• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Kolonial

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 52-57)

LATAR BELAKANG POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA TAHUN 1901-1942

3.2 Kebutuhan Kolonial

Setelah Kolonial berhasil menguasai Simeloengoen dan setelah Kolonial mendapatkan hasil yang cukup memuaskan dari usaha dalam bidang perkebunan di Simeloengoen, Kolonial semakin gencar untuk terus mencari agar tetap bisa mendapatkan keuntungan bagi mereka selama berada di negeri jajahan.

Semakin berkembangnya industri perkebunan di Simeloengoen maka diperlukan tenaga kerja yang cukup untuk dapat menunjang keberhasilan dari perkebunan itu. Oleh karena itulah, maka kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan mendukung keterlibatan penjajah yang semakin intensif untuk mencapai ketentraman, keadilan, dan kesejahteraan.

45 ANRI. Memorie Van Overgave van J. Tideman. 1922., hlm 381.

46 Erond L. Damanik. Potret Simalungun Tempoe Doeloe. Medan: Simetri Institute. 2018., hlm. 171.

.

34

Untuk memperkerjakan tenaga kerja yang cukup mampu dan terampil dari negeri asal atau Eropa lainnya tentulah akan mengeluarkan biaya yang cukup besar selain itu, pemerintah Kolonial juga tidak akan mengizinkan kaum mereka untuk bekerja secara rendahan. Oleh karena itu, pemerintah Kolonial mencari cara untuk mendapatkan tenaga kerja murah tetapi cukup mampu bekerja dan agar mereka tetap bisa meraih keuntungan .

Tujuan dibentuk dan dilaksanakannya program Politik Etis ini pada awalnya adalah sebagai bentuk balas budi Kolonial bagi Hindia Belanda dengan cara menyejahterakan rakyat Hindia Belanda. Tetapi sebenarnya yang terjadi adalah dilaksanakannya program ini mempunyai tujuan lain yang pada akhirnya akan tetap menguntungkan pihak Kolonial Belanda.

Misalnya, pemerintah Kolonial Belanda melakukan program irigasi di Simeloengoen adalah untuk membantu menjaga kestabilan ketersediaan pangan Sumatera Timur sehingga Kolonial mengajak rakyat Simeloengoen untuk membuka sawah dan memulai untuk menanam padi basah karena sebelumnya rakyat Simeloengoen belum mengenal cara menanam padi dengan sistem sawah dan sebelum kedatangan Kolonial rakyat Simeloengoen menanam padi dengan cara sistem ladang berpindah.47

47 ANRI. J.C.C. Haar. Nota van Toelichting betreffende het Landschap Raja 11 Maret 1933., hlm. 13.

35

Dilakukannya program irigasi bagi rakyat Simeloengoen ini sejalan dengan program emigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari luar Simeloengoen ke daerah Simeloengoen seperti orang-orang dari Toba didatangkan pemerintah Kolonial Belanda ke Simeloengoen untuk membantu mengajarkan rakyat Simeloengoen untuk membuka sawah karena orang-orang Batak Toba lebih mengetahui cara bersawah lebih dulu daripada rakyat Simeloengoen. Tidak hanya dari daerah Toba saja yang didatangkan pemerintah Kolonial, banyak dari daerah lain yang didatangkan untuk bekerja di perusahan-perusahaan perkebunan.

Begitu pula dalam bidang pendidikan, pemerintah Kolonial mengadakan pendidikan bagi rakyat Simeloengoen agar rakyat Simeloengoen mendapat pengetahuan walau hanya sekedar baca dan tulis. Hal ini sudah cukup untuk membantu Belanda pada waktu itu. Rakyat yang cukup mampu dalam bidang akademik akan dipekerjakan tetap dengan upah yang lebih murah dari pegawai Eropa lainnya. Hal mengenai ini akan dibahas di Bab selanjutnya.

Memang benar, program Politik Etis ini dapat membantu rakyat Simeloengoen tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa pemerintah Kolonial Belanda melakukan program Politik Etis ini dengan cuma-cuma. Ada kepentingan lebih dalam daripada yang mereka berikan. Program emigrasi, irigasi, dan edukasi semata-mata dijadikan cara untuk membalas hutang budi Kolonial terhadap rakyat Hindia Belanda, tetapi dalam pelaksanaannya, program tersebut dijadikan untuk memperoleh keuntungan dari negeri jajahan.

36 3.3 Kondisi Masyarakat Simeloengoen

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya mengenai masyarakat Simeloengoen bahwa keadaan mereka sebelum masuknya Kolonial Belanda sangatlah tertutup.

Mereka tidak siap dengan kemajuan dan selalu mengasingkan diri kepedalaman untuk hidup dengan damai.

Kondisi masyarakat Simalungun yang hidup dalam kesulitan membuat mereka memilih menjauhkan diri dari sentuhan kehidupan modern. Mereka hidup dalam penindasan, tekanan dari para tuan-tuan mereka, perbudakan, saling menyerang satu sama lain, kanibalisme, wabah penyakit yang menjangkit akibat tidak diperhatikannya kebersihan. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk mengolah ladang mereka.

Selain menghabiskan hidup mereka untuk berladang, kehidupan mereka dipenuhi dengan perjudian, mabuk-mabukan, hingga menggunakan candu. Kebiasaan mengisap candu ini cukup meluas di Simeloengoen sehingga menciptakan kesan buruk bagi orang-orang di luar Simeloengoen.

Seperti yang dilaporkan oleh Contreleur A.C van Den Boer bahwa ketika Ia datang orang-orang Simeloengoen sudah menggunakan candu baik pria ataupun pria bahkan mereka mengajarkannya pada anak-anak mereka. Penggunaan candu ini tidak hanya meluas dikalangan rakyat biasa saja, kaum bangsawan Simeloengoen-pun menggunakannya.

Menurut Van Dijk, rata-rata kaum bangsawan Simeloengoen, khususnya kepala-kepala adat adalah para pengisap candu yang kuat. Mereka tidak segan-segan

37

untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli candu dari saudagar – saudagar asing. Mereka bersenang-senang dan mengisap candu bersama isteri dan selir-selirnya. Candu dihisap dengan sebuah alat yang terbuat dari pipa kayu panjang yang ujugnya berhias cincin perak. Para kaum bangsawan yang gemar menghisap candu adalah Raja Maligas, Raja Siantar, Tuan Dolog Paribuan, Tuan Buntu Turunan, dan Tuan Sipolha. Mereka bisa berada di dalam rumah dan tidak keluar untuk menghisap candu.48

Selain kehidupan masyarakat yang sangat kacau, orang-orang Simeloengoen juga meyakini bahwa segala sesuatu memiliki nilai magis. Hal ini dikarenakan mereka masih menganut kepercayaan tradisional, sehingga ketika mereka akan melakukan dan sesudah melakukan sesuatu mereka mempunyai ritual persembahan kepada roh leluhur mereka. Walaupun demikian, sebelum masuknya Kolonial Belanda, sebagian masyarakat Simeloengoen sudah mengenal dan memeluk agama Islam.

Hal-hal seperti ini pula yang memunculkan streotip bahwa orang-orang Simeloengoen adalah orang yang pemalas, tidak punya inisiatif, dan tidak giat bekerja.

Kolonial Belanda meyakini bahwa sebenarnya Simeloengoen berpotensi untuk maju tapi terhambat oleh sikap dan tingkah laku mereka oleh karena itu Kolonial Belanda memberlakukan program Etisnya untuk memperbaiki Simeloengoen dari kondisi sebelumnya.

48 Budi Agustono, dkk. Op.Cit., hlm. 191.

38 BAB IV

PELAKSANAAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN PADA

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 52-57)