• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan dan Pengembangan Kebijakan sosial adalah serangkaian tindakan, kerangka kerja, pentunjuk,

LKM ”SEUNUDDON FINANCE”

5.1. Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan dan Pengembangan Kebijakan sosial adalah serangkaian tindakan, kerangka kerja, pentunjuk,

5.1. Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan dan Pengembangan Kebijakan sosial adalah serangkaian tindakan, kerangka kerja, pentunjuk, rencana, peta atau strategi yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang kesejahteraan sosial. Suharto, (2005). Program Pemberdayaan ekonomi mikro melalui LKM bagi masyarakat korban tsunami dan konflik, merupakan visi dan misi BRR dan pemerintah daerah yang diterjemahkan ke dalam program dan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin. Mengikuti konsepsi kebijakan sosial yang terkait erat dengan perencanaan sosial, maka program LKM merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan guna menanggulangi kemiskinan dengan sasaran keluarga rentan/miskin. Kegiatan LKM dilakukan secara terarah, terencana dan sistematik yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kehidupan sosial, psikologis dan ekonomi keluarga melalui penguatan motivasi dan kemampuannya dalam mendayagunakan sumber-sumber dan potensi yang dimiliki, sehingga kemandiriannya secara cepat dapat diwujudkan.

Perencanaan kegiatan pengembangan masyarakat seperti program melalui LKM termasuk perencanaan sosial yang merupakan serangkaian kegiatan yang terorganisir, yang memungkinkan individu, kelompok dan masyarakat untuk memperbaiki keadaannya sendiri, menyesuaikan diri terhadap kondisi yang ada dan berpartisipasi dalam tugas-tugas pembangunan. Dalam hal ini program pemnberdayaan melalui LKM tidak hanya menyalurkan bantuan modal usaha ke masyarakat melainkan juga mendorong pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Perencanaan dalam menyusun proposal kegiatan kelompok dilakukan oleh masyarakat dengan didampingi pendamping sosial termasuk menentukan jenis usaha, modal yang dibutuhkan, dan cara mengelola usaha ditetapkan oleh masyarakat khususnya keluarga miskin yang tergabung dalam kelompok usaha bersama.

Tujuan dari ditingkatkannya pengalokasikan dana untuk program dan kegiatan pemberdayaan ekonomi rakyat pada tahun ketiga pasca gempa dan tsunami ini, dimaksudkan untuk memacu agar aktivitas ekonomi rakyat bisa bangkit dan berkembang kembali. Dengan aktifnya LKM seunuddon finance sejak tahun 2005, data awal diperoleh bahwa jumlah masyarakat atau komunitas

korban yang terberdaya berjumlah 350 orang/individu lebih dengan berbagai profesi. Profesi dominan adalah nelayan dan petani tambak. Penguatan ekonomi mikro bagi korban tsunami membutuhkan kinerja, strategi, ketepatan sasaran dan profesionalisme serta proporsional sumberdaya manusia maupun kelembangaan/LKM. Namun sampai dengan saat ini tiga tahun pasca tsunami, komunitas korban tsunami Keude Simpang Jalan Seunuddon dalam segi ekonomi mikro relatif belum terberdaya. Walaupun upaya ini diketahui telah banyak dilakukan, baik oleh BRR Aceh-Nias, lembaga pemerintah, lembaga non-pemerintah, lembaga swasta, lembaga perbankan, dan lembaga donor maupun lembaga atau individu. Tentu hal ini menimbulkan permasalahan tersendiri terutama dalam komunitas korban dan masyarakat di Gampong keude simpang Jalan Kecamatan Seunuddon.

Misalnya Ibu-ibu petani garam di Seunuddon, juga memperlihatkan etos mereka dalam menjalani kehidupan pasca tsunami. Ada atau tidak ada bantuan, mereka tetap bersemangat menjalan aktifitas ekonominya, demi mempertahankan hidup keluarga dan harga diri. Mereka mampu mengorganisir kelompoknya dengan baik walau penghasilan mereka pas-pasan. Menurut Manager LKM Seunuddon Finance AH, ibu-ibu petani garam tersebut tidak pernah mengajukan permohonan kepada LKM. Namun menurutnya komunitas perempuan ini wajar untuk mendapat bantuan dari LKM.

” setahu kami, ib-ibu itu tidak pernah membuat permohonan kepada kami (LKM-red), namun hasil pengamatan kami bahwa ibu-ibu itu wajar dibantu dan berhak mendapat bantuan. Ketika kita sampaikan hal ini, tentu kita sampaikan syarat-syarat menjadi anggota LKM, ibu-ibu itu langsung sepakat..ada spirit yang kuat terpancarkan dari komunitas ini. Dalam LKM kami tercatat ada 102 orang perempuan yang mendapat modal usaha. Kedepan ibu-ibu ini akan menjadi anggota koperasi. Tentu tidak hanya komunitas ibu-ibu itu saja, juga ibu-ibu lain seperti pedagang, peternak, petani sawah..terbukti mereka dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarganya”.

Dalam konteks strategi pemberdayaan dan pengembangan komunitas korban, LKM seunuddon finance memiliki pendekatan sendiri selain aturan yang sudah diformalkan oleh BRR Aceh-Nias di Banda Aceh. Menurut managernya, keterlibatan sasaran menjadi hal utama. Mereka tidak hanya sekedar menyalurkan dana baik dalam bentuk qaldul hasan, mudharabah maupun ritel. Memang bantuan sosial berupa Qaldul Hasan sebesar Rp. 2000.000,- diutamakan bagi orang-orang yang sangat miskin konban tsunami dan konflik. Pola yang diterapkan sesuai dengan makanisme yang sudah dibuat dalam buku

induk BRR, namun dibeberapa daerah kecamatan dan gampong ada perlakuan khusus.

”kita coba mendatangi orang-orang yang memang membutuhkan, dalam hal pendataan kita bekerja sama dengan pihak aparat gampong...karena dana qaldul hasan, menurut kami tidak ada imbalan atau infaq..mampu di kembalikan saja selama satu tahun itu sudah syukur. Beda perlakuannya dengan dana mudharabah dan ritel. Pengalaman; kalau untuk kaum laki-laki baiknya dibantu perorangan, sedangkan untuk kaum perempuan kalau bisa berkelompok...kami sudah pernah membantu secara kelompok untuk petani tambak, karena hampir semua memiliki tambak jadi sulit untuk berkelompok..kecuali dari individu-individu yang di bantu baru kemudian di jadikan kelompok bersama agar ada ikatan sesama petani tambak...juga pengalaman salah satu LSM lokal LIPMAGA, pernah membina secara kelompok artinya dana diperuntukkan bagi kelompok.., petani tambak jadi susah tambak siapa yang akan dipakai atau ketika panen semua minta bagian..belum sempat dicicil kepada LSM tersebut”. Hal senada disampaikan oleh ketua AMF center Banda Aceh, Drh.BHS, menurutnya strategi pemberdayaan dan pengembangan komunitas korban tsunami di Aceh sudah sesuai secara aturan. Namun dilapangan mungkin lain yang terjadi.

“BRR Aceh-Nias bersama dengan stakholders lain telah mampu

memformat strategi ini dengan baik, masalahnya tinggal dalam aplikasi lapangan. Memang yang terpenting adalah realitas lapangan. Bagaimana komunitas betul-betul menyatu dan terlibat mulai dari proses pendataan, perencanaan, implimentasi sampai evaluasi dalam program tersebut secara utuh. Kita terkendala dengan sumber daya manusia dilapangan, banyak orang yang dipakai menjadi maneger LKM, tidak memiliki waktu..mereka sibuk dengan aktivitasnya yang lain, harus diupayakan verifikasi ulang keberadaan manager, staf keuangan dan pembukuan. selain itu, verifikasi kelompok sasaran, yang terpenting juga pola koordinasi yang selama dianggap kurang baik, saya melihat tidak ada upaya berpikir jangka panjang, ketika komunitas yang dibina dapat menghasilkan produk-produk LKM kemana pasarnya? tidak mungkin hanya pada taraf lokal, maka diperlukan kerjasama semua elemen..mulai dari dinas perindag, Kadin, Dekopinda, perbankkan, koperasi/LKM dan lain-lain. Sudah saatnya Aceh memikir jangka panjang yang berkelanjutan”.

Dalam hal ini tidak hanya koperasi/LKM Seunuddon Finance, berupaya mencari strategi pemberdayaan dan pengembangan komunitas, namun lembaga-lembaga lokal lain juga sedang berupaya. Ketua Koperasi Pesantren Aneuk Laot sebagai induk dari LKM Seunuddon Finance, H.G, berpendapat bahwa, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh; Koperasi/ LKM perlu menjalin kerjasama dengan perbankan dan Pemda Aceh Utara serta NGOs guna memenuhi kebutuhan akan tambahan modal usaha, perluasan aksesibilitas

terhadap pasar agar peningkatan produksi dengan mudah dapat ditransfer ke bentuk pendapatan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia LKM melalui berbagai pelatihan keterampilan dan bimbingan manajemen yang berkaitan dengan pengembangan uasaha ekonomi produktif, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Selain itu, modal sosial dan sistem jaring pengaman sosial dalam proses strategi pemberdayaan dan pengembangan komunitas menjadi penting.

”... saat ini, koperasi dan LKM kurang memiliki akses permodalan maupun pasar keluar, ketika hasil panen melimpah seperti ikan bandeng, kepiting dan lain-lain...,selain itu sumberdaya manusia pengurus koperasi dan LKM menjadi kendala, karena masyarakat menganggap masuk jadi pengurus dan anggota koperasi/LKM kurang mengungtung, bersifat jangka panjang.., menumbuhkan kesadaran dan kegunaan koperasi/LKM bagi masyarakat memang sulit.., tentu hal ini banyak dipengaruh oleh konerja koparsi/LKM masa lalu. Padahal modal sosial dan modal sumberdaya manusia cukup di gampong kami, tinggal saja memaksimalkannya”.

Dalam pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi mikro melalui LKM, setiap anggota kelompok saling berelasi, berinteraksi satu sama lain secara timbal balik atas dasar kepercayaan, hak dan kewajiban. Setiap anggota kelompok ini juga mengembangkan modal sosial melalui pengembangan hubungan-hubungan aktif, partisipasi, dan demokrasi dalam wadah kelompok usaha bersama. Koperasi melalui LKM sebagai program pemberdayaan ekonomi mikro keluarga miskin berupaya untuk mengembangkan aspek lokalitas dan mengembangkan jaringan kerja dengan berbagai lembaga dan sumber-sumber terkait sehingga program dilaksanakan secara terpadu, saling mengisi dan memperkuat dalam mewujudkan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas.

Dalam aspek psikologi sosial, pengembangan modal dan gerakan sosial pada pelaksanan program pemberdayaan ekonomi mikro melalui LKM dapat dijelaskan melalui perspektif konvergensi bahwa perilaku anggota individu/keluarga dalam membentuk kelompok usaha bersama dapat dipahami dari dua faktor, yaitu faktor internal merupakan faktor yang muncul dari diri individu dan faktor eksternal merupakan faktor yang muncul dari luar diri individu. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi memunculkan perilaku atau kondisi tertentu. Dalam interaksi ini akan terjadi saling percaya, saling memberi dan menerima, dan saling mempengaruhi.

Proses pembentukan perilaku anggota kelompok penerima program LKM dapat dilihat secara multi-center dan transaksional-center bahwa lingkungan sosial dan individu memiliki pengaruh yang sama besar dalam pembentukan perilaku. Dengan demikian kondisi yang terdapat dalam diri individu seperti karakter mental, skema, motif dan afeksi serta pengaruh dari center lainnya di luar diri seperti adanya pengaruh keluarga, kelompok, masyarakat, dan pemerintah mempengaruhi perilaku anggota kelompok usaha bersama. Dengan adanya motivasi anggota kelompok untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga maka mereka akan berperilaku kearah positif dalam pengembangan usaha. Keadaan seperti ini akan memunculkan feedback atau umpan balik dari lingkungan sosial yang menguntungkan mereka. Hal ini merupakan input untuk perilaku kearah positif berikutnya.

5.2. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Seunuddon Finance