• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengembangan Transmisi dan GI

Pengembangan saluran transmisi dan GI secara umum diarahkan kepada tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien dengan memenuhi kriteria keandalan tertentu. Disamping itu pengembangan saluran transmisi juga dimaksudkan

sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan

pelayanan dan fleksibilitas operasi.

Proyek transmisi pada dasarnya dilaksanakan oleh PLN, kecuali beberapa transmisi terkait dengan pembangkit milik IPP yang sesuai kontrak PPA dilaksanakan oleh pengembang IPP dan proyek transmisi yang terkait dengan wilayah usaha lain. Namun demikian, terbuka opsi proyek transmisi untuk juga

dapat dilaksanakan oleh swasta dengan skema bisnis tertentu, misalnya build

lease transfer (BLT)17, power wheeling18. Power wheeling bertujuan antara lain

agar aset jaringan transmisi dan distribusi sebagai salah satu aset bangsa dapat dimanfaatkan secara optimal, peningkatan utilisasi jaringan transmisi atau distribusi sebagai salah satu bentuk efisiensi pada lingkup nasional, mempercepat tambahan kapasitas pembangkit nasional untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Opsi tersebut dibuka atas dasar pertimbangan keterbatasan kemampuan pendanaan investasi PLN dan pertimbangan perusahaan swasta dapat lebih fleksibel dalam hal mengurus perizinan.

Sejalan dengan kebijakan pengembangan pembangkitan untuk mentransfer energi listrik dari wilayah yang mempunyai sumber energi primer tinggi ke wilayah lain yang mempunyai sumber energi primer terbatas, maka sistem Sumatera yang pada saat ini tengah berkembang pesat memerlukan jaringan

interkoneksi utama (backbone) yang kuat mengingat jarak geografis yang

sangat luas. Sebagai dampak dari kebijakan tersebut, dalam RUPTL ini direncanakan pembangunan jaringan interkoneksi dengan tegangan 275 kV AC

17

Skema BLT (build lease transfer) adalah transmisi dibangun dan didanai oleh swasta,

termasuk pembebasan lahan dan perizinan ROW, dan PLN mengoperasikan serta membayar sewa sesuai tarif yang disepakati dan setelah periode waktu tertentu aset transmisi akan ditransfer menjadi milik PLN.

18

Power wheeling pada prinsipnya merupakan pemanfaatan bersama jaringan transmisi oleh

pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik lainnya untuk menyalurkan daya dari pembangkit milik pihak tersebut di suatu tempat ke beban khusus pihak tersebut di tempat lain, dengan membayar sewa/biaya transmisi termasuk biaya keandalan.

20 RUPTL 2015- 2024 pada tahap awal di koridor barat Sumatera, sedangkan tegangan 500 kV AC direncanakan di koridor timur Sumatera.

Pembangunan interkoneksi point-to-point jarak jauh, melalui laut dan

berkapasitas besar memerlukan teknologi transmisi daya arus searah (HVDC). Kebijakan PLN dalam memilih tegangan transmisi HVDC adalah mengadopsi tegangan yang banyak digunakan di negara lain, yaitu 500 kV DC.

Demikian juga untuk kondisi di Sulawesi, dimana letak sumber energi primer hidro terbesar terletak disekitar perbatasan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat dengan pusat beban yang sangat jauh yaitu di Makassar dan Sulawesi Tenggara. Adanya rencana beberapa proyek PLTA kapasitas besar dilokasi tersebut, akan dibangun jaringan transmisi 275 kV untuk menyalurkan daya dari beberapa PLTA ke pusat beban di Makassar dan Sulawesi Tenggara.

Perencanaan transmisi memerlukan persiapan yang lebih panjang mengingat kebutuhan tanah mencakup wilayah yang luas. Mengingat banyaknya kendala dalam proses pembebasan tanah serta fungsi transmisi sebagai super infrastruktur dari sistem tenaga listrik maka framework perencanaan kapasitas transmisi harus melihat waktu yang lebih panjang dari jangka waktu RUPTL, yaitu sekitar 30 tahun.

Pada jaringan yang memasok ibukota negara direncanakan looping antar

sub-sistem dengan pola operasi terpisah untuk meningkatkan keandalan pasokan.

Pada saluran transmisi yang tidak memenuhi kriteria keandalan N–1 akan

dilaksanakan reconductoring dan uprating.

Perluasan jaringan transmisi dari grid yang telah ada untuk menjangkau sistem

isolated yang masih dilayani PLTD BBM (grid extension) dilaksanakan dengan

mempertimbangkan aspek ekonomi dan teknis.

Penentuan lokasi GI dilakukan dengan mempertimbangkan keekonomian biaya pembangunan fasilitas sistem transmisi tegangan tinggi, biaya pembebasan tanah, biaya pembangunan fasilitas sistem distribusi tegangan menengah dan harus disepakati bersama oleh unit pengelola sistem distribusi dan unit pengelola sistem transmisi.

Pemilihan teknologi seperti jenis menara transmisi, penggunaan tiang, jenis saluran (saluran udara, kabel bawah tanah, kabel laut) dan perlengkapannya (pemutus, pengukuran dan proteksi) mempertimbangkan aspek keekonomian jangka panjang, dan pencapaian tingkat mutu pelayanan yang lebih baik,

RUPTL 2015- 2024 21 dengan memenuhi standar nasional (SNI, SPLN) atau standar internasional yang berlaku.

Kebijakan lebih rinci mengenai pengembangan transmisi dan GI adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan teknologi kabel 500 kV di ibu kota provinsi di Jawa-Bali

b. Setiap Ibu kota kabupaten yang belum terlayani jaringan tegangan tinggi direncanakan GI-GI baru. Perencanaan GI-GI baru tersebut tetap mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.

c. Peningkatan unit size trafo daya (150/20 kV) menjadi maximum 100 MVA untuk GI Baru di wilayah yang padat dan sulit mendapatkan lokasi GI.

d. Jumlah unit trafo yang dapat dipasang pada suatu GI dibatasi oleh

ketersediaan lahan, kapasitas transmisi dan jumlah penyulang (feeder)

keluar yang dapat ditampung oleh GI tersebut. Dengan kriteria tersebut suatu GI dapat mempunyai 3 atau lebih unit trafo. Sebuah GI baru diperlukan jika GI-GI terdekat yang ada tidak dapat menampung pertumbuhan beban lagi karena keterbatasan tersebut.

e. Pengembangan GI baru juga dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan yang baik di ujung jaringan tegangan menengah.

f. Trafo daya (TT/TM) pada dasarnya direncanakan mempunyai kapasitas sampai dengan 60 MVA.

g. Trafo IBT GITET (500/150 kV dan 275/150 kV) dapat dipasang hingga 4 unit per GITET.

h. Spare trafo IBT 1 fasa disediakan per lokasi untuk GITET jenis GIS, dan 1 fasa per tipe per provinsi untuk GITET jenis konvensional.

i. Pembangunan gardu induk dengan desain minimalis dapat dilaksanakan untuk melistriki komunitas dengan kebutuhan listrik yang dalam jangka panjang diperkirakan akan tumbuh lambat.

Untuk meningkatkan pelayanan dan mengantisipasi kebutuhan tenaga listrik yang semakin besar di kabupaten- kabupaten yang tersebar dan belum dilayani dari jaringan tegangan tinggi, dalam RUPTL ini terdapat rencana pembangunan GI-GI baru di beberapa kabupaten. Perencanaan GI-GI baru tersebut tetap mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.

22 RUPTL 2015- 2024