• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kebangkrutan

a. Pengertian Kebangkrutan

Secara umum, kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya.

Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi, walaupun total nilai asset melebihi kewajiban totalnya.

Kebangkrutan terjadi bila semua utang perusahaan melebihi nilai wajar asset totalnya (Rudianto, 2013: 251).

Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan. Suatu perusahaan dianggap megalami kebangkrutan atau kegagalan keuangan ketika tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan lebih kecil dari total biaya yang harus dikeluarkannya – dalam jangka panjang. Kesulitan keuangan yang terus-menerus dihadapi perushaaan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatannya akan mengancam kelangsungan usaha perubahan dalam jangka panjang. Akumulasi kesulitan mengelola keuangan dalam jangka panjang akan mengakibatkan nilai asset yang lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban totalnya (Rudianto, 2013: 251).

Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal

kebangkrutan. Kebangkrutan merupakan suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak bisa dicapai (Syilviana, 2016: 65).

Kebangkrutan adalah kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja didalam perusahaan. Ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini jika laporan keuangan dianalisa secara cermat dengan suatu cara tertentu (Toto, 2011: 332).

Jadi, kebangkrutan tidak terjadi secara tiba-tiba.Kebangkrutan merupakan akumulasi dari kesalahan dan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang. Karena itu, diperluka alat untuk mendeteksi potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan. Analisis kebangkrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Alat pendeteksi dini kebangkrutan dibutuhkan untuk melihat tanda-tanda awal kebangkrutan. Semakin awal tanda kebangkrutan diperoleh, semakin baik bagi pihak manajemen, karena pihak manajemen bisa melakukan berbagai langkah perbaikan sebagai upaya pencegahan. Pihak kreditor dan juga pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan uruk yang akan terjadi (Rudianto, 2013: 251).

Salah satu kegunaan umum dari analisis laporan keuangan adalah mengidentifikasi daerah yang memerlukan penelitian dan analisis lebih lanjut. Salah satu aplikasinya adalah memprediksi kesulitan keuangan (financial distress prediction). Model keuangan yang umumnya disebut model prediksi kebangkrutan (bankcrupty prediction model) memberikan trend perilaku beberapa rasio tertentu (Subramanyam,2008: 288).

Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Pada situasi tertentu, perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membayar gaji pegawai, bunga utang). Jka tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan keuangan kecil tersebut bisa berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar, dan bisa sampai pada kebangkrutan. Pengertian kebangkrutan bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stok. Dengan menggunakan pendekatan stok, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total kewajiban melebihi total aktiva. Dengan menggunakan pendekatan alira, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran yang cukup. Dari sudut pandang stok, perusahaan dinyatakan bangkrut meskipun perusahaan masih dapat menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (Hanafi, 2008).

Kesulitan keuangan (financial distress) merupakan tahap awal sebelum terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Financial distress juga dapat didefenisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Defenisi dari financial distress sering kali dikaitkan dengan kebangkrutan. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau perusahan atau insolvabilitas. Financial distress dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab yang bermacam-macam (Sudana, 2011: 249).

Awalnya terjadi financial distress dapat bermula pada saat arus kas yang dimiliki perusahaan lebih kecil dari jumlah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Hal ini mencerminkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar pada saat itu juga. Menyatakan bahwa penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) dikarenakan oleh

faktor ekonomi, kesalahan dalam manajemen dan bencana alam.

Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya akan berdampak pada kesulitan keuangan. Tapi kebanyakan penyebab financial distress baik secara langsung maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen yang terjadi berulang-ulang.

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan insovabilitas. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefenisikan dalam beberapa arti ekonomi (economic failure).

Biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi bianyanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biayanya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut juah dibawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atau biaya historis dari investasinya lebih kecil dari pada biaya modal perusahaan (Hasanah, 2010: 14).

Dengan demikian, walaupun jumlah aset yang dimiliki perusahaan lebih besar dari jumlah kewajiban yang harus dibayarnya tidak menjamin perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan terus menerus mengalami kegagalan ekonomi atau penghasilan perusahaan lebih kecil dari biaya-biaya yang harus dibayarkan maka akan mempengaruhi likuiditas perusahaan dan hal tersebut akan mengancam perusahaan dalam jangka panjang. Akumulasi kesulitan mengelola keuangan dalam jangka panjang mengakibatkan nilai asset yang lebih kecil dibandingkan dengan total kewajibannya. Jadi, kebangkrutan tidak datang tiba-tiba.

Kebangkrutan merupakan akumulasi dan kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang.

b. Hubungan Kebangkrutan dengan Financial Distress

Kebangkrutan erat kaitannya dengan financial distress.

Financial distress merupakan kondisi perusahaan sebelum mengalami kebangkrutan. Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Artinya financial distress dapat dijadikan sinyal atau tanda bahwa perusahaan sedang terancam kebangkrutan yang tentu saja akan sangat merugikan perusahaan yang mengalaminya. Oleh sebab itu, model sistem peringatan untuk mengantisipasi adanya financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dapat digunakan sebaau sarana untuk mengidentifikasikan bahwa memperbaiki kondisi perusahaan sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan (Agusti, 2013: 11).

Ada dua faktor penyebab financial distress diantaranya:

(Rodoni, 2011: 176-177) 1) Faktor Keuangan

Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut. Namun demikian, karena bervariasinya kondisi internal dan eksternal perusahaan maka terdapat banyak hal yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan.

Dan jika ditinjau dari aspek keuangan, maka terdapat tiga penyebab financial distress yaitu:

a) Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal

Kekurangan modal dapat terjadi karena ketidak seimbangan aliran penerimaan dengan pebgeluaran, sehingga perusahaan harus mencari alternatif lain seperti meminjam dana dari kreditur.

b) Besarnya beban hutang dan bunga

Dengan adanya pinjaman dari kreditur perusahaan dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya, namun masalah yang

muncul kemudian adalah kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit.

c) Menderita kerugian

Suatu perusahaan harus bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, sehingga perusahaan akan memperoleh laba dari usaha tersebut. Selain itu perusahaan juga harus bisa mengendalikan tingkat biaya. Jika suatu perusahaan tidak bisa menjaga keseimbangan pendapatan biaya maka perusahaan akan mengalami financial distress.

2) Faktor Ekonomi Makro

Ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara merupakan salah satu penyebab terjadinya financial distress.

Ketidakpastian kondisi ekonomi makro merupakan contoh dari risiko sistematis yang mempengaruhi sejumlah asset perusahaan.

Kondisi ini mempengaruhi semua saham diberbagai tingkat (Rodoni, 2011: 182-183).

Kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro merupakan inti dari risiko sistematis. Sehingga kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro ini merupakan penyebab financial distress. Financial distress merupakan kondisi kondisi perusahaan yang liquid dan insovabel dimana perusahaan tidak lagi memiliki keseimbangan financial secara baik, karena likuiditasnya dianggap sehat namun solvabilitasnya atau kemampuan memnayar utang-utangnya secara tepat waktu dianggap berada dalam posisi bermasalah bahkan cendrung tidak lagi tepat waktu (Fahmi, 2013:193).

c. Faktor keuangan perusahaan penyebab kesulitan keuangan

Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimana dengn proses penarikan dana dari berbagai sumber kemudian dilakukan pembelanjaan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan

tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasi perusahaan dan diakhiri dengan pengembalian. Dengan berdasarkan kepada pengertian arus kas dana ini dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan keburukan dari bisnis perusahaan.

salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis perusahaan tersebut. Namun demikian, dengan bervariasinya kondisi internal dan ekstenal maka terdapat banyak hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress suatu perusahaan.

Apabila ditinjaudari aspek keuangan, maka terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan financial distress yaitu:

1) Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal

Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan tidak mampu manarik dana untuk memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.

2) Besarnya beban hutang dan bunga

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah lukuid perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit. Walaupun demikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (return on asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen risiko atas hutang yang diterimanya. Manajemen risiko atas hutang ini sangat penting terutama apabila hutang dalam mata uang yang diterima tidak dalam mata uang yang sama dengan pendapatan yang diperoleh

perusahaan. ketidakmampuan perusahaan melakukan manajemen risiko atas hutangnya dapat mengakibatkan perusahaan harus mendapatkan risiko menderika kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

3) Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutupi biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih.

Besarnya laba bersih yang sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan investasi, sehingga akan menambah kekayan bersih perusahaan dan meningkatkan ROE untuk menjamin kepentingan pemegng saham. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan keseimbangan pendapatan dengan biaya.

Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu harus dijaga keseimbangan agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah pada kebangkrutan. Caranya adalah dengan kemampuan memperoleh laba, likuiditas dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.Setiap penapatan harus menghasilkan laba kotor jauh diatas biaya operasional agar menghasilkan laba kotor sisa yang disebut laba bersih. Setiap laba bersih kemudian harus diinvestasikan perusahaan guna memperbesar dana perusahaan.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untu membiayai kegiatan operasional perusahaan dan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan harta lancarnya terutama kas. Oleh karena itu, perusahaan harus menjaga kualitas dan tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan risiko yang paling kecil. Menurut Rudianto (2013: 251) perusahaan dikatakan bangkrut jika perusahaan tersebutu mengalami kegagalan ekonomi (economic distress) dan kegagalan keuangan (financial distress). Jadi faktor-faktor penyebab financial distress secara tidak langsung juga akan menjadi penyebab terjadinya kebangkrutan. Sehingga dengan

demikian, dapat dipahami bahwa kebangkrutan tidak dapat dipisahkan dengan financial distress.

d. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Secara umum, penyebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah manajemen yang kurang kompeten. Tetapi penyebab umum kegagalan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang saling terkait satu dengan lainnya. Pada prinsipnya, penyebab kegagalan suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (Rudianto, 2013: 252)

1) Faktor internal

Kurang kompetennya manajemen perusahaan akan berpengaruh terhadap kebijakan dan keputusan yang diambil.

Kesalahan dalam mengambil keputusan akibat kurang kompetennya manajemen yang dapat menjadi penyebab kegagalan perusahaan, meliputi faktor keungan maupun non keuangan.

Kesalahan pengelolaan di bidang keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan meliputi:

a) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang berat bagi perusahan.

b) Adanya “current liabilities” yang terlalu besar diatas “current assets”.

c) Lambatnya penagihan piutang atau banyaknya “bad debts” atau piutang tak tertagih.

d) Kesalahan dalam “deviden policy”.

e) Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.

Kesalahan pengelolaan di bidang non keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan, meliputi:

a) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.

b) Kesalahan dalam penentuan produk yang dihasilkan.

c) Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.

d) Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.

e) Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.

f) Kesalahan dalam kebijakan pembelian.

g) Kesalahan dalam kebijakan produksi.

h) Kesalahan dalam kebijakan pemasaran.

i) Adanyan ekspansi yang berlebih-lebihan.

2) Faktor eksternal

Berbagai faktor eksternal dapat menjadi penyebab kegagalan sebuah perusahaan.penyebab eksternal adalah berbagai hal yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan atau kendali pimpinan perusahaan atau badan usaha, yaitu:

a) Kondisi perekonomian secara makro, baik domestik maupun internasional.

b) Adanya persaingan yang ketat.

c) Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.

d) Turunnya harga-harga dan sebagainya (Rudianto, 2013: 253).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah: (Tambunan, 2015: 4)

a) Faktor Umum

(1) Faktor ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi daam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau deficit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

(2) Faktor social, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk atau jasa ataupun yang berhubungan dengan keryawan. Faktor sosial yang lain yaitu kesusahan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

(3) Fakor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya pemeliharaan dam implementasi.

Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang professional.

(4) Faktor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

b) Faktor Eksternal

(1) Faktor pelanggan, dimana untuk menghindari kehilangan konsumen, perusahaan harus melakukan identifikasi terhadap sifat konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan konsumen baru, menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

(2) Faktor pemasok/kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu perusahaan.

(3) Faktor pesaing, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen.

c) Faktor Internal

(1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayarannya sampai akhirnya tidak dapat membayar.

(2) Manajemen yang tidak efesien.

(3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

Ada 2 hal penting yang mampu menunjukkan arah kebangkrutan perusahaan, yaitu: (Tambunan, 2015: 5)

1) Tanda-tanda yang dapat dilihat oleh perusahaan:

a) Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan

b) Penurunan laba atau arus kas dari operasi.

c) Penurunan total aktiva.

d) Harga pasar saham menurun secara signifikan.

e) Kemungkinan gagal yang besar dalam industry, atau industry dengan risiko yang tinggi.

f) Young Company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun-tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan.

g) Pemotongan yang signifikan dalam deviden.

2) Diagnosa dalam defesiensi keuangan dan operasional adalah:

a) Ketidakstabilan laba.

b) Tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan atau kesulitan dalam memperoleh sumber pendanaan.

c) Sistem administrasi dan pelaporan yang tidak efektif dan efesien.

d) Kualitas manajemen yang meragukan.

e) Ekspansi yang dilakukan tidak sesuai dengan bisnis inti.

f) Kegagalan manajemen dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan pasar.

g) Ketidakmampuan dalam mengendalikan biaya.

e. Manfaat Informasi Kebangkrutan

Kebangkrutan merupakan akumulasi dari kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang.Karena itu, diperlukan alat untuk mendeteksi potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan.analisis kebangkrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Alat pendeteksi dini kebangkrutan dibutuhkan untuk melihat tanda-tanda awal kebangkrutan. Alat pendeteksi kebangkrutan akan memberikan informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut. Informasi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak berikut ini:

(Rudianto, 2012: 253) 1) Manajemen

Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan bisa dilakukan. Berbagai aktivitas atau biaya yang dianggap dapat menyebabkan kebangkrutan akan dihilangkan atau diminimalkan. Langkah pencegahan kebangkrutan yang merupakan tindakan akhir penyelamatan yang dapat dilakukan bisa berupa merger atau restrukturisasi keuangan.

2) Pemberi Pinjaman (Kreditor)

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai kreditor untuk mengambil keputusan mengenai diberikan-tidaknya pinjaman kepada perusahaan tersebut.Pada langkah berikutnya, informasi tersebut berguna untuk memonitor pinjaman yang telah diberikan.

3) Investor

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai investor perusahaan lain. Jika perusahaan investor berniat membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang telah dideteksi kemungkinan kebangkrutannya, maka perusahaan calon investor

itu dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang dikeluarkan perusahaan tersebut.

4) Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah bertanggung jawab megawasi jalannya usaha tersebut.Pemerintah juga mempunyai badan usaha yang harus selalu diawasi.Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

5) Akuntan Publik

Akuntan publik perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kemampuan going concern perusahaan tersebut.

f. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan

Beberapa alternatif perbaikan kesulitan keuangan berdasarkan kecilnya masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan (Wulandari, 2017: 17) :

1) Permasalahan secara informal dilakukan apabila masalah masih belum parah. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut:

a) Perpanjangan (extention) dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang.

b) Komposisi (composition) dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan.

c) Likuidasi dilakukan apabila nilai lebih besar dibandingkan nilai going concern.

2) Pemecahan secara formal dilakukan apabila masalah sudah parah.

Pemecahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut:

a) Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan mengambil langkah reorganisasi, yaitu merubah struktur modal menjadi layak.

b) Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan lebih baik mengambil langkah likuidasi dengan menjual asset-asset perusahaan kemudian didistribusikan ke pemasok modal di bawah pengawasan pihak ketiga.

g. Alat Prediksi Kebangkrutan

Suatu perusahaan didirikan dengan harapan mampu bertahan hidup dalam jangka yang sangat panjang. Karena itu, perusahaan harus dikelola dengan cara yang baik sehingga terus bertumbuh di berbagai aspek organisasi dan mampu bersaing di tengah lingkungan usaha yang sangat kompetitif. Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan.Beberapa alat prediksi tersebut dihasilkan dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memiliki perhatian terhadap kebangkrutan pada berbagai perusahaan di dunia. Beberapa alat prediksi kebangkrutan tersebut antara lain:

(Rudianto, 2013: 254) 1) Altman Z-Score 2) Springate Model 3) Zmijewski Model

Dokumen terkait