• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendatang Batak Toba

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 59-65)

Masuknya para pendatang Batak Toba ke Simeloengoen beriringan dengan masuknya Zending Rheinische Mission Geselschaft (RMG) ke Simeloengoen pada

41

awal tahun 1900. Sebelum Pemerintah Kolonial Belanda hadir di daerah ini, Simeloengoen sangat tertutup bagi para pendatang termasuk orang-orang Batak Toba.

Tideman dalam catatannya menuliskan tentang situasi Simeloengoen sebelum kedatangan kolonial dan seperti :

“Pelayaran melintasi Danau Toba memang berbahaya karena pembajakan yang dilakukan dalam skala yang cukup besar , namun peperangan antar Raja di negara-negara tersebut tidak menarik minat orang asing untuk menetap disini”.51

Zending RMG sudah bekerja lebih dulu untuk masyarakat Batak Toba sejak tahun 1861 dengan tujuan untuk menyebarkan injil kepada orang-orang yang masih memiliki kepercayaan tradisional. Setelah berhasil menginjili Tanah Batak, kini Zending mulai melebarkan daerah pekerjaannya yaitu ke daerah Simeloengoen.

Orang Batak Toba dikenal mempunyai keahlian dalam bersawah. Mereka lebih terampil daripada orang-orang Simeloengoen. Oleh karena keterampilan yang mereka pertanian basah yaitu dengan cara membuka sawah di Simeloengoen. Masyarakat Simeloengoen tidak terbiasa dengan pertanian basah, mereka lebih dominan dengan sistem perladangan. Hal inilah yang membuat Pemerintah Kolonial Belanda menyayangkan lahan yang subur di Simeloengoen tidak dikelola dengan sebaik mungkin.

51 ANRI. J. Tideman. Memorie., hlm. 244.

42 Gambar 4.1

Orang-orang Batak Toba sedang menggarap lahan di Simeloengoen

Sumber : Arsip KITLV Leiden University Libraries. Diakses dari https://digitalcollections.universiteitleiden.nl. Diakses pada 31 Juli 2021 pukul 19.49 WIB.

Pembukaan sawah-sawah baru ini menarik perhatian orang Batak Toba untuk bekerja di Simeloengoen. Kondisi daerah asal yang semakin padat penduduknya menjadi salah satu alasan mengapa orang Batak Toba dipindahkan ke Simeloengoen.

Sedikitnya lahan yang tersedia di Tapanuli untuk membuka sawah membuat orang-orang Batak Toba semakin banyak yang berpindah ke Simeloengoen. Pusat persawahan berada di Bah Korah I dan Bah Korah II. Selain itu, tujuan mereka dipindahkan adalah untuk bekerja membantu Zending untuk menyebarkan injil di Simeloengoen.

Masuknya orang Batak Toba ke Simeloengoen mendapatkan persetujuan dari Tuan Bandar dengan perundingan dilakukan oleh seorang Contreleur Batubara.52

52 Juandaha Raya, Martin Lukito Sinaga. Op.Cit., hlm. 79.

43

Daerah awal yang menjadi areal persawahan ini adalah Bandar, Panei, dan Siantar dimana fasilitas perpindahan mereka disediakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dalam tahun 1901 jumlah awal mereka yang datang adalah ±300 orang.53

Pada tahun 1904, seorang missionaris bernama Gotfried Simon ditempatkan di Bandar dan membuka persawahan disana dengan memperkerjakan orang-orang Batak Toba tetapi karena belum terlalu kenalnya dengan keadaan Simeloengoen pada saat itu akhirnya persawahan tersebut ditutup oleh karena hasilnya yang kurang memuaskan.

Para emigran Toba inipun pada awalnya kurang dapat beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Diawal kedatangannya, mereka banyak terjangkit berbagai macam penyakit dan tak sedikit yang meninggal dunia. Kondisi iklim yang berbeda dengan daerah asal membuat mereka tidak tahan dimana iklim di daerah asal cukup dingin dan sejuk sedangkan di Bandar iklimnya cukup panas.

Di daerah Siantar dan Panei, pada tahun 1908 diadakan negosiasi dengan para penguasa setempat oleh seorang Contreleur untuk membuka persawahan dan izin masuknya para emigran Batak Toba untuk bekerja didaerah ini. Setelah bernegosiasi, akhirnya pada tahun 1910 persawahan pertama kali dibuka di daerah ini. Lahan yang digunakan adalah hutan-hutan yang dipenuhi rerumputan kering dan ilalang kemudian ditebas untuk dijadikan areal persawahan. Percobaan pertama kali ternyata mengalami kegagalan, tanpa butuh waktu yang lama Pemerintah Kolonial Belanda langsung

53 Tengku Luckman Sinar. Loc.Cit.

44

menangani masalah ini sehingga pada panen berikutnya berhasil. Oleh karena inilah daerah Simeloengoen dibanjiri orang-orang Batak Toba dan Simeloengoen dikenal sebagai daerah “Lumbung Beras”.

Orang-orang Batak Toba membentuk permukiman di daerah sekitar sungai dan di sepanjang jalan raya dari Tapanuli – Pematang Siantar. Mereka kebanyakan berasal dari Balige, lembah Silindung, Samosir.

Akibat derasnya arus pendatang Batak Toba ke Simeloengoen setiap tahun sehingga pada tahun 1914 Pemerintah Kolonial Belanda membentuk kantor urusan orang Toba yang tugasnya untuk mengatur perpindahan mereka ke Simeloengoen yang disebut dengan “Immigratie Bureau der Tobanezen” dan mengangkat seorang guru Zending yang bernama Andreas Simangunsong menjadi kepala urusan bagi orang Batak Toba (Hoofd der Tobanezen) atau dikenal juga sebagai Raja ihutan.54

Diawal kedatangan petani Batak Toba ke Simeloengoen, mereka mengusahai pertaniannya dengan pengalaman pribadi dari daerah asal dan modal seadanya.

Kemudian, pada tahun 1920 pemerintah Kolonial mendirikan sebuah bank yaitu De Batakbank untuk membantu para petani mengelola dana mereka. Selain itu, bank

54 O.H.S Purba dan Elvis F. Purba. Op.Cit., hlm 76.

45

ini juga memberikan bantukan kepada petani dan pedagang-pedang kecil berupa kredit.55

Orang Batak Toba yang dihadirkan di Simeloengoen bukan hanya dipekerjakan sebagai petani saja, mereka juga dipekerjakan untuk menjadi pengajar bagi masyarakat Simeloengoen karena mereka sudah terlebih dulu mendapat pendidikan oleh Zending.

Pemerintah Kolonial memberikan mereka kesempatan menjadi guru di sekolah-sekolah yang didirikan Zending. Sebagian diantara mereka juga bekerja sebagai tenaga administrasi di perkebunan, rumah sakit, pabrik, maupun kantor-kantor pemerintahan.

Berikut adalah jumlah pendatang Batak Toba yang masuk ke Simeloengoen sejak tahun 1913 hingga tahun 1935.

Tabel 2

Jumlah Pendatang Batak Toba ke Simeloengoen tahun 1913 -1935

Sumber : J.Tideman, 1922.; Memorie Van Overgave M. van Rhijn, Juli 1934-Februari 1936.

55 O.H.S Purba dan Elvis Purba. Migran Batak Toba Di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskripsi. Medan: Monora. 1998., hlm. 13.

46

Walaupun orang Batak Toba ini memiliki pengaruh yang cukup penting dalam pembangunan sawah di Simeloengoen, tetapi dalam perilaku mereka adalah orang yang bebal, susah diatur, dan suka membuat keribuatan.56 Mereka tidak pernah tunduk pada peraturan dan keputusan yang diterapkan oleh raja-raja Simeloengoen. Mereka keberatan dipimpin oleh Raja-raja yang belum beragama ataupun yang memeluk agama Islam. Terjadi konflik antara orang Batak Toba dan raja-raja Simeloengoen sehingga pada tahun 1918 Pemerintah Kolonial menempatkan pemimpin Batak Toba berada di bawah pemerintahan raja-raja dan harus tunduk dengan peraturan mereka.57

Dalam dokumen PENERAPAN POLITIK ETIS DI SIMELOENGOEN (Halaman 59-65)