• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT PANASIA INDO RESOURCES Tbk SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE PADA PT PANASIA INDO RESOURCES Tbk SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ekonomi Syariah

OLEH :

ATIKAH QISTHI 1530 1220 006

JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

1440 H / 2019 M

(2)
(3)
(4)
(5)

PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z- SCORE PADA PT PANASIA INDO RESOURCES Tbk”. Jurusan Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah laba PT. Panasia Indo Resources Tbk dari tahun 2014 sampai tahun 2018 mengalami penurunan dan selalu rugi, jumlah utang yang meningkat pada tahun 2014-2017, penurunan penjualan pada tahun 2016-2018, penurunan ekuitas pada tahun 2014-2018 dan penurunan assets pada tahun 2015-2018.

Penelitian ini bertujan untuk menganalisis prediksi kebangkrutan pada PT. Panasia Indo Resources Tbk dengan menggunakan metode Altman Z- Score. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah deskriptif kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan PT. Panasia Indo Resources Tbk periode 2014-2018. Sumber data diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Teknik analisis data yang digunakan adalah model prediksi kebangkrutan Altman Z- Score yang ketiga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Panasia Indo Resources Tbk merupakan perusahaan yang berada pada zona berbahaya atau berpotensi bangkrut. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai Z-Score pada tahun 2014 diperoleh nilai Z-Score sebesar 0,0282, pada tahun 2015 diperoleh nilai Z- Score sebesar - 0,0076, pada tahun 2016 diperoleh nilai Z-Score sebesar 0,0383, pada tahun 2017 diperoleh nilai Z-Score sebesar - 0,4617 dan pada tahun 2018 diperoleh nilai Z-Score sebesar - 2,2301.

Kata Kunci: Prediksi Kebangkrutan, Metode Altman Z-Score, PT. Panasia Indo Resources Tbk

(6)

ii LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 9

G. Defenisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori... 11

1. Kebangkrutan ... 11

2. Metode Almant Z-Score ... 25

3. Laporan Keuangan ... 32

4. Analisis Laporan Keuangan ... 42

5. Analisis Rasio Keuangan ... 49

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 56

C. Kerangka Berpikir ... 61

BAB III METODE PENELITIAN ... 63

A. Jenis Penelitian... 63

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 63

C. Sumber Data... 63

D. Teknik Pengumpulan Data ... 63

(7)

iii

B. Visi dan Misi Perseroan ... 66

C. Pembahasan dan Analisis Kebangkrutan ... 67

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75 DAFTAR KEPUSTAKAAN

(8)

iv

Tabel 3. 1 Nilai Altman Z-Score ... 65

Tabel 4. 1 Pos-pos Laporan Keuangan ... 67

Tabel 4. 2 Pos-pos Laporan Keuangan ... 67

Tabel 4. 3 Modal Kerja ... 68

Tabel 4. 4 Nilai Buku Ekuitas ... 68

Tabel 4. 5 EBIT ... 68

Tabel 4. 6 Modal Kerja terhadap Total Asset ... 69

Tabel 4. 7 Laba Ditahan terhadap Total Aset ... 69

Tabel 4. 8 EBIT (Earning Before Interest Tax) terhadap Total Aset... 70

Tabel 4. 9 Nilai Buku Ekuitas terhadap Nilai Buku Utang ... 70

Tabel 4. 10 Hasil Rasio Altman Z-Score ... 70

Tabel 4. 11 Hasil Altman Z-Score 2014-2018 ... 72

(9)

v

(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan didirikan dengan tujuan yang jelas. Salah satu tujuan perusahaan didirikan adalah untuk menciptakan kekayaan dan demi mencapai tujuan tersebut suatu entitas ekonomi harus memiliki produk yang dapat dijual kepada masyarakat. Produk tersebut dapat berupa produk-produk non- fisik (jasa) atau bahan mentah atau barang jadiyang siap dikonsumsi. Untuk menghasilkan produk tersebut, setiap perusahaan memerlukan berbagai sumber daya yang saling melengkapi dan saling menunjuang, mulai dari sumber daya modal, sumber daya menusia dan sebagainya. Seluruh sumber daya yang dimiliki entitas ekonomi tersebut harus dikelola dengan baik tenaga kerja profesional, yang biasa disebut para manajer atau eksekutif perusahaan. Kemampuan para manajer untuk mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan demi memperoleh laba usaha dalam jangka pendek dan jangka panjang akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha suatu perusahaan (Rudianto, 2013: 251).

Tujuan didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk menghasilkan laba maksimal dalam jangka panjang. Laba maksimal dalam jangka pendek bukanlah tujuan yang baik bagi perusahaan yang ingin terus hidup dalam jangka panjang. Laba per unit produk yang besar tetapi tidak diimbangi dengan volume penjualan produk yang optimal, jelas hanya akan menghasilkan laba usaha total yang tidak optimal. Sebaliknya, laba usaha per unit produk yang kecil tetapi diimbangi dengan penjualan produk dalam volume yang besar, mungkin juga tidak akan menghasilkan laba usaha total seperti yang diharapkan. Jika faktor harga jual akan berpengaruh secara nyata terhadap volume penjualan, maka menghitung dan menganalisis berbagai variasi serta alternatif harga jual dan volume penjualan sangat diperlukan untuk melihat alternatif yang paling menguntungkan bagi perusahaan.

Kombinasi antara harga jual dan volume penjualan yang paling

(11)

menguntungkan harus dipilih untuk melihat dampak optimalnya terhadap perolehan laba usaha perusahaan (Rudiato, 2013: 128).

Perusahaan dihadapkan pada situasi dimana aktivitas operasi terus mengalami kerugian dan tidak bisa dihindarkan. Kerugian yang terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor yang tidak dapat dikendalikan langsung oleh perusahaan, seperti tingkat persaingan yang tinggi, kegagalan perusahaan meningkatkan pangsa pasarnya, harga jual produk yang terlalu tinggi, daya beli masyarakat yang rendah, dan berbagai faktor lainnya. Berbagai faktor tersebut dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian usaha yang tidak dapat diatasi dalam waktu singkat. Karena itu, pihak manajemen mulai mempertimbangkan menutup operasinya untuk sementara di wilayah pemasaran tertentu akibat kerugian yang dialami tersebut. Akan tetapi, menutup operasi di suatu wilayah pemasaran tertentu, khususnya dalam jangka waktu pendek, tidak selalu menjadi pilihan yang paling menguntungkan bagi perusahaan. Ini karena perusahaan harus menanggung biaya tetap dalam suatu periode tertentu walaupun aktivitas usaha dihentikan untuk jangka waktu tertentu. Lain halnya, kalau perusahaan menutup usaha secara permanen dan melikuidasi seluruh asetnya (Rudianto, 2013: 47).

Manajemen perusahaan selalu berusaha menjaga kondisi likuiditas perusahaan yang sehat dan terpenuhi secara tepat waktu. Ini dilakukan dengan maksud memberi reaksi kepada para calon investor dan para pemegang saham khususnya bahwa kondisi perusahaan selalu berada dalam kondisi yang ama dan stabil, yang otomatis maka harga saham perusahaan juga cenderung stabil dan bahkan diharapkan terus mengalami kenaikan (Fahmi, 2013: 195).

Likuiditas adalah kemmpuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Adapun solvabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam membayar utang-utangnya yang jatuh tempo secara tepat waktu atau tidak terlambat. Maka pemahaman likuiditas dan solvabilitas ini merupakan dua ukuran yang sering dipergunakan oleh investor dalam mengenali kondisi dan situasi kemampuan keuangan

(12)

perusahaan dalam menyelesaikan masalah-masalahnya secara tepat dan baik (Fahmi, 2013: 192).

Kondisi perusahaan yang illikuid dan insovable adalah kondisi perusahaan yang berada dalam kondisi menuju kepada kebangkrutan (bankcrupty). Kondisi bankcrupty terjadi pada saat sebuah perusahaan tidak mampu lagi melunasi kewajiban jangka pendek dan utang-utangnya yang ada di berbagai tempat yang jatuh tempo atau kewajiban solvabilitasnya. Jika tidak cepat di atasi maka perusahaan ini memungkinkan akan mengalami kondisi untuk di akuisisi oleh perusahaan lain, atau melakukan kebijakan merger. Akuisisi adalah pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan merger adalah penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya (Fahmi, 2013: 194).

Kepailitan suatu perusahaan biasanya diawali dengan kesulitan keuangan (financial distress) yang ditandai oleh adanya ketidakpastian profitabilitas pada masa yang akan datang. Prediksi tentang kondisi keuangan perusahaan, yang berkaitan dengan kepailitan memberikan panduan bagi pihak yang berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah mengalami kesulitan atau tidak di masa akan datang. Sedangkan bagi pihak yang berada diluar perusahaan khususnya para investor untuk menilai kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan saat ini dan di masa lalu serta sebagai pedoman mengenai kinerja perusahaan dimana perusahaan berpotensi untuk bangkrut atau tidak (Wulandari, 2017: 16).

Kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya. Kegagalan ekonomi berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri.

Sedangkan kegagalan keuangan berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi, walaupun total nilai asset melebihi kewajiban totalnya (Rudianto, 2013: 251).

Kebangkrutan secara umum disebabkan karena manajemen yang kurang kompeten. Kebangkrutan juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Karena itu, manajer dituntut memiliki kemampuan manajerial yang

(13)

semakin baik dari waktu ke waktu untuk menghadapi dunia bisnis yang semakin cepat dan semakin kompetitif. Manajer harus siap menghadapi segala tantangan dan kemungkinan yang ada dikemudian dari supaya tidak mengalami kebangkrutan (Rudianto, 2013: 251).

Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak yang berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan apakah mengalami kesulitan keuangan atau tidak dimasa yang akan datang. Bagi pemilik perusahaan dapat digunakan untuk memutuskan apakah ia akan tetap mempertahankan kepemilikannya di perusahaan atau menjual dan kemudian menanamkan modalnya di tempat lain (Buari, 2017: 26).

Analisis kebangkrutan yang sering digunakan dengan model Altman Z-Score, model Springgate dan model Zmijewski. Analisis kebangkrutan tersebut dikenal karena selain caranya mudah keakuratan dalam menentukan prediksi kebangkrutannya pun cukup akurat. Analisis kebangkrutan tersebut dilakukan untuk memprediksi suatu perusahaan sebagai penilaian dan pertimbangan akan suatu kondisi perusahaan (Yoseph, 2011: 2).

Menganalisis kebangkrutan suatu perusahaan yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan tiga metode, yaitu Altman Z-Score, Springgate, Zmijewski. Model Altman dan Springate lebih menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan. Model Zmijewski menekankan pada jumlah utang sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan. Penelitian di Indonesia dengan menggunakan ketiga model tersebut pada perusahaan BEI yang mengalami delisting menunjukkan bahwa model Zmijewski lebih akurat dalam memprediksi delisting dibandingkan metode Altman dan Springate (Rudianto, 2013).

Penulis meneliti menggunakan metode Altman Z-Score yang merupakan metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan yang lainnya. Itu berarti

(14)

dengan metode Altman Z-Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013: 254).

Semua perusahaan bisa mengalami kebangkrutan, baik itu perusahaan yang sudah go public maupun perusahaan yang belum atau masih berupa perusahaan kecil. Banyak perusahaan yang mengalami masalah dalam keuangannya, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah pendapatan atau penjualan atau dari laba perusahaan yang mengalami penurunan.Salah satu perusahaan yang terdaftar di BEI yang mengalami masalah keuangan adalah PT. Panasia Indo Resources Tbk.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) diprediksi kembali menggeliat karena pasar ekspor dan kebutuhan domestik tumbuh.Mentri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah mengajak pengusaha tekstil dan produk tekstil untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat (API Jabar) Ade sudrajat mengatakan,”permintaan global meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil naik 5% pada tahun 2017 kemudian naik lagi 8% pada tahun 2018, sebelumnya tidak meningkat,”katanya”. Target mulai sekarang yaitu memenuhi kebutuhan domestik hingga 100% dan nilai ekspor mencapai US$

30 milliar (Tempo.co Bandung).

PT. Panasia Indo Resources Tbk didirikan berdasarkan Akta No 13 tanggal 6 April 1973. PT. Panasia Indo Resources Tbk tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 1990 dengan kode HDTX. Perusahaan berdomisili dan pabriknya berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Kantor pusat Perusahaan beralamat di Jl. Garuda 153/74, Bandung, Jawa Barat. Jenis perusahaan adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri tekstil yang memproduksi benang. Ruang lingkup kegiatan perusahaan terutama meliputi usaha dalam bidang proses bahan baku serat (polimerisasi), twisting, pemintalan, pertenunan, industri tekstil,. Perusahaan mulai berproduksi secara komersial dalam industri tekstil pada tahun 1974 dan kegiatan pemrosesan bahan baku serat (polimerisasi) dimulai pada tahun 1990. Hasil produksi perusahaan dipasarkan di dalam dan di luar negeri termasuk ke benua Eropa,

(15)

Asia, Amerika, Australia dan Afrika (Annual Report PT. Panasia Indo Resources Tbk).

Berikut data yang penulis dapatkan dari laporan keuangan PT. Panasia Indo Resources Tbk.

Tabel 1. 1

Pos-Pos Laporan Keuangan PT. Panasia Indo Resources Tbk

Periode 2014-2018

(dalam ribuan rupiah)

Membanjirnya tekstil impor dan penurunan daya beli masyarakat memukul kinerja PT. Panasia Indo Resources Tbk pada tahun 2017-2018.

Kerugian yang dialami PT. Panasia Indo Resources Tbk pada tahun 2017- 2018 didorong oleh pendapatan usaha yang turun signifikan. Tingginya beban usaha PT. Panasia Indo Resources Tbk juga menjadi salah satu pendorong kerugian perusahaan pada tahun 2017-2018 (Annual Report PT. Panasia Indo Resources Tbk).

Berdasarkan tabel 1.1 laporan data keuangan di atas dapat diketahui bahwa pendapatan PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami penurunan dari tahun 2016-2018, yaitu Rp. 1.647.106.585 pada tahun 2016 menjadi Rp.

1.393.363.942 pada tahun 2017, Rp. 528.163.920 pada tahun 2018, Kemudian laba/rugi yang diperoleh oleh PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami laba yang minus dan kerugian dari tahun 2014-2018 yaitu, Rp.

(103.565.969) pada tahun 2014, Rp. (355.659.019) pada tahun 2015, Rp.

(393.567.637) pada tahun 2016, Rp. (847.049.209) pada tahun 2017, Rp.

(299.988.885) pada tahun 2018.

Kemudian dari sisi asset PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami peningkatan dari tahun 201-2015, yaitu Rp. 4.224.585.356 pada tahun 2014 menjadi Rp. 4.878.367.904 pada tahun 2015. Pada tahun 2016-2018

(16)

mengalami penurunan dari Rp. 4.743.579.758 pada tahun 2016 menjadi Rp.

4.035.086.385 pada tahun 2017 menjadi Rp. 586.940.667 pada tahun 2018.

Penurunan asset terjadi karena adanya penurunan kas dan setara kas yang disebabkan tingginya pembayaran hutang ke Bank.

Liabilitas yang dimiliki oleh PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami penurunan pada tahun 2014 sampai tahun 2015 yaitu, Rp.

3.619.720.129 pada tahun 2014 menjadi Rp. 3.482.406.080 pada tahun 2015.

Pada tahun 2016-2017 terjadi peningkatan yaitu Rp. 3.565.112.660 pada tahun 2016 menjadi Rp. 3.701.551.196 pada tahun 2017. Pada tahun 2017- 2018 terjadi penurunan, yaitu Rp. 3.701.551.196 pada tahun 2017 menjadi Rp.450.801.225.

Ekuitas yang dimiliki oleh PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami peningkatan pada tahun 2014-2015 yaitu, Rp. 604.865.227 menjad 1.395.961.824 pada tahun 2015. Dan terjadi penurunan dari tahun 2016-2018 yaitu, Rp., Rp. 1.178.467.098 pada tahun 2016, Rp. 333.535.189 pada tahun 2017 dan Rp. 136.139.442 pada tahun 2018. Dilihat secara keseluruhan jumlah liabilitas perusahaan PT. Panasia Indo Resources Tbk lebih besar dari pada jumlah ekuitasnya.

Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa pada periode 2014 sampai tahun 2018 PT. Panasia Indo Resources Tbk mengalami laba yang minus dan kerugian. Kerugian yang dialami perusahaan tersebut membuktikan bahwa pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biaya- biayanya dan perusahaan yang menderita kerugian maka dapat dikategorikan kepada keadaan perusahaan mengalami kegagalan ekonomi (economic distress). Hutang yang cukup besar akan berdampak pada kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan yang berarti kegagalan perusahaan menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba maka dapat dikategorikan kepada keadaan perusahaan mengalami kegagalan keuangan (financial distress). Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada PT. Panasia Indo Resources Tbk dengan

(17)

judul:”Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Metode Altman Z- Scorepada PT. Panasia Indo Resources Tbk tahun 2014-2018”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Terjadinya peningkatan hutang PT. Panasia Indo Resources Tbk dari tahun 2015-2017 dan tahun 2018 mengalami penurunan hutang yang diikuti dengan penurunan ekuitas pada tahun 2015-2018.

2. Terjadinya penurunan asset pada tahun 2015 sampai tahun 2018.

3. Terjadinya laba yang minus dan kerugian pada tahun 2015 sampai tahun 2018.

4. Prediksi tingkat kebangkrutan pada PT. Panasia Indo Resources Tbk pada tahun 2015-2018 dengan menggunakan alat ukur Altman Z-Score.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti adalah prediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score pada PT. Panasia Indo Resources Tbk.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana prediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score pada PT. Panasia Indo Resources Tbk berdasarkan laporan keuangan periode 2014-2018 ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui prediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score PT. Panasia Indo Resources Tbk berdasarkan laporan keuangan periode 2014-2018.

(18)

F. Manfaat dan Luaran Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat penelitian a. Bagi peneliti

Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh selama masa studi serta dapat memperluas wawasan ilmiah di bidang manajemen dan sebagai syarat dalam penyelesaian studi strata satu guna gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Syariah/ Manajemen Syariah.

b. Bagi perusahaan

Sebagai bahan masukan untuk lebih menganalisis dan mengetahui prediksi kebangkrutan pada PT.Panasia Indo Resources Tbk.

c. Bagi akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman secara akademis dan juga sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya baik menggunakan metode penelitian yang sama ataupun menggunakan metode penelitian yang berbeda.

2. Luaran penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi referensi di perpustakaan IAIN Batusangkar, diharapkan penelitian ini dapat diseminarkan nantinya dan dapat dijadikan metode penelitian yang sama ataupun menggunakan metode penelitian yang berbeda.

G. Defenisi Operasional

1. Prediksi kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya. Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi, walaupun total nilai asset melebihi kewajiban totalnya. Kebangkrutan terjadi bila semua utang perusahaan melebihi nilai wajar asset totalnya (Rudianto, 2013: 251). Dari

(19)

pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prediksi kebangkrutan merupakan ketidakmampuan suatu perusahaan dalam melanjutkan kegiatan operasinya dikarenakan kondisi keuangan yang dimiliki mengalami penurunan dan memiliki kewajiban atau hutang yang jumlahnya lebih besar dari nilai aktivanya.

2. Metode Altman Z-Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya. Itu berarti, dengan metode Altman Z-Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013:

254). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penulis memilih metode Altman Z-Score lebih menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.

(20)

11 A. Landasan Teori

1. Kebangkrutan

a. Pengertian Kebangkrutan

Secara umum, kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya.

Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi, walaupun total nilai asset melebihi kewajiban totalnya.

Kebangkrutan terjadi bila semua utang perusahaan melebihi nilai wajar asset totalnya (Rudianto, 2013: 251).

Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan. Suatu perusahaan dianggap megalami kebangkrutan atau kegagalan keuangan ketika tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan lebih kecil dari total biaya yang harus dikeluarkannya – dalam jangka panjang. Kesulitan keuangan yang terus-menerus dihadapi perushaaan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatannya akan mengancam kelangsungan usaha perubahan dalam jangka panjang. Akumulasi kesulitan mengelola keuangan dalam jangka panjang akan mengakibatkan nilai asset yang lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban totalnya (Rudianto, 2013: 251).

Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal

(21)

kebangkrutan. Kebangkrutan merupakan suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban- kewajiban karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak bisa dicapai (Syilviana, 2016: 65).

Kebangkrutan adalah kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja didalam perusahaan. Ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini jika laporan keuangan dianalisa secara cermat dengan suatu cara tertentu (Toto, 2011: 332).

Jadi, kebangkrutan tidak terjadi secara tiba-tiba.Kebangkrutan merupakan akumulasi dari kesalahan dan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang. Karena itu, diperluka alat untuk mendeteksi potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan. Analisis kebangkrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Alat pendeteksi dini kebangkrutan dibutuhkan untuk melihat tanda-tanda awal kebangkrutan. Semakin awal tanda kebangkrutan diperoleh, semakin baik bagi pihak manajemen, karena pihak manajemen bisa melakukan berbagai langkah perbaikan sebagai upaya pencegahan. Pihak kreditor dan juga pemegang saham bisa melakukan persiapan untuk menghadapi berbagai kemungkinan uruk yang akan terjadi (Rudianto, 2013: 251).

Salah satu kegunaan umum dari analisis laporan keuangan adalah mengidentifikasi daerah yang memerlukan penelitian dan analisis lebih lanjut. Salah satu aplikasinya adalah memprediksi kesulitan keuangan (financial distress prediction). Model keuangan yang umumnya disebut model prediksi kebangkrutan (bankcrupty prediction model) memberikan trend perilaku beberapa rasio tertentu (Subramanyam,2008: 288).

(22)

Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Pada situasi tertentu, perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membayar gaji pegawai, bunga utang). Jka tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan keuangan kecil tersebut bisa berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar, dan bisa sampai pada kebangkrutan. Pengertian kebangkrutan bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stok. Dengan menggunakan pendekatan stok, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total kewajiban melebihi total aktiva. Dengan menggunakan pendekatan alira, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran yang cukup. Dari sudut pandang stok, perusahaan dinyatakan bangkrut meskipun perusahaan masih dapat menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (Hanafi, 2008).

Kesulitan keuangan (financial distress) merupakan tahap awal sebelum terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Financial distress juga dapat didefenisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Defenisi dari financial distress sering kali dikaitkan dengan kebangkrutan. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau perusahan atau insolvabilitas. Financial distress dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab yang bermacam-macam (Sudana, 2011: 249).

Awalnya terjadi financial distress dapat bermula pada saat arus kas yang dimiliki perusahaan lebih kecil dari jumlah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Hal ini mencerminkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar pada saat itu juga. Menyatakan bahwa penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) dikarenakan oleh

(23)

faktor ekonomi, kesalahan dalam manajemen dan bencana alam.

Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya akan berdampak pada kesulitan keuangan. Tapi kebanyakan penyebab financial distress baik secara langsung maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen yang terjadi berulang-ulang.

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan insovabilitas. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefenisikan dalam beberapa arti ekonomi (economic failure).

Biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi bianyanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biayanya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut juah dibawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atau biaya historis dari investasinya lebih kecil dari pada biaya modal perusahaan (Hasanah, 2010: 14).

Dengan demikian, walaupun jumlah aset yang dimiliki perusahaan lebih besar dari jumlah kewajiban yang harus dibayarnya tidak menjamin perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Jika perusahaan terus menerus mengalami kegagalan ekonomi atau penghasilan perusahaan lebih kecil dari biaya- biaya yang harus dibayarkan maka akan mempengaruhi likuiditas perusahaan dan hal tersebut akan mengancam perusahaan dalam jangka panjang. Akumulasi kesulitan mengelola keuangan dalam jangka panjang mengakibatkan nilai asset yang lebih kecil dibandingkan dengan total kewajibannya. Jadi, kebangkrutan tidak datang tiba-tiba.

Kebangkrutan merupakan akumulasi dan kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang.

(24)

b. Hubungan Kebangkrutan dengan Financial Distress

Kebangkrutan erat kaitannya dengan financial distress.

Financial distress merupakan kondisi perusahaan sebelum mengalami kebangkrutan. Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Artinya financial distress dapat dijadikan sinyal atau tanda bahwa perusahaan sedang terancam kebangkrutan yang tentu saja akan sangat merugikan perusahaan yang mengalaminya. Oleh sebab itu, model sistem peringatan untuk mengantisipasi adanya financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dapat digunakan sebaau sarana untuk mengidentifikasikan bahwa memperbaiki kondisi perusahaan sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan (Agusti, 2013: 11).

Ada dua faktor penyebab financial distress diantaranya:

(Rodoni, 2011: 176-177) 1) Faktor Keuangan

Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut. Namun demikian, karena bervariasinya kondisi internal dan eksternal perusahaan maka terdapat banyak hal yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan.

Dan jika ditinjau dari aspek keuangan, maka terdapat tiga penyebab financial distress yaitu:

a) Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal

Kekurangan modal dapat terjadi karena ketidak seimbangan aliran penerimaan dengan pebgeluaran, sehingga perusahaan harus mencari alternatif lain seperti meminjam dana dari kreditur.

b) Besarnya beban hutang dan bunga

Dengan adanya pinjaman dari kreditur perusahaan dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya, namun masalah yang

(25)

muncul kemudian adalah kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit.

c) Menderita kerugian

Suatu perusahaan harus bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, sehingga perusahaan akan memperoleh laba dari usaha tersebut. Selain itu perusahaan juga harus bisa mengendalikan tingkat biaya. Jika suatu perusahaan tidak bisa menjaga keseimbangan pendapatan biaya maka perusahaan akan mengalami financial distress.

2) Faktor Ekonomi Makro

Ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara merupakan salah satu penyebab terjadinya financial distress.

Ketidakpastian kondisi ekonomi makro merupakan contoh dari risiko sistematis yang mempengaruhi sejumlah asset perusahaan.

Kondisi ini mempengaruhi semua saham diberbagai tingkat (Rodoni, 2011: 182-183).

Kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro merupakan inti dari risiko sistematis. Sehingga kepekaan perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro ini merupakan penyebab financial distress. Financial distress merupakan kondisi kondisi perusahaan yang liquid dan insovabel dimana perusahaan tidak lagi memiliki keseimbangan financial secara baik, karena likuiditasnya dianggap sehat namun solvabilitasnya atau kemampuan memnayar utang-utangnya secara tepat waktu dianggap berada dalam posisi bermasalah bahkan cendrung tidak lagi tepat waktu (Fahmi, 2013:193).

c. Faktor keuangan perusahaan penyebab kesulitan keuangan

Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimana dengn proses penarikan dana dari berbagai sumber kemudian dilakukan pembelanjaan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan

(26)

tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasi perusahaan dan diakhiri dengan pengembalian. Dengan berdasarkan kepada pengertian arus kas dana ini dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan keburukan dari bisnis perusahaan.

salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis perusahaan tersebut. Namun demikian, dengan bervariasinya kondisi internal dan ekstenal maka terdapat banyak hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress suatu perusahaan.

Apabila ditinjaudari aspek keuangan, maka terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan financial distress yaitu:

1) Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal

Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan tidak mampu manarik dana untuk memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.

2) Besarnya beban hutang dan bunga

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah lukuid perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit. Walaupun demikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (return on asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen risiko atas hutang yang diterimanya. Manajemen risiko atas hutang ini sangat penting terutama apabila hutang dalam mata uang yang diterima tidak dalam mata uang yang sama dengan pendapatan yang diperoleh

(27)

perusahaan. ketidakmampuan perusahaan melakukan manajemen risiko atas hutangnya dapat mengakibatkan perusahaan harus mendapatkan risiko menderika kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

3) Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutupi biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih.

Besarnya laba bersih yang sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan investasi, sehingga akan menambah kekayan bersih perusahaan dan meningkatkan ROE untuk menjamin kepentingan pemegng saham. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan keseimbangan pendapatan dengan biaya.

Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu harus dijaga keseimbangan agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah pada kebangkrutan. Caranya adalah dengan kemampuan memperoleh laba, likuiditas dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.Setiap penapatan harus menghasilkan laba kotor jauh diatas biaya operasional agar menghasilkan laba kotor sisa yang disebut laba bersih. Setiap laba bersih kemudian harus diinvestasikan perusahaan guna memperbesar dana perusahaan.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untu membiayai kegiatan operasional perusahaan dan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan harta lancarnya terutama kas. Oleh karena itu, perusahaan harus menjaga kualitas dan tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan risiko yang paling kecil. Menurut Rudianto (2013: 251) perusahaan dikatakan bangkrut jika perusahaan tersebutu mengalami kegagalan ekonomi (economic distress) dan kegagalan keuangan (financial distress). Jadi faktor-faktor penyebab financial distress secara tidak langsung juga akan menjadi penyebab terjadinya kebangkrutan. Sehingga dengan

(28)

demikian, dapat dipahami bahwa kebangkrutan tidak dapat dipisahkan dengan financial distress.

d. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Secara umum, penyebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah manajemen yang kurang kompeten. Tetapi penyebab umum kegagalan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang saling terkait satu dengan lainnya. Pada prinsipnya, penyebab kegagalan suatu perusahaan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (Rudianto, 2013: 252)

1) Faktor internal

Kurang kompetennya manajemen perusahaan akan berpengaruh terhadap kebijakan dan keputusan yang diambil.

Kesalahan dalam mengambil keputusan akibat kurang kompetennya manajemen yang dapat menjadi penyebab kegagalan perusahaan, meliputi faktor keungan maupun non keuangan.

Kesalahan pengelolaan di bidang keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan meliputi:

a) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap yang berat bagi perusahan.

b) Adanya “current liabilities” yang terlalu besar diatas “current assets”.

c) Lambatnya penagihan piutang atau banyaknya “bad debts” atau piutang tak tertagih.

d) Kesalahan dalam “deviden policy”.

e) Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.

Kesalahan pengelolaan di bidang non keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan, meliputi:

a) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.

b) Kesalahan dalam penentuan produk yang dihasilkan.

c) Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.

d) Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.

(29)

e) Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.

f) Kesalahan dalam kebijakan pembelian.

g) Kesalahan dalam kebijakan produksi.

h) Kesalahan dalam kebijakan pemasaran.

i) Adanyan ekspansi yang berlebih-lebihan.

2) Faktor eksternal

Berbagai faktor eksternal dapat menjadi penyebab kegagalan sebuah perusahaan.penyebab eksternal adalah berbagai hal yang timbul atau berasal dari luar perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan atau kendali pimpinan perusahaan atau badan usaha, yaitu:

a) Kondisi perekonomian secara makro, baik domestik maupun internasional.

b) Adanya persaingan yang ketat.

c) Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.

d) Turunnya harga-harga dan sebagainya (Rudianto, 2013: 253).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan adalah: (Tambunan, 2015: 4)

a) Faktor Umum

(1) Faktor ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi daam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi dengan mata uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau deficit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

(2) Faktor social, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk atau jasa ataupun yang berhubungan dengan keryawan. Faktor sosial yang lain yaitu kesusahan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat.

(30)

(3) Fakor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya pemeliharaan dam implementasi.

Pembengkakan terjadi, jika penggunaan teknologi informasi tersebut kurang terencana oleh pihak manajemen, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang professional.

(4) Faktor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

b) Faktor Eksternal

(1) Faktor pelanggan, dimana untuk menghindari kehilangan konsumen, perusahaan harus melakukan identifikasi terhadap sifat konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan konsumen baru, menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

(2) Faktor pemasok/kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditan suatu perusahaan.

(3) Faktor pesaing, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada konsumen.

c) Faktor Internal

(1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayarannya sampai akhirnya tidak dapat membayar.

(2) Manajemen yang tidak efesien.

(31)

(3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan, dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

Ada 2 hal penting yang mampu menunjukkan arah kebangkrutan perusahaan, yaitu: (Tambunan, 2015: 5)

1) Tanda-tanda yang dapat dilihat oleh perusahaan:

a) Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara signifikan

b) Penurunan laba atau arus kas dari operasi.

c) Penurunan total aktiva.

d) Harga pasar saham menurun secara signifikan.

e) Kemungkinan gagal yang besar dalam industry, atau industry dengan risiko yang tinggi.

f) Young Company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun-tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berakhir dengan kebangkrutan.

g) Pemotongan yang signifikan dalam deviden.

2) Diagnosa dalam defesiensi keuangan dan operasional adalah:

a) Ketidakstabilan laba.

b) Tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan atau kesulitan dalam memperoleh sumber pendanaan.

c) Sistem administrasi dan pelaporan yang tidak efektif dan efesien.

d) Kualitas manajemen yang meragukan.

e) Ekspansi yang dilakukan tidak sesuai dengan bisnis inti.

f) Kegagalan manajemen dalam melakukan antisipasi terhadap perubahan pasar.

g) Ketidakmampuan dalam mengendalikan biaya.

(32)

e. Manfaat Informasi Kebangkrutan

Kebangkrutan merupakan akumulasi dari kesalahan pengelolaan perusahaan dalam jangka panjang.Karena itu, diperlukan alat untuk mendeteksi potensi kebangkrutan yang mungkin dialami perusahaan.analisis kebangkrutan diperlukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Alat pendeteksi dini kebangkrutan dibutuhkan untuk melihat tanda-tanda awal kebangkrutan. Alat pendeteksi kebangkrutan akan memberikan informasi kepada berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan tersebut. Informasi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak berikut ini:

(Rudianto, 2012: 253) 1) Manajemen

Apabila manajemen perusahaan bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan lebih awal, maka tindakan pencegahan bisa dilakukan. Berbagai aktivitas atau biaya yang dianggap dapat menyebabkan kebangkrutan akan dihilangkan atau diminimalkan. Langkah pencegahan kebangkrutan yang merupakan tindakan akhir penyelamatan yang dapat dilakukan bisa berupa merger atau restrukturisasi keuangan.

2) Pemberi Pinjaman (Kreditor)

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai kreditor untuk mengambil keputusan mengenai diberikan-tidaknya pinjaman kepada perusahaan tersebut.Pada langkah berikutnya, informasi tersebut berguna untuk memonitor pinjaman yang telah diberikan.

3) Investor

Informasi kebangkrutan perusahaan bisa bermanfaat bagi sebuah badan usaha yang berposisi sebagai investor perusahaan lain. Jika perusahaan investor berniat membeli saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang telah dideteksi kemungkinan kebangkrutannya, maka perusahaan calon investor

(33)

itu dapat memutuskan membeli atau tidak surat berharga yang dikeluarkan perusahaan tersebut.

4) Pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah bertanggung jawab megawasi jalannya usaha tersebut.Pemerintah juga mempunyai badan usaha yang harus selalu diawasi.Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

5) Akuntan Publik

Akuntan publik perlu menilai potensi keberlangsungan hidup badan usaha yang sedang diauditnya, karena akuntan akan menilai kemampuan going concern perusahaan tersebut.

f. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan

Beberapa alternatif perbaikan kesulitan keuangan berdasarkan kecilnya masalah keuangan yang dihadapi oleh perusahaan (Wulandari, 2017: 17) :

1) Permasalahan secara informal dilakukan apabila masalah masih belum parah. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut:

a) Perpanjangan (extention) dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang.

b) Komposisi (composition) dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan.

c) Likuidasi dilakukan apabila nilai lebih besar dibandingkan nilai going concern.

2) Pemecahan secara formal dilakukan apabila masalah sudah parah.

Pemecahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Cara pemecahannya adalah sebagai berikut:

a) Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan mengambil langkah reorganisasi, yaitu merubah struktur modal menjadi layak.

(34)

b) Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi, maka perusahaan lebih baik mengambil langkah likuidasi dengan menjual asset-asset perusahaan kemudian didistribusikan ke pemasok modal di bawah pengawasan pihak ketiga.

g. Alat Prediksi Kebangkrutan

Suatu perusahaan didirikan dengan harapan mampu bertahan hidup dalam jangka yang sangat panjang. Karena itu, perusahaan harus dikelola dengan cara yang baik sehingga terus bertumbuh di berbagai aspek organisasi dan mampu bersaing di tengah lingkungan usaha yang sangat kompetitif. Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan.Beberapa alat prediksi tersebut dihasilkan dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli yang memiliki perhatian terhadap kebangkrutan pada berbagai perusahaan di dunia. Beberapa alat prediksi kebangkrutan tersebut antara lain:

(Rudianto, 2013: 254) 1) Altman Z-Score 2) Springate Model 3) Zmijewski Model

2. Metode Almant Z-Score

a. Pengertian Metode Almant Z-Score

Analisis Z-Score pertama kali dikemukakan oelh Edward I Altman pada tahun 1968 sebagai hasil dari penelitinnya. Setelah menyeleksi 22 rasio keuangan, ditemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk melihat perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Altman melakukan beberapa penelitian dengan objek perusahaan yng berbeda kondisinya. Karena itu, Altman menghasilkan beberapa rumus yang berbeda untuk digunakan pada beberapa perusahaan dengan kondisi yang berbeda. Model ini menekankan pada

(35)

profitabilitas sebagai komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan (Rudianto, 2013: 254).

Analisis Z-Score adalah metode untuk memprediksi keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberian bobot yang berbeda satu dengan lainnya.Itu berarti, dengan metode Z-Score dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan (Rudianto, 2013: 254).

Dengan melakukan analisis tingkat kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score, maka pihak perusahaan atau manajemen perusahaan dapat melihat prediksi tingkat kebangkrutan perusahaan yang dikelolanya.Sehingga dapat dilakukan tindakan awal untuk mencegah terjadinya kebangkrutan tersebut.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Almant Z-Score

Kelebihan dan kekurangan model Altman Z-Score menurut BAPEPAM (2005) dalam Khairiyah (2019: 15-16)

Kelebihan model Altman Z-Score: (Khoiriyah, 2019: 15).

1) Menggabungkan berbagai rasio keuangan secara bersama-sama.

2) Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan variabel-variabel independen.

3) Mudah dalam penerapannya.

4) Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktova merupakan indicator terbaik untuk mengetahui terjadinya kebangkrutan.

5) Lebih bisa menggambarkan kondisi perusahaan sesuai dengan kenyatannya.

6) Nilai Z-Score lebih ketat dalam menilai tingkat kebangkrutan.

Kekurangan model Altman Z-Score: (Khoiriyah, 2019: 16).

1) Nilai Z-Score bida direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.

(36)

2) Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang rendah atau bahkan masih merugi. Biasanya hasil dari nilai Z-Scoreakan rendah.

3) Perhitungan Z-Score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara sekaligus.

c. Analisis Metode Almant Z-Score

Rumus Z-Score pertama dihasilkan Altman pada tahun 1968.

Rumus ini dihasilkan dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur di Amerika Serikat yang menjual sahamnya di bursa efek.Karena itu, rumus tersebut lebih cocok digunakan untuk memprediksi keberlangsungan usaha perusahaan-perusahaan manufaktur yang go public. Rumus pertama tersebut adalah sebagai berikut: (Rudianto, 2013: 254)

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5 Dimana:

Z = Indeks Keseluruhan

Skor yang diperoleh merupakan gabungan dari 5 unsur yang berbeda, dimana setiap unsur merupakan rasio keuangan yang berbeda,

(37)

maka sangat penting untuk memahami makna dari setiap unsur tersebut. Defenisi dari diskriminasi Z (zeta) adalah: (Rudianto, 2013:

255)

1) Rasio X1 (Modal Kerja : Total Aset)

Mengukur likuiditas dengan membandingkan asset likuid bersih dengan total asset. Asset likuid bersih atau modal kerja didefenisikan sebagai asset lancar dikurangi total kewajiban lancar (asset lancar – utang lancar). Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitas keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat ketimbang total asset sehingga menyebabkan rasio ini turun.

2) Rasio X2 (Laba Ditahan : Total Aset)

Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuantungan. Rasio ini mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan kecepatan perputaran operating asset sebagai ukuran efesiensi usaha atau dengan kata lain, rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi semakin mungkin memperbesar akumulasi laba ditahan. Hal ini menyebabkan perusahaan yang relatif masih muda umurnya akan menunjukkan hasil rasio yang lebih rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada awal berdirinya.

3) Rasio X3 (EBIT : Total Aset)

Rasio ini mengukur profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian atas asset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak (Earning Before Interest and Tax) tahunan perusahaan dengan total asset pada neraca akhir tahun.

Rasio ini menjelaskan pentingnya pencapaian laba perusahaan terutama dalam rangkamemenuhi kewajiban bunga para

(38)

investor.Kemampuan untuk bertahan sangat tergantung pada earning power asetnya. Karena itu, rasio ini sangat sesuai digunakan dalam menganalisis risiko kebangkrutan

4) Rasio X4 (Nilai Saham : Total Utang)

Rasio ini merupakan kebalikan dari utang per modal sendiri (DER = Debt to Equity Ratio) yang lebih terkenal. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan pasar saham per lembar sahamnya (jumlah lembar saham x harga pasar saham per lembar). Umumnya, perusahaan-perusahaan yang gagal akanmengakumulasikan lebih banyak utang dibandingkan modal sendiri.

5) Rasio X5 (Penjualan : Total Aset)

Rasio ini mengukur kemampuan manajemen dalam mengguanakan asset untuk menghasilkan penjualan yang merupakan operasi inti dari perusahaan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya.

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Z-Score tersebut akan menghasilkan penjualan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan:

Z > 2,99 = Zona Aman 1,81< Z < 2,99 = Zona Abu-Abu Z > 1,81 = Zona Berbahaya

Pada tahun 1984, Altman melakukan penelitian kembali di berbagai Negara. Penelitian ini menggunakan berbagai perusahaan manufaktur yang tidak go public. Karena itu, rumus dari hasil penelitian tersebut lebih tepat digunakan untuk perusahaan manufaktur yang tidak menjual sahamnya di bursa efek. Hasil penelitian tersebut menghasilkan

Referensi

Dokumen terkait

berbeda-beda sesuai dengan jiwa zamannya, sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia setelah merdeka sampai sekarang ketika menafsir dan memaknai dua peristiwa yang

Maket pada perancangan sistem ini adalah sebagai visualisasi dari sistem aliran daya yang ada pada praktikum distribusi dan transmisi dimana terdapat dua pembangkit dan lima

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh ibu yang mengalami tindakan kekerasan fisik dan emosional oleh suami tetap berusaha untuk

Januari 2018, di Ruang Dekan FTK UIN Ar-Raniry.. Membahas tentang pelaksanaan Pasal 23 terhadap pegaulan mahasiswa di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan hasil wawancara dengan

Sedangkan variabel yang tidak signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan di Kampung Tambak Lorok yakni persepsi pembangunan infrastruktur, jumlah anggota keluarga dan

Demikian diterangkan untuk digunakan melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen FMIPA

Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun, tetapi sekarang telah benyak ditinggalkan karena: (1) tidak mampu memberikan jawaban-jawaban

Makalah ini menguraikan tentang aplikasi SCADA menggunakan jaringan nirkabel 2.4 Ghz dalam pengendalian dan pemantauan peralatan proses di fasilitas penyimpanan bahan