PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR, PENGEMBANGAN
NILAI KARAKTER DAN KEAKTIFAN PESERTA DIDIK KELAS X SMA
KATOLIK SANG TIMUR JAKARTA PADA BAHASAN GERAK LURUS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
OLEH :
THERESIA V SIMBOLON
NIM: 141424015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu
(Manete In Me)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
1. Kongregasi Suster PIJ yang selalu mendoakan dan mendukung dalam suka
dan perjuangan.
2. Teman- teman Pendidikan Fisika 2014 yang telah menjadi teman
seperjuangan selama menempuh pendidikan di Sanata Dharma, dan
menjadi teman, sahabat dalam perjalanan.
viii
ABSTRAK
Simbolon, T. V. 2018. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar, Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Disik Kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan Gerak Lurus .
Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) peningkatan hasil belajar, (2) pengembangan nilai karakter, (3) keaktifan peserta diidk kelas X SMA Sang Timur Jakarta pada bahasan Gerak Lurus.
Jenis penelitian ini adalah eksperimen kuantitatif dan kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIPA SMA Sang Timur dengan jumlah total 85 orang yang terbagi dalam tiga kelas yaitu X-MIPA A dengan jumlah 29 peserta didik, X-MIPA B dengan jumlah 29 peserta didik dan X-MIPA C dengan jumlah 27 peserta didik. Penelitian ini menggunakan dua kelas
(X-MIPA A dan X-MIPA B) yang diberikan treatment dengan pembelajaran
menggunakan metode eksperimen dan satu kelas kontrol (X-MIPA C) yang menggunakan metode pembelajaran ceramah aktif. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini yaitu tes tertulis (pretest dan posttest, kuesioner nilai karakter dan rekaman video keaktifan peserta didik. Hasil test tertulis dan kuesioner nilai karakter dianalisis secara statistik berbantu program SPSS 23.0, sedangkan keaktifan peserta didik menggunakan rekaman video dan catatan peneliti selama proses pembelajaran dan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) metode eksperimen
meningkatkan hasil belajar peserta didik, (2) metode eksperimen mengembangkan nilai karakter peserta didik di kelas eksperimen, (3) keaktifan belajar dengan metode eksperimen berpengaruh terhadap keaktifan peserta didik.
ix ABSTRACT
Simbolon, T. V. 2018. The Influence Experimental Method Learning Toward Character values and Activeness of Students for Class X SMA Katolik Sang Timur Jakarta about Straight Motion. Thesis. Yogyakarta: Physics Education, Department of Mathematics and Sciences Education, Faculty of Teacher and Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to improve (1) student’s knowledge, (2) character values, (3) promote activeness of the students of X Class of SMA Katolik Sang Timur Jakarta about Straight Motion.
This type of research is quantitative and qualitative experimental. The subject of this research are all students (85 students) of X class MIPA of SMA Katolik Sang Timur Jakarta who are divided into three classes which are X-MIPA A with a total of 29 students, X-MIPA B with a total of 29 students and X-MIPA C with a total of 27 students. This research uses two classes (MIPA A and X-MIPA B) with the treatment of experimental methode and one control class (X-MIPA C) with active lecture learning. Instruments used in this research to collect data are written tests (pretest and posttest), questionnaire on character values and video recording about student’s activeness. The result of the written test and test on character values are analyzed statistically using SPSS 23.0 program, whereas student’s activeness are analyzed using video recording and researcher’s notes during the learning process and is analyzed qualitatively.
The result of this research shows that (1) experimental method improves student’s knowledge (2) experimental method develops the character values of students in the experimental class, (3) the activity of learning with the experimental method is very influential and the activity of students.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Mahakuasa atas segala berkat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh
Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil Belajar,
Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Didik Kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada Bahasan Gerak Lurus”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu persyaratan
kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan proposal skripsi ini dapat
diselesaikan karena bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ., M.S.T, selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar membimbing, memberikan masukan dan motivasi kepada penulis
dalam pembuatan skripsi ini.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
3. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Sanata Dharma.
4. Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
xi
5. Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., sebagai validator yang bersedia memberikan
masukan dan saran kepada penulis dalam membuat instrumen soal sehingga
menjadi lebih baik.
6. Dr. S. Eko Riyadi, Pr yang telah mendukung, membantu dalam mengoreksi
kalimat dan bahasa dalam pembuatan skripsi.
7. Segenap karyawan sekretariat JPMIPA yang telah membantu dalam
melancarkan pembuatan surat perizinan penelitian.
8. Sr. Marcela, PIJ. S.Pd., selaku kepala sekolah SMA Katolik Sang Timur
Jakarta yang telah mendukung dan memberikan izin penelitian.
9. Dewan Pimpinan Kongregasi PIJ Provinsi Indonesia yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mendalami bidang pendidikan
Fisika di Universitas Sanata Dharma.
10. Para Suster PIJ Komunitas Sentul serta seluruh anggota kongregasi Suster PIJ
yang telah mendoakan, mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Theresia Sugiati, S.Pd., selaku guru bidang studi fisika kelas X SMA Katolik
Sang Timur Jakarta yang telah membantu dan memberi masukan kepada
penulis selama mempersipakan dan melaksanakan penelitian.
12. Peserta didik kelas X MIPA A, X MIPA B, dan X MIPA C SMA Katolik
Sang Timur Jakarta tahun ajaran 2018/2019 yang sudah bersedia menjadi
subyek penelitian dan membantu kelancaran penelitian.
13. Kedua orangtua saya, Bapak S. Simbolon dan Ibu H. Sinaga, serta kakak,
abang, ponakan yang selalu memberikan semangat dan mendukung penulis di
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Error! Bookmark not defined. LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN . Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II ... 9
LANDASAN TEORI ... 9
A. Belajar ... 9
B. Hasil Belajar ... 14
C. Metode Eksperimen ... 16
1. Macam-macam Eksperimen ... 17
2. Karakteristik Metode Eksperimen ... 20
3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Metode Eksperimen . 21 4. Prosedur Eksperimen ... 22
5. Tahap Eksperimen ... 24
6. Langkah- langkah Metode Eksperimen ... 25
xiv
8. Kelemaham Metode Eksperimen ... 27
D. Keaktifan ... 28
E. Nilai Karakter ... 34
F. Gerak Lurus ... 44
BAB III ... 51
METODE PENELITIAN ... 51
A. Jenis Penelitian ... 51
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52
C. Desain Penelitian ... 52
D. Sampel ... 53
E. Treatment ... 54
F. Instrumen Penelitian... 56
G. Validitas ... 67
H. Analisis ... 68
BAB IV ... 77
DATA DAN ANALISIS DATA ... 77
A. Deskripsi Penelitian ... 77
B. Data dan Analisis Data ... 93
1. Hasil belajar Peserta didik ... 93
2. Nilai Karakter ... 102
3. Keaktifan ... 120
C. Pembahasan umum... 124
D. Keterbatasan Penelitian ... 127
BAB V ... 128
KESIMPULAN DAN SARAN ... 128
A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 129
DAFTAR PUSTAKA ... 130
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik ... 33
Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai pendidikan Karakter ... 35
Tabel 2.3 Nilai Karakter ... 42
Tabel 2.4 Kisi- kisi Kuesioner Nilai Karakter ... 42
Tabel 3.1 Desain Kelompok Pretest dan Posttest ... 52
Tabel 3.2 Rincian Jumlah Peserta didik Kela Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53
Tabel 3.3 Kisi- Kisi Soal Pretest ... 59
Tabel 3.4 Kisi- kisi Soal Posttest ... 62
Tabel 3.5 Kisi- kisi Kuesioner Nilai Karakter ... 65
Tabel 3.6 Pedoman Penilaian Soal Pretest ... 68
Tabel 3.7 Pedoman Penilaian Soal Posttest ... 70
Tabel 3.8 Skor untuk setiap pernyatan ... 75
Tabel 3.9 Kriteria Tingkat Nilai Karakter Peserta didik ... 76
Tabel 4.1 Rencana jadwal Penelitian ... 78
Tabel 4.2 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Kelas Eksperimen ... 78
Tabel 4.3 Kegiatan Pelaksanaan Penelitian Kelas Kontrol ... 80
Tabel 4.4 Kehadiran Peserta didik ... 81
Tabel 4.5 Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik Kelas Eksperimen Kelas X- MIPA A ... 93
Tabel 4.6 Nilai Pretest dan Posttest Peserta Didik Kelas Eksperimen Kelas X- MIPA B95 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Mean, Standar Deviasi Pretest dan Posttest kelas Eksperimen ... 96
Tabel 4.8 Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol ... 96
Tabel 4.9 Hasil uji t-independent nilai prestest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 98
Tabel 4.10 Hasil uji t-dependent nilai prestest dan posttest peserta didik kelas eksperimen ... 99
Tabel 4.11 Hasil uji t-dependent nilai prestest dan posttest peserta didik kelas kontrol . 100 Tabel 4.12 Hasil uji t-independent nilai posttest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 101
Tabel 4. 13 Skor Nilai Karakter Kelas Eksperimen ... 103
Tabel 4. 14 Skor Nilai Karakter Kelas Kontrol... 105
Tabel 4.15 Hasil uji t-independent nilai karakter awal peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 107
xvi
Tabel 4.18 Hasil uji t-independent nilai posttest peserta didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 111 Tabel 4.19 Hasil uji t-independent selisih awal dan akhir nilai karakter peserta didik
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 113 Tabel 4. 20 Prosentasi Kerjasama Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol
... 114 Tabel 4.21 Prosentasi Tanggung Jawab Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas
Kontrol ... 116 Tabel 4. 22 Prosentasi Jujur Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol ... 117 Tabel 4.23 Prosentasi Toleransi Peserta Didik (%) Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Langkah Pendidikan Nilai Karakter ... 38
Gambar 2.2 Grafik jarak terhadap waktu pada GLB ... 46
Gambar 2.3 Grafik kelajuan terhadap waktu pada GLB ... 47
Gambar 4.1 Peserta didik mengerjakan soal pretest ... 198
Gambar 4.2 Situasi Kelas Ketika ... 198
selesai mengerjakan pretest ... 198
Gambar 4.3 Penjelasan LKS ... 198
Gambar 4.4 Peserta didik melakukan eksperimen ... 198
Gambar 4.5 Kegiatan Praktikum GLBB ... 198
Gambar 4.6 Peserta didik mengerjakan tugas dengan kelompok ... 198
Gambar 4.7 Peserta didik mendengarkan kelompok sedang memaparkan hasil diskusi 199 Gambar 4.8 Peserta didik mengerjakan latihan soal ... 199
Gambar 4.10 Foto bersama setelah pembelajar dan pamitan ... 199
Gambar 4.9 Peserta didik mengerjakan posttest ... 199
Gambar 4.12 Peserta didik mengerjakan soal pretest dan mengisi kuesioner ... 199
Gambar 4.11 Perkenalan peneliti ... 199
Gambar 4.15 Peseta didik berdiskusi ... 200
Gambar 4.16 Peserta didik melakukan eksperimen GLBB ... 200
Gambar 4.18 Kelompok eksperimen ... 200
Gambar 4.17 Keadaan kelas melakukan eksperimen ... 200
Gambar 4.20 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 200
Gambar 4.19 Peserta didik menganggapi ... 200
Gambar 4.22 Foto bersama peserta didik dan pamitan ... 201
Gambar 4.22 Foto bersama peserta didik dan pamitan ... 201
Gambar 4.24 Peserta didik mengerjakan soal pretest ... 201
Gambar 4.23 Perkenalan dan penyampain tujuan peneliti sebelum pretest ... 201
Gambar 4.26 Peserta didik mengerjakan latihan soal ... 201
Gambar 4.25 Penjelasan Materi ... 201
Gambar 4.28 Peserta didik bertanya ... 202
Gambar 4.27 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 202
Gambar 4.30 Peserta didik mengerjakan soal latihan ... 202
Gambar 4.29 Peserta didik mencatat penjelasan ... 202
Gambar 4.32 Foto bersama dan pamitan ... 202
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN ... 134
Lampiran 2 SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN ... 135
Lampiran 3 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)KELAS EKSPERIMEN ... 136
Lampiran 4 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)KELAS KONTROL ... 146
Lampiran 5 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIKGERAK LURUS BERATURAN (GLB) ... 155
Lampiran 6 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKS)GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB) ... 157
Lampiran 7 Soal Pretest ... 160
Lampiran 8 Soal Posttest ... 166
Lampiran 9 LEMBAR KUISIONER NILAI KARAKTER ... 172
Lampiran 10 LEMBARAN VALIDITAS SOAL DAN JAWABAN ... 176
Lampiran 11 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 198
Lampiran 12 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 199
Lampiran 13 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 200
Lampiran 14 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 201
Lampiran 15 FOTO KEGIATAN PESERTA DIDIK ... 202
Lampiran 16 LEMBARAN HASIL PRETEST KELAS EKSPERIMEN ... 203
Lampiran 17 LEMBARAN HASIL PRETEST KELAS KONTROL ... 208
Lampiran 18 LEMBARAN HASIL POSTTEST KELAS EKSPERIMEN ... 212
Lampiran 19 HASIL LEMBARAN KUISIONER KARAKTER ... 221
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pepatah Inggris Long life education menyatakan bahwa belajar itu tidak
pernah selesai. Dengan demikian belajar itu merupakan proses terus menerus.
Belajar merupakan sebuah proses berkegiatan untuk menciptakan pandangan-
pandangan baru dan upaya memperoleh serta mengetahui berbagai hal yang akan
meningkatkan pola pemahaman yang baru tentang hidup dan kehidupan. Menurut
Winkel (2001: 1), kemampuan belajar yang dimiliki manusia, merupakan bekal
yang sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu, umat manusia telah berkembang
selama berabad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan luas baginya untuk
memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi.
Pada abad ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat terlebih
dengan teknologi informasi. Kemajuan itu ditunjukkan dengan makin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan hasil teknologi. Begitu banyak penemuan
baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan sangat cepat tersebar keseluruh dunia
lewat kecanggihan teknologi saat ini. Ini menunjukkan bahwa kita diajak untuk
terus belajar, menggali dan memiliki pengetahuan yang luas dan berkualitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan mengakibatkan adanya persaingan dalam
berbagai aspek kehidupan, salah satunya dalam bidang pendidikan. Hal ini
merupakan tantangan tersendiri bagi guru yang berperan sebagai pendidik bagi
Pendidikan merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan merupakan proses bantuan yang
diberikan secara sadar dan terencana untuk mengembangkan berbagai ragam
potensi didik, sehingga dapat beradaptasi secara aktif, kreatif dengan lingkungan,
serta berbagai perubahan yang terjadi. Pendidikan merupakan kegiatan
mengoptimalkan perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi
peserta didik.
Menurut Drost (1999: 14), proses pembelajaran yang juga merupakan proses
pendidikan dilangsungkan di dalam lembaga yang mengadakan proses
pembelajaran itu. Lembaga itu disebut sekolah. Sekolah merupakan lingkungan
pendidikan formal. Di sekolah terlaksana kegiatan terencana dan terorganisasi
seperti belajar mengajar di dalam kelas. Dengan belajar yang terarah dan
terpimpin, anak akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap
dan nilai yang menunjang perkembangannya. Sebagai sebuah lembaga pendidikan
formal, sekolah berusaha untuk memajukan semangat belajar anak dengan
memberikan penekanan pokok pada aspek kognitif. Namun tidak berarti bahwa
aspek- aspek lain diabaikan. Sekolah berusaha untuk membangun daya pikir kritis
anak.
Pembelajaran merupakan proses kompleks, dimana setiap bagian saling
berhubungan satu sama lain untuk mencapai keberhasilan. Proses pembelajaran
perlu memperlihatkan kondisi pembelajaran yang mementingkan karakteristik
pelajaran, peserta didik, dan tujuan. Perlu diperhatikan penggunaan metode
pembelajaran menjadi efektif, efisien serta mengupayakan daya tarik
pembelajaran, yang akan berdampak pada hasil pembelajaran. Dewasa ini
pengajaran dianggap setara dan identik dengan pembelajaran dengan peserta didik
yang aktif.
Dalam bidang pembelajaran, filsafat konstruktivisme sangat mempengaruhi
profesi guru sebagai pengajar dan pendidik. Filsafat konstruktivisme secara kuat
mengubah paradigma pembelajaran baik bagi peserta didik maupun guru. Secara
sederhana konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan
konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu (Suparno, 1997: 11).
Pelajar sendirilah yang membentuk pengetahuan mereka. Menurut pandangan
konstruktivisme, seorang guru tidak dapat memindahkan begitu saja apa yang
sudah ia ketahui pada peserta didik. Pemindahan pengetahuan hanya mungkin
bila si peserta didik sendiri dengan aktif mengolah dan membentuknya. Tugas
seorang guru terutama adalah membantu agar proses konstruksi peserta didik itu
dapat berjalan lancar dan efisien. Guru berperan sebagai fasilitator yang
menyediakan sarana, mempertanyakan, menantang agar konstruksi seorang
peserta didik itu jalan (Suparno, 1997: 13). Ada perubahan paradigma dalam
pembelajaran, dari model guru aktif dan peserta didik pasif menuju peserta didik
aktif belajar dan guru sebagai fasilitator yang membantu (Suparno, 2004: 3).
Penekanan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan Fisika pada dasa warsa
terakhir ini sangat jelas dengan berubahnya sistem belajar dan mengajar yang
(Suparno, 1997: 14). Kurikulum sains mulai disesuaikan berdasarkan prinsip
konstruktivisme.
Perkembangan kurikulum di Indonesia pada tahun 2013 untuk pembelajaran IPA mengarah pada konsep pembelajaran “Intergrative science” (Asih, 2014: 5).
Dalam pengertian modern kurikulum lebih dimengerti sebagai semua pengalaman
yang direncanakan untuk dialami peserta didik dalam proses pendidikan sejak
awal. Bentuknya dapat berupa: pengalaman dalam kelas, diluar kelas, atau bahkan
diluar sekolah. Dalam pengertian ini, kurikulum dapat berisi antara lain materi
atau topik pelajaran yang mau dipelajari peserta didik, metode pembelajaran yang
mau dialami peserta didik dan dibantu oleh guru, peralatan dan buku yang
digunakan, pengaturan waktu, cara evaluasi, dan sebagainya (Suparno, 2004:
51-52).
Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada
hakekatnya mempelajari tentang fenomena alam dan gejala-gejala yang terjadi
didalamnya. Dengan demikian, fisika memiliki kaitan erat dengan kehidupan
sehari- hari. Akhir- akhir ini dalam dunia pendidikan muncul cukup banyak sistem
pengajaran dan penanaman nilai berdasarkan filsafat konstruktivisme. Belajar
fisika itu tidak semata-mata hanya belajar teori, rumus, hitungan, hafalan, namun
belajar fisika sangat memperhatiakna aspek nilai kehidupan. Pengetahuan fisika
menyumbangkan pendidikan nilai karakter. Sains tidak pernah bebas nilai, tidak
pernah netral. Sains selalu berkonteks sosial (Suparno, 2012: 12).
Pendidikan fisika, dengan unsur pengetahuan, proses, dan sikapnya dapat
2012: 15). Proses yang digunakan dalam pendalaman fisika yang menonjol adalah
proses ilmiah, dimana peserta didik diajak membuat hipotesa, mengumpulkan
data, menganalisa, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak.
Peserta didik dilatih untuk mengambil keputusan dan kesimpulan dari
pengumpulan data-data obyektif. Praktikum fisika dan proyek kelompok yang
banyak dilakukan di pendidikan fisika menunjang pembentukan karakter baik
peserta didik. Sikap dalam belajar fisika yang dapat menunjang oleh guru
digunakan dalam menanamkan nilai karakter bangsa seperti sikap jujur
melakukan praktikum, ketelitian, kerjasama dll (Suparno, 2012: 17-18). Salah satu
tujuan pendidikan di SMA Katolik Sang Timur adalah setiap peserta didik
memiliki karakter yang mandiri, berbudi pekerti, disiplin, jujur, bertanggung
jawab, hidup dalam persaudaraan, kesederhanaan, dan kasih. Oleh karena itu,
dengan pembelajaran fisika penguatan pendidikan karakter diperlukan
sebagaimana dengan tujuan pendidikan di SMA Katolik Sang Timur Jakarta.
Pendidikan Fisika di Indonesia masih agak lemah dalam membantu peserta
didik untuk menemukan sendiri dan membentuk pengetahuan mereka secara aktif
dan bebas. Cukup banyak digunakan sistem drill dan menghafal rumus yang
kurang memberikan kebebasan peserta didik untuk berpikir secara kritis. Kurang
adanya interaksi dengan sesama peserta didik dan dengan guru serta kurang
terbangun kerjasama dalam kegiatan belajar mengajar. Cukup banyak peserta
didik yang tidak dilatih untuk bertanya, mempersoalkan bahan, dan membentuk
penalaran yang seharusnya mempengaruhi hidup mereka nanti, kurang menonjol
(Suparno, 1997: 24).
Salah satu metode konstruktivis adalah eksperimen. Metode eksperimen
adalah metode mengajar yang mengajak peserta didik untuk melakukan percobaan
pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar. Yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, dimana dalam
eksperimen peserta didik sendiri aktif melakukan percobaan sesuai dengan
petunjuk yang diberikan guru, menemukan dan mengalami sendiri dan pelajar
sendirilah yang membentuk pengetahuan mereka. Dengan demikian pengetahuan,
proses, dan sikapnya dapat membantu peserta didik mengembangkan nilai
karakter yang baik.
Beberapa peserta didik di SMA Sang Timur Jakarta, beranggapan bahwa
mereka tidak menyukai Fisika, mereka cenderung tidak berminat akan pelajaran
Fisika, mereka menganggap pelajaran Fisika itu menakutkan, sulit dipelajari,
membosankan dengan setumpuk rumus dan banyak hitungan. Peserta didik
kurang daya saing, daya tahan menghadapi bahan fisika yang dianggap sulit.
Peserta didik juga berpendapat bahwa mereka kurang berminat dengan fisika
selain pelajarannya sulit, karena dalam pengajaran guru kurang bersemangat
untuk meghidupkan suasana kelas, sehingga kurang meningkatkan gairah peserta
didik dalam belajar fisika. Dalam pembelajaran fisika kurang adanya suasana
timbal balik antara peserta didik dan guru maupun sebaliknya.
Metode yang telah diterapkan pada mata pelajaran Fisika selama ini antara
membuat peserta didik cenderung bosan. Selain itu peserta didik masih kesulitan
dalam menganalisis soal. Kurangnya variasi dalam pembelajaran dan karakteristik
dari pelajaran ini, membuat peserta didik kurang terdorong mengikuti pelajaran
fisika dan cenderung menganggap fisika itu membosankan.
Untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran fisika diperlukan
model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik sekaligus dapat
mengembangkan kemampuan analisis peserta didik. Guru yang sudah terbiasa
dengan model ceramah akan mengalami kesulitan dalam paradigma baru
sebagaimana dijelaskan bahwa dalam paham konstruktivisme, kegiatan belajar
adalah kegiatan yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Atas dasar inilah peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil
Belajar, Pengembangan Nilai Karakter dan Keaktifan Peserta Didik Kelas X
SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada Bahasan Gerak Lurus ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1.Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen
meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur
Jakarta pada bahasan Gerak Lurus?
2.Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen dapat
mengembangkan nilai karakter peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur
3.Bagaimana keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan
metode eksperimen kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan
Gerak Lurus?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1.Peningkatan hasil belajar peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur
Jakarta pada bahasan Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.
2.Pengembangan nilai karakter peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur
Jakarta pada bahasan Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.
3.Keaktifan peserta didik kelas X SMA Katolik Sang Timur Jakarta pada bahasan
Gerak Lurus dengan menggunakan metode eksperimen.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
Memberi inspirasi kepada guru bahwa belajar fisika dengan menggunakan
metode eksperimen ini dapat mengembangkan nilai karakter.
2. Bagi Sekolah
Memberi referensi dan anjuran kepada guru fisika untuk menggunakan
metode eksperimen ini, karena dapat mmengembangkan nilai karakter,
meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik.
3. Bagi Pendidikan
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belajar
Mereka yang aktif dalam dunia pendidikan ataupun yang memiliki high
responsibility (tanggung jawab besar) terhadap dunia pendidikan pasti akan selalu
mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan,
yaitu apa itu belajar dan pembelajaran. Kata belajar sudah tidak asing lagi dan
sudah menjadi kata yang diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kata ini bahkan
sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan terutama
bagi mereka yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal (Bahri Djamarah,
2011: 12).
Belajar merupakan inti dari kegiatan sekolah sebab semua sekolah
diperuntukkan bagi berhasilnya proses belajar setiap peserta didik yang sedang
belajar. Secara umum, belajar diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Belajar itu adalah proses atau
upaya terus-menerus untuk memahami, untuk mengubah, untuk menumbuhkan.
Belajar selalu punya unsur usaha untuk mengerti dan mengubah.
Belajar menjadi istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan
yang merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis
mendukung pembangunan di masa mendatang adalah pendidikan yang mampu
mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu
menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya.
Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun kompetensi peserta
didik. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan sangat kompleks dalam
menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era
global. Untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi situasi itu, diperlukan
usaha dan belajar dengan tekun dan giat.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami
oleh peserta didik sebagai anak didik. Pandangan seseorang tentang belajar akan
mempengaruhi tindakan-tindakannya yang berhubungan dengan belajar dan setiap
orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar.
Dalam bukunya berjudul Educational Psychology, Cronbach menyebut
bahwa belajar ditampakkan dalam perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman, “Learning is shown by change in behavior as a result of
experience.” Dengan demikian, belajar yang efektif terjadi melalui pengalaman.
Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar
dengan menggunakan semua alat indranya (Abu Ahmadi, 2013: 127). Belajar
merupakan suatu aktivitas yang ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku
Menurut para konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar
mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain- lain. Belajar
merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,
melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
yang baru (Suparno, 1997: 61).
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan
berkesinambungan di dalam kehidupan manusia. Belajar adalah suatu aktivitas
atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,
memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian (Suyono, 2011: 8).
Konsep belajar seperti ini menekankan bahwa seseorang belajar tidak hanya
dalam hal-hal teknis, tetapi juga tentang nilai dan norma. Filsafat konstruktivisme
banyak mempengaruhi pembelajaran Fisika khususnya, dan pembelajaran sains
pada umumnya.
Model pembelajaran Fisika menjadi sangat berbeda dengan model
pembelajaran yang klasik (Suparno, 2007: 7). Konstruktivisme beranggapan
bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi
pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman, dan lingkungan mereka (Suparno, 1997: 28). Bila yang sedang
menekuni adalah peserta didik, maka pengetahuan itu adalah bentukan peserta
didik sendiri. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana peserta
didik membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didik mencari arti sendiri dari
yang mereka pelajari. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta,
tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang
baru. Belajar yang sungguh- sungguh akan terjadi bila peserta didik mengadakan
refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan selalu memperbarui tingkat pemikiran
yang tidak lengkap. Bagi guru sangat penting untuk menciptakan bermacam-
macam situasi dan metode yang membantu peserta didik (Suparno, 2007: 13).
Guru menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai
agar peserta didik dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat
langsung dengan alat dan media. Peran guru sangat penting untuk menciptakan
situasi belajar. Peserta didiklah yang bertanggung jawab atas belajar sedangkan
guru bertanggung jawab menciptakan suasana yang mendorong peserta didik
untuk aktif, bersemangat dan berdaya juang. Belajar itu sendiri secara sederhana
dapat diberi definisi sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari
interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang muncul dalam diri seseorang
sebagai hasil dari proses belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan,
keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek- aspek yang lain yang ada
Belajar tidak hanya sekadar menghafal. Peserta didik harus
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Peserta didik belajar
dari mengalami. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Oleh
karena itu, penting bagi peserta didik untuk tahu apakah dia belajar dan
bagaimana ia harus mempergunakan pengetahuan dan keterampilan itu. Belajar
menghasilkan suatu perubahan pada peserta didik, perubahan itu dapat berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap (Winkel, 2012: 16).
Menurut Gage dan Berliner (dalam Hosnan, 2014: 8), prinsip-prinsip
belajar peserta didik yang dapat dipakai oleh guru dalam meningkatkan kreativitas
belajar yang mungkin dapat digunakan sebagai acuan dalam proses belajar
mengajar antara lain adalah prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemberian perhatian dan motivasi peserta didik
2. Mendorong dan memotivasi keaktifan peserta didik
3. Keterlibatan langsung peserta didik
4. Pemberian pengulangan
5. Pemberian tantangan
6. Umpan balik dan penguatan
B. Hasil Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai
faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri. Guru
dalam proses belajar-mengajar mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai instruktur,
konselor, sebagai media, sebagai sumber dan sebagainya. Dalam fungsinya yang
ganda ini, guru bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pengajaran khususnya
peningkatan prestasi belajar. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah
hasil dari belajar.
Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan
sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama
guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan
data tentang keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran (Wina,
2008: 13). Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi. Untuk penilaian hasil belajar merupakan proses terakhir dalam proses
pembelajaran. Setiap kompetensi dicapai dari tiga ranah pembelajaran, yaitu ranah
kognitif, keterampilan (psikomotor), dan afektif. Ketiga aspek tersebut sering
diberi istilah 3H (Head, Hand, Heart) (Hosnan, 2014: 424).
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam evaluasi hasil belajar,
diperlukan instrumen atau alat pengukuran. Alat yang digunakan sangat
tergantung pada tujuan pengukuran. Alat yang digunakan mengukur aspek
Penilaian hasil belajar merupakan proses terakhir dalam proses
pembelajaran. Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat
digunakan untuk menentukan positif relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan (Hosnan, 2014: 416). Hasil pembelajaran adalah semua efek
yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu
metode di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang disengaja
dirancang oleh sebab itu merupakan efek yang diinginkan, dan juga berupa efek
nyata sebagai hasil penggunaan metode pembelajaran tertentu (Karwono, 2017:
172).
Menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil
belajar dapat dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan peserta didik dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara
sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar peserta didik adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini ingin melihat pengaruh metode
eksperimen terhadap hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif melalui
C. Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang
memberi pengalaman belajar langsung dan melibatkan aktivitas peserta didik.
Menurut Suparno (2006: 78), secara umum metode eksperimen adalah metode
mengajar yang mengajak peserta didik untuk melakukan percobaan sebagai
pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar.
Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori, tetapi lebih untuk
menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan para ahli. Dalam prakteknya,
guru dapat pula melakukan eksperimen untuk menemukan teorinya atau
hukumnya.
Eksperimen dilakukan untuk menguji keyakinan atau pendapat tentang
tingkah laku manusia dalam situasi atau kondisi tertentu. Eksperimen dilakukan
dengan anggapan bahwa semua situasi dapat dikontrol dengan teliti, yang
keadaannya berbeda dari observasi yang terkontrol. Untuk mendukung
pelaksanaan eksperimen, perlu dibentuk paling tidak dua kelompok yang bisa diperbandingkan. Kelompok pertama sebagai kelompok ‘eksperimen’ dan
kelompok kedua sebagai kelompok ‘kontrol’. Lewat penerapan metode
eksperimen banyak aspek belajar dapat diteliti dengan baik.
Pelaksanaan metode eksperimen dapat dilaksanakan di laboratorium
maupun di alam sekitar. Metode eksperimen bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir peserta didik dalam menemukan dan memahami suatu
konsep atau teori yang sedang dipelajari. Kemampuan berpikir peserta didik
suatu fenomena alam terjadi. Peserta didik dapat menjadi terlatih dalam cara
berfikir yang ilmiah.
1. Macam-macam Eksperimen
Menurut Suparno (2006: 78-79), metode eksperimen dibedakan menjadi
dua, yaitu eksperimen terbimbing dan eksperimen bebas.
1) Eksperimen Terbimbing
a) Pengertian Metode Eksperimen Terbimbing
Dalam eksperimen terbimbing, seluruh jalannya percobaan sudah
dirancang oleh guru sebelum pecobaan dilakukan oleh peserta didik. Langkah-
langkah yang harus dibuat peserta didik, peralatan yang harus digunakan, apa
yang harus diamati dan diukur semuanya sudah ditentukan sejak awal. Data yang
harus dikumpulkan dan kesimpulan mana yang akan dituju mereka cukup jelas.
Tentu hasil kesimpulan tergantung data yang mereka peroleh. Biasanya ada
petunjuk langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh peserta didik, ada lembar
kerja (LKS).
b) Tugas Guru
Untuk melakukan pembelajaran dengan eksperimen terbimbing, guru
punya peran sangat penting. Beberapa hal yang harus dilakukan guru adalah:
Memilih eksperimen yang akan ditugaskan kepada peserta didik
Merencanakan langkah-langkah percobaan seperti: apa tujuannya,
alat yang digunakan, bagaimana merangkai percobaan, data yang
harus dikumpulkan peserta didik, bagaimana menganalisis data,
Mempersiapkan semua peralatan yang akan digunakan sehingga
pada saat peserta didik mencoba semua siap dan lancar
Pada saat percobaan sendiri guru dapat berkeliling melihat
bagaimana peserta didik melakukan percobaannya dan memberikan
masukan kepada peserta didik
Bila ada peralatan yang macet guru membantu peserta didik agar
alat dapat jalan dengan baik
Membantu peserta didik dalam menarik kesimpulan dengan
percobaan yang dilakukan
Bila peserta didik membuat laporan, maka guru harus
memeriksanya
Guru sebaiknya mempersiapkan petunjuk dan langkah percobaan
dalam satu lembar kerja sehingga memudahkan peserta didik
bekerja.
c) Tugas Peserta didik
Dalam eksperimen, peserta didik sendiri atau dalam kelompok kecil
melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang diberikan guru. Sebaiknya
kelompok dibuat kecil sehingga peserta didik dapat sungguh melakukan
percobaan dan bukan hanya melihat percobaan teman. Dalam percobaan, peserta
didik antara lain melakukan tindakan berikut:
Membaca petunjuk percobaan dengan teliti
Mencari alat yang diperlukan
Mulai mengamati jalannya percobaan
Mencatat data yang diperlukan
Mendiskusikan dalam kelompok untuk menarik kesimpulan dari
data yang ada
Membuat laporan percobaan dan mengumpulkan
Dapat juga mempresentasikan percobaannya di depan kelas.
2) Eksperimen Bebas
Dalam eksperimen bebas, guru tidak memberikan petunjuk pelaksanaan
percobaan secara rinci. Dengan kata lain, peserta didik harus lebih banyak berpikir
sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur dan
dianalisis serta disimpulkan.
Keuntungan dengan percobaan bebas adalah peserta didik ditantang untuk
merencanakan percobaan sendiri tanpa banyak dipengaruhi arahan guru. Dengan
demikian, akan tampak bagaimana kreativitas, kepandaian, dan kemampuan
peserta didik dalam memecahkan tugas yang diberikan guru. Metode
pembelajaran merupakan suatu cara yang dilakukan dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang di tentukan.
Metode eksperimen dalam proses pembelajaran Fisika tidak terlepas dari
metode ilmiah (scientific method) dalam mempelajari Fisika serta keterampilan
proses Fisika karena Fisika diperoleh melalui suatu metode ilmiah. Pelaksanaan
metode ilmiah dalam suatu proses pembelajaran Fisika di kelas dapat dilakukan
dengan metode eksperimen. Eksperimen terbimbing adalah suatu metode
sains dengan bimbingan seorang guru. Metode eksperimen menempatkan guru
sebagai fasilitator.
Evaluasi pembelajaran dalam metode eksperimen tidak hanya dilakukan
melalui tes tertulis (kemampuan akademik), tetapi juga mengenai keterampilan
dan sikap peserta didik. Keterampilan peserta didik meliputi merangkai peralatan,
mencatat data, dan lain-lain. Sedangkan sikap peserta didik meliputi: sikap jujur
dalam mencari data, sikap hati-hati dalam melakukan eksperimen dan lain-lain.
2. Karakteristik Metode Eksperimen
Terdapat beberapa karakteristik mengajar dalam menggunakan metode
eksperimen serta hubungannya dengan pengalama belajar peserta didik, seperti di
kemukakakn oleh Winaputra (dalam Hosnan. 2014: 59-67) berikut ini.
a. Adanya alat bantu yang digunakan
b. Peserta didik aktif melakukan percobaan
c. Guru membimbing
d. Tempat dikondisikan
e. Ada pedoman untuk peserta didik
f. Ada topik yang di eksperimenkan
g. Ada temuan- temuan.
Pengalaman peserta didik dari penggunaan metode eksperimen.
a. Mengamati sesuatu hal
b. Menguji hipotesis
c. Menemukan hasil percobaan
e. Membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik
f. Menerapkan konsep informasi dari eksperimen.
Dari karakteristik metode eksperimen dapat ditarik kesimpulan bahwa
metode eksperimen dapat dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran IPA
dalam meningkatkan sikap ilmiah peserta didik. Sikap ilmiah dapat muncul dalam
pembelajaran melalui pengalaman melakukan eksperimen.
Dalam pembelajaran melalui eksperimen, peserta didik menjadi lebih aktif,
guru berusaha membimbing, melatih dan membiasakan peserta didik untuk
terampil menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil
kesimpulan yang merupakan tujuan pembelajaran IPA (Fisika) dalam melakukan
metode ilmiah dan sikap ilmiah peserta didik. Percobaan (eksperimen) melatih
peserta didik untuk merekam semua data fakta yang diperoleh melalui hasil
pengamatan dan bukan data opini hasil rekayasa pemikiran.
Eksperimen mengajarkan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif
sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah peserta didik. Penemuan fakta dan data
metode observasi dari sebuah eksperimen mempunyai peranan yang sangat
penting bagi peningkatan sikap ilmiah yang diharapkan.
3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan Metode Eksperimen
Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Dalam eksperimen, setiap peserta didik harus mengadakan
percobaan, maka jumlah alat dan bahan atau materi percobaan
b. Agar eksperimen itu tidak gagal dan peserta didik menemukan
bukti yang meyakinkan atau mungkin hasilnya tidak
membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang
digunakan harus baik dan bersih.
c. Dalam eksperimen, peserta didik perlu teliti dan konsentrasi dalam
mengamati proses percobaan, maka perlu adanya waktu yang
cukup lama sehingga mereka menemukan pembuktian kebenaran
dari teori yang dipelajari itu.
d. Peserta didik dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih,
maka perlu diberi petunjuk yang jelas, sebab mereka di samping
memperoleh pengetahuan, pengalaman serta keterampilan, juga
kematangan jiwa dan sikap perlu diperhitungkan oleh guru dalam
memilih objek eksperimen itu.
e. Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan.
4. Prosedur Eksperimen
Menurut Roestiyah (dalam Hosnan, 2014:60), prosedur eksperimen adalah
seperti berikut.
a. Perlu dijelaskan kepada peserta didik tentang tujuan eksperimen,
mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui
eksperimen.
b. Memberi penjelasan kepada peserta didik tentang alat-alat serta
yang harus dikontrol dengan kuat, urutan eksperimen, hal- hal yang
perlu dicatat.
c. Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan
peserta didik. Bila perlu, guru memberi saran atau pertanyaan yang
menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen.
d. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil
penelitian peserta didik, mendiskusikan di kelas dan mengevaluasi
dengan tes atau tanya jawab.
Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik
dan mental, serta emosional peserta didik. Peserta didik mendapat kesempatan
untuk melatih keterampilan agar memperoleh hasil belajar maksimal. Pengalaman
yang dialami langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan
mental serta emosional peserta didik diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu
cara atau kondisi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan
juga perilaku yang inovatif dan kreatif.
Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan mengajar peserta
didik untuk belajar konsep Fisika sama halnya dengan seorang ilmuwan Fisika.
Peserta didik mengikuti tahap-tahap pembelajarannya. Dengan demikian, peserta
didik akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang diperoleh selama
5. Tahap Eksperimen
Pembelajaran dengan metode eksperimen, menurut Palendeng, meliputi tahap-
tahap berikut.
a. Percobaan awal
Pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang
didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam.
Demonstrasi ini menampilkan masalah-maslah yang berkaitan dengan
materi Fisika yang akan dipelajari.
b. Pengamatan
Merupakan kegiatan peserta didik saat guru melakukan percobaan, peserta
didik diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
c. Hipotesis awal
Peserta didik dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil
pengamatannya.
d. Verifikasi
Kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah
dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok.
e. Aplikasi konsep
Setelah peserta didik merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya
f. Evaluasi
Merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep pemahaman konsep
dapat diketahui apabila peserta didik mampu mengutarakan secara lisan,
tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya.
6. Langkah- langkah Metode Eksperimen
Untuk melaksanakan dengan baik, kita harus tahu langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam mengimplementasikan metode eksperimen agar dapat
berjalan dengan lancar dan berhasil.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode
eksperimen menurut Fathurrahman (Hosnan, 2014: 62) adalah sebagai berikut.
a. Persiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan.
b. Usahakan peserta didik terlibat langsung sewaktu mengadakan kegiatan
eksperimen.
c. Sebelum dilaksanakan eksperimen peserta didik terlebih dahulu diberikan
pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah eksperimen yang akan
dilakukan.
d. Lakukan pengelompokan atau masing-masing individu melakukan
percobaan yang telah direncanakan.
e. Setiap individu dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis.
Sebelum eksperimen dilaksanakan, terlebih dahulu guru harus menetapkan
berikut.
a. Alat-alat apa yang diperlukan.
c. Hal- hal apa yang harus dicatat.
d. Variabel- variabel mana yang harus di kontrol.
e. Kelebihan Metode Eksperimen
7. Kelebihan Metode Eksperimen
Beberapa keunggulan pembelajaran dengan metode eksperimen menurut
Moedjiono dan Moh Dimyati antara lain:
a. Peserta didik secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau
data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan
b. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran
teoritis secara empiris melalui eksperimen, sehingga peserta didik terlatih
membuktikan ilmu secara ilmiah
c. Peserta didik berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah
dalam rangka menguji kebenaran hipotesis
Menurut Rusyan (dalam Hosnan, 2014: 63), metode eksperimen memiliki
kelebihan antara lain sebagai berikut.
a. Melatih disiplin diri peserta didik melalui eksperimen yang dilakukannya,
terutama kaitannya dengan keterlibatan, ketelitian, ketekuanan dalam
melakukan eksperimen.
b. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta didik
melalui eksperimen yang dilakukannya sendiri secara langsung.
c. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan
hakikat kebenaran secara langsung.
e. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara
langsung dalam pengajaran, sehingga mereka akan terhindar dari
verbalisme.
8. Kelemaham Metode Eksperimen
Metode eksperimen juga memiliki kelemahan antara lain:
a. Memerlukan peralatan, bahan dan/atau sarana eksperimen bagi setiap
peserta didik atau sekelompok peserta didik yang perlu dipenuhi karena
akan mengurangi kesempatan peserta didik bereksperimen jika tidak
tersedia
b. Jika eksperimen memerlukan waktu yang lama, akan mengakibatkan
berkurangnya kecepatan laju pembelajaran.
c. Kurangnya pengalaman para peserta didik maupun guru dalam
melaksanakan eksperimen akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam
melakukan eksperimen.
d. Kegagalan/kesalahan dalam eksperimen akan mengakibatkan perolehan
hasil belajar (berupa informasi, fakta) yang salah atau menyimpang.
Menurut Rusyan (dalam Hosnan, 2014: 63), metode eksperimen memiliki
kekurangan antara lain:
a. Metode ini memakan waktu yang banyak, jika diterapkan dalam rangka
pelajaran di sekolah, maka metode ini dapat menyerap waktu pelajaran.
b. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika
c. Pada hal-hal tertentu, seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia,
kemungkinan memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini, faktor
keselamatan kerja harus diperhitungkan.
d. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap. Jika kurang salah
satu padanya, maka eksperimen tidak akan berhasil dengan baik.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa penerapan metode eksperimen
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki kelebihan dan manfaat.
Kelebihan tersebut berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Di samping kelebihan yang
dapat dirasakan oleh peserta didik dalam pembelajaran yang menggunakan
metode eksperimen, ada juga kekurangan dan kelemahannya. Hal ini menuntut
kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran eksperimen dengan
mengawasi proses kerja sama dalam belajar yang dilakukan oleh peserta didik.
Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen terbimbing karena
dengan menggunakan eksperimen terbimbing seluruh jalnnya percobaan sudah
dirancang oleh guru sebelum percobaan dikaukan oleh peserta didik. Dan peserta
didik tidak akan bingung tentang langkah- langkah percobaan,data yang
dikumpulkan, dan kesimpulan karena sudah ada petunjuk yang lembar kerja
peserta didik.
D. Keaktifan
Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas
raganya seperti kalau peserta didik belajar di laboratorium, di lapangan, maupun
sebagainya. Ketika seseorang belajar, ia tidak dapat menghindarkan diri dari suatu
situasi untuk menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangkaian
belajar. Situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa
yang dilakukan kemudian.
Proses belajar-mengajar yang dapat memungkinkan peserta didik aktif
harus direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik. Dalam pelaksanaan
mengajar, hendaknya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu
proses belajar-mengajar peserta didik melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar
peserta didik aktif yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respons yang
dipelajari, penguatan dan umpan balik serta pemakaian dan pemindahan (Abu
Ahmadi, 2013: 214).
Sebagaimana menurut filsafat konstruktivisme bahwa, pengetahuan itu adalah
bentukan ( konstruksi), jelaslah bahwa untuk dapat mengetahui sesuatu, peserta
didik haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar
peserta didik harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis,
dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh.
Tanpa keaktifan peserta didik dalam membangun pengetahuan mereka sendiri,
mereka tidak akan mengerti apa- apa (Suparno, 2007: 9).
Menurut konstruktivisme, pelajar sendirilah yang bertanggung jawab atas
hasil belajarnya. Disini peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran.
Peserta didik harus aktif bertanya, aktif mengerjakan suatu bahan, aktif membuat
peserta didik terlibat aktif dalam membuat hipotesis, mengerjakan percobaan,
mengumpulkan data, meganalisa dan membuat kesimpulan. Dengan metode
ilmiah tersebut, peserta didik dilatih untuk ikut menyimpulkan dan membentuk
pengertian mereka sendiri. Dengan demikian prosesnya sungguh pembelajaran
peserta didik, bukan pengajaran guru (Suparno, 2004: 32).
Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional.
Implikasi prinsip keaktifan peserta didik diwujudkan dalam perilaku- perilaku.
Hal ini menuntut keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran
(Hosnan, 2014: 13).
Cara belajar peserta didik aktif merupakan konsekuensi logis dari proses
belajar-mengajar di sekolah. Persoalannya terletak dalam hal kadar keaktifan
belajar peserta didik karena ada yang tingkat keaktifannya rendah dan ada pula
yang tingkat keaktifannya tinggi. Di dalam dunia pendidikan, peserta didik sangat
diharapkan meningkatkan keaktifan mereka secara yang optimal sehingga mereka
dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Berkaitan dengan strategi pembelajaran, Confusius mengatakan ribuan
tahun yang lalu, “What I hear, I forget; What I see, I remember, and What I do, I
understand.” Bagi Confusius, strategi pembelajaran yang paling baik adalah
melibatkan peserta didik berlaku aktif dalam praktik (berbuat) sebab dengan
berbuat atau praktik, pesera didik memahami apa yang menjadi tujuan
pembelajaran (Bermawi, 2014: 63). Aktivitas belajar tidak hanya terjadi dengan
duduk mendengarkan guru saja, namun peserta didik terlibat dalam rangkaian
meraba, membau, mencicipi, menulis, mencatat, membaca, membuat iktisar,
mengamati tabel- tabel, diagram-diagram, bagan- bagan, menyusun paper,
mengingat/menghafal, berpikir, latihan atau praktek. Semua hal itu adalah
aktivitas belajar.
Dalam aktivitas belajar Fisika, hal-hal di atas juga perlu dilaksanakan,
diterapkan secara khusus yakni bahwa peserta didik melakukan praktikum di
laboratorium. Learning by doing adalah konsep belajar yang menuntut adanya
penyatuan usaha untuk mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar
sambil berbuat dalam hal ini termasuk praktek. Latihan atau praktek termasuk
cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Sebagai contoh, dalam belajar Fisika,
peserta didik tidak cukup hanya dituntut untuk mendengarkan, mempelajari teori
Fisika dan menulis kan rumus-rumus Fisika. Apabila hal itu yang dilakukan,
kemungkinan besar teori dan rumus-rumus Fisika itu akan mudah terlupakan bila
tidak didukung dengan latihan atau praktikum.
Contohnya adalah praktek saat mempelajari pengukuran. Apabila peserta
didik hanya dibekali dengan teori dan cara menghitung berapa hasil pengukuran
yang diperoleh, kemungkinan peserta didik akan mengalami kebingungan dan
kurang paham. Untuk mempermudah memahami dan memperkuat ingatan tentang
pokok bahasan pengukuran, perlu diadakan latihan atau praktikum di
laboratorium. Perlu dilatihkan bagaimana cara menggunakan alat, cara membaca
skala dalam setiap alat ukur dan cara menghitung hasil pengukuran. Dengan
demikian, peserta didik akan memahami, mengetahui dan mengingat pokok
fungsional. Dengan demikian, aktivitas latihan atau praktek dapat mendukung
upaya belajar yang optimal. Belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan
menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Pada hakekatnya, belajar yang bertumpu pada keaktifan peserta didik
dalam proses pembelajaran di dalam kelas menuntut seorang guru untuk
melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar-mengajar. Pesera didik
yang aktif dalam pembelajaran memiliki keseriusan dan perhatian yang tinggi
pada pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam situasi belajar seperti ini, belajar
mewujudkan keaktifan peserta didik yang tampak dalam upaya untuk
mendengarkan, menulis, membuat sesuatu, mendiskusikan.
Dalam buku Psikologi Pendidikan dituliskan bahwa dalam tingkat
keaktifan peserta didik dalam belajar terdapat rentang keaktifan antara
teacher-centered melawan student-centered. Tingkat keaktifan tersebut ditentukan oleh
beberapa unsur sebagai berikut (Noer. 2012: 305):
1. Partisipasi peserta didik dalam menetapkan tujuan pembelajaran di
kelas
2. Tekanan pada afektifitas dalam pembelajaran di kelas
3. Partisipasi pesera didik dalam pelaksanaan pembelajaran, terutama
interaksi peserta didik dengan guru, dan sesama peserta didik di
kelas
4. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi peserta didik
5. Kesempaatan kepada peserta didik untuk mengambil keputusan-
keputusan penting dalam pembelajaran di kelas.
Peserta didik sebagai subjek utama dalam kegiatan pembelajaran dengan
alasan apa pun tidak dapat mengabaikan begitu saja prinsip-prinsip belajar.
Pembelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Implikasi
prinsip keaktifan bagi peserta didik terwujud dalam perilaku-perilaku, seperti
mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin
tahu hasil dari suatu perhitungan fisika, membuat karya tulis dan sebagainya.
Implikasi prinsip keaktifan bagi peserta didik lebih lanjut menuntut
keterlibatan langsung peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebagai subjek
dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, pesera didik dituntut untuk
selalu aktif memproses dan mengelola perolehan belajarnya. Perilaku aktif atau
keterlibatan peserta didik secara langsung dalam kegiatan belajar diharapkan
dapat terwujud.
Dari uraian di atas, peneliti membuat indikator keaktifan belajar peserta
didik yang akan dilakukan dalam penelitian ini seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator Keaktifan Peserta didik
No. Indikator
1. Kerjasama dalam kelompok
2. Bertanya dan Mampu mengemukakan pendapat
3. Mengerjakan percobaan dalam kelompok
4. Saling membantu dan menyelesaikan masalah
5. Membuat laporan percobaan, menganalisa dan menyimpulkan
E. Nilai Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘karasso’ yang berarti cetak
biru, format dasar, sidik, seperti sidik jari. Pusat Kurikulum Nasional mengartikan
karakter sebagai watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Suparno,
2015: 27-28). Karakter itu terbentuk dari perkembangan dasar yang telah kena
pengaruh pengajaran.
Dalam pendidikan karakter, sangatlah penting diperhatikan kedua segi ini:
bakat dan pendidikan. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa salah
satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia (Adi, 2010: 9).
Unsur pendidikan sangat penting adalah membangun karakter seseorang.
Dalam sebuah proses pendidikan, penanaman karakter merupakan bagian penting.
Pendidikan karakter tidak dapat dipahami sebagai bagian pengembangan
keunggulan akademik peserta didik, tetapi menjadi satu bagian integral dalam
rangka pendidikan kemanusiaan secara utuh. Pendidikan karakter juga terkait
dengan bagaimana mereka yang terlibat di dalamnya dapat mendesain, memiliki
sikap serta memiliki keprihatinan tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan.
Driyarkara mengungkapkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi; yakni