• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Perencanaan

6.1.1. Perencanaan Pembangkit

Sistem Interkoneksi

Perencanaan sistem pembangkit bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi pengembangan pembangkit yang memberikan nilai NPV total biaya penyediaan

listrik termurah (least cost) dalam suatu kurun waktu periode perencanaan, dan

memenuhi kriteria keandalan tertentu. Konfigurasi termurah diperoleh melalui

proses optimasi suatu objective function yang mencakup NPV dari biaya

kapital, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energy

not served. Selain itu diperhitungkan juga nilai sisa (salvage value) dari

pembangkit yang terpilih pada tahun akhir periode studi. Simulasi dan

optimisasi dilakukan dengan menggunakan model yang disebut WASP (Wien

Automatic System Planning).

Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah Loss of Load Probability (LOLP)

lebih kecil dari 0.274%42. Hal ini berarti kemungkinan/probabilitas terjadinya

beban puncak melampaui kapasitas pembangkit yang tersedia adalah lebih kecil dari 0.274%.

Perhitungan kapasitas pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan reserve

margin tertentu yang nilainya tergantung pada ukuran unit pembangkit (unit

size), tingkat ketersediaan (availability) setiap unit pembangkit, jumlah unit, dan

jenis unit43.

Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP < 0.274% adalah setara dengan reserve

margin > 25-30% dengan basis daya mampu netto44. Apabila dinyatakan

42

LOLP 0,274% adalah ekivalen dengan probabilitas 1 hari dalam setahun beban puncak tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas sistem pembangkit yang ada.

43 Unit tenaga air yang outputnya sangat dipengaruhi oleh variasi musim akan mempunyai nilai

EAF (equivalent availability factor) yang berdampak besar pada LOLP dan ketercukupan energi.

44

Reserve margin (RM) didefinisikan sebagai kapasitas pembangkit (G) dibagi beban puncak

RUPTL 2015- 2024 69

dengan daya terpasang, maka reserve margin yang dibutuhkan adalah sekitar

35%45.

Sedangkan untuk sistem-sistem di Wilayah Sumatera dan Indonesia Timur,

reserve margin ditetapkan sekitar 40% dengan mengingat jumlah unit

pembangkit yang lebih sedikit, unit size yang relatif besar dibandingkan beban

puncak, derating yang prosentasenya lebih besar, dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding Jawa Bali.

Pembangkit energi terbarukan, khususnya panas bumi dan tenaga air, dalam

proses optimisasi diperlakukan sebagai fixed system (ditetapkan masuk sistem)

pada tahun-tahun yang sesuai dengan kesiapan proyek tersebut.

Rencana pengembangan kapasitas pembangkitan dibuat dengan memperhitungkan proyek-proyek yang sedang berjalan dan yang telah

committed46, baik proyek PLN maupun IPP, dan tidak memperhitungkan semua

pembangkit sewa serta excess power. Selain itu beberapa pembangkit

berbahan bakar minyak yang sudah tua, tidak efisien dan dapat digantikan

perannya dengan PLTU batubara, diasumsikan akan dihapuskan (retired) atau

dijadikan sebagai pembangkit stand-by yang tidak dioperasikan tetapi tetap

dipelihara (mothballed).

Selanjutnya penambahan kapasitas pembangkit pemikul beban dasar diutamakan berupa pembangkit berbahan bakar batubara, dan pembangkit sumber energi terbarukan (panas bumi dan tenaga air tertentu).

Untuk kepentingan perhitungan proyeksi bauran energi jangka panjang, simulasi produksi dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan dan kepastian masuknya proyek-proyek pembangkit.

Sistem Kecil Tidak Interkoneksi / Isolated

Perencanaan pembangkitan pada sistem-sistem yang masih kecil dan belum interkoneksi (isolated) tidak menggunakan metoda probabilistik maupun optimisasi keekonomian, namun menggunakan metoda determinisitik. Pada metoda ini, perencanaan dibuat dengan kriteria N-2, yaitu cadangan minimum harus lebih besar dari 1 unit terbesar pertama dan 1 unit terbesar kedua.

45 Dengan asumsi derating pembangkit sekitar 5%.

46

Yang dimaksud dengan proyek committed adalah proyek PLN yang telah jelas alokasi

pendanaannya, dan proyek IPP yang telah mempunyai Power Purchase Agreement (PPA) atau paling tidak telah ada Head of Agreement (HOA).

70 RUPTL 2015- 2024 Definisi cadangan disini adalah selisih antara daya mampu total pembangkit yang ada dan beban puncak.

Life Extension dan Rehabilitasi Pembangkit Existing

Suatu pembangkit tenaga listrik didesain untuk beroperasi secara ekonomis

selama umur tekno-ekonomisnya (economic life). Sebuah unit pembangkit

dapat menjalani mid-life refurbishment untuk mempertahankan kapasitas,

efisiensi, menjaga kesiapan dan keandalan mesin yang sesuai sifatnya harus

dipelihara dan dilakukan penggantian parts yang aus. Kemudian, pada akhir

umurnya sebuah pembangkit masih dapat diperpanjang umurnya (life

extension) dengan melakukan rehabilitasi/refurbishment pada

komponen-komponen tertentu.

Keputusan melakukan life-extension atau menutup/menghentikan suatu

pembangkit memerlukan kajian untuk mencari solusi optimal antara opsi life extension dan membangun pembangkit baru.

6.1.2. Perencanaan Transmisi

Perencanaan transmisi dibuat dengan menggunakan kriteria keandalan N-1, baik statis maupun dinamis. Kriteria N-1 statis mensyaratkan apabila suatu sirkit transmisi padam, baik karena mengalami gangguan maupun dalam pemeliharaan, maka sirkit-sirkit transmisi yang tersisa harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban, sehingga kontinuitas penyaluran tenaga listrik terjaga. Kriteria N-1 dinamis mensyaratkan apabila terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa yang diikuti oleh hilangnya satu sirkit transmisi, maka tidak boleh menyebabkan kehilangan ikatan sinkron antara suatu kelompok generator dan kelompok generator lainnya.

Penambahan kapasitas transmisi direncanakan untuk memperoleh keseimbangan antara kapasitas pembangkitan dan kebutuhan beban,

disamping untuk mengatasi bottleneck, meningkatkan keandalan sistem, dan

memenuhi kriteria mutu tegangan tertentu. Selain penambahan kapasitas transmisi, penguatan transmisi dilakukan di Jawa/Sumatera/Kalimantan untuk evakuasi pembangkit.

Kriteria yang pada umumnya diterapkan dalam RUPTL ini adalah kebutuhan penambahan kapasitas trafo di suatu GI ditentukan pada saat pembebanan trafo mencapai 70%-80%.

RUPTL 2015- 2024 71 Jumlah unit trafo yang dapat dipasang pada suatu GI dibatasi oleh ketersediaan lahan, kapasitas transmisi dan jumlah penyulang keluar yang dapat ditampung oleh GI tersebut. Dengan kriteria tersebut suatu GI dapat mempunyai 3 atau lebih unit trafo. Sebuah GI baru diperlukan jika GI-GI terdekat yang ada tidak dapat menampung pertumbuhan beban lagi karena keterbatasan tersebut. Pengembangan GI baru juga dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan yang baik di ujung jaringan tegangan menengah.

Pada RUPTL 2015-2024 ini juga direncanakan pembangunan GI minimalis, yaitu sebuah GI dengan spesifikasi yang paling minimal (single busbar atau bahkan tanpa busbar; peralatan proteksi & kontrol, supply AC/DC & battery dikemas dalam kontainer; tanpa operator) dan konfigurasi GI taping (single pi atau T) namun dapat terus dikembangkan hingga menjadi sebuah GI yang lengkap/sempurna. Penerapan GI minimalis hanya dilakukan pada daerah yang sudah dilalui transmisi 150 kV eksisting. Tujuan pembangunan GI minimalis ini adalah untuk dapat mengambil alih beban sistem isolated secara lebih cepat dari timing normal kebutuhan GI, pada sistem yang selama ini masih dioperasikan dengan PLTD. GI minimalis juga dapat diterapkan untuk memasok lokasi yang sebelumya dipasok dari jaringan 20 kV yang sangat panjang dan mengalami drop tegangan yang besar.

6.1.3. Perencanaan Distribusi

Perencanaan sistem distribusi dibuat dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:

x Membatasi panjang maksimum saluran distribusi (JTM dan JTR) untuk

menjaga agar tegangan pelayanan sesuai ketentuan SPLN 72:1987.

x Konfigurasi JTM untuk kota-kota besar dapat berupa topologi jaringan yang

lebih andal seperti spindle, sementara konfigurasi untuk kawasan luar kota minimal berupa saluran radial yang dapat dipasok dari 2 sumber.

x Mengendalikan susut teknis jaringan distribusi pada tingkat yang optimal.

x Program listrik desa dilaksanakan dalam kerangka perencanaan sistem

kelistrikan secara menyeluruh dan tidak memperburuk kinerja jaringan dan biaya pokok penyediaan.

72 RUPTL 2015- 2024 Selain itu perencanaan sistem distribusi juga diarahkan untuk meningkatkan kontinuitas pasokan kepada pelanggan (menekan SAIDI dan SAIFI) dengan upaya:

x Membangun SCADA Distribusi untuk ibukota propinsi dan kota-kota lain

yang minimal dipasok oleh 2 Gardu Induk dan 15 feeder,

x Mengoptimalkan pemanfaatan recloser atau AVS yang terpasang di SUTM,

dikoordinasikan dengan reclosing relay penyulang di GI. Memonitor pengoperasian recloser atau AVS, dan menyempurnakan metode pemeliharaan-periodiknya.

x Dimungkinkan menggunakan DAS (Distribution Automation System) pada

daerah yang sangat padat beban dan potensi pendapatan tinggi.

Sasaran perencanaan sistem distribusi adalah menyediakan sarana pendistribusian tenaga listrik yang cukup, andal, berkualitas, efisien, dan susut teknis wajar.

Perencanaan kebutuhan fisik jaringan distribusi dikelompokkan dalam dua kegiatan, yaitu penyambungan pelanggan dan perkuatan distribusi dengan perincian sebagai berikut:

– Perluasan sistem distribusi untuk mengantisipasi pertumbuhan penjualan

energi listrik

– Mempertahankan/meningkatkan keandalan (reliability) dan kualitas

pelayanan tenaga listrik pada pelanggan (power quality).

– Menurunkan susut teknis jaringan

– Rehabilitasi jaringan tua.

– Pengembangan dan perbaikan sarana pelayanan

Kebutuhan fisik yang diperlukan untuk perluasan sistem distribusi dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan beban puncak sebagai akibat pertumbuhan penjualan energi merupakan fungsi dari beberapa variabel yaitu antara lain:

– Beban puncak di sisi tegangan menengah (TM) dan tegangan rendah (TR),

– Luas area yang dilayani,

– Distribusi beban (tersebar merata, terkonsentrasi, dsb),

– Jatuh tegangan maksimum yang diperbolehkan pada jaringan,

– Ukuran penampang konduktor yang dipergunakan,

– Fasilitas sistem distribusi terpasang (jaringan tegangan menengah/JTM,

gardu distribusi/GD, jaringan tegangan rendah/JTR, automatic voltage

RUPTL 2015- 2024 73 Dengan didorongnya pengembangan energi terbarukan oleh Pemerintah seperti dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 tahun 2009, maka pembangkit energi terbarukan sampai dengan 10 MW dapat tersambung langsung ke jaringan distribusi. Penyambungan pembangkit tersebut harus

memenuhi ketentuan Aturan Distribusi (Distribution Code).