran 15 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 202

Lampiran 16 LEMBARAN HASIL PRETEST KELAS EKSPERIMEN ... 203

Lampiran 17 LEMBARAN HASIL PRETEST KELAS KONTROL ... 208

Lampiran 18 LEMBARAN HASIL POSTTEST KELAS EKSPERIMEN ... 212

Lampiran 19 HASIL LEMBARAN KUISIONER KARAKTER ... 221

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pepatah Inggris Long life education menyatakan bahwa belajar itu tidak

pernah selesai. Dengan demikian belajar itu merupakan proses terus menerus.

Belajar merupakan sebuah proses berkegiatan untuk menciptakan pandangan-

pandangan baru dan upaya memperoleh serta mengetahui berbagai hal yang akan

meningkatkan pola pemahaman yang baru tentang hidup dan kehidupan. Menurut

Winkel (2001: 1), kemampuan belajar yang dimiliki manusia, merupakan bekal

yang sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu, umat manusia telah berkembang

selama berabad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan luas baginya untuk

memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi.

Pada abad ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat terlebih

dengan teknologi informasi. Kemajuan itu ditunjukkan dengan makin

berkembangnya ilmu pengetahuan dan hasil teknologi. Begitu banyak penemuan

baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan sangat cepat tersebar keseluruh dunia

lewat kecanggihan teknologi saat ini. Ini menunjukkan bahwa kita diajak untuk

terus belajar, menggali dan memiliki pengetahuan yang luas dan berkualitas.

Perkembangan ilmu pengetahuan mengakibatkan adanya persaingan dalam

berbagai aspek kehidupan, salah satunya dalam bidang pendidikan. Hal ini

merupakan tantangan tersendiri bagi guru yang berperan sebagai pendidik bagi

(20)

Pendidikan merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan merupakan proses bantuan yang

diberikan secara sadar dan terencana untuk mengembangkan berbagai ragam

potensi didik, sehingga dapat beradaptasi secara aktif, kreatif dengan lingkungan,

serta berbagai perubahan yang terjadi. Pendidikan merupakan kegiatan

mengoptimalkan perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi

peserta didik.

Menurut Drost (1999: 14), proses pembelajaran yang juga merupakan proses

pendidikan dilangsungkan di dalam lembaga yang mengadakan proses

pembelajaran itu. Lembaga itu disebut sekolah. Sekolah merupakan lingkungan

pendidikan formal. Di sekolah terlaksana kegiatan terencana dan terorganisasi

seperti belajar mengajar di dalam kelas. Dengan belajar yang terarah dan

terpimpin, anak akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap

dan nilai yang menunjang perkembangannya. Sebagai sebuah lembaga pendidikan

formal, sekolah berusaha untuk memajukan semangat belajar anak dengan

memberikan penekanan pokok pada aspek kognitif. Namun tidak berarti bahwa

aspek- aspek lain diabaikan. Sekolah berusaha untuk membangun daya pikir kritis

anak.

Pembelajaran merupakan proses kompleks, dimana setiap bagian saling

berhubungan satu sama lain untuk mencapai keberhasilan. Proses pembelajaran

perlu memperlihatkan kondisi pembelajaran yang mementingkan karakteristik

pelajaran, peserta didik, dan tujuan. Perlu diperhatikan penggunaan metode

(21)

pembelajaran menjadi efektif, efisien serta mengupayakan daya tarik

pembelajaran, yang akan berdampak pada hasil pembelajaran. Dewasa ini

pengajaran dianggap setara dan identik dengan pembelajaran dengan peserta didik

yang aktif.

Dalam bidang pembelajaran, filsafat konstruktivisme sangat mempengaruhi

profesi guru sebagai pengajar dan pendidik. Filsafat konstruktivisme secara kuat

mengubah paradigma pembelajaran baik bagi peserta didik maupun guru. Secara

sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan

konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu (Suparno, 1997: 11).

Pelajar sendirilah yang membentuk pengetahuan mereka. Menurut pandangan

konstruktivisme, seorang guru tidak dapat memindahkan begitu saja apa yang

sudah ia ketahui pada peserta didik. Pemindahan pengetahuan hanya mungkin

bila si peserta didik sendiri dengan aktif mengolah dan membentuknya. Tugas

seorang guru terutama adalah membantu agar proses konstruksi peserta didik itu

dapat berjalan lancar dan efisien. Guru berperan sebagai fasilitator yang

menyediakan sarana, mempertanyakan, menantang agar konstruksi seorang

peserta didik itu jalan (Suparno, 1997: 13). Ada perubahan paradigma dalam

pembelajaran, dari model guru aktif dan peserta didik pasif menuju peserta didik

aktif belajar dan guru sebagai fasilitator yang membantu (Suparno, 2004: 3).

Penekanan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan Fisika pada dasa warsa

terakhir ini sangat jelas dengan berubahnya sistem belajar dan mengajar yang

(22)

(Suparno, 1997: 14). Kurikulum sains mulai disesuaikan berdasarkan prinsip

konstruktivisme.

Perkembangan kurikulum di Indonesia pada tahun 2013 untuk pembelajaran IPA mengarah pada konsep pembelajaran “Intergrative science” (Asih, 2014: 5).

Dalam pengertian modern kurikulum lebih dimengerti sebagai semua pengalaman

yang direncanakan untuk dialami peserta didik dalam proses pendidikan sejak

awal. Bentuknya dapat berupa: pengalaman dalam kelas, diluar kelas, atau bahkan

diluar sekolah. Dalam pengertian ini, kurikulum dapat berisi antara lain materi

atau topik pelajaran yang mau dipelajari peserta didik, metode pembelajaran yang

mau dialami peserta didik dan dibantu oleh guru, peralatan dan buku yang

digunakan, pengaturan waktu, cara evaluasi, dan sebagainya (Suparno, 2004:

51-52).

Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada

hakekatnya mempelajari tentang fenomena alam dan gejala-gejala yang terjadi

didalamnya. Dengan demikian, fisika memiliki kaitan erat dengan kehidupan

sehari- hari. Akhir- akhir ini dalam dunia pendidikan muncul cukup banyak sistem

pengajaran dan penanaman nilai berdasarkan filsafat konstruktivisme. Belajar

fisika itu tidak semata-mata hanya belajar teori, rumus, hitungan, hafalan, namun

belajar fisika sangat memperhatiakna aspek nilai kehidupan. Pengetahuan fisika

menyumbangkan pendidikan nilai karakter. Sains tidak pernah bebas nilai, tidak

pernah netral. Sains selalu berkonteks sosial (Suparno, 2012: 12).

Pendidikan fisika, dengan unsur pengetahuan, proses, dan sikapnya dapat

(23)

2012: 15). Proses yang digunakan dalam pendalaman fisika yang menonjol adalah

proses ilmiah, dimana peserta didik diajak membuat hipotesa, mengumpulkan

data, menganalisa, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak.

Peserta didik dilatih untuk mengambil keputusan dan kesimpulan dari

pengumpulan data-data obyektif. Praktikum fisika dan proyek kelompok yang

banyak dilakukan di pendidikan fisika menunjang pembentukan karakter baik

peserta didik. Sikap dalam belajar fisika yang dapat menunjang oleh guru

digunakan dalam menanamkan nilai karakter bangsa seperti sikap jujur

melakukan praktikum, ketelitian, kerjasama dll (Suparno, 2012: 17-18). Salah satu

tujuan pendidikan di SMA Katolik Sang Timur adalah setiap peserta didik

memiliki karakter yang mandiri, berbudi pekerti, disiplin, jujur, bertanggung

jawab, hidup dalam persaudaraan, kesederhanaan, dan kasih. Oleh karena itu,

dengan pembelajaran fisika penguatan pendidikan karakter diperlukan

sebagaimana dengan tujuan pendidikan di SMA Katolik Sang Timur Jakarta.

Pendidikan Fisika di Indonesia masih agak lemah dalam membantu peserta

didik untuk menemukan sendiri dan membentuk pengetahuan mereka secara aktif

dan bebas. Cukup banyak digunakan sistem drill dan menghafal rumus yang

kurang memberikan kebebasan peserta didik untuk berpikir secara kritis. Kurang

adanya interaksi dengan sesama peserta didik dan dengan guru serta kurang

terbangun kerjasama dalam kegiatan belajar mengajar. Cukup banyak peserta

didik yang tidak dilatih untuk bertanya, mempersoalkan bahan, dan membentuk

(24)

penalaran yang seharusnya mempengaruhi hidup mereka nanti, kurang menonjol

(Suparno, 1997: 24).

Salah satu metode konstruktivis adalah eksperimen. Metode eksperimen

adalah metode mengajar yang mengajak peserta didik untuk melakukan percobaan

pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar. Yang

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, dimana dalam

eksperimen peserta didik sendiri aktif melakukan percobaan sesuai dengan

petunjuk yang diberikan guru, menemukan dan mengalami sendiri dan pelajar

sendirilah yang membentuk pengetahuan mereka. Dengan demikian pengetahuan,

proses, dan sikapnya dapat membantu peserta didik mengembangkan nilai

karakter yang baik.

Beberapa peserta didik di SMA Sang Timur Jakarta, beranggapan bahwa

mereka tidak menyukai Fisika, mereka cenderung tidak berminat akan pelajaran

Fisika, mereka menganggap pelajaran Fisika itu menakutkan, sulit dipelajari,

membosankan dengan setumpuk rumus dan banyak hitungan. Peserta didik

kurang daya saing, daya tahan menghadapi bahan fisika yang dianggap sulit.

Peserta didik juga berpendapat bahwa mereka kurang berminat dengan fisika

selain pelajarannya sulit, karena dalam pengajaran guru kurang bersemangat

untuk meghidupkan suasana kelas, sehingga kurang meningkatkan gairah peserta

didik dalam belajar fisika. Dalam pembelajaran fisika kurang adanya suasana

timbal balik antara peserta didik dan guru maupun sebaliknya.

Metode yang telah diterapkan pada mata pelajaran Fisika selama ini antara

(25)

membuat peserta didik cenderung bosan. Selain itu peserta didik masih kesulitan

dalam menganalisis soal. Kurangnya variasi dalam pembelajaran dan karakteristik

dari pelajaran ini, membuat peserta didik kurang terdorong mengikuti pelajaran

fisika dan cenderung menganggap fisika itu membosankan.

Untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran fisika diperlukan

model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik sekaligus dapat

mengembangkan kemampuan analisis peserta didik. Guru yang sudah terbiasa

dengan model ceramah akan mengalami kesulitan dalam paradigma baru

sebagaimana dijelaskan bahwa dalam paham konstruktivisme, kegiatan belajar

adalah kegiatan yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Atas dasar inilah peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil

Belajar, Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Didik Kelas X

SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada Bahasan Gerak Lurus ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1.Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen

meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur

Jakarta pada bahasan Gerak Lurus?

2.Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen dapat

mengembangkan nilai karakter peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur

(26)

3.Bagaimana keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan

metode eksperimen kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan

Gerak Lurus?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui:

1.Peningkatan hasil belajar peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur

Jakarta pada bahasan Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.

2.Pengembangan nilai karakter peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur

Jakarta pada bahasan Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.

3.Keaktifan peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan

Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Memberi inspirasi kepada guru bahwa belajar fisika dengan menggunakan

metode eksperimen ini dapat mengembangkan nilai karakter.

2. Bagi Sekolah

Memberi referensi dan anjuran kepada guru fisika untuk menggunakan

metode eksperimen ini, karena dapat mmengembangkan nilai karakter,

meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik.

3. Bagi Pendidikan

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar

Mereka yang aktif dalam dunia pendidikan ataupun yang memiliki high

responsibility (tanggung jawab besar) terhadap dunia pendidikan pasti akan selalu

mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan,

yaitu apa itu belajar dan pembelajaran. Kata belajar sudah tidak asing lagi dan

sudah menjadi kata yang diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kata ini bahkan

sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan terutama

bagi mereka yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal (Bahri Djamarah,

2011: 12).

Belajar merupakan inti dari kegiatan sekolah sebab semua sekolah

diperuntukkan bagi berhasilnya proses belajar setiap peserta didik yang sedang

belajar. Secara umum, belajar diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan

tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Belajar itu adalah proses atau

upaya terus-menerus untuk memahami, untuk mengubah, untuk menumbuhkan.

Belajar selalu punya unsur usaha untuk mengerti dan mengubah.

Belajar menjadi istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha

pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan

yang merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis

(28)

mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu

mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu

menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya.

Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun kompetensi peserta

didik. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan sangat kompleks dalam

menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era

global. Untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi situasi itu, diperlukan

usaha dan belajar dengan tekun dan giat.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan

pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami

oleh peserta didik sebagai anak didik. Pandangan seseorang tentang belajar akan

mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar dan setiap

orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar.

Dalam bukunya berjudul Educational Psychology, Cronbach menyebut

bahwa belajar ditampakkan dalam perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman, “Learning is shown by change in behavior as a result of

experience.” Dengan demikian, belajar yang efektif terjadi melalui pengalaman.

Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar

dengan menggunakan semua alat indranya (Abu Ahmadi, 2013: 127). Belajar

merupakan suatu aktivitas yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku

(29)

Menurut para konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar

mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain- lain. Belajar

merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan

yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga

pengertiannya dikembangkan. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,

melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian

yang baru (Suparno, 1997: 61).

Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan

berkesinambungan di dalam kehidupan manusia. Belajar adalah suatu aktivitas

atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian (Suyono, 2011: 8).

Konsep belajar seperti ini menekankan bahwa seseorang belajar tidak hanya

dalam hal-hal teknis, tetapi juga tentang nilai dan norma. Filsafat konstruktivisme

banyak mempengaruhi pembelajaran Fisika khususnya, dan pembelajaran sains

pada umumnya.

Model pembelajaran Fisika menjadi sangat berbeda dengan model

pembelajaran yang klasik (Suparno, 2007: 7). Konstruktivisme beranggapan

bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi

pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,

pengalaman, dan lingkungan mereka (Suparno, 1997: 28). Bila yang sedang

menekuni adalah peserta didik, maka pengetahuan itu adalah bentukan peserta

didik sendiri. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi

(30)

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana peserta

didik membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didik mencari arti sendiri dari

yang mereka pelajari. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,

tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang

baru. Belajar yang sungguh- sungguh akan terjadi bila peserta didik mengadakan

refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan selalu memperbarui tingkat pemikiran

yang tidak lengkap. Bagi guru sangat penting untuk menciptakan bermacam-

macam situasi dan metode yang membantu peserta didik (Suparno, 2007: 13).

Guru menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai

agar peserta didik dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat

langsung dengan alat dan media. Peran guru sangat penting untuk menciptakan

situasi belajar. Peserta didiklah yang bertanggung jawab atas belajar sedangkan

guru bertanggung jawab menciptakan suasana yang mendorong peserta didik

untuk aktif, bersemangat dan berdaya juang. Belajar itu sendiri secara sederhana

dapat diberi definisi sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk

mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari

interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.

Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang muncul dalam diri seseorang

sebagai hasil dari proses belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti

berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,

keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek- aspek yang lain yang ada

(31)

Belajar tidak hanya sekadar menghafal. Peserta didik harus

mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Peserta didik belajar

dari mengalami. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,

menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Oleh

karena itu, penting bagi peserta didik untuk tahu apakah dia belajar dan

bagaimana ia harus mempergunakan pengetahuan dan keterampilan itu. Belajar

menghasilkan suatu perubahan pada peserta didik, perubahan itu dapat berupa

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap (Winkel, 2012: 16).

Menurut Gage dan Berliner (dalam Hosnan, 2014: 8), prinsip-prinsip

belajar peserta didik yang dapat dipakai oleh guru dalam meningkatkan kreativitas

belajar yang mungkin dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar

mengajar antara lain adalah prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pemberian perhatian dan motivasi peserta didik

2. Mendorong dan memotivasi keaktifan peserta didik

3. Keterlibatan langsung peserta didik

4. Pemberian pengulangan

5. Pemberian tantangan

6. Umpan balik dan penguatan

(32)

B. Hasil Belajar

Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai

faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri. Guru

dalam proses belajar-mengajar mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai instruktur,

konselor, sebagai media, sebagai sumber dan sebagainya. Dalam fungsinya yang

ganda ini, guru bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pengajaran khususnya

peningkatan prestasi belajar. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah

hasil dari belajar.

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan

sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama

guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan

data tentang keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran (Wina,

2008: 13). Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif,

dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang

terintegrasi. Untuk penilaian hasil belajar merupakan proses terakhir dalam proses

pembelajaran. Setiap kompetensi dicapai dari tiga ranah pembelajaran, yaitu ranah

kognitif, keterampilan (psikomotor), dan afektif. Ketiga aspek tersebut sering

diberi istilah 3H (Head, Hand, Heart) (Hosnan, 2014: 424).

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam evaluasi hasil belajar,

diperlukan instrumen atau alat pengukuran. Alat yang digunakan sangat

tergantung pada tujuan pengukuran. Alat yang digunakan mengukur aspek

(33)

Penilaian hasil belajar merupakan proses terakhir dalam proses

pembelajaran. Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat

digunakan untuk menentukan positif relatif setiap peserta didik terhadap standar

yang telah ditetapkan (Hosnan, 2014: 416). Hasil pembelajaran adalah semua efek

yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu

metode di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang disengaja

dirancang oleh sebab itu merupakan efek yang diinginkan, dan juga berupa efek

nyata sebagai hasil penggunaan metode pembelajaran tertentu (Karwono, 2017:

172).

Menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil

belajar dapat dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan peserta didik dalam

mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang

diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara

sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar peserta didik adalah kemampuan

yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini ingin melihat pengaruh metode

eksperimen terhadap hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif melalui

(34)

C. Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang

memberi pengalaman belajar langsung dan melibatkan aktivitas peserta didik.

Menurut Suparno (2006: 78), secara umum metode eksperimen adalah metode

mengajar yang mengajak peserta didik untuk melakukan percobaan sebagai

pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar.

Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk

menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam prakteknya,

guru dapat pula melakukan eksperimen untuk menemukan teorinya atau

hukumnya.

Eksperimen dilakukan untuk menguji keyakinan atau pendapat tentang

tingkah laku manusia dalam situasi atau kondisi tertentu. Eksperimen dilakukan

dengan anggapan bahwa semua situasi dapat dikontrol dengan teliti, yang

keadaannya berbeda dari observasi yang terkontrol. Untuk mendukung

pelaksanaan eksperimen, perlu dibentuk paling tidak dua kelompok yang bisa diperbandingkan. Kelompok pertama sebagai kelompok ‘eksperimen’ dan

kelompok kedua sebagai kelompok ‘kontrol’. Lewat penerapan metode

eksperimen banyak aspek belajar dapat diteliti dengan baik.

Pelaksanaan metode eksperimen dapat dilaksanakan di laboratorium

maupun di alam sekitar. Metode eksperimen bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir peserta didik dalam menemukan dan memahami suatu

konsep atau teori yang sedang dipelajari. Kemampuan berpikir peserta didik

(35)

suatu fenomena alam terjadi. Peserta didik dapat menjadi terlatih dalam cara

berfikir yang ilmiah.

1. Macam-macam Eksperimen

Menurut Suparno (2006: 78-79), metode eksperimen dibedakan menjadi

dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas.

1) Eksperimen Terbimbing

a) Pengertian Metode Eksperimen Terbimbing

Dalam eksperimen terbimbing, seluruh jalannya percobaan sudah

dirancang oleh guru sebelum pecobaan dilakukan oleh peserta didik. Langkah-

langkah yang harus dibuat peserta didik, peralatan yang harus digunakan, apa

yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Data yang

harus dikumpulkan dan kesimpulan mana yang akan dituju mereka cukup jelas.

Tentu hasil kesimpulan tergantung data yang mereka peroleh. Biasanya ada

petunjuk langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh peserta didik, ada lembar

kerja (LKS).

b) Tugas Guru

Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru

punya peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:

 Memilih eksperimen yang akan ditugaskan kepada peserta didik

 Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa tujuannya,

alat yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang

harus dikumpulkan peserta didik, bagaimana menganalisis data,

(36)

 Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga

pada saat peserta didik mencoba semua siap dan lancar

 Pada saat percobaan sendiri guru dapat berkeliling melihat

bagaimana peserta didik melakukan percobaannya dan memberikan

masukan kepada peserta didik

 Bila ada peralatan yang macet guru membantu peserta didik agar

alat dapat jalan dengan baik

 Membantu peserta didik dalam menarik kesimpulan dengan

percobaan yang dilakukan

 Bila peserta didik membuat laporan, maka guru harus

memeriksanya

 Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan

dalam satu lembar kerja sehingga memudahkan peserta didik

bekerja.

c) Tugas Peserta didik

Dalam eksperimen, peserta didik sendiri atau dalam kelompok kecil

melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Sebaiknya

kelompok dibuat kecil sehingga peserta didik dapat sungguh melakukan

percobaan dan bukan hanya melihat percobaan teman. Dalam percobaan, peserta

didik antara lain melakukan tindakan berikut:

 Membaca petunjuk percobaan dengan teliti

 Mencari alat yang diperlukan

(37)

 Mulai mengamati jalannya percobaan

 Mencatat data yang diperlukan

 Mendiskusikan dalam kelompok untuk menarik kesimpulan dari

data yang ada

 Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan

 Dapat juga mempresentasikan percobaannya di depan kelas.

2) Eksperimen Bebas

Dalam eksperimen bebas, guru tidak memberikan petunjuk pelaksanaan

percobaan secara rinci. Dengan kata lain, peserta didik harus lebih banyak berpikir

sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur dan

dianalisis serta disimpulkan.

Keuntungan dengan percobaan bebas adalah peserta didik ditantang untuk

merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan

demikian, akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan

peserta didik dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Metode

pembelajaran merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mencapai tujuan

pembelajaran yang di tentukan.

Metode eksperimen dalam proses pembelajaran Fisika tidak terlepas dari

metode ilmiah (scientific method) dalam mempelajari Fisika serta keterampilan

proses Fisika karena Fisika diperoleh melalui suatu metode ilmiah. Pelaksanaan

metode ilmiah dalam suatu proses pembelajaran Fisika di kelas dapat dilakukan

dengan metode eksperimen. Eksperimen terbimbing adalah suatu metode

(38)

sains dengan bimbingan seorang guru. Metode eksperimen menempatkan guru

sebagai fasilitator.

Evaluasi pembelajaran dalam metode eksperimen tidak hanya dilakukan

melalui tes tertulis (kemampuan akademik), tetapi juga mengenai keterampilan

dan sikap peserta didik. Keterampilan peserta didik meliputi merangkai peralatan,

mencatat data, dan lain-lain. Sedangkan sikap peserta didik meliputi: sikap jujur

dalam mencari data, sikap hati-hati dalam melakukan eksperimen dan lain-lain.

2. Karakteristik Metode Eksperimen

Terdapat beberapa karakteristik mengajar dalam menggunakan metode

eksperimen serta hubungannya dengan pengalama belajar peserta didik, seperti di

kemukakakn oleh Winaputra (dalam Hosnan. 2014: 59-67) berikut ini.

a. Adanya alat bantu yang digunakan

b. Peserta didik aktif melakukan percobaan

c. Guru membimbing

d. Tempat dikondisikan

e. Ada pedoman untuk peserta didik

f. Ada topik yang di eksperimenkan

g. Ada temuan- temuan.

Pengalaman peserta didik dari penggunaan metode eksperimen.

a. Mengamati sesuatu hal

b. Menguji hipotesis

c. Menemukan hasil percobaan

(39)

e. Membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik

f. Menerapkan konsep informasi dari eksperimen.

Dari karakteristik metode eksperimen dapat ditarik kesimpulan bahwa

metode eksperimen dapat dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran IPA

dalam meningkatkan sikap ilmiah peserta didik. Sikap ilmiah dapat muncul dalam

pembelajaran melalui pengalaman melakukan eksperimen.

Dalam pembelajaran melalui eksperimen, peserta didik menjadi lebih aktif,

guru berusaha membimbing, melatih dan membiasakan peserta didik untuk

terampil menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil

kesimpulan yang merupakan tujuan pembelajaran IPA (Fisika) dalam melakukan

metode ilmiah dan sikap ilmiah peserta didik. Percobaan (eksperimen) melatih

peserta didik untuk merekam semua data fakta yang diperoleh melalui hasil

pengamatan dan bukan data opini hasil rekayasa pemikiran.

Eksperimen mengajarkan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif

sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah peserta didik. Penemuan fakta dan data

metode observasi dari sebuah eksperimen mempunyai peranan yang sangat

penting bagi peningkatan sikap ilmiah yang diharapkan.

3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Metode Eksperimen

Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

a. Dalam eksperimen, setiap peserta didik harus mengadakan

percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan

(40)

b. Agar eksperimen itu tidak gagal dan peserta didik menemukan

bukti yang meyakinkan atau mungkin hasilnya tidak

membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang

digunakan harus baik dan bersih.

c. Dalam eksperimen, peserta didik perlu teliti dan konsentrasi dalam

mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang

cukup lama sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran

dari teori yang dipelajari itu.

d. Peserta didik dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih,

maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka di samping

memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga

kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam

memilih objek eksperimen itu.

e. Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan.

4. Prosedur Eksperimen

Menurut Roestiyah (dalam Hosnan, 2014:60), prosedur eksperimen adalah

seperti berikut.

a. Perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan eksperimen,

mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui

eksperimen.

b. Memberi penjelasan kepada peserta didik tentang alat-alat serta

(41)

yang harus dikontrol dengan kuat, urutan eksperimen, hal- hal yang

perlu dicatat.

c. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan

peserta didik. Bila perlu, guru memberi saran atau pertanyaan yang

menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.

d. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil

penelitian peserta didik, mendiskusikan di kelas dan mengevaluasi

dengan tes atau tanya jawab.

Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik

dan mental, serta emosional peserta didik. Peserta didik mendapat kesempatan

untuk melatih keterampilan agar memperoleh hasil belajar maksimal. Pengalaman

yang dialami langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan

mental serta emosional peserta didik diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu

cara atau kondisi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan

juga perilaku yang inovatif dan kreatif.

Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan mengajar peserta

didik untuk belajar konsep Fisika sama halnya dengan seorang ilmuwan Fisika.

Peserta didik mengikuti tahap-tahap pembelajarannya. Dengan demikian, peserta

didik akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang diperoleh selama

(42)

5. Tahap Eksperimen

Pembelajaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng, meliputi tahap-

tahap berikut.

a. Percobaan awal

Pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang

didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam.

Demonstrasi ini menampilkan masalah-maslah yang berkaitan dengan

materi Fisika yang akan dipelajari.

b. Pengamatan

Merupakan kegiatan peserta didik saat guru melakukan percobaan, peserta

didik diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.

c. Hipotesis awal

Peserta didik dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil

pengamatannya.

d. Verifikasi

Kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah

dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok.

e. Aplikasi konsep

Setelah peserta didik merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya

(43)

f. Evaluasi

Merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep pemahaman konsep

dapat diketahui apabila peserta didik mampu mengutarakan secara lisan,

tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya.

6. Langkah- langkah Metode Eksperimen

Untuk melaksanakan dengan baik, kita harus tahu langkah-langkah yang

harus ditempuh dalam mengimplementasikan metode eksperimen agar dapat

berjalan dengan lancar dan berhasil.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode

eksperimen menurut Fathurrahman (Hosnan, 2014: 62) adalah sebagai berikut.

a. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan.

b. Usahakan peserta didik terlibat langsung sewaktu mengadakan kegiatan

eksperimen.

c. Sebelum dilaksanakan eksperimen peserta didik terlebih dahulu diberikan

pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah eksperimen yang akan

dilakukan.

d. Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan

percobaan yang telah direncanakan.

e. Setiap individu dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis.

Sebelum eksperimen dilaksanakan, terlebih dahulu guru harus menetapkan

berikut.

a. Alat-alat apa yang diperlukan.

(44)

c. Hal- hal apa yang harus dicatat.

d. Variabel- variabel mana yang harus di kontrol.

e. Kelebihan Metode Eksperimen

7. Kelebihan Metode Eksperimen

Beberapa keunggulan pembelajaran dengan metode eksperimen menurut

Moedjiono dan Moh Dimyati antara lain:

a. Peserta didik secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau

data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan

b. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran

teoritis secara empiris melalui eksperimen, sehingga peserta didik terlatih

membuktikan ilmu secara ilmiah

c. Peserta didik berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah

dalam rangka menguji kebenaran hipotesis

Menurut Rusyan (dalam Hosnan, 2014: 63), metode eksperimen memiliki

kelebihan antara lain sebagai berikut.

a. Melatih disiplin diri peserta didik melalui eksperimen yang dilakukannya,

terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian, ketekuanan dalam

melakukan eksperimen.

b. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta didik

melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung.

c. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan

hakikat kebenaran secara langsung.

(45)

e. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara

langsung dalam pengajaran, sehingga mereka akan terhindar dari

verbalisme.

8. Kelemaham Metode Eksperimen

Metode eksperimen juga memiliki kelemahan antara lain:

a. Memerlukan peralatan, bahan dan/atau sarana eksperimen bagi setiap

peserta didik atau sekelompok peserta didik yang perlu dipenuhi karena

akan mengurangi kesempatan peserta didik bereksperimen jika tidak

tersedia

b. Jika eksperimen memerlukan waktu yang lama, akan mengakibatkan

berkurangnya kecepatan laju pembelajaran.

c. Kurangnya pengalaman para peserta didik maupun guru dalam

melaksanakan eksperimen akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam

melakukan eksperimen.

d. Kegagalan/kesalahan dalam eksperimen akan mengakibatkan perolehan

hasil belajar (berupa informasi, fakta) yang salah atau menyimpang.

Menurut Rusyan (dalam Hosnan, 2014: 63), metode eksperimen memiliki

kekurangan antara lain:

a. Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam rangka

pelajaran di sekolah, maka metode ini dapat menyerap waktu pelajaran.

b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika

(46)

c. Pada hal-hal tertentu, seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia,

kemungkinan memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini, faktor

keselamatan kerja harus diperhitungkan.

d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap. Jika kurang salah

satu padanya, maka eksperimen tidak akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa penerapan metode eksperimen

dalam kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki kelebihan dan manfaat.

Kelebihan tersebut berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Di samping kelebihan yang

dapat dirasakan oleh peserta didik dalam pembelajaran yang menggunakan

metode eksperimen, ada juga kekurangan dan kelemahannya. Hal ini menuntut

kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran eksperimen dengan

mengawasi proses kerja sama dalam belajar yang dilakukan oleh peserta didik.

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen terbimbing karena

dengan menggunakan eksperimen terbimbing seluruh jalnnya percobaan sudah

dirancang oleh guru sebelum percobaan dikaukan oleh peserta didik. Dan peserta

didik tidak akan bingung tentang langkah- langkah percobaan,data yang

dikumpulkan, dan kesimpulan karena sudah ada petunjuk yang lembar kerja

peserta didik.

D. Keaktifan

Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas

raganya seperti kalau peserta didik belajar di laboratorium, di lapangan, maupun

(47)

sebagainya. Ketika seseorang belajar, ia tidak dapat menghindarkan diri dari suatu

situasi untuk menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangkaian

belajar. Situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa

yang dilakukan kemudian.

Proses belajar-mengajar yang dapat memungkinkan peserta didik aktif

harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik. Dalam pelaksanaan

mengajar, hendaknya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu

proses belajar-mengajar peserta didik melakukan kegiatan belajar secara optimal.

Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar

peserta didik aktif yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respons yang

dipelajari, penguatan dan umpan balik serta pemakaian dan pemindahan (Abu

Ahmadi, 2013: 214).

Sebagaimana menurut filsafat konstruktivisme bahwa, pengetahuan itu adalah

bentukan ( konstruksi), jelaslah bahwa untuk dapat mengetahui sesuatu, peserta

didik haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar

peserta didik harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis,

dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.

Tanpa keaktifan peserta didik dalam membangun pengetahuan mereka sendiri,

mereka tidak akan mengerti apa- apa (Suparno, 2007: 9).

Menurut konstruktivisme, pelajar sendirilah yang bertanggung jawab atas

hasil belajarnya. Disini peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran.

Peserta didik harus aktif bertanya, aktif mengerjakan suatu bahan, aktif membuat

(48)

peserta didik terlibat aktif dalam membuat hipotesis, mengerjakan percobaan,

mengumpulkan data, meganalisa dan membuat kesimpulan. Dengan metode

ilmiah tersebut, peserta didik dilatih untuk ikut menyimpulkan dan membentuk

pengertian mereka sendiri. Dengan demikian prosesnya sungguh pembelajaran

peserta didik, bukan pengajaran guru (Suparno, 2004: 32).

Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional.

Implikasi prinsip keaktifan peserta didik diwujudkan dalam perilaku- perilaku.

Hal ini menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran

(Hosnan, 2014: 13).

Cara belajar peserta didik aktif merupakan konsekuensi logis dari proses

belajar-mengajar di sekolah. Persoalannya terletak dalam hal kadar keaktifan

belajar peserta didik karena ada yang tingkat keaktifannya rendah dan ada pula

yang tingkat keaktifannya tinggi. Di dalam dunia pendidikan, peserta didik sangat

diharapkan meningkatkan keaktifan mereka secara yang optimal sehingga mereka

dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Berkaitan dengan strategi pembelajaran, Confusius mengatakan ribuan

tahun yang lalu, “What I hear, I forget; What I see, I remember, and What I do, I

understand.” Bagi Confusius, strategi pembelajaran yang paling baik adalah

melibatkan peserta didik berlaku aktif dalam praktik (berbuat) sebab dengan

berbuat atau praktik, pesera didik memahami apa yang menjadi tujuan

pembelajaran (Bermawi, 2014: 63). Aktivitas belajar tidak hanya terjadi dengan

duduk mendengarkan guru saja, namun peserta didik terlibat dalam rangkaian

(49)

meraba, membau, mencicipi, menulis, mencatat, membaca, membuat iktisar,

mengamati tabel- tabel, diagram-diagram, bagan- bagan, menyusun paper,

mengingat/menghafal, berpikir, latihan atau praktek. Semua hal itu adalah

aktivitas belajar.

Dalam aktivitas belajar Fisika, hal-hal di atas juga perlu dilaksanakan,

diterapkan secara khusus yakni bahwa peserta didik melakukan praktikum di

laboratorium. Learning by doing adalah konsep belajar yang menuntut adanya

penyatuan usaha untuk mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar

sambil berbuat dalam hal ini termasuk praktek. Latihan atau praktek termasuk

cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Sebagai contoh, dalam belajar Fisika,

peserta didik tidak cukup hanya dituntut untuk mendengarkan, mempelajari teori

Fisika dan menulis kan rumus-rumus Fisika. Apabila hal itu yang dilakukan,

kemungkinan besar teori dan rumus-rumus Fisika itu akan mudah terlupakan bila

tidak didukung dengan latihan atau praktikum.

Contohnya adalah praktek saat mempelajari pengukuran. Apabila peserta

didik hanya dibekali dengan teori dan cara menghitung berapa hasil pengukuran

yang diperoleh, kemungkinan peserta didik akan mengalami kebingungan dan

kurang paham. Untuk mempermudah memahami dan memperkuat ingatan tentang

pokok bahasan pengukuran, perlu diadakan latihan atau praktikum di

laboratorium. Perlu dilatihkan bagaimana cara menggunakan alat, cara membaca

skala dalam setiap alat ukur dan cara menghitung hasil pengukuran. Dengan

demikian, peserta didik akan memahami, mengetahui dan mengingat pokok

(50)

fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan atau praktek dapat mendukung

upaya belajar yang optimal. Belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan

menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Pada hakekatnya, belajar yang bertumpu pada keaktifan peserta didik

dalam proses pembelajaran di dalam kelas menuntut seorang guru untuk

melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Pesera didik

yang aktif dalam pembelajaran memiliki keseriusan dan perhatian yang tinggi

pada pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam situasi belajar seperti ini, belajar

mewujudkan keaktifan peserta didik yang tampak dalam upaya untuk

mendengarkan, menulis, membuat sesuatu, mendiskusikan.

Dalam buku Psikologi Pendidikan dituliskan bahwa dalam tingkat

keaktifan peserta didik dalam belajar terdapat rentang keaktifan antara

teacher-centered melawan student-centered. Tingkat keaktifan tersebut ditentukan oleh

beberapa unsur sebagai berikut (Noer. 2012: 305):

1. Partisipasi peserta didik dalam menetapkan tujuan pembelajaran di

kelas

2. Tekanan pada afektifitas dalam pembelajaran di kelas

3. Partisipasi pesera didik dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama

interaksi peserta didik dengan guru, dan sesama peserta didik di

kelas

4. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi peserta didik

(51)

5. Kesempaatan kepada peserta didik untuk mengambil keputusan-

keputusan penting dalam pembelajaran di kelas.

Peserta didik sebagai subjek utama dalam kegiatan pembelajaran dengan

alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja prinsip-prinsip belajar.

Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi

prinsip keaktifan bagi peserta didik terwujud dalam perilaku-perilaku, seperti

mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin

tahu hasil dari suatu perhitungan fisika, membuat karya tulis dan sebagainya.

Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik lebih lanjut menuntut

keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebagai subjek

dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, pesera didik dituntut untuk

selalu aktif memproses dan mengelola perolehan belajarnya. Perilaku aktif atau

keterlibatan peserta didik secara langsung dalam kegiatan belajar diharapkan

dapat terwujud.

Dari uraian di atas, peneliti membuat indikator keaktifan belajar peserta

didik yang akan dilakukan dalam penelitian ini seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik

No. Indikator

1. Kerjasama dalam kelompok

2. Bertanya dan Mampu mengemukakan pendapat

3. Mengerjakan percobaan dalam kelompok

4. Saling membantu dan menyelesaikan masalah

5. Membuat laporan percobaan, menganalisa dan menyimpulkan

(52)

E. Nilai Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘karasso’ yang berarti cetak

biru, format dasar, sidik, seperti sidik jari. Pusat Kurikulum Nasional mengartikan

karakter sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk

dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan

sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Suparno,

2015: 27-28). Karakter itu terbentuk dari perkembangan dasar yang telah kena

pengaruh pengajaran.

Dalam pendidikan karakter, sangatlah penting diperhatikan kedua segi ini:

bakat dan pendidikan. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan

pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa salah

satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik

untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia (Adi, 2010: 9).

Unsur pendidikan sangat penting adalah membangun karakter seseorang.

Dalam sebuah proses pendidikan, penanaman karakter merupakan bagian penting.

Pendidikan karakter tidak dapat dipahami sebagai bagian pengembangan

keunggulan akademik peserta didik, tetapi menjadi satu bagian integral dalam

rangka pendidikan kemanusiaan secara utuh. Pendidikan karakter juga terkait

dengan bagaimana mereka yang terlibat di dalamnya dapat mendesain, memiliki

sikap serta memiliki keprihatinan tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan.

Driyarkara mengungkapkan bahwa pendidikan bertujuan untuk

memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi; yakni

Gambar

Tabel 4. 20 Prosentasi Kerjasama Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol
Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik
Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai pendidikan Karakter
Gambar 2.1 Langkah Pendidikan Nilai Karakter
+7

Referensi

Dokumen terkait

diaplikasikan dalam tataran operasional, tentunya dengan sejumlah penyesuaian- penyesuaian dilapangan sesuai dengan budaya dan lingkungan kerja perusahaan. Analisis

Dalam memberikan pelayanan, pustakwaan wajib mempromosikan produk layananya kepada masyarakat. Mempromosikan produk layanan bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain

Di hadapan Anda terdapat 3 konsentrasi minuman instan beras merah organik.. Cicipilah rasa masing-masing sampel secara berurutan dari kiri

Berdasarkan hasil tes yang diberikan kepada peserta didik pada akhir siklus I, maka diperoleh hasil analisis deskriptif kuantitatif untuk nilai tes hasil belajar Fisika

Aktifitas membaca akan dilakukan oleh anak atau tidak sangat ditentukan minat anak terhadap aktivitas tersebut. Minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan

Langkah yang dilakukan dalam membangun sistem baru ini yaitu dengan melakukan analisis kebutuhan data, mengumpulkan data, meran- cang dengan menggunakan pemodelan terstruktur,

Kemudian di dalam mengenali kebutuhan pengunjung dan menampung aspirasi dari pengunjung, UPTD Kampoeng Wisata Taman Lele belum memiliki wadah untuk menampungnya

Namun, ada penelitian yang tidak menemukan hubungan yang signifikan (Evans dan Patton, 1983; Robbins dan Austin, 1986, Stamatiadis, , 2009) dan bahkan studi di mana hubungan