• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggulangan Jangka Pendek

Upaya jangka pendek yang saat ini dihadapi PLN diprioritaskan pada upaya-upaya sebagai berikut :

(1) Memenuhi daerah-daerah yang kekurangan pasokan listrik termasuk daerah-daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar.

(2) Menyiapkan pembangkit yang dapat dipindah (Mobile Power Plant/MPP)

dengan bahan bakar gas dengan teknologi pembangkit dual fuel.

(3) Melistriki daerah yang belum mendapatkan pasokan listrik (peningkatan rasio elektrifikasi).

Pada tahun 2012 sistem kelistrikan Sumatera pada dasarnya mengalami kekurangan pasokan daya. Sistem Sumbagut hampir sepanjang tahun tidak mempunyai cadangan operasi, sering mengalami defisit dan mengoperasikan banyak pembangkit berbahan bakar BBM (lebih dari 65%). Sistem Sumbagselteng memiliki cadangan operasi yang mencukupi sejak masuknya beberapa pembangkit baru berbahan bakar murah seperti PLTU Simpang Belimbing dan PLTG Borang. Namun, hal tersebut masih terkendala oleh batas

34

SAIDI adalah System Average Interruption Duration Index, SAIFI adalah System Average Interruption Frequency Index

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014*)

SAIDI (jam/pelanggan/tahun) 16,70 7,00 4,71 3,85 5,76 4,97 SAIFI (kali/pelanggan/tahun) 10,78 6,85 4,90 4,22 7,26 5,35 *) Estimasi realisasi 2014

40 RUPTL 2015- 2024 transfer daya pada sistem transmisi eksisting. Gas, batubara dan hidro sudah mengambil peran besar dalam pembangkitan di Sumbagselteng.

Pada tahun 2013 sampai dengan TW III sistem kelistrikan Sumatera, khususnya Sumatera Utara mengalami kondisi defisit yang sangat besar diakibatkan oleh gangguan dan keluarnya pembangkit besar pada saat yang hampir bersamaan dan pembangkit FTP1 yang diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2013 masih mengalami keterlambatan, seperti PLTU Pangkalan Susu #1,2 dan PLTU Nagan Raya #1,2, di lain pihak realisasi permintaan tenaga listrik tinggi.

Pada tahun 2014, kondisi kelistrikan sistem Sumatera masih defisit terutama di Sumatera Utara, walaupun secara umum sedikit lebih membaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, hal ini terutama disebabkan oleh karena tambahan pembangkit yang masuk pada tahun 2014 tidak sebanding dengan peningkatan

kebutuhan (demand).

Kondisi kekurangan pasokan penyediaan tenaga listrik di Sumatera pada dasarnya disebabkan oleh :

(1) Keterlambatan penyelesaian proyek pembangkit tenaga listrik, baik proyek PLN maupun IPP.

(2) Pada beberapa pembangkit eksisting masih mengalami pemadaman baik pemadaman yang direncanakan (pemeliharaan) maupun pemadaman

paksa (forced outage).

(3) Pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang tinggi Upaya jangka pendek yang perlu dilakukan adalah :

(1) Memenuhi daerah-daerah yang kekurangan pasokan listrik termasuk daerah-daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar.

(2) Menyiapkan pembangkit yang dapat dipindah (mobile power) dengan bahan

bakar dual fuel (BBM dan gas).

(3) Melistriki daerah yang belum mendapatkan pasokan listrik (peningkatan rasio elektrifikasi).

Disamping tindakan-tindakan tersebut yang selama ini telah dilaksanakan oleh PLN, perlu pula dilakukan upaya lain, yaitu :

RUPTL 2015- 2024 41 (1) Pengadaan PLTD untuk memenuhi kebutuhan listrik daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar, Pengadaan PLTD ini diperlukan karena memang tidak ada alternatif lain yang sesuai kecuali PLTD berbahan bakar minyak.

(2) Pengadaan mobile power (barge mounted atau truck mounted) dengan

bahan bakar dual fuel (BBM dan gas). Mobile power ini sangat diperlukan

karena manfaatnya sangat luas , yaitu sebagai berikut : 1. Memenuhi pertumbuhan demand.

2. Mengurangi sewa pembangkit berbahan bakar minyak.

3. Mengatasi kekurangan pasokan daya akibat keterlambatan proyek pembangkit atau transmisi.

4. Mengatasi kekurangan pasokan daya akibat keluarnya unit pembangkit eksisting baik karena gangguan maupun pemeliharaan.

5. Memenuhi demand sementara akibat adanya event besar (Nasional atau internasional).

Wilayah Jawa Bali

Realisasi operasi sistem kelistrikan Jawa – Bali sepanjang tahun 2013 dan

2014 pada umumnya berjalan normal dan aman. Pada tahun 2013 selama periode beban puncak sistem Jawa Bali mengalami 3 kali periode siaga dan 1 kali berada dalam kondisi defisit, dimana salah satu penyebabnya adalah

karena tingginya angka FO (Forced Outage) dan derating unit pembangkit yakni

mencapai 12.5% dari total DMN. Kondisi hidrologi waduk kaskade Citarum pada tahun 2013 masuk kategori basah, dengan realisasi air masuk 147% prakiraan pola normal sehingga mampu beroperasi 125% diatas rencana operasi tahunan.

Transfer listrik dari wilayah Timur/Tengah ke wilayah Barat masih dalam batas termal dan stabilitas, namun pembebanannya dibatasi oleh besarnya eskursi tegangan (tegangan di bawah standar ) yang terjadi di beberapa GITET 500 kV di wilayah Barat. Tegangan dibawah standar umumnya terjadi di beberapa GITET 500 kV dan GI 150/70 kV di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat pada periode beban puncak siang dan umumnya terjadi juga di beberapa GI 150 kV di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada periode beban puncak malam. Terdapat banyak ruas transmisi 150 kV yang pembebanannya telah melampaui kriteria keandalan N-1. Pembebanan sebagian besar trafo IBT 500/150 kV telah

42 RUPTL 2015- 2024 sangat tinggi, diatas 80%, demikian pula halnya dengan pembebanan trafo 150/20 kV. Tidak optimalnya evakuasi daya dari IBT 500/150 kV karena terbatasnya outlet transmisi 150 kV seperti yang terjadi pada IBT Ujungberung dan IBT Tanjungjati. Masuknya kabel laut Jawa-Bali 150 kV sirkit 3 dan 4 pada tahun 2014 menyebabkan meningkatnya pasokan daya dan menurunkan pemakaian BBM di subsistem Bali. Penambahan IBT 500/150 kV dan Pembangkit di sistem Jawa Bali menyebabkan kenaikan level arus hubung

singkat, di beberapa GI 150 kV arus hubung singkat telah melebihi breaking

capacity terpasang.

Wilayah Indonesia Timur

Kondisi kekurangan pasokan penyediaan tenaga listrik di wilayah Indonesia Timur pada dasarnya disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian proyek pembangkit tenaga listrik, baik proyek PLN maupun IPP.

Kondisi jangka pendek yang perlu diatasi adalah memenuhi kekurangan pasokan dan menggantikan pembangkit BBM existing yang tidak efisien serta menaikkan rasio elektrifikasi secara cepat pada daerah yang elektrifikasinya tertinggal dan meningkatkan kemampuan pasokan untuk daerah perbatasan serta pulau terluar.

Tindakan yang telah dilakukan oleh PLN untuk menanggulangi hal tersebut meliputi sewa pembangkit, pembelian energi listrik dari IPP skala kecil, bermitra/kerjasama operasi pembangkit dengan Pemda setempat, pembelian

excess power, percepatan pembangunan PLTU batubara Peraturan Presiden

Nomor 71 Tahun 2006, mempercepat penyelesaian pembangunan saluran transmisi, mengamankan kontinuitas pasokan energi primer dan memasang

beberapa PLTS centralized dan solar home system secara terbatas.

Untuk membantu mengatasi permasalahan pasokan listrik, PLN telah membeli

semua potensi excess power yang ada, namun jumlahnya masih belum cukup

untuk memenuhi kebutuhan, sehingga PLN perlu menambahnya dengan menyewa pembangkit sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.6.

Namun demikian, dalam dua tahun kedepan secara bertahap PLN akan mengurangi pembangkit sewa PLTD tersebut dan mengganti dengan

pembangkit baru bersifat mobile (mobile power plant) yang dapat dipindahkan

secara cepat ke tempat lain yang lebih membutuhkan serta dapat dioperasikan

dengan bahan bakar gas/LNG. Mobile power plant (MPP) tersebut diadakan

RUPTL 2015- 2024 43 (i) memenuhi kekurangan pasokan listrik dalam waktu cepat dan bersifat

sementara sebelum pembangkit utama non-BBM beroperasi.

(ii) Menggantikan pembangkit BBM sewa dan existing yang tidak efisien

karena mempunyai sfc (specific fuel consumption) lebih baik.

(iii) Menaikkan rasio elektrifikasi secara cepat pada daerah yang elektrifikasinya tertinggal dan tidak tersedia sumber daya EBT lainnya.

Teknologi mobile power plant ini dapat berupa barge mounted, truck mounted

atau container, bergantung pada kondisi dan situasi sistem setempat.

Sistem Kecil Tersebar

Untuk pengembangan sistem kecil tersebar dalam jangka pendek, PLN akan memasang beberapa PLTD BBM skala kecil untuk memenuhi kebutuhan beban di daerah perbatasan dengan negara tetangga dan pulau terluar yang tidak terdapat atau sangat terbatas potensi energi terbarukan. Rincian pengembangan dapat dilihat pada sub-bab 6.11.